Sabtu, 01 Juni 2013

Memahami Tafsir Surat Al-Ikhlas


Tafsir Surat Al-Ikhlash



Ilustrasi (desktopnexus.com)
Surat ini Makkiyah, terdiri dari 4 ayat. Merupakan surat tauhid dan pensucian nama Allah Taala. Ia merupakan prinsip pertama dan pilar tama Islam. Oleh karena itu pahala membaca surat ini disejajarkan dengan sepertiga Al-Qur’an. Karena ada tiga prinsip umum: tauhid, penerapan hudud dan perbuatan hamba, serta disebutkan dahsyatnya hari Kiamat. Ini tidaklah mengherankan bagi orang yang diberi karunia untuk membacanya dengan tadabbur dan pemahaman, hingga pahalanya disamakan dengan orang membaca sepertiga Al-Qur’an.

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللَّهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ (٤

1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.”

 Subhanalloh, begitu besar pahala membaca surat Ikhlas ini. Merugilah apabila kita tidak mengamalkan surat ini, minimal sekali sehari.

Makna Mufradat:
Arti
Mufradat
1. Satu Dzat-Nya, sifat-Nya, dan perbuatan-Nya.أحد
2. Dapat mencukupi semua kebutuhan sendirian.الصمد
3. Sepadan, sama, dan tandingan.كفؤاً
Syarah:
Inilah prinsip pertama dan tugas utama yang diemban Nabi saw. Beliau pun menyingsingkan lengan baju dan mulai mengajak manusia kepada tauhid dan beribadah kepada Allah yang Esa. Oleh karena itu di dalam surat ini Allah memerintahkan beliau agar mengatakan, “Katakan, ‘Dialah Allah yang Esa.” Katakan kepada mereka, ya Muhammad, “Berita ini benar karena didukung oleh kejujuran dan bukti yang jelas. Dialah Allah yang Esa. Dzat Allah satu dan tiada berbilang. Sifat-Nya satu dan selain-Nya tidak memiliki sifat yang sama dengan sifat-Nya. Satu perbuatan dan selain-Nya tidak memiliki perbuatan seperti perbuatan-Nya.
Barangkali pengertian kata ganti ‘dia’ pada awal ayat adalah penegasan di awal tentang beratnya ungkapan berikutnya dan penjelasan tentang suatu bahaya yang membuatmu harus mencari dan menoleh kepadanya. Sebab kata ganti tersebut memaksamu untuk memperhatikan ungkapan berikutnya. Jika kemudian ada tafsir dan penjelasannya jiwa pun merasa tenang. Barangkali Anda bertanya, tidakkah sebaiknya dikatakan, “Allah yang Esa” sebagai pengganti dari kata, “Allah itu Esa.” Jawabannya, bahwa ungkapan seperti ini adalah untuk mengukuhkan bahwa Allah itu Esa dan tiada berbilang Dzat-Nya.
Kalau dikatakan, “Allah yang Maha Esa,” tentu implikasinya mereka akan meyakini keesaan-Nya namun meragukan eksistensi keesaan itu. Padahal maksudnya adalah meniadakan pembilangan sebagaimana yang mereka yakini. Oleh karena itu Allah berfirman,

هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللَّهُ الصَّمَدُ ﴿٢
“Dia-lah Allah, Dia itu Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.”
Artinya tiada sesuatu pun di atas-Nya dan Dia tidak butuh kepada sesuatu pun. Bahkan selain-Nya butuh kepada-Nya. Semua makhluk perlu berlindung kepada-Nya di saat sulit dan krisis mendera. Maha Agung Allah dan penuh berkah semua nikmat-Nya.

لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣
“Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan”
Ini merupakan pensucian Allah dari mempunyai anak laki-laki, anak perempuan, ayah, atau ibu. Allah tidak mempunyai anak adalah bantahan terhadap orang-orang musyrik yang mengatakan bahwa malaikat itu anak-anak perempuan Allah, terhadap orang-orang Nasrani dan Yahudi yang mengatakan ‘Uzair dan Isa anak Allah. Dia juga bukan anak sebagaimana orang-orang Nasrani mengatakan Al-Masih itu anak Allah lalu mereka menyembahnya sebagaimana menyembah ayahnya. Ketidakmungkinan Allah mempunyai anak karena seorang anak biasanya bagian yang terpisah dari ayahnya. Tentu ini menuntut adanya pembilangan dan munculnya sesuatu yang baru serta serupa dengan makhluk. Allah tidak membutuhkan anak karena Dialah yang menciptakan alam semesta, menciptakan langit dan bumi serta mewarisinya. Sedangkan ketidakmungkinan Allah sebagai anak, karena sebuah aksioma bahwa anak membutuhkan ayah dan ibu, membutuhkan susu dan yang menyusuinya. Maha Tinggi Allah dari semua itu setinggi-tingginya.

وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ ﴿٤
“Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.”
Ya. Selama satu Dzat-Nya dan tidak berbilang, bukan ayah seseorang dan bukan anaknya, maka Dia tidak menyerupai makhluk-Nya. Tiada yang menyerupai-Nya atau sekutu-Nya. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sekutukan.
Meskipun ringkas, surat ini membantah orang-orang musyrik Arab, Nasrani, dan Yahudi. Menggagalkan pemahaman Manaisme (Al-Manawiyah) yang mempercayai tuhan cahaya dan kegelapan, juga terhadap Nasrani yang berpaham trinitas, terhadap agama Shabi’ah yang menyembah bintang-bintang dan galaksi, terhadap orang-orang musyrik Arab yang mengira selain-Nya dapat diandalkan di saat membutuhkan, atau bahwa Allah mempunyai sekutu. Maha Tinggi Allah dari semua itu.
Surat ini dinamakan Al-Ikhlas, karena ia mengukuhkan keesaan Allah, tiada sekutu bagi-Nya, Dia sendiri yang dituju untuk memenuhi semua kebutuhan, yang tidak melahirkan dan tidak dilahirkan, tiada yang menyerupai dan tandingan-Nya. Konsekuensi dari semua itu adalah ikhlas beribadah kepada Allah dan ikhlas menghadap kepada-Nya saja.
Memahami Tafsir Surat Al-Ikhlas

Pengenalan

Surat ini dinamakan Al Ikhlas karena di dalamnya berisi pengajaran tentang tauhid. Oleh karena itu, surat ini dinamakan juga Surat Al Asas, Qul Huwallahu Ahad, At Tauhid, Al Iman, dan masih banyak nama lainnya.
Surat ini merupakan surat Makiyyah dan termasuk surat Mufashol. Surat Al Ikhlas ini terdiri dari 4 ayat, surat ke 112, diturunkan setelah surat An Naas. (At Ta’rif bi Suratil Qur’anil Karim)
Ada dua sebab kenapa surat ini dinamakan Al Ikhlash.Yang pertama, dinamakan Al Ikhlash karena surat ini berbicara tentang ikhlash. Yang kedua, dinamakan Al Ikhlash karena surat ini murni membicarakan tentang Allah. Perhatikan penjelasan berikut ini.
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin mengatakan bahwa Surat Al Ikhlas ini berasal dari ’mengikhlaskan sesuatu’ yaitu membersihkannya/memurnikannya. Dinamakan demikian karena di dalam surat ini berisi pembahasan mengenai ikhlas kepada Allah ’Azza wa Jalla. Oleh karena itu, barangsiapa mengimaninya, dia termasuk orang yang ikhlas kepada Allah.
Ada pula yang mengatakan bahwa surat ini dinamakan Al Ikhlash (di mana ikhlash berarti murni) karena surat ini murni membicarakan tentang Allah. Allah hanya mengkhususkan membicarakan diri-Nya, tidak membicarakan tentang hukum ataupun yang lainnya. Dua tafsiran ini sama-sama benar, tidak bertolak belakang satu dan lainnya. (Lihat Syarh Al Aqidah Al Wasithiyyah, 97)
Asbabun Nuzul
Surat ini turun sebagai jawaban kepada orang musyrik yang menanyakan pada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, ’Sebutkan nasab atau sifat Rabbmu pada kami?’. Maka Allah berfirman kepada Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam, ’Katakanlah kepada yang menanyakan tadi, … [lalu disebutkanlah surat ini]’(Aysarut Tafasir, 1502). Juga ada yang mengatakan bahwa surat ini turun sebagai jawaban pertanyaan dari orang-orang Yahudi (Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, At Ta’rif bi Suratil Qur’anil Karim, Tafsir Juz ‘Amma 292). Namun, Syaikh Muqbil mengatakan bahwa asbabun nuzul yang disebutkan di atas berasal dari riwayat yang dho’if (lemah) sebagaimana disebutkan dalam Shohih Al Musnad min Asbab An Nuzul.
Saatnya memahami tafsiran tiap ayat.

