Riwayat Sejarah Kisah Nabi Ismail AS
kisah Nabi Ismail AS| Kawan bahasan kali ini adalah kisah Nabi Ismail AS pada zaman rasul.
Ismail berusia belia ketika memulai perjalanannya menuju Allah SWT. Ibunya membawanya dan menidurkannya di atas tanah, yaitu tempat yang sekarang kita kenal dengan nama sumur zamzam dalam Ka'bah. Saat itu tempat yang dihuninya sangat tandus dan belum terdapat sumur yang memancar dari bawah kakinya. Tidak ada di sana setetes air pun. Nabi Ibrahim meninggalkan istrinya, Hajar, bersama anaknya yang kecil. "Wahai Ibrahim kemana engkau hendak pergi dan membiarkan kami di lembah yang kering ini?" Kata Hajar. "Wahai Ibrahim di mana engkau akan pergi dan membiarkan kami? Wahai Ibrahim ke mana engkau akan pergi?" Si ibu mengulang-ulang apa yang dikatakannya. Sedangkan Nabi Ibrahim diam dan tidak menjawab. Kita tidak mengetahui secara pasti bagaimana perasaan Nabi Ibrahim saat meninggalkan mereka berdua di suatu lembah yang tidak ada di alamnya tumbuh-tumbuhan dan minuman. Namun Allah SWT telah memerintahkannya untuk tinggal di lembah itu. Dengan lapang dada Nabi Ibrahim melaksanakan perintah Allah SWT.
Ismail berusia belia ketika memulai perjalanannya menuju Allah SWT. Ibunya membawanya dan menidurkannya di atas tanah, yaitu tempat yang sekarang kita kenal dengan nama sumur zamzam dalam Ka'bah. Saat itu tempat yang dihuninya sangat tandus dan belum terdapat sumur yang memancar dari bawah kakinya. Tidak ada di sana setetes air pun. Nabi Ibrahim meninggalkan istrinya, Hajar, bersama anaknya yang kecil. "Wahai Ibrahim kemana engkau hendak pergi dan membiarkan kami di lembah yang kering ini?" Kata Hajar. "Wahai Ibrahim di mana engkau akan pergi dan membiarkan kami? Wahai Ibrahim ke mana engkau akan pergi?" Si ibu mengulang-ulang apa yang dikatakannya. Sedangkan Nabi Ibrahim diam dan tidak menjawab. Kita tidak mengetahui secara pasti bagaimana perasaan Nabi Ibrahim saat meninggalkan mereka berdua di suatu lembah yang tidak ada di alamnya tumbuh-tumbuhan dan minuman. Namun Allah SWT telah memerintahkannya untuk tinggal di lembah itu. Dengan lapang dada Nabi Ibrahim melaksanakan perintah Allah SWT.
Dalam
 kisah-kisah israiliyat (kisah-kisah palsu yang dibuat oleh Bani Israil)
 disebutkan bahwa istri pertamanya, Sarah, tampak cemburu pada Hajar, 
istri keduanya, sehingga karenanya Nabi Ibrahim harus menjauhkannya 
beserta anaknya. Kami percaya bahwa kisah ini palsu dan penuh dengan 
kebohongan. Jika kita mengamati kepribadian Nabi Ibrahim, maka kita 
mengetahui bahwa beliau tidak akan mendapat perintah dari seorang pun 
selain Allah SWT.
Kami
 tidak meyakini bahwa beliau terperangkap dalam perasaan kecemburuan 
feminisme dan kami juga tidak percaya bahwa beliau sengaja membangkitkan
 perasaan ini. Kami tidak mengira bahwa pribadi Sarah yang mulia akan 
terpedaya dengan sikap egoisme. Bukankah ia sendiri yang menikahkan Nabi
 Ibrahim dengan Hajar, pembantunya agar ia mendapatkan keturunan? Ia 
menyadari bahwa dirinya wanita tua dan mandul. Ia sendiri yang 
menikahkannya dan membantu pelaksanaannya. Ia telah memberikan dan 
mengabdikan dirinya kepada seorang lelaki yang hatinya tiada dipenuhi 
dengan cinta kepada siapa pun kecuali cinta kepada Penciptanya.
