Jumat, 02 Agustus 2013

Kontroversi Metodologi Rukyat dan Hisab



Kontroversi Metodologi Rukyat dan Hisab
Ditulis oleh Muhammad Nurul Ahsan   
Fenomena menarik di Indonesia, menjelang bulan puasa maupun lebaran, yang hampir terjadi setiap tahunnya adalah kontroversi penentuan awal bulan Ramdlan dan Syawal. Kontroversi ini terjadi di beberapa organisasi keagamaan dan lembaga pemerintahan yang ada di Indonesia. Untuk mengetahui masuknya awal bulan, ada beberapa organisasi di antara sekian banyak organisasi keagamaan bersikeras mengaplikasikan secara independen metodologi hisab maupun rukyat. Namun ada juga yang lebih memilih untuk melakukan kalaborasi antara keduanya.

Ternyata, dinamika keagamaan seperti ini sulit dikendalikan. Apalagi masing-masing dari mereka sama-sama merasa telah mengantongi legalitas agama dan merasa sebagai kelompok yang mampu mengimplementasikan firman Allah dan sabda rasul-Nya. Sebuah realita yang patut disayangkan; bagaimana mungkin dalam sebuah negara mempunyai begitu banyak otoritas dalam memberikan rekomendasi masuknya awal bulan Ramadlan maupun Syawal, sebagai tanda umat Islam mempunyai kewajiban berpuasa dan berhari raya.
Memang, sejauh ini, realita sosial masing-masing organisasi keagamaan masih mampu menunjukkan sikap toleransi, meskipun dalam tataran praktis di kalangan tertentu masih tetap terkontaminasi, sehingga perbedaan itu berpotensi menciptakan terjadinya sentimen keagamaan di luar paham kelompoknya. Inilah sebuah problem yang tentunya membutuhkan gagasan solutif agar semua pihak tidak terjebak pada pola berfikir particular dan parsial sehingga mampu menciptakan pola berfikir multidimensional dan komprehensif.

II. Legalisasi Metodologi Rukyah dan Hisab

Membicarakan metodologi rukyah --dalam konteks Indonesia-- tentunya tidak lepas dari organisasi besar Nahdlatul Ulama (NU). Setiap menjelang bulan puasa dan hari raya, organisasi ini secara konsisten menggunakan metode rukyah sebagai skala prioritasnya, daripada metode hisab. Legalitas metodologi rukyah yang digunakan bertendensi adalah al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 185 dan banyak Hadits yang secara eksplisit menggunakan redaksi “rukyah” dalam menentukan awal bulan awal puasa dan hari raya. Oleh karena itu –menurut mereka, dengan mengacu pada pendapat mayoritas ulama—hadits mengenai rukyah tersebut mempunyai kapasitas sebagai interpretasi al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 185 tersebut di atas. Jika bentuk perintah pada redaksi Hadits sekaligus praktek yang dilakukan pada pereode nabi telah jelas menggunakan rukyah, mengapa harus menggunakan metode hisab?

Pada kesempatan lain, organisasi keagamaan semisal Muhammadiyah bersikeras menggunakan metodologi hisab dan meyakini bahwa metode ini sebagai metode paling relevan yang harus digunakan umat Islam dewasa ini. Argumen ini mengemuka salahsatunya mengacu pada aspek akurasi metodologis-nya. Menurut mereka, polusi, pemanasan global dan keterbatasan kemampuan penglihatan manusia juga menyebabkan metode rukyah semakin jauh relevansinya untuk dijadikan acuan penentuan awal bulan.

Semangat al-Qur’an adalah menggunakan hisab, sebagaimana terdapat pada surat al-Rahman ayat 5. Di sana menegaskan bahwa matahari dan bulan beredar dengan hukum yang pasti dan peredarannya itu dapat dihitung dan diteliti. Kapasitas ayat ini bukan hanya bersifat informative, namun lebih dari itu, ia sebagai motifasi umat Islam untuk melakukan perhitungan gerak matahari dan bulan.

Mengenai redaksi “syahida” dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 185 itu bukanlah “melihat” sebagai interpretasinya, namun ia bermakna “bersaksi”, meskipun dalam tataran praktis pesaksi samasekali tidak melihat visibilitas hilal (penampakan bulan).

Memang, banyak hadits secara eksplisit memerintahkan untuk melakukan rukyah, ketika hendak memasuki bulan Ramadlan maupun Syawal. Namun redaksi itu muncul disebabkan kondisi disiplin ilmu astronomi pereode nabi berbeda dengan pereode sekarang, dimana kajian astronomi sekarang jauh lebih sistematis sekaligus akurasinya lebih dapat dipertanggungjawabkan. Nabi sendiri dalam sebuah hadisnya menyatakan bahwa: ”innâ ummatun ummiyyatun, lâ naktubu wa lâ nahsubu. Al-Syahru hâkadzâ wa hâkadzâ wa asyâra biyadihi”, Artinya: “Kita adalah umat yang ummi, tidak dapat menulis dan berhitung. Bulan itu seperti ini dan seperti ini, (nabi berisyarat dengan menggunakan tangannya)”. Jadi, mempriotiaskan metode hisab merupakan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan pada pereode nabi.

III. Analisa, Solusi dan Penutup

Menurut hemat Penulis, metodologi hisab dan rukyah merupakan dua komponen yang mempunyai korelasi sangat erat dan hampir tidak dapat dipisahkan. Rasanya tidak tepat jika dalam penentuan awal bulan hanya murni menggunakan metode rukyah. Sebab, meskipun telah dilengkapi dengan teknologi teleskop, ada banyak problematika yang harus dihadapi, semisal adanya polusi, pemanasan global dan kemampuan mata yang terbatas, sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Begitu juga sebaliknya, tidak tepat jika dalam penentuan awal bulan hanya menggunakan metode hisab. Alasan paling mendasar adalah fakta empiris metodologi ini bermula dari sebuah riset para astronom, sedangkan obyeknya adalah "melihat" peredaran matahari dan bulan. Memang, dipandang dari akurasi metodologisnya, hisab lebih unggul dibanding rukyah. Tingkat kesalahan metodologi hisab jauh lebih kecil dibanding metodologi rukyah. Namun, bagaimanapun juga hasil ilmiah apapun tidak akan pernah dapat dipertanggungjawabkan jika pada akhirnya tidak sesuai dengan fakta.

Telah jelas kontroversi metodologi hisab maupun rukyah --secara aplikatif-- merupakan persoalan furu’iyyat (hukum cabang). Tentunya perbedaan-perbedaan yang ada tidak perlu dibesar-besarkan. Namun, fenomena kontroversial itu tidak dapat dibiarkan bagitu saja, mengingat dampak arus bawah yang timbul begitu signifikan. Pada dasarnya itsbat (keputusan) penetapan bulan Ramadlan maupun Syawal adalah hak preogratif pemerintah (Departemen Agama) secara otoritatif. Apalagi telah jelas, pemerintah selama ini mampu mengakomodir semua aspirasi organisasi keagamaan di Indonesia, dengan mengundang masing-masing delegasi untuk melakukan rukyat sekaligus hisab. Jadi, sama sekali tidak salah, jika mulai dari sekarang masing-masing organisasi mencoba untuk menghormati otoritas pemerintahan ini. Wallahu a’lam.

DUALISME IEDUL FITRI.........???????