Tafsir Ayat Pertama

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1)
1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.
Kata (قُلْ) –artinya katakanlah-. Perintah ini ditujukan kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan juga umatnya.
Al Qurtubhi mengatakan bahwa (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) maknanya adalah :
الوَاحِدُ الوِتْرُ، الَّذِي لَا شَبِيْهَ لَهُ، وَلَا نَظِيْرَ وَلَا صَاحَبَةَ، وَلَا وَلَد وَلَا شَرِيْكَ
Al Wahid Al Witr (Maha Esa), tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada yang sebanding dengan-Nya, tidak memiliki istri ataupun anak, dan tidak ada sekutu baginya.
Asal kata dari (أَحَدٌ) adalah (وَحْدٌ), sebelumnya diawali dengan huruf ‘waw’ kemudian diganti ‘hamzah’. (Al Jaami’ liahkamil Qur’an, Adhwaul Bayan)
Syaikh Al Utsaimin mengatakan bahwa kalimat (اللَّهُ أَحَدٌ) –artinya Allah Maha Esa-, maknanya bahwa Allah itu Esa dalam keagungan dan kebesarannya, tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya. (Tafsir Juz ‘Amma 292)
Tafsir Ayat Kedua

اللَّهُ الصَّمَدُ (2)
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Ibnul Jauziy dalam Zaadul Masiir mengatakan bahwa makna Ash Shomad ada empat pendapat:

Pertama, Ash Shomad bermakna:
أنه السيِّد الذي يُصْمَدُ إليه في الحوائج
Allah adalah As Sayid (penghulu), tempat makhluk menyandarkan segala hajat pada-Nya.
Kedua, Ash Shomad bermakna:
أنه الذي لا جوف له
Allah tidak memiliki rongga (perut).
Ketiga, Ash Shomad bermakna:
أنه الدائم
Allah itu Maha Kekal.
Keempat, Ash Shomad bermakna:
الباقي بعد فناء الخلق
Allah itu tetap kekal setelah para makhluk binasa.
Dalam Tafsir Al Qur’an Al Azhim (Tafsir Ibnu Katsir) disebutkan beberapa perkataan ahli tafsir yakni sebagai berikut.
Dari ‘Ikrimah, dari Ibnu Abbas mengatakan bahwa maksud ayat ini adalah :
الَّذِي يَصْمُدُ الخَلَائِقُ إِلَيْهِ فِي حَوَائِجِهِمْ وَمَسَائِلِهِمْ
Seluruh makhluk bersandar/bergantung kepada-Nya dalam segala kebutuhan maupun permasalahan.
Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu Abbas mengatakan mengenai
(اللَّهُ الصَّمَدُ) :

هو السيد الذي قد كمل في سؤدده، والشريف الذي قد كمل في شرفه، والعظيم الذي قد كمل في عظمته، والحليم الذي قد كمل في حلمه، والعليم الذي قد كمل في علمه، والحكيم الذي قد كمل في حكمته وهو الذي قد كمل في أنواع الشرف والسؤدد، وهو الله سبحانه، هذه صفته لا تنبغي إلا له، ليس له كفء، وليس كمثله شيء، سبحان الله الواحد القهار.
Dia-lah As Sayyid (Pemimpin) yang kekuasaan-Nya sempurna. Dia-lah Asy Syarif (Maha Mulia) yang kemuliaan-Nya sempurna. Dia-lah Al ‘Azhim (Maha Agung) yang keagungan-Nya sempurna. Dia-lah Al Halim (Maha Pemurah) yang kemurahan-Nya itu sempurna. Dia-lah Al ‘Alim (Maha Mengetahui) yang ilmu-Nya itu sempurna. Dia-lah Al Hakim (Maha Bijaksana) yang sempurna dalam hikmah (atau hukum-Nya). Allah-lah –Yang Maha Suci- yang Maha Sempurna dalam segala kemuliaan dan kekuasaan. Sifat-Nya ini tidak pantas kecuali bagi-Nya, tidak ada yang setara dengan-Nya, tidak ada yang semisal dengan-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Esa dan Maha Kuasa.
Al A’masy mengatakan dari Syaqiq dari Abi Wa’il bahwa Ash Shomad bermakna:

{ الصَّمَدُ } السيد الذي قد انتهى سؤدده
”Pemimpin yang paling tinggi kekuasaan-Nya”. Begitu juga diriwayatkan dari ’Ashim dari Abi Wa’il dari Ibnu Mas’ud semacam itu.
Malik mengatakan dari Zaid bin Aslam, ”Ash Shomad adalah As Sayyid (Pemimpin).”
Al Hasan dan Qotadah mengatakan bahwa Ash Shomad adalah (الباقي بعد خلقه) Yang Maha Kekal setelah makhluk-Nya (binasa).
Al Hasan juga mengatakan bahwa
Ash Shomad adalah

الحي القيوم الذي لا زوال له
Yang Maha Hidup dan Quyyum (mengurusi dirinya dan makhlukNya) dan tidak mungkin binasa.
’Ikrimah mengatakan bahwa Ash Shomad adalah yang tidak mengeluarkan sesuatupun dari-Nya (semisal anak) dan tidak makan.
Ar Robi’ bin Anas mengatakan bahwa Ash Shomad adalah (الذي لم يلد ولم يولد) yaitu tidak beranak dan tidak diperanakkan. Beliau menafsirkan ayat ini dengan ayat sesudahnya dan ini tafsiran yang sangat bagus.
Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Sa’id bin Al Musayyib, Mujahid, Abdullah bin Buraidah, ’Ikrimah, Sa’id bin Jubair, ’Atho’ bin Abi Robbah, ’Athiyyah Al ’Awfiy, Adh Dhohak dan As Sudi mengatakan bahwa
Ash Shomad adalah (لا جوف له) yaitu tidak memiliki rongga (perut).
Al Hafizh Abul Qosim Ath Thobroni dalam kitab Sunnahnya -setelah menyebut berbagai pendapat di atas tentang tafsir Ash Shomad- berkata, ”Semua makna ini adalah shohih (benar). Sifat tersebut merupakan sifat Rabb kita ’Azza wa Jalla. Dia-lah tempat bersandar dan bergantung dalam segala kebutuhan. Dia-lah yang paling tinggi kekuasaan-Nya. Dia-lah Ash Shomad tidak ada yang berasal dari-Nya. Allah tidak butuh makan dan minum. Dia tetap kekal setelah para makhluk-Nya binasa. Baihaqi juga menjelaskan yang demikian.” (Diringkas dari Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim)

Tafsir Ayat Ketiga

لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3)
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
Kalimat (لَمْ يَلِدْ) sebagaimana dikatakan Maqotil,
”Tidak beranak kemudian mendapat warisan.” Kalimat (وَلَمْ يُولَدْ) maksudnya adalah tidak disekutui. Demikian karena orang-orang musyrik Arab mengatakan bahwa Malaikat adalah anak perempuan Allah . Kaum Yahudi mengatakan bahwa ’Uzair adalah anak Allah. Sedangkan Nashoro mengatakan bahwa Al Masih (Isa, pen) adalah anak Allah. Dalam ayat ini, Allah meniadakan itu semua.” (Zadul Masiir)

Tafsir Ayat Keempat

وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.
Maksudnya adalah tidak ada seorang pun sama dalam setiap sifat-sifat Allah. Jadi Allah meniadakan dari diri-Nya memiliki anak atau dilahirkan sehingga memiliki orang tua. Juga Allah meniadakan adanya yang semisal dengan-Nya. (Tafsir Juz ‘Amma 293)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di mengatakan makna ayat: ”dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia” yaitu tidak ada yang serupa (setara) dengan Allah dalam nama, sifat, dan perbuatan.
Ringkasnya, surat Al Ikhlash ini berisi penjelasan mengenai keesaan Allah serta kesempurnaan nama dan sifat-Nya.


 nara sumber :

 http://rumaysho.com

 http://www.dakwatuna.com/2010/11/01/9768/tafsir-surat-al-ikhlash/#ixzz2V10oMZUE

Memahami Tafsir surat Al-Falaq


Tafsir surat Al-Falaq






قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ
Katakanlah:"Aku berlindung kepada Rabb yang menguasai subuh
مِن شَرِّ مَاخَلَقَ
dari kejahatan makhluk-Nya
وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ
dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita
وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فيِ الْعُقَدِ
dan dari kejahatan-kejahatan wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul
وَمِن شَرِّحاَسِدٍ إِذَا حَسَدَ
dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki." (QS.Al-Falaq: 1-5)

Keutamaan Surat
Mengenai keutamaan surat ini dan surat an-Naas terdapat banyak sekali hadits, di antaranya:
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Uqbah bin Amir رضي الله عنه, dia berkata, “Rasulullah صلي الله عليه وسلم., bersabda:
أَلَمْ تَر آيَاتٍ أُنْزِلَتْ هَذِهِ اللَّيْلَةَ لَمْ يُرَ مِثلُهُن قَطُّ ؟ قُلْ أَعُوذُ برَبِّ الفَلَقِ ، وَقُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ
“Tidakkah kamu mengetahui bahwa pada malam ini telah diturunkan beberapa ayat yang tidak pernah sama sekali dilihat ada yang semisalnya; Qul `Auudzu bi rabbil falaq dan Qul `Auudzu bi Rabbinnaas.(Shahih Muslim, hadits no.814)
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Uqbah bin Amir رضي الله عنه, di antara bunyinya menyatakan bahwa Rasulullah صلي الله عليه وسلم., pernah bersabda, “Wahai Uqaib! Maukah aku ajarkan kepadamu dua surat yang merupakan sebaik-baik dua surat yang dibaca manusia.?” Lalu aku berkata, “Tentu saja, wahai Rasulullah. Maka beliau pun membacakan kepadaku, Qul `Auudzu bi rabbil falaq dan Qul `Auudzu bi rabbinnaas kemudian shalat pun didirikan, maka Rasulullah صلي الله عليه وسلم., maju lantas membaca kedua surat tersebut, kemudian memerintahkan kepadaku seraya bersabda, Bagaimana pendapatmu, wahai Uqaib.? Bacalah keduanya tatkala kamu mau tidur dan bangun. (al-Musnad, Jld.IV, h.144; Sunan an-Nasaa`i, Jld.VIII, h.153)