Allah SWT berfirman tentang Sarah dan Hajar:
"Rahmat
 Allah dan keberkatan-Nya dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait! 
Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah. (QS. Hud: 73)
Jadi,
 masalahnya adalah bukan masalah kecemburuan antara sesama wanita, namun
 ia adalah tugas yang diperintahkan oleh Allah SWT yang di dalamnya 
tersembunyi hikmah-Nya. Barangkali Sarah lebih heran daripada Hajar 
ketika Nabi Ibrahim memerintahkannya untuk membawa anaknya Ismail dan 
mengikutinya. "Ke mana engkau hai Ibrahim pergi?" Mungkin pertama-tama 
Hajar yang bertanya kepadanya dan mungkin juga Sarah yang bertanya. Nabi
 Ibrahim hanya terdiam dan akhirnya kedua wanita itu pun juga terdiam.
Di
 sana terdapat hikmah yang tersembunyi di mana Nabi Ibrahim tidak 
mengetahuinya dan Allah SWT tidak menjelaskan kepadanya. la tidak 
mengetahui hai itu sebagaimana mereka berdua juga tidak mengetahuinya. 
Jadi kedua-duanya hanya terdiam sebagai bentuk akhlak dari istri-istri 
nabi. Inilah Hajar yang sendirian bersama anaknya di lembah yang 
terasing dan tandus, di mana ia tidak mengetahui rahasia di balik tempat
 itu. Inilah Ismail yang memulai perjalanannya menuju Allah SWT saat 
masih menyusui. Ia mengalami ujian saat masih kecil dan juga ujian bagi 
ayahnya, di mana ia mendapatkan seorang anak saat sudah tua. Nabi 
Ibrahim menyadari bahwa manusia tidak memiliki sesuatu pun dalam 
dirinya. Dan seseorang yang cinta kepada Allah SWT akan memberikan 
dirinya kepada Allah SWT dan akan memberikan apa yang disukai oleh 
dirinya kepada Allah SWT tanpa harus diminta. Itu adalah hukum cinta 
yang dalam. Kami tidak percaya bahwa Nabi Ibrahim mengetahui mengapa ia 
harus meninggalkan Ismail dan ibunya di tempat itu. Kami tidak mengira 
bahwa Allah SWT telah memberitahunya. Allah SWT hanya menurunkan 
perintah dan Ibrahim hanya menaatinya. Di sinilah tampak kerasnya ujian 
dan kesulitannya. Di sinilah cinta yang paling dalam diungkapkan, dan di
 sinilah cinta yang murni dituangkan.
Allah
 SWT menguji kekasih-Nya Ibrahim dengan suatu ujian yang sangat keras, 
di mana umumnya para orang tua berat sekali melakukannya. Bukan berarti 
bahwa cinta Allah SWT kepada Ibrahim dan cinta Ibrahim kepada-Nya 
menjadikan Ibrahim tidak memiliki perasaan kemanusiaan. Kekuatan 
cintanya pada Allah SWT justru menjadikan sebagai lautan dari perasaan 
kemanusiaan, bahkan lautan yang tidak bertepi. Perasaan beliau terhadap 
Ismail lebih besar, lebih lembut, dan lebih sayang dari perasaan ayah 
mana pun terhadap anaknya. Meskipun demikian, beliau rela 
meninggalkannya di tempat yang tandus karena Allah SWT memerintahkan hal
 tersebut. Terjadilah pergulatan dalam dirinya namun ia mampu melewati 
ujiannya dan beliau memilih cinta Allah SWT daripada cinta anaknya.
Ketika
 Nabi Ibrahim menampakkan kecintaan yang luar biasa dari yang seharusnya
 kepada anaknya, maka Allah SWT memerintahkannya untuk menyembelihnya. 
Allah SWT agar hanya Dia yang menjadi pusat cinta para nabi-Nya. 