Mensikapi Dua Iedul Fitri
Ditulis oleh Muhammad Niam   
Fenomena shalat ied dua kali dalam satu negara, karena perbedaan pendapat dalam menentukan tanggal 1 Syawwal, akhir-akhir ini muncul di beberapa negara Islam. Tidak hanya di Indonesia, di Pakistan juga demikian. Mudah-mudahan ini tidak sampai menimbulkan perpecahan antar umat Islam. Mudah-mudahan perbedaan seperti itu bisa dijadikan penggugah kesadaran umat Islam bahwa mereka memang terkadang berbeda dalam masalah furu'iyah, atau amalan ibadah , namun hati mereka tetap satu, tidak pernah berbeda. 
Secara hukum fiqh, hari raya yang benar adalah yang diumumkan oleh pemerintah, sesuai hadist A'isyah bahwa Rasulullah bersabda "Hari raya Idul Fitri kalian adalah dimana mereka semua ber-Idul Fitri, hari Idul Adha kalian adalah dimana mereka semua ber-Idul Adha dan hari Arafat kalian adalah dimana mereka semua melaksanakan wukuf" (H.R. Tirmidzi).
Para Fuqaha juga sepakat mengatakan bahwa apabila ada satu atau dua orang melihat hilal, sehingga belum kuat untuk dijadikan landasan bagi pemerintah untuk menentukan hari ied, ia wajib berbuka puasa sendiri dan mengikuti shalat Ied besoknya bersama masyarakat. Namun kalau kita mengatakan bahwa saudara-saudara kita yang melaksanakan shalat ied sebelum pemerintah tidak sah shalatnya, tentu ini juga kurang bijaksana tidak membawa maslahah apapun, selain akan memicu perpecahan juga akan membuka prasangka buruk antar sesama muslim, toh mereka yang melaksanakan shalat Ied lebih dulu mempunyai alasan dan dalil sendiri.
Para ulama, imam-imam masjid dan da’i publik selayaknya memberikan penjelasan kepada masyarakat awam tentang fenomena perbedaan metodologi dalam penentuan awal bulan Ramadhan dan Idul Fitri, termasuk wawasan tentang rukyah dan hisab serta landasan metodologisnya. Ini akan membantu memperluas wawasan masyarakat terhadap masalah perbedaan dan khilafiyah yang wajar terjadi dalam pemahaman agama, sehingga tidak mengarah kepada ketegangan antar umat Islam.
Bagi yang melaksanakan Iedul Fitri lebih dulu, sebaiknya tidak perlu menyalahkan yang belum iedul fitri dan tidak melakukan tindakan provokatif yang tidak sehat, seperti sengaja makan dan minum di depan yang masih puasa demi tujuan provokatif.
Masyarakat hendaknya diberi kebebasan dalam memilih masjid untuk sholat Ied. Apabila seseorang ikut Idul Fitri hari ini, padahal masjid di dekat rumahnya melaksanakan sholat Idul Fitri besok, maka ia cukup buka puasa diam-diam di rumah dan besoknya bisa ikut berjamaah Idul Fitri bersama masyarakat sekitarnya. Ini seperti orang yang melihat hilal sendirian tanpa dua orang saksi sehingga pendapatnya tidak dijadikan pijakan oleh pemerintah.
Mengenai masalah hukum keharaman puasa pada hari Idul Fitri, selayaknya dikembalikan kepada keyakinan masing-masing dalam menentukan hari Idul Fitri. Allah maha adil dalam menghukumi amalan hambaNya. Tidak perlu membahas siapa yang dosa dan siapa yang menanggung dosa. Semua kita kembalikan kepada Allah Yang Maha Bijaksana.
Fenomena perbedaan penentuan awal Ramadhan dan Idul Fitri selayaknya kita angkat sebagai wahana mengembangkan toleransi di antara umat Islam maupun antar umat beragama. Fenomena ini jangan dijadikan pemicu perpecahan umat Islam, namun layaknya dijadikan tauladan bagi kehidupan beragama yang ragam namun tetap menjunjung kebersamaan dan persatuan.
Bagaimana kalau  ikut sholat ied dua kali?  Apakah boleh seseorang melaksanakan satu shalat yang sama dua kali, padahal seharusnya dilaksanakan sekali?
Kalau itu shalat witir, jelas ada nash hadist yang mengatakan "Tidak ada dua witir dalam satu malam" (Tirmidzi diperkuat oleh Bukhari).  Ini juga karena witir yang artinya ganjil kalau dilaksanakan dua kali menjadi genap. Ada juga hadist yang berbunyi "Jangan kalian sholat yang sama dua kali dalam sehari" (h.r. Abu Dawud). Tapi hadist ini secara eksplisit mengatakan dilarang kalau dilakukan dalam satu hari.
Masalah mengulangi sholat jamaah, ulama berbeda pendapat.
Pendapat pertama mengatakan makruh dengan dalil pernah Rasulullah s.a.w. ingin sholat di satu masjid di pinggiran kota Madina, tetap beliau menemukan mereka telah sholat, lalu beliau pulang lalu mengumpulkan keluarganya untuk sholat jamaah" (h.r. Thabrani-dlaif).
Pendapat mayoritas ulama mengatakan boleh saja mengulang jamaah. Pendapat ini menggunakan dalil hadist Abu Said al-Khudri: Suatu hari datang seseorang ke masjid, padahal Rasulullah s.a.w. telah selesai jamaah, lalu beliau berkata: "Siapa yang ingin mendapatkan pahala dengan menemani orang ini sholat?" lalu berdirilah salah seorang sahabat dan sholat bersama orang tadi. (h.r. Tirmidzi, Abu Dawud dll. – sahih). Ini menunjukkan diperbolehkannya mengulang sholat yang sama dua kali.
Melihat dari dalil-dalil di atas, sepertinya pendapat yang lebih kuat adalah memperbolehkan sesorang untuk melaksanakan sholat Ied dua kali. Semoga bermanfaat.


********

__________________________________
sumber : Pesantren Virtual

TAFSIR AL QUR'AN SURAH AL-ISRAA' AYAT 101 - 111 ( 06 )

Cari dalam "TAFSIR" Al Qur'an
Bahasa Indonesia    English Translation    Dutch    nuruddin

No. Pindah ke Surat Sebelumnya... Pindah ke Surat Berikut-nya... [TAFSIR]: AL-ISRAA'
Ayat [111]   First Previous Next Last Balik Ke Atas  Hal:6/6
101 Dan sesungguhnya Kami telah memberikan kepada Musa sembilan buah mukjizat yang nyata, maka tanyakanlah kepada Bani Israil, tatkala Musa datang kepada mereka lalu Firaun berkata kepadanya: `Sesungguhnya aku sangka kamu, hai Musa, seorang yang kena sihir`.(QS. 17:101)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Israa' 101 

وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى تِسْعَ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ فَاسْأَلْ بَنِي إِسْرَائِيلَ إِذْ جَاءَهُمْ فَقَالَ لَهُ فِرْعَوْنُ إِنِّي لَأَظُنُّكَ يَا مُوسَى مَسْحُورًا (101
Ayat ini menerangkan bahwa Allah SWT telah memberikan sembilan macam mukjizat kepada Musa as, waktu ia diutus kepada Firaun dan kaumnya. Dalam ayat yang lain diterangkan bahwa Firaun dan kaumnya itu mengingkari seruan Musa.
Allah SWT berfirman:


وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ (14
Artinya:
Dan mereka mengingkari karena kelaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenarannya). Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan. (Q.S. An Naml: 14)
Para mufassir berbeda pendapat tentang yang dimaksud dengan yang sembilan di atas. Menurut Ibnu Abbas, yang sembilan macam itu ialah: "tongkat, tangan, belalang, kutu, katak, darah, batu, laut dan bukit Tur.
Menurut pendapat mufassir yang lain, yang beralasan dengan hadis Nabi saw yang diriwayatkan oleh Ahmad, Baihaqi, At Tabrani, Nasai dan Ibnu Majah ketika Rasulullah saw ditanya oleh Yahudi tentang yang dimaksud dengan ayat ini, ialah: sembilan macam hukum, yaitu jangan mempersekutukan Allah, jangan berzina, jangan mencuri, jangan menyihir, jangan makan riba, jangan memfitnah orang yang tidak bersalah kepada penguasa, jangan menuduh wanita yang baik berzina dan melanggar aturan pada hari Sabtu, Ibnu Syihab Al Khafaji mengatakan: "Inilah tafsir yang diikuti dalam menafsirkan ayat ini.
Jika diikuti pendapat Ibnu Abbas di atas, maka pendapat itu kurang tepat, karena mukjizat yang diberikan Allah kepada Nabi Musa as bukanlah sembilan saja, tetapi semuanya ada enam belas yaitu:
1. Menjadikan lidah Musa fasih ketika berbicara dengan Firaun, padahal biasanya beliau berbicara kurang lancar;
2. Tongkat menjadi ular;
3. Ular berasal dari tongkat Musa itu, menelan ular-ular yang berasal dari tali-tali tukang sihir;
4. Tangan Musa putih berseri, waktu dikeluarkan dari leher bajunya;
5. Topan;
6. Belalang;
7. Kutu;
8. Katak;
9. Darah;
10 Belah laut;
11, Batu berbelah;
12. Naungan bukit;
13. Manna dan Salwa;
14. Musim kemarau;
15. Kurang buah-buahan;
16. Kemusnahan harta-harta mereka, seperti gandum dan makanan.
Allah SWT memerintahkan agar Nabi Muhammad saw menanyakan tentang kisah Musa itu kepada orang-orang Yahudi yang hidup di masanya seperti Abdullah bin Salam dan lain-lain, niscaya mereka akan membenarkan kisah Musa itu. Pengakuan mereka itu akan menambah iman dan keyakinannya dan agar ia meyakini pula karena kisah itu terdapat pula dalam kitab mereka.
Tanyakanlah kepada orang-orang Yahudi itu, tentu mereka akan menerangkan bahwa Musa as telah datang kepada Firaun membawa hukum-hukum yang sembilan itu. Tetapi Firaun mengingkarinya, bahkan mereka mengatakan bahwa Musa adalah orang yang rusak akal. Karena kerusakan akalnya itulah, maka Musa mengakui dirinya seorang Rasul Allah.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 101 

وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى تِسْعَ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ فَاسْأَلْ بَنِي إِسْرَائِيلَ إِذْ جَاءَهُمْ فَقَالَ لَهُ فِرْعَوْنُ إِنِّي لَأَظُنُّكَ يَا مُوسَى مَسْحُورًا (101
(Dan sesungguhnya Kami telah memberikan kepada Musa sembilan buah mukjizat yang nyata) yaitu tangan, tongkat, topan, belalang, kutu, kodok, darah atau kutukan paceklik dan kekurangan buah-buahan (maka tanyakanlah) hai Muhammad (kepada Bani Israel) perihalnya dengan pertanyaan yang menetapkan kebenaranmu terhadap kaum musyrikin; atau artinya Kami berfirman kepada Muhammad, "Tanyakanlah." Menurut qiraat yang lain diungkapkan dalam bentuk fi`il madhi (tatkala Musa datang kepada mereka lalu Firaun berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku sangka kamu hai Musa seorang yang kena sihir.") orang yang tidak sadar dan akal warasmu sudah hilang.


102 Musa menjawab: `Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Tuhan Yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata; dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Firaun, seorang yang akan binasa`.(QS. 17:102)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Israa' 102

قَالَ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا أَنْزَلَ هَؤُلَاءِ إِلَّا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ بَصَائِرَ وَإِنِّي لَأَظُنُّكَ يَا فِرْعَوْنُ مَثْبُورًا (102
Musa mengatakan kepada Firaun: "Sesungguhnya engkau telah mengetahui hal Firaun bahwa yang menerangkan ayat-ayat (hukum-hukum) ini adalah Tuhan yang memiliki langit dan bumi, yang merupakan petunjuk bagi manusia, untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Hanya orang-orang yang bersih hatinyalah yang dapat menerima hukum-hukum itu. Engkau wahai Firaun menurut pendapatku adalah orang yang kotor hatinya, tidak mempunyai kesediaan dalam hatinya untuk menerima hukum-hukum itu, kebenaran apapun yang dikemukakan kepadamu, tidak akan dapat engkau terima.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 102 

قَالَ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا أَنْزَلَ هَؤُلَاءِ إِلَّا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ بَصَائِرَ وَإِنِّي لَأَظُنُّكَ يَا فِرْعَوْنُ مَثْبُورًا (102
(Musa menjawab, "Sesungguhnya kamu telah mengetahui, tiada yang menurunkannya) mukjizat-mukjizat itu (melainkan Rabb yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata) pelajaran-pelajaran, tetapi ternyata kamu masih tetap ingkar. Menurut qiraat lain lafal `alimta dibaca `alimtu (dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Firaun, seorang yang binasa.") hancur atau dipalingkan dari kebaikan.


103 Kemudian (Firaun) hendak mengusir mereka (Musa dan pengikut-pengikutnya) dari bumi (Mesir) itu, maka Kami tenggelamkan dia (Firaun) serta orang-orang yang bersama-sama dia seluruhnya,(QS. 17:103)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Israa' 103 

فَأَرَادَ أَنْ يَسْتَفِزَّهُمْ مِنَ الْأَرْضِ فَأَغْرَقْنَاهُ وَمَنْ مَعَهُ جَمِيعًا (103
Setelah Firaun melihat kegigihan Musa dalam menyampaikan risalahnya, dan sikap Musa itu akan membahayakan dirinya dan membahayakan kekuasaannya, maka Firaun berkehendak mengeluarkan Musa dan pengikut-pengikutnya dari bumi Mesir, tetapi Allah SWT lebih dahulu telah menenggelamkannya beserta pengikut-pengikutnya ke dalam laut Qulzum.


104 dan Kami berfirman sesudah itu kepada Bani Israil: `Diamlah di negeri ini, maka apabila datang masa berbangkit, niscaya Kami datangkan kamu dalam keadaan bercampur baur (dengan musuhmu).`(QS. 17:104)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Israa' 104 

وَقُلْنَا مِنْ بَعْدِهِ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ اسْكُنُوا الْأَرْضَ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ جِئْنَا بِكُمْ لَفِيفًا (104
Kemudian Allah SWT menyelamatkan Musa dan Bani Israel dan memerintahkan agar mendiami negeri yang telah dijanjikan kepada mereka sampai waktu yang ditentukan. Jika telah sampai waktu itu, mereka akan diwafatkan kemudian dibangkitkan kembali pada hari kiamat untuk menetapkan keputusan yang paling adil di antara mereka. Perbuatan baik akan dibalasi dengan pahala yang berlipat ganda sedang perbuatan yang mungkar akan dibalasi dengan siksa neraka.