Kapan Surat Ini Dibaca?
  1. Ketika Mengeluhkan Sesuatu Yang Sakit
Hal ini berdasarkan riwayat Malik dengan sanadnya dari Aisyah رضي الله عنها : bahwasanya bila Rasulullah صلي الله عليه وسلم., mengeluhkan rasa sakit, beliau membacakan untuk dirinya dengan al-Muawwidzatain (Surat al-Falaq dan an-Naas) dan meludah kecil, namun tatkala rasa sakitnya semakin parah, maka aku pun membacakan untuknya dan menyapunya dengan kedua tangannya karena berharap ada keberkahannya. (al-Muwaththa`, bab: at-Taawwudz wa ar-Ruqyah Fi al-Mardla, h.943)
  1. Ketika Akan Tidur 1
Salah satunya telah disebutkan ketika membahas mengenai keutamaannya di atas. Hadits lainnya adalah sebagaimana terdapat di dalam Shahih al-Bukhary dari Aisyah رضي الله عنها:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ كُلَّ لَيْلَةٍ جَمَعَ كَفَّيْهِ ثُمَّ نَفَثَ فِيهِمَا فَقَرَأَ فِيهِمَا قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ وَ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ وَ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى رَأْسِهِ وَوَجْهِهِ وَمَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ
Bahwasanya bila Nabi صلي الله عليه وسلم., beranjak ke tempat tidurnya (untuk tidur) setiap malamnya beliau mengumpulkan kedua telapak tangannya kemudian [meniupnya- meludah kecil] lalu membaca Qul huwallaahu Ahad, Qul `Auudzu birabbil falaq dan Qul `Auudzu birabbinnaas, kemudian membasuh dengan kedua telapak tangannya bagian badan yang mampu disapunya, dimulai dari atas kepala, wajah, bagian badan selanjutnya. Beliau melakukan hal itu hingga tiga kali. (Shahih al-Bukhari, Jld.IX, h.63, hadits no.5017)

Kosa Kata
Makna lafazh `Auudzu : Aku berlindung dan meminta perlindungan kepada-Mu, wahai Allah
Makna lafazh al-Falaq : Shubuh/pagi atau makhluk, artinya, Allah Taala memerintahkan kepada Nabi-Nya agar berlindung dari semua makhluk
Makna lafazh Ghaasiq : Malam apabila telah memasuki kegelapan
Makna lafazh Idza Waqab : Bila matahari sudah terbit dan kegelapan malam telah menjelang
Makna lafazh an-Naffaatsaat : Wanita-wanita tukang sihir bila mereka menjampi dan meludah kecil pada buhul-buhul lalu menyihir manusia
Makna lafazh Haasid : Orang yang dengki dan hasad (dengki) adalah bercita-cita hilangnya nikmat dari orang lain
Surat ini mengandung al-Istiaadzah (minta perlindungan) dari semua kejahatan baik secara umum maupun khusus, berlindung (kembali) kepada Allah dan berlindung dengan naungan rahmat-Nya dari segala keburukan serta berpegang teguh dengannya dari kejahatan semua makhluk-Nya.

Beberapa Pesan
  1. Wajib hanya meminta perlindungan kepada Allah semata dari semua hal yang membahayakan, khususnya dari kegelapan, sihir dan pelakunya, hasad dan pelakunya karena besarnya keburukan tersebut
  2. Surat ini banyak keutamaannya dan sangat berguna sekali, terutama di dalam mengobati sakit, ain (semacam hipnotis) dan sihir
  3. Surat ini menunjukkan hakikat sihir
  4. Larangan berbuat hasad (iri hati) dan bahwa ia merupakan sifat yang tercela

1 Surat Al-Ikhlas dan Surat Al-Mu'awwidzatain juga dianjurkan di baca pada pagi dan sore hari, Rasulullah bersabda: “Barangsiapa membaca tiga surat tersebut [Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas] tiga kali setiap pagi dan sore hari, maka itu (tiga surat tersebut) cukup baginya dari segala sesuatu.” HR. Abu Dawud 4/322, At-Tirmidzi 5/567 dan lihat Shahih At-Tirmidzi 3/182.
Ketiga surat tersebut juga di anjurkan dibaca setiap setelah selesai shalat fardhu. HR. Abu Dawud no.1523, an-Nasa'i III/68, Ibnu Khuzaimah no. 755 dan Hakim I/253. Lihat Pula Shahih at-Tirmidzi. Ketiga Surat ini dinamakan al-Mu'awwidzaat -Ibnu Majjah\




Memahami Tafsir Surat Al Falaq

surat Al FalaqSegala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya. Saat ini kita masuk dalam pembahasan tafsir surat Al Falaq. Semoga bermanfaat.
Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ (1) مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ (2) وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ (3) وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ (4) وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ (5
(yang artinya) :
1. Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh,
2. dari kejahatan makhluk-Nya,
3. dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
4. dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul ,
5. dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki”.
Pengenalan
Surat ini dan surat sesudahnya (surat An Naas) diturunkan secara bersamaan sebagaimana dikatakan oleh Al Baihaqi dalam Dalailin Nubuwwah. Oleh karena itu, kedua surat ini dinamakan Al Maw’izatain. Surat ini merupakan surat Makkiyyah (turun sebelum hijrah) dan ada juga yang mengatakan bahwa surat ini adalah surat Madaniyyah. Surat ini turun sesudah surat Al Fiil. (Aysarut Tafasir, hal. 1503; At Ta’rif bi Suratil Qur’anil Karim)
Asbabun Nuzul
Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disihir oleh orang Yahudi yang bernama Labid bin Al A’shom di Madinah, Allah Ta’ala menurunkan Al Maw’izatain (surat Al Falaq dan An Naas). Lalu Jibril ’alaihis salam meruqyah (membaca kedua ayat tersebut) kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam. Berkat izin Allah, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sembuh. (Aysarut Tafasir, hal. 1503) [Namun, riwayat sabab nuzul untuk surat Al falaq dan An Naaas dinilai dhaif oleh Syaikh Muqbil dalam as Shahih al Musnad min Asbab anNuzul, lihat juga penjelasan Ibnu Katsir]

Tafsir Ayat Pertama
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ (1
1. Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh,
Yang dimaksud dengan ‘Robbil Falaq’ adalah Allah. Al Falaq berasal dari kata ‘falaqo’ yang berarti membelah. Dalam ilmu shorof ‘Al Falaq’ bermakna isim maf’ul sifat musyabbahah yang berarti terbelah.
Lebih khusus ‘Al Falaq’ bisa bermakna Al Ishbah (pagi/shubuh) karena Allah membelah malam menjadi pagi.
Secara umum ‘Al Falaq’ bermakna segala sesuatu yang muncul/keluar dari yang lainnya. Seperti mata air yang keluar dari gunung, hujan dari awan, tumbuhan dari tanah, anak dari rahim ibunya. Ini semua dinamakan ‘Al Falaq’.
Perhatikan ayat-ayat berikut. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللّهَ فَالِقُ الْحَبِّ وَالنَّوَى
“Sesungguhnya Allah yang menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan.” (QS. Al An’am [6] : 95).
Allah juga berfirman,
فَالِقُ الإِصْبَاحِ
“Dia menyingsingkan pagi.” (QS. Al An’am [6] : 95) (Tafsir Juz ‘Amma, 294; Ruhul Ma’ani)

Pengertian Ta’awudz
Ta’awudz (isti’adzah) adalah meminta perlindungan kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar terhindar dari marabahaya. (I’anatul Mustafid; Mutiara Faedah Kitab Tauhid, 95)
Meminta Perlindungan (Isti'adzah)  adalah Ibadah
Meminta perlindungan (isti’adzah) merupakan ibadah. Karena menghilangkan marabahaya dan kejelekan tidak ada yang mampu melakukannya selain Allah subhanahu wa ta’ala. Segala sesuatu yang tidak ada yang mampu melakukannya kecuali Allah, maka hal yang demikian tidaklah boleh dilakukan (ditujukan) kecuali pada Allah semata. Apabila hal semacam ini diminta kepada selain Allah, termasuk perbuatan syirik.
Ayat yang menunjukkan bahwa meminta perlindungan hanya boleh kepada Allah (karena Dia-lah yang mampu) dan bukan pada selain-Nya adalah firman Allah Ta’ala,

وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Dan jika syetan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Fushshilat [41] : 36)
Allah juga memerintahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta perlindungan kepada-Nya sebagaimana pada awal surat Al Falaq dan An Naas. Dan perintah untuk Rasulullah berarti juga perintah untuk umatnya karena umatnya memiliki kewajiban untuk meneladani beliau.
Allah juga menyatakan bahwa meminta perlindungan kepada selain Allah termasuk kesyirikan sebagaimana pada ayat,

وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْأِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقاً
“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka rasa takut.” (QS. Al Jin [72] : 6)
Maksudnya adalah Allah akan menambahkan kepada manusia rasa takut. Oleh karena itu, ini adalah hukuman dari perbuatan mereka sendiri yang meminta perlindungan pada jin. Dan hukuman pasti diakibatkan karena dosa. Maka ayat ini menunjukkan celaan bagi manusia semacam ini karena telah meminta perlindungan kepada selain Allah.
Qotadah dan ulama salaf lainnya mengatakan bahwa makna ’rohaqo’ dalam ayat ini adalah ’itsman’ (dosa).
Oleh karena isti’adzah berakibat dosa, maka isti’adzah termasuk ibadah dan bernilai syirik jika ditujukan kepada selain Allah yang mati dan ghoib. (I’anatul Mustafid; At Tamhid li Syarhi Kitabit Tauhid)

Tafsir Ayat Kedua
مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ (2)

2. dari kejahatan makhluk-Nya,
Ayat ini mencakup seluruh yang Allah ciptakan baik manusia, jin, hewan, benda-benda mati yang dapat menimbulkan bahaya dan dari kejelekan seluruh makhluk. (Taysir Al Karimir Rahman; Aysarut Tafasir).
Ibnu Katsir mengatakan bahwa ayat ini berarti berlindung dari kejelekan seluruh makhluk. Tsabit Al Bunani dan Al Hasan Al Bashri menafsirkan berlindung dari jahannam dan iblis serta keturunannya. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim)
Ayat ini juga mencakup meminta perlindungan pada diri sendiri. Ingatlah, nafsu selalu memerintahkan pada kejelekan. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي
“Karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.” (QS. Yusuf [12] : 53).
Maka setiap kali seseorang mengucapkan ayat ini, maka yang pertama kali tercakup dalam ayat tersebut adalah dirinya sendiri. Jadi dia berlindung dari kejelekan dirinya sendiri, yang mungkin sering ujub (berbangga diri) atau yang lainnya. Sebagaimana yang terdapat dalam khutbatul hajjah:

نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
“Aku berlindung kepada Allah dari kejelekan diriku sendiri.” (HR. At Tirmidzi. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi no. 1105) (Tafsir Juz ‘Amma, 294-295)
Tafsir Ayat Ketiga

وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ (3)
3. dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
Ghosiq dalam ayat ini adalah Al Lail (malam) dan juga ada yang mengatakan Al Qomar (bulan). Sedangkan Idza Waqob bermakna apabila masuk (Tafsir Juz ‘Amma, 295; Adhwaul Bayan).
Mujahid mengatakan bahwa ‘ghosiq’ adalah Al Lail (malam) ketika matahari telah tenggelam sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Ibnu Abi Najih. Demikianlah yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Muhammad bin Ka’ab Al Qurtubhy, Adh Dhohak, Khushoif, dan Al Hasan. Qotadah mengatakan bahwa maksudnya adalah malam apabila telah gelap gulita. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim)
Syaikh Asy Syinqithi mengatakan bahwa pendapat yang kuat adalah tafsiran yang pertama (ghosiq adalah malam) sebagaimana didukung dengan tafsiran Al Qur’an.

أَقِمِ الصلاة لِدُلُوكِ الشمس إلى غَسَقِ الليل
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam.” (QS. Al Israa’ [17] : 78)
Sedangkan bulan merupakan bagian dari malam. Dan di malam harilah setan serta manusia dan hewan yang suka berbuat kerusakan bergentayangan ke mana-mana (Adhwaul Bayan). Kepada Allah-lah kita meminta perlindungan dari kejahatan dan kejelekan seperti ini.

Tafsir Ayat Keempat
وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ (4)

4. dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul,
Mujahid, Ikrimah, Al Hasan, dan Qotadah mengatakan bahwa yang dimaksudkan adalah sihir. Mujahid mengatakan, ”Apabila membaca mantera-mantera dan meniupkan (menyihir) di ikatan tali” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim).
Dalam ayat ini disebut dengan ’An Nafatsaat’ yaitu tukang sihir wanita. Karena umumnya yang menjadi tukang sihir adalah wanita. Namun ayat ini juga dapat mencakup tukang sihir laki-laki dan wanita, jika yang dimaksudkan adalah sifat dari nufus (jiwa atau ruh) (Ruhul Ma’ani; Tafsir Juz ’Amma, 295)
Namun perlu diingat bahwa dalam syari’at ini terdapat pula penyembuhan penyakit dengan do’a-do’a yang disyari’atkan yang dikenal dengan ruqyah. Dari Abu Sa’id, beliau menceritakan bahwa Jibril pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Lalu mengatakan,”Ya Muhammad, apakah engkau merasa sakit?” Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengatakan,”Iya”. Kemudian Jibril meruqyah Nabi dengan mengatakan,

بِاسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ مِنْ كُلِّ شَىْءٍ يُؤْذِيكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ أَوْ عَيْنِ حَاسِدٍ اللَّهُ يَشْفِيكَ بِاسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ
”Bismillah arqika min kulli sya-in yu’dzika, min syarri kulli nafsin aw ’aini hasidin. Allahu yasyfika. Bismillah arqika [Dengan menyebut nama Allah, aku meruqyahmu dari segala sesuatu yang menyakitimu, dari kejelekan (kejahatan) setiap jiwa atau ’ain orang yang hasad (dengki). Semoga Allah menyembuhkanmu. Dengan menyebut nama Allah, aku meruqyahmu].” (HR. Muslim no. 2186. Ada yang berpendapat bahwa kejelekan nafs (jiwa) adalah ’ain, yakni pandangan hasad).

Tafsir Ayat Kelima
وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ (5)

5. dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki”.
Hasad adalah berangan-angan hilangnya nikmat yang ada pada orang lain baik agar pindah kepada diri kita ataupun tidak (Aysarut Tafasir).
Allah menutup surat ini dengan hasad, sebagai peringatan bahayanya perkara ini. Hasad adalah memusuhi nikmat Allah.
Sebagian Ahli Hikmah mengatakan bahwa hasad itu dapat dilihat dari lima ciri :
Pertama, membenci suatu nikmat yang nampak pada orang lain;
Kedua, murka dengan pembagian nikmat Allah;
Ketiga, bakhil (kikir) dengan karunia Allah, padahal karunia Allah diberikan bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya;
Keempat, tidak mau menolong wali Allah (orang beriman) dan menginginkan hilangnya nikmat dari mereka;
Kelima, menolong musuhnya yaitu Iblis. (Al Jaami’ liahkamil Qur’an)
Salah satu dari bentuk hasad adalah ’ain (pandangan hasad). Apabila seseorang melihat pada orang lain kenikmatan kemudian hatinya merasa tidak suka, dia menimpakan ’ain (pandangan mata dengan penuh rasa dengki) pada orang lain. ’Ain ini dapat menyebabkan seseorang mati, sakit atau gila. ’Ain ini benar adanya dengan izin Allah Ta’ala.
Allah memerintahkan kepada kita untuk berlindung kepada-Nya dari malam apabila gelap gulita, dari sihir yang ditiupkan pada buhul-buhul, dan dari orang yang hasad apabila dia hasad, karena ketiga hal ini adalah perkara yang samar. Banyak kejadian pada malam hari yang samar yang dapat memberikan bahaya kepada kita. Begitu juga sihir adalah suatu hal yang samar, jarang kita ketahui. Dan begitu juga hasad dari orang lain, itu adalah hal yang samar. Dan ketiga kejelekan (kejahatan) ini masuk pada keumuman ayat kedua,

مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ (2
“dari kejahatan makhluk-Nya.” (Tafsir Juz ’Amma, 296)

Lalu bagaimana jalan keluar agar terbebas dari tiga kejelekan (kejahatan) ini?