Barangsiapa yang mencintai Allah SWT, maka ia pun harus mencintai 
kebenaran dan orang yang mencintai kebenaran adalah orang memenuhi 
hatinya dengan cinta kepada Penciptanya semata. Ismail mewarisi 
kesabaran ayahnya. Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah SWT sebelumnya:
"Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh" (QS. ash-Shaffat: 100)
Allah SWT menjawab:
"Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak  yang amat sabar." (QS. ash-Shaffat: 101)
Kesabaran
 yang sama yang terdapat pada ayahnya, kebaikan yang sama, ketakwaan 
yang sama, dan adab kenabian yang sama pula. Ismail mendapatkan ujian 
yang pertama saat beliau kecil dan ujian itu berakhir saat Allah SWT 
memancarkan zamzam dari kedua kakinya sehingga darinya ibunya minum dan 
menyusuinya. Kemudian Ismail mendapatkan ujian yang kedua dalam hidupnya
 saat ia menginjak masa muda:
"Maka
 tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama 
Ibrahim, Ibrahim berkata: Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam 
mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!' Ia 
menjawab: 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu: 
Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.'" 
(QS. ash-Shaffat: 102)
Apa
 yang Anda kira terhadap jawaban si anak? Ia tidak bertanya tentang 
sifat dari mimpi itu, dan ia tidak berdebat dengan ayahnya tentang 
kebenaran mimpi itu, tetapi yang dikatakannya: "Wahai ayahku 
laksanakanlah apa yang diperintahkan. "Janganlah engkau gelisah karena 
aku dan janganlah engkau menampakkan kesedihan dan keluh-kesah. "Engkau 
akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." Demikianlah jawaban 
seorang anak yang saleh terhadap ayahnya yang saleh. Itulah puncak dari
 kesabaran dari seorang anak dan tentu orang tuanya lebih harus 
bersabar. Itu bagaikan perlombaan di antara keduanya untuk menguji siapa
 di antara mereka yang paling sabar. Perlombaan yang tujuannya adalah 
meraih cinta Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Dan
 ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) 
di dalam Al-Qur'an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, 
dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh keluarganya untuk
 bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai
 di sisi Tuhannya." (QS. Maryam: 54-55)
Baitullah
Ismail
 hidup di semenanjung Arab sesuai dengan kehendak Allah SWT. Ismail 
memelihara kuda dan terhibur dengannya serta memanfaatkannya untuk 
keperluannya. Sedangkan air zamzam sangat membantu orang-orang yang 
tinggal di daerah itu. Kemudian sebagian kafilah menetap di situ dan 
sebagian kabilah tinggal di tempat itu. Nabi Ismail tumbuh menjadi 
dewasa dan menikah. Lalu ayahnya, Nabi Ibrahim, mengunjunginya dan tidak
 menemukannya dalam rumah namun ia hanya mendapati istrinya. Nabi 
Ibrahim bertanya kepadanya tentang kehidupan mereka dan keadaan mereka. 
Istrinya mengadukan padanya tentang kesempitan hidup dan kesulitannya. 
Nabi Ibrahim berkata padanya: "Jika datang suamimu, maka perintahkan 
padanya untuk mengubah gerbang pintunya."
Ketika Nabi Ismail datang,
 dan istrinya menceritakan padanya perihal kedatangan seorang lelaki, 
Ismail berkata: "Itu adalah ayahku dan ia memerintahkan aku untuk 
meninggalkanmu, maka kembalilah engkau pada keluargamu." Kemudian Nabi 
Ismail menikahi wanita yang kedua. Nabi Ibrahim mengunjungi istri 
keduanya dan bertanya kepadanya tentang keadaannya. Lalu ia menceritakan
 padanya bahwa mereka dalam keadaan baik-baik dan dikaruniai nikmat. 
Nabi Ibrahim puas terhadap istri ini dan memang ia cocok dengan anaknya.
 Barangkali Nabi Ibrahim menggunakan kemampuan spiritualnya dan cahaya 
yang mampu menyingkap kegaiban yang dimilikinya. Nabi Ibrahim menyiapkan
 Ismail untuk mengemban tugas yang besar. Yaitu tugas yang membutuhkan 
kerja keras kemanusiaan seluruhnya dan waktunya seluruhnya serta 
kenyamanannya seluruhnya.
Ismail
 menjadi besar dan mencapai kekuatannya. Nabi Ibrahim mendatanginya. 