105 Dan Kami turunkan (Al quran) itu dengan sebenar-benarnya dan Al quran itu telah turun dengan (membawa) kebenaran. Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.(QS. 17:105)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Israa' 105 

وَبِالْحَقِّ أَنْزَلْنَاهُ وَبِالْحَقِّ نَزَلَ وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا مُبَشِّرًا وَنَذِيرًا (105
Dalam ayat ini Allah SWT menegaskan kepada Rasul saw, bahwa Allah benar-benar telah menurunkan Alquran itu dari sisi Nya, tidaklah patut manusia meragukannya dan berpaling dari padanya.
Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman:


لَكِنِ اللَّهُ يَشْهَدُ بِمَا أَنْزَلَ إِلَيْكَ أَنْزَلَهُ بِعِلْمِهِ وَالْمَلَائِكَةُ يَشْهَدُونَ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا (166
Artinya:
(Mereka tidak mau mengakui yang diturunkan kepadamu itu) tetapi Allah mengakui Alquran yang diturunkan Nya kepadamu. Allah menurunkannya dengan ilmu Nya; dan malaikat-malaikatpun menjadi saksi (pula). Cukuplah Allah yang mengakuinya". (Q.S. An Nisa: 166)
Alquran itu juga membawa ajaran-ajaran yang benar yang membawa ketertiban dan kesejahteraan kepada umat manusia.
Di dalamnya terdapat ajaran tentang moral, akidah ketuhanan, peraturan-peraturan, hukum-hukum, sejarah-sejarah dan ilmu pengetahuan. Segala isinya, senantiasa terpelihara, baik lafal maupun maknanya tidak akan ternoda dengan tambahan atau pengurangan yang menyebabkan kekacauan dan kesimpang-siuran, sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman Nya:


إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ (9
Artinya:
Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Alquran dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (Q.S. Al Hijir: 9)
Firman Nya lagi:


لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ تَنْزِيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ (42
Artinya:
Yang tidak datang kepadanya (Alquran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. (Q.S. Fussilat: 42)
Demikianlah Allah menerangkan sifat-sifat Alquran dengan segala jaminan Nya akan segala kesuciannya dari kekotoran tangan manusia dan dia diturunkan kepada Nabi Muhammad saw yang diutus kepada umat manusia untuk memberikan kabar kepada mereka tentang pahala dan surga bagi orang-orang yang beriman dan taat kepada ajaran agama, dan memberikan peringatan kepada manusia tentang azab dan neraka bagi yang kafir dan berbuat dosa.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 105 

وَبِالْحَقِّ أَنْزَلْنَاهُ وَبِالْحَقِّ نَزَلَ وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا مُبَشِّرًا وَنَذِيرًا (105
(Dan Kami turunkan dia itu dengan sebenar-benarnya) Alquran itu (dan dengan membawa kebenaran) mengandung kebenaran (Alquran itu telah turun) dalam keadaan utuh sebagaimana waktu diturunkan tidak akan terjadi perubahan dan penggantian padanya. (Dan Kami tidak mengutus kamu) hai Muhammad (melainkan sebagai pembawa berita gembira) kepada orang yang percaya akan adanya surga (dan pemberi peringatan) terhadap orang yang ingkar kepada adanya neraka.


106 Dan Al quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.(QS. 17:106)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Israa' 106 

وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًا (106
Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan lagi bahwa Alquran itu diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw dengan berangsur-angsur, sebagian demi sebagian, agar beliau dapat membacakannya kepada umatnya, serta memahamkannya perlahan-lahan, dan setiap kali ayat-ayat Alquran itu diturunkan, maka turunnya itu sesuai dengan kebutuhan dan peristiwa yang terjadi. Pertama kali ayat Alquran diwahyukan ialah di bulan Ramadan, pada malam lailatulkadar, kemudian seterusnya diturunkan kepada Nabi berangsur-angsur selama dua puluh tiga tahun. Dengan diturunkannya Alquran secara berangsur-angsur itu, maka umat Islam memperoleh keutamaan dan manfaat yang besar antara lain:
Pertama: Kaum Muslimin mudah menghafalnya, sehingga bahasa Alquran yang indah dan halus itu mempengaruhi bahas mereka pula.
Kedua: Kaum Muslimin berkesempatan untuk memahami setiap kelompok yang diturunkan itu, karena jangkauan maknanya yang luas memerlukan waktu yang cukup agar didapat pemahaman yang sungguh-sungguh.
Ketiga: Kaum Muslimin tidak mengalami keguncangan kejiwaan dalam menghadapi perubahan yang dibawa oleh Islam.
Mereka sebelum kedatangan agama Islam menganut kepercayaan keberhalaan yang bermacam-macam, dan mereka tidak memiliki kesatuan peraturan dua tata kehidupan yang dipatuhi. Maka diturunkannya Alquran secara berangsur-angsur itu mempermudah mereka menyesuaikan diri dengan ajaran-ajaran yang baru itu, baik ajaran yang berhubungan dengan akidah, maupun yang berhubungan dengan ibadah dan kemasyarakatan.
Keempat: Ayat-ayat Alquran kebanyakan adalah penjelasan yang berhubungan dengan suatu peristiwa yang terjadi.
Firman Allah SWT:


وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا (33
Artinya:
Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya. (Q.S. Al Furqan: 33)
Dengan demikian kaum Muslim ini merasakan bahwa mereka selalu mendapat bimbingan dan petunjuk dari Allah SWT pada setiap mereka menghadapi peristiwa yang terjadi di antara mereka.
Untuk Nabi Muhammad saw maka turunnya Alquran secara berangsur-angsur itu amat besar manfaatnya, seperti dijelaskan Allah dalam firman Nya:


وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلًا (32
Artinya:
Berkatalah orang-orang kafir: "Mengapa Alquran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar). (Q.S. Al Furqan: 32)
Jumlah ayat-ayat setiap diturunkan itu berkisar antara lima dan sepuluh ayat sesuai dengan kebutuhan.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 106

وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًا (106
(Dan Alquran itu) lafal Alquran ini dinashabkan oleh fi`il yang dijelaskan oleh firman selanjutnya (telah Kami turunkan secara berangsur-angsur) Kami turunkan secara bertahap selama dua puluh tahun atau dua puluh tiga tahun (agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia) secara perlahan-lahan dan tenang supaya mereka dapat memahaminya (dan Kami menurunkannya bagian demi bagian) sedikit demi sedikit sesuai dengan kemaslahatan.