Pertama, dengan bertawakkal pada Allah, yaitu menyerahkan segala urusan kepada Allah Ta’ala.
Kedua, membaca wirid-wirid (dzikir-dzikir) yang dapat membentengi dan menjaga dari segala macam kejelekan. Perlu diingat bahwasanya kebanyakan manusia dapat terkena sihir, ’ain, dan berbagai kejelekan lainnya dikarenakan lalai dari dzikir-dzikir. Ingatlah bahwa bacaan dzikir merupakan benteng yang paling kokoh dan lebih kuat daripada benteng ’Ya’juj dan Ma’juj’. Namun, banyak dari manusia yang melupakan hal ini. Banyak di antara mereka yang melalaikan dzikir pagi dan petang, begitu juga dzikir ketika hendak tidur. Padahal dzikir-dzikir tersebut mudah untuk dihafalkan dan dibaca. (Tafsir Juz ’Amma, 296)


Sumber Rujukan
1.Adhwaul Bayan, Muhammad Al Amin Asy Syinqithiy, Maktabah Syamilah
2.Al Jaami’ liahkamil Qur’an (Tafsir Qurtubhy), Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al Anshory Al Qurtubhy, Jami’ Mawsu’ah Al Quranil Karim, www.omelketab.net
3.At Tamhid li Syarhi Kitabit Tauhid, Syaikh Sholih Alu Syaikh, www.islamspirit.com
4.At Ta’rif bi Suratil Qur’anil Karim, Jami’ Mawsu’ah Al Quranil Karim, www.omelketab.net
5.Aysarut Tafasir likalamil ‘Aliyyil Karim, Syaikh Abu Bakr Jabir Al Jazairi, Maktabah Adhwail Manar
6.I’anatul Mustafid bi Syarhi Kitabit Tauhid, Syaikh Sholih bin Fauzan Al Fauzan, www.islamspirit.com
7.Mutiara Faedah Kitab Tauhid (edisi revisi), Abu Isa Abdullah bin Salam, Pustaka Muslim
8.Ruhul Ma’ani fi Tafsiril Qur’anil Azhim was Sab’il Matsani, Syihabuddin Mahmud bin Abdillah Al Husaini Al Alusi, Mawqi’ut Tafaasir-Maktabah Syamilah
9.Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Maktabah Syamilah
10.Shohih Muslim, Muslim bin Al Hajjaj ABul Husain Al Qusyairiy An Naisabuiy, Pentahqiq : Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Dar Ihya’ At Turots Al ‘Arobiy Beirut-Maktabah Syamilah
11.Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Abul Fada’ Isma’il bin ‘Umar bin Katsir Al Qurasyi Ad Dimasyqi, Maktabah Syamilah 5.
12.Tafsir Juz ‘Amma, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah
13.Taysir Al Karimir Rahman fi Tafsiril Kalamil Mannan, Syaikh Abdur Rahman bin Nashir As Sa’di, Muassasah Ar Risalah-Maktabah Syamilah

Semoga Bermanfaat untuk kita semua..................Amiin

Tafsir Qur'an Surat An-Naas


TAFSIR Qs. An-Naas

Artikel ini didinukil dari serat dakwah dan sedikit eksplor oleh admin Tpq Nuruddin dan kembali dipublikasikan dengan tidak mengurangi isi daripada artikel aslinya. Tentunya kami juga menyertakan sumber dimana kami nukil artikel ini.



Surat An-Nas ini jika diklasifikasikan berdasarkan lokasi atau tempat serta periode turunnya ayat merupakan sebuah surat yang termasuk ke dalam surat Makkiyah. Dan menurut pendapat paling benar, Surat yang terdiri dari 6 ayat ini pada dasarnya tergolong pula sebagai ayat-ayat yang merupakan ayat perlindungan yang kedua. Adapun bunyi Qs. An Naas seperti yang kita ketahui bersama adalah sebagaimana yang tertulis sebagai berikut :


قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ﴿١
مَلِكِ النَّاسِ ﴿٢
إِلَٰهِ النَّاسِ ﴿٣
مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ ﴿٤
الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ ﴿٥
مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ ﴿٦

yang artinya :
1. Katakanlah, “Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.
2. Raja manusia.
3. Sembahan manusia.
4. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi,
5. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,
6. Dari (golongan) jin dan manusia.”

Jika kemudian kita bicara mengenai masalah mufradat? Maka pembagian hal tersebut Insya Allah akan tergambar sebagai berikut :

1. Yang membisikkkan kata-kata jahat di dada manusia ---> 1. الوسواس

2. Bentuk hiperbola dari kata Al-Khunus yang berarti kembali atau terlambat. Karena kalau ia diusir ia mundur dan kembali ---> 2. الخناس

3. Makhluk tersembunyi, tidak ada yang mengetahuinya selain Penciptanya. ---> 3. من الجِنَّة

Adapun Syarahnya adalah sebagai berikut:

Katakan kepada mereka, “Aku berlindung kepada Allah agar menjagaku dari kejahatan makhluk yang berbisik kepadaku. Aku berlindung kepada Tuhan manusia yang mendidik dan mengambil sumpah kepada mereka di kala mereka kecil atau lemah. Allah telah menguasai urusan mereka dan Dialah Pemilik Manusia. Dia Ilah mereka dan mereka budak-Nya. Dia yang layak disembah, ditunduki, dan dituju. Sebab Dialah Allah Taala yang menciptakan manusia, menumbuhkembangkan mereka, serta menguasai urusan mereka. Karena Dialah tempat berlindung dan meminta pertolongan. Bernaung kepada-Nya dari kejahatan bisikan di dalam hati yang biasa menghiasi kejahatan dan menampakkan keburukan dengan bentuk kebaikan. Itulah bisikan yang kebanyakan mengajak kepada larangan, baik dari bangsa jin, makhluk yang tersembunyi, yang mereka itu anak-anak dan tentara iblis atau dari bangsa manusia seperti halnya teman-teman buruk."

Adapun menurut penjelasan Dr. Ahmad Zain An Najah, MA, dalam situs beliau yakni : dikatakan bahwa surat ini turun bersamaan dengan surat Al Falaq, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam terkena sihir yang dilakukan oleh Labid bin al-A’shom seorang Yahudi yang meletakkan rontokan rambut Rasulullah yang berjumlah 11 helai di bawah sebuah batu yang berada di bawah sumur yang berair. Oleh karenanya, jumlah ayat dari dua surat An Nas dan Al Falaq adalah 11 ayat ; surat an-Nas berjumlah 6 ayat sedang surat al-Falaq berjumlah 5 ayat.

Dalam surat ini, Allah memerintahkan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam untuk berlindung kepada Allah dari was-was syaitan. Perintah kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam berarti juga perintah kepada umatnya. Di dalam kehidupan sehari-hari, jika kita ingin berlindung dari bahaya apapun juga, kita akan berlindung kepada sesuatu yang kuat. Umpamanya kita ingin menghindari dari bahaya banjir, maka kita akan berlindung di suatu tempat yang tinggi dan kuat yang bisa menahan arus banjir. Atau kita ingin terhindar dari sambaran petir, maka kita akan mencari rumah yang dilengkapi dengan perlengkapan penangkal petir, begitu seterusnya.

Kaitannya dengan surat An-Nas ini adalah kita diperintahkan berlindung dari bahaya godaan syetan, yang selalu membisikan ke dalam dada manusia. Syetan adalah musuh yang sangat berbahaya, kita tidak bisa melihat mereka, tetapi mereka melihat kita. Oleh karena itu kita memerlukan perlindungan dari serangan-serangan syetan yang datang bertubi-tubi, tiada henti-hentinya tersebut. Maka Allah menjelaskan bahwa tidak ada tempat berlindung dari itu semua kecuali Allah. Pertanyaannya adalah kenapa harus kepada Allah, seberapa kekuatan yang dimiliki-Nya sehingga kita harus berlindung kepada-Nya ? Maka Allah menjelaskan itu semua pada ayat-ayat di bawah ini :

Pertama :

قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ


“Katakanlah: Aku berlindung kepada Robb manusia. “


Maksud Allah sebagai Rabb manusia adalah bahwa Allah subhanahu wa ta’ala adalah pencipta, pemilik, pengatur, penguasa dan pemberi rezeki seluruh umat manusia. Bahkan Allah juga Rabb (pencipta, pemilik, pengatur, penguasa, pemberi rezeki) seluruh Alam semesta ini beserta isinya, termasuk di dalamnya para syetan yang selalu menggoda manusia. Artinya sangat wajar dan memang seharus begitu, kita berlindung dari kejahatan syetan kepada Rabb (Dzat Yang Menciptakan Syetan itu sendiri), sehingga dipastikan bisa menanganinya, dan dipastikan kita akan selamat.

Mengakui Allah sebagai Rabb (Pencipta, Pemilik, Perawat, Pemberi Rezeki, Yang Menurunkan hujan, Yang Menghidupkan, Yang Mematikan, Yang Memberi Sakit, Yang Menyembuhkan), adalah bentuk dari Tauhid Rububiyah. Orang yang menyakini bahwa selain Allah, seperti Jin, para wali-wali Allah yang sudah meninggal dalam kuburan-kuburan mereka, para dukun, bahwa mereka bisa memberikan manfaat dan mudharat, bisa mengabulkan permohonan berupa harta, jodoh atau anak, maka dia telah mensyirikan Allah dalam Rububiyah-NYa.