Tibalah saat yang tepat untuk menjelaskan hikmah Allah SWT yang telah 
terjadi dari perkara-perkara yang samar. Nabi Ibrahim berkata kepada 
Ismail: "Wahai Ismail, sesungguhnya Allah SWT memerintahkan padaku suatu
 perintah" ketika datang perintah pada Nabi Ibrahim untuk 
menyembelihnya, beliau menjelaskan kepadanya persoalan itu dengan 
gamblang. Dan sekarang ia hendak mengemukakan perintah lain yang sama 
agar ia mendapatkan keyakinan bahwa Ismail akan membantunya. Kita di 
hadapan perintah yang lebih penting daripada penyembelihan. Perintah 
yang tidak berkenaan dengan pribadi nabi tetapi berkenaan dengan 
makhluk.
Ismail
 berkata: "Laksanakanlah apa yang diperintahkan Tuhanmu padamu." Nabi 
Ibrahim berkata: "Apakah engkau akan membantuku?" Ismail menjawab: "Ya, 
aku akan membantumu." Nabi Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah SWT 
memerintahkan aku untuk membangun rumah di sini." Nabi Ibrahim 
mengisyaratkan dengan tangannya dan menunjuk suatu bukit yang tinggi di 
sana.
Selesailah
 pekerjaan itu. Perintah itu telah dilaksanakan dengan berdirinya 
Baitullah yang suci. Itu adalah rumah yang pertama kali dibangun untuk 
menusia di bumi. Ia adalah rumah pertama yang di dalamnya manusia 
menyembah Tuhannya. Dan karena Nabi Adam adalah manusia yang pertama 
turun ke bumi, maka keutamaan pembangunannya kembali padanya. Para ulama
 berkata: "Sesungguhnya Nabi Adam membangunnya dan ia melakukan thawaf 
di sekelilingnya seperti para malaikat yang tawaf di sekitar arsy Allah 
SWT.
Nabi
 Adam membangun suatu kemah yang di dalamnya ia menyembah Allah SWT. 
Adalah hal yang biasa bagi Nabi Adam— sebagai seorang Nabi—untuk 
membangun sebuah rumah untuk menyembah Allah SWT. Tempat itu dipenuhi 
dengan rahmat. Kemudian Nabi Adam meninggal dan berlalulah abad demi 
abad sehingga rumah itu hilang dan tersembunyi tempatnya. Maka Nabi 
Ibrahim mendapatkan perintah dari Allah SWT untuk membangun kedua 
kalinya agar rumah itu tetap berdiri sampai hari kiamat dengan izin 
Allah SWT. Nabi Ibrahim mulai membangun Ka'bah. Ka'bah adalah sekumpulan
 batu yang tidak membahayakan dan tidak memberikan manfaat. Ia tidak 
lebih dari sekadar batu. Meskipun demikian, ia merupakan simbol tauhid 
Islam dan tempat penyucian kepada Allah SWT. Nabi Adam memiliki tauhid 
yang tinggi dan Islam yang mutlak. Nabi Ibrahim pun termasuk seorang 
Muslim yang tulus dan ia bukan termasuk seorang musyrik.
Batu-batu
 rumah itu telah dibangun dari ketenteraman hati Nabi Adam dan kedamaian
 Nabi Ibrahim serta cintanya dan kesabaran Nabi Ismail serta 
ketulusannya. Oleh karena itu, ketika Anda memasuki Masjidil Haram Anda 
akan merasakan suatu gelombang kedamaian yang sangat dalam. Terkadang 
pada kali yang pertama engkau melihat dirimu dan tidak melihat rumah dan
 pemeliharanya. Dan barangkali engkau melihat rumah pada kali yang kedua
 namun engkau tidak melihat dirimu dan Tuhanmu. Ketika engkau pergi ke 
haji engkau tidak akan melihat dirimu dan rumah itu yang engkau lihat 
hanya pemelihara rumah itu. Ini adalah haji yang hakiki. Inilah hikmah 
yang pertama dari pembangunan Ka'bah.
Allah SWT berfirman:
"Dan
 (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar baitullah 
bersama Ismail (seraya berdoa): 'Ya Tuhan kami terimalah dari kami 
(amalan kami), sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha 
Mengetahui. Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk dan 
patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang 
tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan 
tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya 
Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami,
 utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang akan 
membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka
 al-Kitab (al-Qur'an) dan al-Hikmah (as-Sunnah) serta menyucikan mereka.
 Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. " (QS. 
al-Baqarah: 127-129)
Ka'bah
 terdiri dari batu-batuan yang ada di bumi di mana ia dijadikan pondasi 
oleh Nabi Ibrahim dan Ismail. Sejarah menceritakan bahwa ia pernah 
dihancurkan lebih dari sekali sehingga ia pun beberapa kali dibangun 
kembali. Ia tetap berdiri sejak masa Nabi Ibrahim sampai hari ini. Dan 
ketika Rasulullah saw diutus —sebagai bukti pengkabulan doa Nabi 
Ibrahim—beliau mendapad Ka'bah dibangun terakhir kalinya, dan tenaga 
yang dicurahkan oleh orang-orang yang membangunnya sangat terbatas di 
mana mereka tidak menggali dasarnya sebagaimana Nabi Ibrahim 
menggalinya. Dari sini kita memahami bahwa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail 
mencurahkan tenaga keras yang tidak dapat ditandingi oleh ribuan 
laki-laki. Rasullah saw telah menegaskan bahwa kalau bukan karena 
kedekatan kaum dengan masa jahiliyah dan kekhawatiran orang-orang akan 
menuduhnya dengan berbagai tuduhan jika beliau menghancurkannya dan 
membangunkannya kembali, niscaya beliau ingin merobohkannya dan 
mengembalikannya ke pondasi Nabi Ibrahim.
Sungguh
 kedua nabi yang mulia itu telah mencurahkan tenaga keras dalam 
membangunnya. Mereka berdua menggali pondasi karena dalamnya tanah yang 
di bumi. Mereka memecahkan batu-batuan dari gunung yang cukup jauh dan 
dekat, lalu setelah itu memindahkannya dan meratakannya serta 
membangunnya. Tentu hal itu memerlukan tenaga keras dari beberapa pria 
tetapi mereka berdua membangunnya bersama-sama. Kita tidak mengetahui 
berapa banyak waktu yang digunakan untuk membangun Ka'bah sebagaimana 
kita tidak mengetahui waktu yang digunakan untuk membuat perahu Nabi 
Nuh. Yang penting adalah, bahwa perahu Nabi Nuh dan Ka'bah sama-sama 
sebagai tempat perlindungan manusia dan tempat yang membawa keamanan dan
 kedamaian. Ka'bah adalah perahu Nabi Nuh yang tetap di atas bumi 
selama-lamanya. Ia selalu menunggu orang-orang yang menginginkan 
keselamatan dari kedahsyatan angin topan yang selalu mengancam setiap 
saat.
Allah
 SWT tidak menceritakan kepada kita tentang waktu pembangunan Ka'bah. 
Allah SWT hanya menceritakan perkara yang lebih penting dan lebih 
bermanfaat. Dia menceritakan tentang kesucian jiwa orang-orang yang 
membangunnya dan doa mereka saat membangunnya:
"Tuhan
 kami, terimalah dari hand (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang 
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. " (QS. al-Baqarah: 127)
Itulah
 puncak keikhlasan orang-orang yang ikhlas, ketaatan orang-orang yang 
taat, ketakutan orang-orang yang takut, dan kecintaan orang-orang yang 
mencintai:
"Ya
 Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada 
Engkau dan (jadikanlah) di antara cucu kami umat yang tunduk patuh 
kepada Engkau." (QS. al-Baqarah: 128)
Sesungguhnya
 kaum Muslim yang paling agung di muka bumi saat itu, mereka berdoa 
kepada Allah SWT agar menjadikan mereka termasuk orang-orang yang 
berserah diri pada-Nya. Mereka mengetahui bahwa hati manusia terletak 
sangat dekat dengan ar-Rahman (Allah SWT). Mereka tidak akan mampu 
menghindari tipu daya Allah SWT. Olah karena itu, mereka menampakkan 
kemurnian ibadah hanya kepada Allah SWT, dan mereka membangun rumah 
Allah SWT serta meminta pada-Nya agar menerima pekerjaan mereka.