107 Katakanlah: `Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud,(QS. 17:107)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Israa' 107 

قُلْ آمِنُوا بِهِ أَوْ لَا تُؤْمِنُوا إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا (107)
Dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan kepada Rasul Nya untuk menyatakan dengan keras kepada kaum musyrikin yang ingkar kepada kebenaran Alquran itu, bahwa sekiranya mereka beriman maka keimanan mereka itu tidaklah memperkaya perbendaharaan rahmat Nya. Demikian pula sebaliknya, sekiranya mereka tetap ingkar, tidak mau beriman kepada Alquran, maka keingkaran dan penolakan mereka terhadap Alquran itu tidaklah mengurangi keagungan Allah SWT.
Pernyataan Rasul saw ini merupakan celaan dan kecaman kepada kaum musyrikin, serta mengandung pula penghinaan kepada mereka. Bagaimanapun sikap mereka terhadap Alquran tidaklah hal itu patut diperdulikan, dan kebenaran Alquran itu bukanlah tergantung kepada sikap orang-orang yang ingkar itu. Tidaklah mengherankan kalau mereka menolak kebenaran Alquran, karena mereka memang orang Jahiliah. Tetapi orang-orang baik dan terpelajar di antara mereka tentu beriman dan tunduk sepenuhnya bila mendengar ayat-ayat dibacakan. Semisal Zaid Ibnu Amru Ibnu Nufail dan Waraqah bin Naufal yang telah membacakan kitab-kitab suci yang terdahulu sebelum Alquran diturunkan, dan mereka mengetahui kelak pada waktunya akan lahir seorang Rasul akhir zaman. Mereka menelungkup sujud dan bersyukur kepada Allah SWT yang telah memenuhi janji Nya, yaitu mengutus Muhammad saw sebagai Rasul terakhir. Dengan turunnya ayat ini Nabi Muhammad saw merasakan terhibur hatinya, karena keimanan orang-orang yang terpelajar lebih berarti dari keimanan orang-orang jahil, meskipun orang jahil itu keimanannya tetap diharapkan.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 107 

قُلْ آمِنُوا بِهِ أَوْ لَا تُؤْمِنُوا إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا (107
(Katakanlah) kepada orang-orang kafir Mekah ("Berimanlah kalian kepadanya atau tidak usah beriman) ungkapan ini dimaksud sebagai ancaman buat mereka (Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya) sebelum diturunkan Alquran mereka adalah orang-orang yang beriman dari kalangan ahli kitab (apabila Alquran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud.")


108 dan mereka berkata:` Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi.`(QS. 17:108)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Israa' 108 

وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولًا (108
Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan lagi bahwa orang-orang yang telah diberi ilmu itu mengucapkan tasbih, yaitu lafal "Subhanallah" artinya "Maha Suci Allah", sewaktu mereka sujud tanda syukur kepada Allah SWT, mereka menyucikan Tuhan dari sifat-sifat yang tidak patut bagi Nya, seperti menyalahi janji Nya kepada umat manusia untuk mengutus seorang Rasul, dan mereka mengatakan pula sebenarnya janji Allah itu telah datang dan menjadi kenyataan.
Ayat ini menunjukkan kebaikan membaca tasbih dalam sujud. `Aisyah ra berkata: "Adalah Rasul saw banyak membaca dalam sujud dan rukuknya:


سبحانك اللهم ربنا نسبح بحمدك اللهم اغفرلي
Artinya:
Maha Suci Engkau ya Allah Tuhan kami, kami bertasbih dengan memuji Mu. Ya Allah ampunilah aku. (H. R. Muslim)

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 108

وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولًا (108
(Dan mereka berkata, "Maha Suci Rabb kami) dimaksud memahasucikan Dia dari ingkar janji (sesungguhnya) lafal in di sini adalah bentuk takhfif dari inaa (janji Rabb kami) untuk menurunkan Alquran dan mengutus Nabi Muhammad saw. (pasti dipenuhi.")


109 Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu.(QS. 17:109)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Israa' 109 

وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا (109
Kemudian Allah SWT menambahkan dalam ayat ini sifat-sifat yang terpuji pada orang-orang yang diberi ilmu itu. Mereka menelungkupkan muka mereka, sujud kepada Allah sambil menangis disebabkan bermacam-macam perasaan yang menghentak dada mereka, seperti perasaan takut kepada Allah, perasaan syukur atas kelahiran Rasul yang dijanjikan. Dalam pada itu kesan kesan serta pengaruh ajaran-ajaran Alquran itu ke dalam jiwa mereka ketika mendengarnya menambah kekhusyukan dan kerendahan hati mereka, sehingga mereka merasa betapa kecilnya manusia itu di sisi Allah SWT. Demikianlah sifat orang ahli ilmu yang telah mencapai martabat yang mulia. Hatinya menjadi tunduk dan matanya mencucurkan air mata ketika Alquran dibacakan kepadanya. Mencucurkan air mata ketika mendengar atau membaca Alquran sangat terpuji dalam pandangan Islam.
Bersabda Rasulullah saw:


اقرءوا القرآن وابكوا وإذا لم تبكوا فتباكوا
Artinya:
Bacalah Alquran dan menangislah, jika kamu tidak bisa menangis, maka usahakanlah sekuat-kuatnya agar dapat menangis. (H.R. Tirmizi dari Saad bin Abi Waqqas)
Sabda Rasulullah saw lagi:


عينان لا تمسهما النار، عين بكت من خشية الله تعالى وعين باتت تحرس في سبيل الله
Artinya:
Dua mata yang tidak disentuh api neraka, yaitu yang menangis karena takut kepada Allah SWT, dan mata yang berjaga-jaga di malam hari pada jalan Allah (jihad). (H.R. Tirmizi dari Ibnu Abbas)


لا يلج النار رجل بكى من خشية الله حتى يعود اللبن في الضرع ولا اجتمع على عبد غبار في سبيل الله ودخان جهنم
Artinya:
Tidaklah masuk neraka seorang laki-laki yang menangis karena takut kepada Allah, kecuali bila air susu sapi dapat kembali ke dalam kantong susunya, dan tidaklah berkumpul pada seorang hamba, debu dalam peperangan di jalan Allah dengan asap (debu) api neraka. (H.R. Muslim dan Nasai dari Abu Hurairah)


110 Katakanlah:` Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaa ul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu `.(QS. 17:110)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Israa' 110 

قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا (110
Pada ayat ini Allah SWT menjelaskan tentang keesaan Zat Nya dengan nama-nama yang baik. Nama-nama yang baik itu hanyalah menggambarkan sifat-sifat kesempurnaan Nya, bukanlah wujud yang berdiri sendiri sebagaimana dengan kaum musyrikin. Adapun sebab-sebab turunnya ayat ini, menurut riwayat Ibnu Abbas, bahwa Rasul saw pada suatu hari salat di Mekah, lalu beliau berdoa, dalam doanya itu beliau mengucapkan kata-kata: "Ya Allah Ya Rahman, orang-orang musyrikin yang mendengar ucapan Nabi itu berkata: "Perhatikanlah orang yang telah keluar dari agamanya ini, dilarangnya kita berdoa kepada dua Tuhan sedangkan dia sendiri berdoa kepada dua Tuhan.
Menurut riwayat Ad Dahhak sebab turunnya ayat ini ialah bahwa orang Yahudi bertanya kepada Rasul saw mengapa kata Ar Rahman sedikit beliau sebutkan, padahal di dalam Taurat banyak Allah menyebutkannya". 420)
Bilamana latar belakang sebab turunnya ayat ini menurut riwayat yang pertama ialah sanggahan orang-orang musyrikin kepada Nabi Muhammad saw, maka Allah menjelaskan kepada kaum musyrikin itu dalam ayat ini bahwa kedua lafal itu. "Allah dan Ar Rabman" walaupun berbeda namun sama-sama mengungkapkan Zat Yang Maha Esa, Tuhan satu-satunya yang disembah. Pemahaman yang demikian sesuai dengan keterangan ayat 111.
Bila latar belakang turunnya ayat ini riwayat yang kedua, maka Allah menjelaskan kepada orang Yahudi bahwa lafal itu sama-sama baik untuk mengutarakan apa yang dimaksud. Karena orang Yahudi memandang kata Ar Rahman lebih baik, karena sifat itu yang paling disukai Allah, maka banyak disebut dalam Al Taurat Mengapa Ar Rahman itu banyak sekali disebut dalam At Taurat? Nabi Musa as adalah berwatak keras dan pemarah. Oleh karena itu, Allah banyak menyebutkan kata-kata Ar Rahman agar beliau mempergauli umatnya dengan kasih sayang, dan beliau sebagai seorang Nabi tentulah mencontoh sifat-sifat Allah.
Sesudah menyatakan kesamaan kedua kata itu, maka Allah menegaskan dalam ayat ini bahwa yang mana saja di antara kedua lafal itu adalah baik dipergunakan untuk berdoa, karena Tuhan mempunyai "asmaul husna" artinya nama-nama yang paling baik Tuhan memberikan keterangan dengan Al Husna (paling baik) untuk nama-nama Nya, karena al husna mengandung pengertian yang mencakup segala sifat-sifat kesempurnaan, kemuliaan dan keindahan yang tak ada sesuatupun yang menyerupainya.
Orang-orang Yahudi sesungguhnya tidaklah memungkiri ke Maha Baikan nama-nama Tuhan itu. Hanya saja mereka memandang "Ar Rahman" nama yang terbaik di antara nama-nama Tuhan lainnya, dan inilah yang tidak dibenarkan dalam ayat ini, karena kedua nama tersebut adalah termasuk Al asmaul Husna. Pendapat seperti pendapat orang Yahudi di atas, terdapat pula pada kaum muslimin yaitu; pendapat adanya nama yang lebih tinggi di antara Al Asmaul Husna. Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw mendengar seorang laki-laki membaca doa yang artinya:
"Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada Mu supaya aku benar-benar bersaksi bahwasanya Engkau Allah Yang tiada Tuhan melainkan Engkau. Yang Esa lagi tempat bergantung segala makhluk. Yang tiada beranak dan tiada dilahirkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia".
Setelah mendengar doa itu Nabi saw bersabda yang:
Artinya:
"Demi Allah yang jiwaku di tangan Nya, benar-benar laki-laki itu berdoa dengan nama Tuhan Yang Agung (Al Asma Al A'zam), yang bila Allah diseru dengan (menyebut) nama itu niscaya Dia menyempurnakannya, dan bila Allah diminta dengan (menyebut) nama itu niscaya Dia memberi".
Diriwayatkan pula bahwa Nabi saw bersabda yang:
Artinya:
Nama Allah Taala Yang Maha Agung terletak dua ayat ini. (H.R. Ibnu Mardawaih dan Ibnu Hatim)


وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ (163
Artinya:
Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al Baqarah: 163)
Dan ayat yang kedua ialah pada pembukaan surah Ali Imran:


الم (1) اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ (2
Artinya:
Alif lam mim, Allah tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk Nya. (Q.S. Ali Imran: 1-2)
Kemudian dalam akhir ayat ini, Allah memerintahkan kepada Rasul agar di waktu salat jangan membaca ayat dengan suara keras dan jangan pula dengan suara yang rendah tapi di antara keduanya. Dimaksud dengan membaca ayat ini mencakup membaca Basmalah dan ayat lainnya. Jika rasul membaca dengan suara yang nyaring tentulah didengar oleh orang musyrikin dan mereka lalu mengejek, mengecam dan memaki-maki Alquran, Nabi dan sahabat-sahabatnya. Namun ditegur pula agar jangan terlalu rendah suaranya dalam membaca ayat Alquran sehingga sahabatnya tidak dapat mendengarnya dengan jelas. Larangan ini ketika Rasul masih berada di Mekah berdasar riwayat Ibnu Abbas.
Menurut riwayat Ibnu Abbas, bahwa Rasul ketika di Mekah disuruh membaca dengan suara yang sedang, dilarang membaca dengan suara yang nyaring dan rendah sehingga tidak terdengar. Tetapi sesudah hijrah ke Madinah persoalan itu tidak ada lagi kecuali membaca ayat dalam salat dengan suara yang keras di luar batas yang diperlakukan, maka yang semacam ini tetap tidak dibenarkan.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 110 

قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا (110
Disebutkan bahwa Nabi saw. sering mengucapkan kalimat ya Allah, ya Rahman; artinya wahai Allah, wahai Yang Maha Pemurah. Maka orang-orang musyrik mengatakan, "Dia melarang kita untuk menyembah dua tuhan sedangkan dia sendiri menyeru tuhan lain di samping-Nya," maka turunlah ayat berikut ini, yaitu: (Katakanlah) kepada mereka ("Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman) artinya namailah Dia dengan mana saja di antara kedua nama itu; atau serulah Dia seumpamanya kamu mengatakan, 'Ya Allah, ya Rahman,' artinya wahai Allah, wahai Yang Maha Pemurah (nama yang mana saja") huruf ayyan di sini bermakna syarath sedangkan huruf maa adalah zaidah; artinya mana saja di antara kedua nama itu (kamu seru) maka ia adalah baik; makna ini dijelaskan oleh ayat selanjutnya, yaitu: (Dia mempunyai) Dzat yang mempunyai kedua nama tersebut (asmaul husna) yaitu nama-nama yang terbaik, dan kedua nama tersebut, yaitu lafal Allah dan lafal Ar-Rahman adalah sebagian daripadanya. Sesungguhnya asmaul husna itu sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis ialah seperti berikut ini, yaitu: Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Maha Pemurah, Yang Maha Penyayang, Raja di dunia dan akhirat, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Maha Memberi keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Mulia, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Memiliki segala keagungan, Yang Maha Menciptakan, Yang Maha Mengadakan, Yang Maha Memberi rupa, Yang Maha Penerima tobat, Yang Maha Mengalahkan, Yang Maha Memberi, Yang Maha Pemberi rezeki, Yang Maha Membuka, Yang Maha Mengetahui, Yang Maha Menyempitkan rezeki, Yang Maha Melapangkan rezeki, Yang Maha Merendahkan, Yang Maha Mengangkat, Yang Maha Memuliakan, Yang Maha Menghinakan, Yang Maha Mendengar, Yang Maha Melihat, Yang Maha Memberi keputusan, Yang Maha Adil, Yang Maha Lembut, Yang Maha Waspada, Yang Maha Penyantun, Yang Maha Agung, Yang Maha Pengampun, Yang Maha Mensyukuri, Yang Maha Tinggi, Yang Maha Besar, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Memberi azab, Yang Maha Penghisab, Yang Maha Besar, Yang Maha Dermawan, Yang Maha Mengawasi, Yang Maha Memperkenankan, Yang Maha Luas, Yang Maha Bijaksana, Yang Maha Pengasih, Yang Maha Mulia, Yang Maha Membangkitkan, Yang Maha Menyaksikan, Yang Maha Hak, Yang Maha Menolong, Yang Maha Kuat, Yang Maha Teguh, Yang Maha Menguasai, Yang Maha Terpuji, Yang Maha Menghitung, Yang Maha Memulai, Yang Maha Mengembalikan, Yang Maha Menghidupkan, Yang Maha Mematikan, Yang Maha Hidup, Yang Maha Memelihara makhluk-Nya, Yang Maha Mengadakan, Yang Maha Mengagungkan, Yang Maha Satu, Yang Maha Esa, Yang Maha Melindungi, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Berkuasa, Yang Maha Mendahulukan, Yang Maha Mengakhirkan, Yang Maha Awal, Yang Maha Akhir, Yang Maha Lahir, Yang Maha Batin, Yang Maha Menguasai, Yang Maha Tinggi, Yang Maha Melimpahkan kebaikan, Yang Maha Memberi tobat, Yang Maha Membalas, Yang Maha Memaafkan, Yang Maha Penyayang, Raja Diraja, Yang Maha Memiliki kebesaran dan kemuliaan, Yang Maha Adil, Yang Maha Mengumpulkan, Yang Maha Kaya, Yang Maha Memberi Kekayaan, Yang Maha Mencegah, Yang Maha Memberi kemudaratan, Yang Maha Memberi kemanfaatan, Yang Maha Memiliki cahaya, Yang Maha Memberi petunjuk, Yang Maha Menciptakan keindahan, Yang Maha Kekal, Yang Maha Mewarisi, Yang Maha Membimbing, Yang Maha Penyabar, Yang Maha. Demikianlah menurut hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmizi. Selanjutnya Allah swt. berfirman: (Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu) dengan mengeraskan bacaanmu dalam salatmu, maka orang-orang musyrik akan mendengar bacaanmu itu jika kamu mengerasi suaramu karena itu mereka akan mencacimu dan mencaci Alquran serta mencaci pula Allah yang telah menurunkannya (dan janganlah pula merendahkan) melirihkan (bacaannya) supaya para sahabatmu dapat mengambil manfaat darinya (dan carilah) bersengajalah (di antara kedua itu) yakni di antara suara keras dan suara pelan (jalan tengah) yaitu cara yang pertengahan.