Orang-orang musyrik kadang mentauhidkan Allah dalam Rububiyah-Nya, sebagaimana di dalam firman Allah :

هُوَ الَّذِي يُسَيِّرُكُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ حَتَّى إِذَا كُنْتُمْ فِي الْفُلْكِ وَجَرَيْنَ بِهِمْ بِرِيحٍ طَيِّبَةٍ وَفَرِحُوا بِهَا جَاءَتْهَا رِيحٌ عَاصِفٌ وَجَاءَهُمُ الْمَوْجُ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ أُحِيطَ بِهِمْ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ لَئِنْ أَنْجَيْتَنَا مِنْ هَذِهِ لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ

“ Dialah Tuhan yang menjadikan Kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan. Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata): "Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur".( Qs Yunus (10) : 22-23 )

Begitu juga Iblis kadang mengakui Allah sebagai pencipta, sebagaimana di dalam firman Allah :

قَالَ ياإِبْلِيسُ مَا لَكَ أَلاَّ تَكُونَ مَعَ السَّاجِدِينَ قَالَ لَمْ أَكُن لاِسْجُدَ لِبَشَرٍ خَلَقْتَهُ مِن صَلْصَالٍ مِّنْ حَمَإٍ مَّسْنُونٍ قَالَ فَاخْرُجْ مِنْهَا فَإِنَّكَ رَجِيمٌ وَإِنَّ عَلَيْكَ اللَّعْنَةَ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ قَالَ رَبِّ فَأَنظِرْنِى إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ قَالَ فَإِنَّكَ مِنَ الْمُنظَرِينَ إِلَى يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ

“ Allah berfirman: "Hai iblis, apa sebabnya kamu tidak (ikut sujud) bersama-sama mereka yang sujud itu?" Berkata Iblis: "Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk". Allah berfirman: "Keluarlah dari surga, karena sesungguhnya kamu terkutuk, dan sesungguhnya kutukan itu tetap menimpamu sampai hari kiamat". Berkata iblis: "Ya Tuhanku, (kalau begitu) maka beri tangguhlah ( hidupkan aku ) kepadaku sampai hari (manusia) dibangkitkan".Allah berfirman: "(Kalau begitu) maka sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh. “ ( Qs al-Hijr (15) : 32-37 )

Oleh karenanya, belum tentu orang yang mentauhidkan Rububiyah, pasti dia telah mentauhid Uluhiyah. Belum tentu orang yang mengakui bahwa sang pencipta adalah Allah, pasti dia hanya menyembah Allah saja.

Di dalam banyak firman-Nya, Allah swt mengajak orang-orang musyrik yang telah mengakui Tauhid Rububiyah agar mereka meningkatkan hal itu untuk mengakui Tauhid Uluhiyah, salah satunya di dalam firman Allah :

قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَسَلَامٌ عَلَى عِبَادِهِ الَّذِينَ اصْطَفَى آللَّهُ خَيْرٌ أَمَّا يُشْرِكُونَ (59) أَمَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَأَنْزَلَ لَكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَنْبَتْنَا بِهِ حَدَائِقَ ذَاتَ بَهْجَةٍ مَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُنْبِتُوا شَجَرَهَا أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ بَلْ هُمْ قَوْمٌ يَعْدِلُونَ (60) أَمَّنْ جَعَلَ الْأَرْضَ قَرَارًا وَجَعَلَ خِلَالَهَا أَنْهَارًا وَجَعَلَ لَهَا رَوَاسِيَ وَجَعَلَ بَيْنَ الْبَحْرَيْنِ حَاجِزًا أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (61) أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ (62) أَمَّنْ يَهْدِيكُمْ فِي ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَنْ يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ تَعَالَى اللَّهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ (63) أَمَّنْ يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَمَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (64


Katakanlah: "Segala puji bagi Allah dan kesejahteraan atas hamba-hamba-Nya yang dipilih-Nya. Apakah Allah yang lebih baik, ataukah apa yang mereka persekutukan dengan Dia?"

Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air untukmu dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran).

Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan yang menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengokohkan) nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui.

Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati (Nya).

Atau siapakah yang memimpin kamu dalam kegelapan di daratan dan lautan dan siapa (pula) kah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira sebelum (kedatangan) rahmat-Nya? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Maha Tinggi Allah terhadap apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya).

Atau siapakah yang menciptakan (manusia dari permulaannya), kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)?. Katakanlah: "Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar".( Qs An Naml : 59- 64 )



Kedua :

مَلِكِ النَّاسِ

“ (Allah adalah) Raja Manusia “

Allah sebagai raja manusia yang sebenarnya, penguasa manusia yang sebenarnya. Dia-lah raja manusia di dunia dan akherat. Adapun manusia yang menjadi raja di dunia ini, bukanlah raja yang sebenarnya. Mereka sebenarnya tidaklah memiliki apa-apa, kecuali dengan izin Raja Manusia yaitu Allah.

Ayat ini ditujukan kepada dua kelompok manusia :

Kelompok Pertama : Kepada rakyat dan masyarakat umum.

Sebagian masyarakat terlalu mengagungkan pemimpin dan raja mereka, sehingga memberikan hak kepada mereka yang sebenarnya hanya milik Allah saja.

Ayat ini mengingatkan kepada mereka semuanya bahwa satu-satunya Raja yang berhak disembah adalah Allah subhanahu wa ta’ala, tidak yang lainnya.

Orang-orang Nasrani telah menyembah para pendeta dan tokoh-tokoh agama mereka dengan cara mentaati mereka secara membabi buta, walaupun mereka menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah ataupun mengharamkan apa yang dihalalkan Allah, merekapun tetap mentaatinya. Inilah bentuk penyembahan mereka terhadap para pendeta tersebut. Allah berfirman :

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لا إِلَهَ إِلا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

“ Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan “( Qs at Taubah ( 9 ) : 31)

Salah seorang sahabat yang bernama Adi bin Hatim ketika mendengar ayat ini, beliau berkata kepada Rasulullah : “ Wahai Rasulullah, sebenarnya mereka tidak menyembah para pendeta tersebut. “ Maka Rasulullah bersabda : “ Bukankah para pendeta itu mengharamkan sesuatu yang halal dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya ? Itulah bentuk peribadatan mereka kepada para pendeta tersebut.”

Oleh karenanya, seorang muslim tidak boleh mentaati seorang pemimpin yang memerintahkan kepada sesuatu yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya, karena sesungguhnya sebenar-benar raja dan pemimpin adalah Allah.

Kelompok Kedua : ayat ini ditujukan kepada para raja, dan para penguasa.

Ayat ini menjelaskan bahwa sebenarnya manusia itu bukanlah penguasa, tetapi mereka hanyalah pemegang amanat kekuasaan yang diberikan Allah kepada mereka. Bukankah Allah yang mengangkat seorang raja dan melengserkannya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِير

“ Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” ( Qs Ali Imran : 26 )

Oleh karena itu, seseorang tidak boleh menyebut dirinya raja diraja, atau Syahinsyah ( untuk orang Persia ), Syah Jihan ( untuk orang India ) karena raja diraja adalah Allah subhanahu wa ta’ala. Dalam suatu hadist Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw bersabda :

إنَّ أَخْنَعَ اسْمٍ عِنْدَ اللهِ - عز وجل - رَجُلٌ تَسَمَّى مَلِكَ الأَمْلاَكِ

“ Sesungguhnya serendah-rendah nama di sisi Allah adalah orang yang menamakan dirinya raja diraja “ ( HR Bukhari dan Muslim)



Ketiga :

إِلَهِ النَّاسِ

( Allah adalah) Sesembahan Manusia

“ Ilah “ artinya sesembahan. Kalimat :“ La Ilaha illallah “ artinya tiada yang berhak disembah kecuali Allah. Para ulama menyebut kalimat ini sebagai kalimat tauhid “ Tauhid Uluhiyah. “. Apa itu Tauhid Uluhiyah ?

Tauhid Uluhiyah adalah mentauhidkan Allah di dalam ibadah, yaitu seseorang tidaklah boleh beribadah kecuali kepada Allah, tidaklah bertawakkal kecuali kepada Allah, tidaklah meminta kecuali kepada Allah, tidaklah mengharap kecuali kepada Allah, tidaklah takut kecuali kepada Allah.

Tauhid Uluhiyah ini adalah tauhid yang dibawa para nabi sejak nabi Nuh hingga nabi Muhammad. Karena tauhid inilah, maka diciptakan syurga dan neraka, ditiupkan terompet peperangan antara pembela tauhid ini dengan para musuhnya. Karena tauhid inilah, maka manusia dan jin diciptakan. Karena tauhid inilah para nabi diusir dari kampung halaman mereka. Tuhid Uluhiyah ini merupakan inti dakwah para Rasul, inti dari agama Islam, inti dari kandungan Al Qur’an dan inti dari surat Al Fatihah.

Di dalam surat an-Nas ini ada tiga macam tauhid : Tauhid Rubiyah, Tauhid Mulkiyah, Tauhid Uluhiyah.

Perbedaan mendasar antara Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah bahwa Tauhid Rububiyah adalah mentauhidkan Allah di dalam perbuatan-Nya ( Allah sebagai subyek ), sedangkan Tauhid Uluhiyah adalah mentauhidkan Allah di dalam ibadah. ( Allah sebagai obyek ). Tauhid Rububiyah hampir semua makhluq mengakuinya, termasuk iblis. Sedangkan Tauhid Uluhiyah hanya orang muslim saja yang mengakuinya.