Selanjutnya,
 mereka meminta Islam (penyerahan diri) pada-Nya dan rahmat yang turun 
pada mereka di mana mereka memohon kepada Allah SWT agar memberi mereka 
keturunan dari umat Islam. Mereka ingin agar jumlah orang-orang yang 
beribadah dan orang-orang yang sujud dan rukuk semakin banyak. 
Sesungguhnya doa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menyingkap isi had seorang
 mukmin. Mereka membangun rumah Allah SWT dan pada saat yang sama mereka
 disibukkan dengan urusan akidah (keyakinan). Itu mengisyaratkan bahwa 
rumah itu sebagai simbol dari akidah.
"Dan
 tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, 
dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima 
taubat lagi Maha Penyayang. " (QS. al-Baqarah: 128)
Perlihatkanlah
 kepada kami cara ibadah yang Engkau sukai. Perlihatkanlah kepada kami 
bagaimana kami menyembah-Mu di bumi. Dan terimalah taubat kami. 
Sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang. Setelah 
itu, kepedulian mereka melampaui masa yang mereka hidup di dalamnya. 
Mereka berdoa kepada Allah SWT:
"Ya
 Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka, 
yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan 
kepada mereka al-Kitab (al-Qur'an) dan al-Hikmah (as-Sunnah) serta 
menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha 
Bijaksana. " (QS. al-Baqarah: 129)
Akhirnya,
 doa tersebut terkabul ketika Allah SWT mengutus Muhammad bin Abdillah 
saw. Doa tersebut terwujud setelah melalui masa demi masa. Selesailah 
pembangunan Ka'bah dan Nabi Ibrahim menginginkan batu yang istimewa yang
 akan menjadi tanda khusus di mana tawaf di sekitar Ka'bah akan dimulai 
darinya. Ismail telah mencurahkan tenaga di atas kemampuan manusia 
biasa. Beliau bekerja dengan sangat antusias sebagai wujud ketaatan 
terhadap perintah ayahnya. Ketika beliau kembali, Nabi Ibrahim telah 
meletakkan Hajar Aswad di tempatnya. "Siapakah yang mendatangkannya 
(batu) padamu wahai ayahku?" Nabi Ibrahim berkata: "Jibril as yang 
mendatangkannya." Selesailah pembangunan Ka'bah dan orang- orang yang 
mengesakan Allah SWT serta orang-orang Muslim mulai bertawaf di 
sekitarnya. Nabi Ibrahim berdiri dalam keadaan berdoa kepada Tuhannya 
sama dengan doa yang dibacanya sebelumnya, yaitu agar Allah SWT 
menjadikan had manusia cenderung pada tempat itu:
"Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka. "(QS. Ibrahim: 37)
Karena
 pengaruh doa tersebut, kaum Muslim merasakan kecintaan yang dalam untuk
 mengunjungi Baitul Haram. Setiap orang yang mengunjungi Masjidil Haram 
dan kembali ke negerinya ia akan merasakan kerinduan pada tempat itu. 
Semakin jauh ia, semakin meningkat kerinduannya padanya. Kemudian, 
datanglah musim haji pada setiap tahun, maka hati yang penuh dengan 
cinta pada Baitullah akan segera melihatnya dan rasa hausnya terhadap 
sumur zamzam akan segera terpuaskan. Dan yang lebih penting dari semua 
itu adalah cinta yang dalam terhadap Tuhan, Baitullah dan sumur zamzam 
yaitu, Tuhan alam semesta.
 Allah SWT berfirman berkenaan dengan 
orang-orang yang mendebat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail:
"Ibrahim
 bukan seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, akan tetapi dia 
adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan 
sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik. " (QS. 
Ali 'Imran: 67)
Allah
 SWT mengabulkan doa Nabi Ibrahim dan beliau yang pertama kali menamakan
 kita sebagai orang-orang Muslim. Allah SWT berfirman:
"Dan
 Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu 
kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia telah menamai kamu
 sekalian orang-orang Muslim dan dahulu. " (QS. al-Hajj: 78)
Sekian dulu kawan kisah Nabi Ismail AS semoga bermanfaat.
__________________________________
sumber :  Ali Imran, Al-Hajj,Al-Baqarah,Ash-Shaffaat,Maryam,Hud
 








 
 
 



Tidak ada komentar:
Posting Komentar