111 Dan katakanlah:` Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan tidak mempunyai penolong (untuk menjaga-Nya) dari kehinaan dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.(QS. 17:111)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Israa' 111

وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا (111
Sesudah Allah SWT pada ayat yang lalu menyuruh Nabi agar menyeru Nya dengan nama-nama yang baik, maka pada ayat ini Nabi diajari cara memuji Allah SWT yang memiliki sifat-sifat ke Maha Esaan, kesempurnaan dan keagungan, karena itu hanya Dia sendiri yang berhak menerima segala macam puji-pujian dan kesyukuran dari para hamba dan makhluk Nya atas segala nikmat yang diberikan Nya kepada mereka.
Ayat ini menjelaskan tiga sifat bagi Allah SWT:
Pertama: Bahwa sesungguhnya Dia tidak memiliki anak, karena siapa yang memiliki anak tentu Dia tidak menikmati segala nikmat yang dia miliki, tetapi sebagian nikmat itu dipersiapkan untuk anaknya yang menggantikannya bilamana dia sudah meninggal dunia. Maha Suci Allah SWT dari sifat demikian. Orang yang punya anak itu terhalang untuk menikmati haknya dengan penuh dalam segala keadaan. Sebab itu tidak patutlah dia menerima pujian dari segala makhluk. Dengan ayat ini Allah SWT menjelaskan dan membantah pandangan orang Yahudi yang mengatakan "Uzair" putra Tuhan, dan pendapat orang Nasrani yang mengatakan bahwa "Al Masih" putra Tuhan, atau anggapan orang-orang musyrikin "malaikat-malaikat" itu putra-putra Tuhan.
Kedua: Bahwa sesungguhnya Allah SWT tidak mempunyai sekutu (syirik) dalam kerajaan Nya. Sekiranya ada sekutunya tentulah terdapat kesulitan untuk menentukan mana di antara keduanya yang berhak menerima pujian, kesyukuran dan pengabdian para makhluk, dan salah satu di antaranya tentu memerlukan pertolongan dari yang lainnya dan akhirnya tidak ada satupun yang menyendiri dan berdaulat secara mutlak di atas alam ini.
Ketiga: Bahwa sesungguhnya tak seorangpun di antara orang-orang yang hina diberi Nya kekuasaan yang akan melindunginya dari musuh yang menghinanya.
Demikianlah Allah SWT Suci dari segala sifat-sifat yang mengurangi kesempurnaan Nya, agar para hamba Nya tidak ragu-ragu memanjatkan doa, syukur dan pujian kepada Nya. Kemudian Nabi saw diperintahkan Nya untuk mengagungkan Allah baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan. Mengagungkan Allah itu, adalah sebagai berikut:
Pertama: Mengagungkan Allah SWT pada Zat Nya dengan mengiktikadkan bahwa Allah itu wajib ada Nya karena Zat Nya sendiri tidak karena sesuatu yang lain. Dia tidak memerlukan sesuatu dari wujud ini.
Kedua: Mengagungkan Allah SWT pada sifat Nya, dengan mengiktikadkan bahwa hanya Dialah yang memiliki segala sifat-sifat kesempurnaan dan jauh dari sifat-sifat kekurangan.
Ketiga: Mengagungkan Allah SWT pada af'al Nya (perbuatan Nya) dengan mengiktikadkan bahwa tidak ada suatupun yang terjadi dalam alam ini, melainkan sesuai dengan hikmah dan kehendak Nya.
Keempat: Mengagungkan Allah SWT pada hukum-hukum Nya, dengan mengiktikadkan bahwa hanya Dialah yang menjadi Penguasa yang ditaati dalam alam semesta ini yang pada Nya terletak perintah dan larangan. Tidak ada seorangpun yang dapat membatasi dan membatalkan segala ketentuan Nya atas sesuatu, Dialah yang memuliakan dan Dia pula yang menghinakan orang-orang yang Dia kehendaki.
Kelima: Mengagungkan pada nama-nama Nya, ialah menyeru dan menyebut Allah dengan nama-nama yang baik (Al Asmaul Husna). Tidak mensifatkan Tuhan melainkan dengan sifat-sifat kesucian dan kesempurnaan.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 111 

وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا (111
(Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan tidak mempunyai penolong) untuk menjaga-Nya (dari) sebab (kehinaan) artinya Dia tidak dapat dihina karenanya Dia tidak membutuhkan penolong (dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya) artinya besarkanlah Dia dengan pengagungan yang sempurna daripada sifat memiliki anak, mempunyai sekutu, hina dan hal-hal lain yang tidak layak bagi keagungan dan kebesaran-Nya. Urutan pujian dalam bentuk demikian untuk menunjukkan bahwa Dialah yang berhak untuk mendapatkan semua pujian mengingat kesempurnaan Zat-Nya dan kesendirian-Nya di dalam sifat-sifat-Nya. Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya meriwayatkan sebuah hadis melalui Muaz Al-Juhani dari Rasulullah saw. bahwa Rasulullah saw. telah bersabda, "Tanda kemuliaan ialah (kalimat): Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya," sampai dengan akhir surat. Wallahu a`lam.

Halaman  First Previous Next Last Balik Ke Atas   Total [6]
Ayat 101 s/d 111 dari [111]


Sumber Tafsir dari :

1. Tafsir DEPAG RI, 2. Tafsir Jalalain Indosia.

Ramadhan dan Nuzulul Qur'an

Ramadhan dan Nuzulul Qur'an
Bulan Ramadhan adalah bulan yang paling mulia bila dibandingkan dengan bulan yang lain. Karena di dalam bulan Ramadhan ada Lailatul Qadar, segala dosa umat manusia diampuni dan segala amal perbuatan kebaikan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah Swt. dan di dalam bulan Ramadlan al-Qur’an pertama kali di turunkan. Peristiwa tersebut tidak pernah ada pada selain bulan Ramadhan. Selain kitab al-Qur’an Allah juga menurunkan kitab-kitab samawi yang lain seperti kitab Taurot, Zabur dan Injil. Hanya saja hukum syariat Islam yang tertuang di dalam masing-masing kitab tersebut satu sama lain tidak sama tetapi dalam masalah ketauhidan (ketuhanan) semua kitab sama yakni sama-sama mengajarkan kepada umat manusia agar menyembah dan meng-Esa-kan Allah SWT.

Al-Qur’an adalah mukjizat nabi Muhammad Saw yang paling agung bila dibandingkan dengan Mukjizat-mukjizat yang lain yang dimiliki oleh beliau Nabi dan atau bila dibanding dengan mukjizat-mukjizat lain yang dimiliki oleh para Nabi sebelum Nabi Muhammad. Adalah wajar jika sampai saat ini bahkan sampai hari kiamat nanti keaslian al-Qur’an masih tetap terjaga. Karena mustahil tidak ada satu orangpun di dunia ini yang dapat memalsukan/merubah ayat-ayat al-Qur’an apalagi mampu menyaingi keindahan kalam-kalam al-Qur’an. Seorang orientalis Barat yang bernama H.A.R Gibb pernah mengatakan bahwa “ Tidak ada seorang pun dalam seribu lima ratus tahun ini yang telah memainkan alat bernada nyaring yang sedemikian nyaring dan indah serta sedemikian luas getaran jiwa yang diakibatkannya, seperti yang di baca Muhammad (al-Qur’an)”. Itulah barangkali salah satu bukti keagungan al-Qur’an.

Al-Qur’an adalah mukjizat terbesar yang diberikan Allah Swt kepada nabi Muhammad Saw. 14 abad yang silam. al-Qur’an memiliki ciri khas tersendiri yang tidak dimiliki oleh mukjizat yang lain yang hanya bisa dinikmati dan disaksikan pada zamannya saja. Sejak pertama kali diturunkan al-Qur’an telah mampu merubah arah dan paradigma peradaban ummat manusia dari kesesatan menuju kebenaran dan kebahagian dunia maupun akhirat. Hal ini merupakan salah satu pengaruh ajaran dan ilmu pengetahuan yang terkandung dalam al-Qur’an.

Al-Qur’an pertama kali diturunkan pada malam Lailatul Qadar tanggal, 17 Ramadhan tepatnya saat beliau Nabi Muhammad Saw berusia 40 tahun. al-Qur’an diturunkan ke bumi tidak sama dengan kitab-kitab sebelumnya yang diturunkan hanya satu kali langsung selesai. Tetapi al-Qur’an diturunkan dengan cara berangsur-angsur atau sedikit demi sedikit (bertahap) sesuai dengan kebutuhan atau sesuai dengan permasalah yang terjadi saat itu untuk memberikan jawaban atas permasalah yang dihadapi para Sahabat nabi kala itu.

Al-Qur’an diturunkan (Nuzulul Qur’an) membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Apa hikmahnya? Adalah untuk menguatkan rasa cinta hati nabi Muhammad dan para sahabat nabi agar selalu merasa senang setiap kali turunnya ayat al-Qur’an. Disamping itu, al-Qur’an diturunkan dengan cara berangsur-angsur agar supaya para sahabat lebih mudah menghafalkan ayat-ayat al-Qur’an yang telah diturunkan lebih dahulu.

al-Qur’an diturunkan ada kalanya yang mempunyai sebab (Asbab an-Nuzul) seperti ayat al-Qur’an yang diturunkan untuk menjawab sebuah pertanyaan dari permasalah yang dihadapi para sahabat Nabi kala itu, ataupun pertanyaan yang disampaikan oleh orang-orang kafir. Namun ada juga ayat al-Qur’an yang diturunkan tetapi tidak mempunyai Asbab an-Nuzul seperti ayat al-Qur’an yang diturunkan untuk menceritakan umat-umat Nabi terdahulu atau menjelaskan tentang perkara-perkara gaib yang akan terjadi di hari nanti. Seperti ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang surga atau neraka, ataupun ayat al-Qur’an yang menggambarkan tentang kejadian hari kiamat nanti, ayat-ayat al-Qur’an yang seperti itu diturunkan tidak mempunyai \Asbab an-Nuzul. Ayat al-Qur’an seperti itu, diturunkan oleh Allah dimaksudkan untuk memberikan hidayah kepada umat manusia agar mau mengambil hikmah dari semua kejadian yang diceritakan oleh al-Qur’an terutama ayat al-Qur’an yang menceritakan tentang adzab, musibah dan bencana dari Allah yang diturunkan kepada ummat-ummat terdahulu yang merupakan akibat dari perbuatan dosa yang telah mereka lakukan. Sehingga kita semua mau kembali ke jalan yang benar yang diridhoi oleh Allah Swt untuk tidak melakukan dosa dan maksiat kepada Allah Swt.

Al-Qur’an diturunkan oleh Allah Swt. sebanyak 30 juz, 114 surah, 6.236 ayat. Isi kandungannya dibagi menjadi tiga bagian. Sebagian dari isi al-Qur’an menjelaskan tentang sifat wajib Allah. Sebagian yang lain isi kandungan al-Qur’an menjelaskan tentang hukum-hukum syariat Islam dan sebagian diantaranya menceritakan tentang kejadian dan perilaku umat nabi terdahulu baik umat yang beriman kepada Allah ataupun umat yang inkar kepada-Nya.

Ada sebuah pertanyaan yang sangat sederhana. al-Qur’an adalah kalamullah (Firman Allah), Kalamullah secara tinjauan ilmu tauhid adalah sesuatu yang tidak ada huruf dan tidak ada suaranya, ( Maa laisa biharfin walaa sautin ) tapi kenapa al-Qur’an yang merupakan kalamullah ternyata ada huruf dan ada suaranya bila dibaca? Dalam sebuah keterangan dijelaskan bahwa kalamullah terbagi menjadi 2 (dua) bagian:

1. Ada kalamullah sebangsa sifat yang maha terdahulu yang melekat pada dzatnya Allah. Kalamullah seperti itu yang tidak ada huruf dan suaranya;

2. Ada Kalamullah sebangsa lafadz yang diturunkan kepada para Nabi/Rasul, Kalamullah yang seperti ini yang ada huruf dan suaranya. Seperti al-Qur’an, Taurot, Injil dan Zabur.

Untuk itu, dengan momentum bulan Ramadlan ini mari kita sama-sama untuk membudayakan agar rumah, kantor, masjid/mushola dan sekolahkita selalu dihiasi dengan bacaan al-Qur’an. Jadikan generasi muda kita generasi yang cinta al-Qur’an, jadikan hidup kita agar selalu berpegang teguh dengan ajaran al-Qur’an. Insya Allah semakin sering kita membaca dan mengamalkan perintah al-Qur’an semakin besar harapan kita untuk mendapatkan syafa’at dari al-Qur’an di hari Kiamat nanti. Amiin.

___________________________________
sumber : pesantren virtual
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger... Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Edy_Hari_Yanto's  album on Photobucket
TPQ NURUDDIN NEWS : Terima kasih kepada donatur yang telah menyisihkan sebagian rezekinya untuk pembangunan TPQ Nuruddin| TKQ-TPQ "NURUDDIN" MENERIMA SANTRI DAN SANTRIWATI BARU | INFORMASI PENDAFTARAN DI KANTOR TPQ "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN-WONOAYU