Keempat :

مِنْ شَرِّ الوَسْوَاسِ الخَنَّاسِ

“ Dari Kejahatan (Bisikan) Syaitan Yang Biasa Bersembunyi “



Di dalam ayat tersebut, Allah subhanahu wa ta’ala menjelaskan bahwa sifat syetan adalah suka bersembunyi dan lari terbirit - birit, khususnya jika mendengar adzan dan mendengar nama Allah disebut. Ini sesuai dengan hadits Abu Hurairah :



عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ وَلَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لَا يَسْمَعَ التَّأْذِينَ فَإِذَا قَضَى النِّدَاءَ أَقْبَلَ حَتَّى إِذَا ثُوِّبَ بِالصَّلَاةِ أَدْبَرَ حَتَّى إِذَا قَضَى التَّثْوِيبَ أَقْبَلَ حَتَّى يَخْطِرَ بَيْنَ الْمَرْءِ وَنَفْسِهِ يَقُولُ اذْكُرْ كَذَا اذْكُرْ كَذَا لِمَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ لَا يَدْرِي كَمْ صَلَّى



Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika panggilan shalat (adzan) dikumandangkan maka setan akan lari sambil mengeluarkan kentut hingga ia tidak mendengar suara adzan. Apabila panggilan adzan telah selesai maka setan akan kembali. Dan bila iqamat dikumandangkan setan kembali berlari dan jika iqamat telah selesai dikumandangkan dia kembali lagi, lalu menyelinap masuk kepada hati seseorang seraya berkata, 'Ingatlah ini dan itu'. Dan terus saja dia melakukan godaan ini hingga seseorang tidak menyadari berapa rakaat yang sudah dia laksanakan dalam shalatnya."( HR Bukhari dan Muslim )

Syetan itu duduk di hati manusia, jika dia lengah, segera dia membisikan ke dalamnya, jika manusia itu mengingat Allah, dia akan lari.

Di dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa syetan itu akan membisikan ke dalam hati manusia di saat ia sedih sekali dan di saat ia gembira sekali, namun jika dia mengingat Allah, maka syetan itu akan bersembunyi.

Telah terbukti, bahwa orang yang sedang dirundung kesedihan yang amat sangat dan kesenangan yang amat sangat tanpa disertai dengan menyebut nama Allah, maka syetan akan merasukinya, dan begitulah sering terjadi kesurupan, yang kadang menimpa juga kepada orang-orang Islam yang lengah mengingat Allah.

Di salah satu pesantren yang terletak di daerah Jawa Barat, sering terjadi kesurupan massal yang menimpa beberapa santriwatinya. Setelah diselidiki, ternyata jiwa para santriwati yang kesurupan tersebut sangat labil dan kosong. Salah seorang santriwati kedapatan sangat sedih sekali kehilangan teman akrabnya yang sedang pulang karena sakit. Nah, kesedihan yang berlarut, tanpa diiringi dengan dzikir kepada Allah, akan menjadi korban bisikan syetan dan berlanjut kepada kesurupan, na’udzubillahi min dzalik.



Ini sesuai dengan firman Allah :



وَمَن يَعْشُ عَن ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَاناً فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ وَإِنَّهُمْ لَيَصُدُّونَهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُم مُّهْتَدُونَ حَتَّى إِذَا جَآءَنَا قَالَ يالَيْتَ بَيْنِي وَبَيْنَكَ بُعْدَ الْمَشْرِقَيْنِ فَبِئْسَ الْقَرِينُ وَلَن يَنفَعَكُمُ الْيَوْمَ إِذ ظَّلَمْتُمْ أَنَّكُمْ فِى الْعَذَابِ مُشْتَرِكُونَ



“ Barang siapa yang berpaling dari Mengingat Allah ( Petunjuk Allah ) Yang Maha Pemurah (yaitu Al Qur'an), Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan), maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” ( Qs. Az Zukhruf : 36)



Kelima :



الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُوْرِ النَّاسِ

“ Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam manusia. “



Bisikan syetan pada hati manusia sangat banyak dan beragam, semuanya mengarahkan kepada kemaksiatan dan kejahatan.

Bisikan ini ditujukan kepada shodrun ( dada ) manusia. Kenapa shodrun ( dada ), tidak qalbun ( hati ), dan tidak pula fuad ( hati ) ? Jawabannya bahwa sebenarnya tiga kata itu maknanya sama, hanya berbeda dalam penggunaannya saja. Shodrun ( Dada ) adalah tempat dimana ada fuad dan qalbun ( hati ).

Qalbun berarti sesuatu yang sering berbolik-balik. bisa membalikkan qalbun hanyalah Allah swt. Di dalam doa’ disebutkan :

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ.

“ Ya Allah, Yang Membolak-balikkan hati, teguhkan hatiku ini agar selalu berada di dalam agama-Mu “ ( HR Tirmidzi )

Hadist lengkapnya adalah sebagai berikut :



عَن شَهْرُ بْنُ حَوْشَبٍ قَالَ قُلْتُ لِأُمِّ سَلَمَةَ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ مَا كَانَ أَكْثَرُ دُعَاءِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ عِنْدَكِ قَالَتْ كَانَ أَكْثَرُ دُعَائِهِ يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ قَالَتْ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَكْثَرَ دُعَاءَكَ يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ قَالَ يَا أُمَّ سَلَمَةَ إِنَّهُ لَيْسَ آدَمِيٌّ إِلَّا وَقَلْبُهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ أَقَامَ وَمَنْ شَاءَ أَزَاغَ فَتَلَا مُعَاذٌ { رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا }



Dari Syahr bin Hausyab ia berkata; aku katakan kepada Ummu Salamah; Wahai Ummul mukminin, apakah doa Rasulullah shallallahu wa'alaihi wa sallam yang paling sering, apabila ada padamu? Iaberkata; doa beliau yang paling sering adalah: "Yaa Muqallibal Quluub, Tsabbit Qalbii 'Alaa Diinika" (Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agamaMu).

Ummu Salamah berkata; wahai Rasulullah, betapa sering anda berdoa: "Yaa Muqallibal Quluub, Tsabbit Qalbii 'Alaa Diinika" (Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agamaMu).

Beliau berkata: "Wahai Ummu Salamah, sesungguhnya tidak ada seorang manusia pun melainkan hatinya berada diantara dua jari diantara jari-jari Allah, barang siapa yang Allah kehendaki maka Dia akan meluruskannya dan barang siapa yang Allah kehendaki maka Dia akan membelokkannya."

Kemudian Mu'adz membaca ayat: "Ya Tuhan kami, jangan Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami." ( HR Tirmidzi, beliau berkata; hadits ini adalah hadits hasan)

Bisikan syetan kepada manusia meliputi bisikan dalam masalah aqidah dan ibadah.

Dalam masalah aqidah, syetan membisikan manusia agar ragu-ragu dengan Allah, sampai-sampai dia menanyakan : “ Siapa yang menciptakan Allah ? Ini sebagaimana yang terdapat dalam hadist Abu Hurairah :



عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَزَالُ النَّاسُ يَتَسَاءَلُونَ حَتَّى يُقَالَ هَذَا خَلَقَ اللَّهُ الْخَلْقَ فَمَنْ خَلَقَ اللَّهَ فَمَنْ وَجَدَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَلْيَقُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ

عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ بِهَذَا الْإِسْنَادِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَأْتِي الشَّيْطَانُ أَحَدَكُمْ فَيَقُولُ مَنْ خَلَقَ السَّمَاءَ مَنْ خَلَقَ الْأَرْضَ فَيَقُولُ اللَّهُ ثُمَّ ذَكَرَ بِمِثْلِهِ وَزَادَ وَرُسُلِهِ



Dari Abu Hurairah dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Manusia senantiasa bertanya-tanya hingga ditanyakan, 'Ini, Allah menciptakan makhluk, lalu siapakah yang menciptakan Allah', maka barangsiapa mendapatkan sesuatu dari hal tersebut, maka hendaklah dia berkata, 'Aku beriman kepada Allah'."

Dari Hisyam bin Urwah dengan sanad ini, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setan datang kepada salah seorang dari kalian lalu berkata, 'Siapakah yang menciptakan langit, siapakah yang menciptakan bumi? ' lalu dia menjawab, 'Allah', kemudian menyebutkan dengan semisalnya, dan dia menambahkan kalimat, 'Dan Rasul-Nya'.( HR Muslim )

Adapun bisikan syaitan dalam ibadah adalah : merasa keluar angin dalam sholat, padahal itu hanya bisikan syaitan saja. Dalam hal ini Rasulullah shallahu ‘alaihi wassalam bersabda :


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ فِي بَطْنِهِ شَيْئًا فَأَشْكَلَ عَلَيْهِ أَخَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ أَمْ لَا فَلَا يَخْرُجَنَّ مِنْ الْمَسْجِدِ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا

Dari Abu Hurairah dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Apabila salah seorang dari kalian mendapatkan sesuatu yang kurang beres dalam perutnya, lalu rancu baginya perkara tersebut, apakah keluar atau tidak, maka janganlah dia keluar dari masjid hingga dia mendengar suara (kentut) atau mendapatkan baunya." ( HR Bukhari dan Muslim )

Termasuk bisikan syetan dalam ibadah adalah seseorang melamun dalam sholat dan mengingat sesuatu, sehingga dia lupa berapa rekaat dia sudah sholat. Ini sesuai dengan hadits Abu Hurairah :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ وَلَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لَا يَسْمَعَ التَّأْذِينَ فَإِذَا قَضَى النِّدَاءَ أَقْبَلَ حَتَّى إِذَا ثُوِّبَ بِالصَّلَاةِ أَدْبَرَ حَتَّى إِذَا قَضَى التَّثْوِيبَ أَقْبَلَ حَتَّى يَخْطِرَ بَيْنَ الْمَرْءِ وَنَفْسِهِ يَقُولُ اذْكُرْ كَذَا اذْكُرْ كَذَا لِمَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ لَا يَدْرِي كَمْ صَلَّى



Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika panggilan shalat (adzan) dikumandangkan maka setan akan lari sambil mengeluarkan kentut hingga ia tidak mendengar suara adzan. Apabila panggilan adzan telah selesai maka setan akan kembali. Dan bila iqamat dikumandangkan setan kembali berlari dan jika iqamat telah selesai dikumandangkan dia kembali lagi, lalu menyelinap masuk kepada hati seseorang seraya berkata, 'Ingatlah ini dan itu'. Dan terus saja dia melakukan godaan ini hingga seseorang tidak menyadari berapa rakaat yang sudah dia laksanakan dalam shalatnya."( HR Bukhari dan Muslim )

Termasuk bisikan syaitan dalam ibadah, adalah berlama-lama di kamar mandi, atau merasa bahwa air kencingnya belum bersih, atau belum keluar semua. Ada juga sebagian orang yang sudah keluar kamar mandi, masuk lagi dan terus begitu berkali-kali. Maka untuk menghilangkan bisikan syetan seperti itu, para ulama menganjurkan untuk membasahi celana kita dengan air, sehingga ketika merasa ada sesuatu yang keluar dari anggota tubuhnya, dan didapatkan celananya basah, akan terbetik bahwa basah tersebut penyebabnya adalah air bersih yang dipercikkan. Dengan demikian hilanglah bisikan syetan tersebut.



Bisikan syetan juga mempunyai dua bentuk :
Bentuk Pertama: Fitnah Syubhat, yaitu bisikan syetan ke dalam hati manusia agar salah di dalam memahami ajaran agama Islam ini. Fitnahi ini terjadi akibat kebodohan. Fitnah Subhat inilah yang menimpa kaum Nashrani, maka mereka menjadi orang-orang yang sesat ( Dhallun). Fitnah ini kemudian merembet kepada orang-orang Islam, sehingga merasuki sebagian orang-orang sufi, aliran-aliran sesat dan ahli bid’ah dan sejenisnya.

Bentuk Kedua : Fitnah Syahwat, yaitu bisikan syetan ke dalam hati manusia agar bermaksiat kepada Allah dan agar mengikuti hawa nafsunya. Seseorang yang terkena fitnah syahwat ini, akan lebih mementingkan kesenangan dunia dibandingkan kehidupan akherat. Fitnah Syahwat inilah yang menimpa orang-orang Yahudi, sehingga mereka dimurkai Allah ( Maghdhubi ‘Alaihim), karena mereka mempunyai ilmu, tetapi tidak mengamalkan ilmu tersebut. Kemudian fitnah ini merembet kepada kaum muslimin dan menimpa sebagian orang-orang yang berilmu tetapi tidak mau mengamalkan ilmunya, bahkan cenderung untuk bermaksiat dan lebih mementingkan kehidupan dunia daripada akherat.



Keenam :

مِنَ الجِنَّةِ وَالنَّاسِ

“ Dari golongan jin dan manusia.”

Allah menerangkan pada ayat keenam ini bahwa yang membisikan ke dalam dada manusia itu adalah syetan dari golongan jin dan dari golongan manusia. Ini sesuai dengan firman Allah :



وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيِّ عَدُوًّا شَيَاطِيْنَ الإِنْسِ وَالجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ القَوْلِ غُرُورًا


“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan manusia dan jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu.” (QS. Al-An’am: 112)

Adapun Iblis berasal dari golongan Jin, sebagaimana dalam firman Allah :

إِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلًا



“ Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam", maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang dzalim.” ( Qs al-Kahfi : 50 )

Dari dua ayat di atas bisa disimpulkan bahwa iblis dan syaitan adalah dua istilah yang mempunyai titik berbeda dan kesamaan. Perbedaannya adalah syetan terdiri dari dua golongan ; golongan manusia dan jin, sedangkan iblis dari golongan jin saja. Sedangkan titik kesamaannya adalah bahwa kedua-duanya berasal dari golongan jin. Jadi, syaitan lebih umum dari iblis.

terakhir...

Mari kita berdoa! Mudah-mudahan kita dipelihara Allah dari kejahatan setan jin dan setan manusia. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan. Dia juga Maha Kuasa atas segala sesuatu. Allah sendiri telah mengajarkan kita bagaimana berlindung diri dari kejahatan lahir maupun batin.” Amin Ya Robbalalamiin
Wallahu A’lam.

Sumber:
http://www.dakwatuna.com/2010/09/9011/tafsir-surat-an-naas/#ixzz1vcFFLxtN
serat dakwah blog

Hukum Mim Mati, Nun Mati dan Tanwin, Ikhfa', Lam Sukun,Qolqolqh dan Mad


ILMU TAJWID (BAGIAN 2) --> HUKUM MIM MATI

Mim Sukun

Mim Sukun yang terletak sebelum huruf hijaiah (Huruf Arab) kesemuanya kecuali ketiga-tiga Huruf Mad kerana untuk mengelakkan dari bertemu dua huruf Sukun.

1. Izhar Syafawi( الإظهار الشفوي ).
Dari sudut bahasa: Menyatakan, menerangkan sesuatu. Dari sudut istilah Ilmu Tajwid: Mengeluarkan sebutan setiap huruf dari makhrajnya (tempat keluarnya) tanpa dengung. Ia dinamakan syafawi kerana Mim Sukun iaitu huruf yang zahir keluar dari dua bibir mulut dan ia disandarkan kepada makhraj huruf yang zahir kerana tepat sebutannya. Izhar Syafawi adalah terdiri dari dua puluh enam huruf iaitu kesemua huruf hijaiah selepas dibuang huruf Mim dan Ba'. Perlu diperhatikan apabila terdapat huruf Wau atau Fa' selepas Mim Sukun, huruf Mim Sukun mestilah dibaca secara Izhar Syafawi (dinyatakan sebutan) supaya terselamat dari keraguan membacanya secara Ikhfa' di mana huruf Mim wajib dibaca secara Ikhfa' ketika bertemu dengan huruf Ba' kerana makhraj huruf Mim dengan huruf Wau adalah sama manakala makhraj huruf Mim dengan huruf Fa' pula adalah berhampiran.

2. Ikhfa' Syafawi ( الإخفاء الشفوي ).
Dari sudut bahasa: Tersembunyi Dari sudut istilah Ilmu Tajwid: Membaca huruf yang sifatnya antara Izhar dan Idgham tanpa sabdu serta mengekalkan sifat dengung pada huruf pertama. Ia dinamakan Syafawi kerana Huruf Mim dan Ba' sama-sama keluar dari dua bibir mulut. Ikhfa' Syafawi terdiri dari satu huruf iaitu Ba'.

3. Idgham Mithlain Saghir( إدغام مثلين صغير ).
Dari sudut bahasa: Memasukkan sesuatu ke dalam sesuatu. Dari sudut istilah Ilmu Tajwid: Memasukkan huruf pertama yang bertanda Sukun (mati) ke dalam huruf berikutnya yang berbaris hidup dan menjadikan huruf yang berikutnya bersabdu serta terangkat lidah ketika menyebutnya. Ia dinamakan Mithlain (dua jenis huruf yang sama) kerana ia terbentuk dari dua huruf yang sama makhraj dan sifat manakala dinamakan saghir (kecil) pula ialah kerana huruf yang pertama berbaris Sukun (mati) dan huruf kedua berbaris hidup. Idgham Mithlain Saghir terdiri dari satu huruf iaitu Mim.



  Idghom dan Iqlab


A. Arti Idghom

Idgham( الإدغام ).
Dari sudut bahasa: Memasukkan sesuatu ke dalam sesuatu. Dari sudut istilah Ilmu Tajwid: Memasukkan huruf pertama yang bertanda Sukun ke dalam huruf berikutnya yang berbaris dan menjadikan huruf yang berikutnya bersabdu serta terangkat lidah ketika menyebutnya. Idgham ini terbahagi kepada dua bahagian:- Idgham Bighunnah (memasukkan serta dengung) dan Idgham Bila Ghunnah (memasukkan tanpa dengung).
Idgham tidak akan terhasil kecuali dari dua kalimah. Bilangan huruf Idgham sebanyak enam huruf yang terhimpun di dalam kalimah ( يرملون ).

Pembagian Idgom dalam Nun mati dan tanwin ada 2:
a. Idgom bigunnah/maal gunnah
Idgham Bighunnah (memasukkan serta dengung) ( إدغام بغنة ).
Ia dari empat huruf yang terhimpun di dalam kalimah( ينمو )iaitu Ya', Nun, Mim dan Wau. Apabila salah satu dari hurufnya bertemu dengan Nun Sukun atau Nun Tanwin dengan syarat di dalam dua kalimah, ia mestilah dibaca secara Idgham Bighunnah atau Ma'al Ghunnah kecuali pada dua tempat iaitu: ( يس والقرآن الحكيم - ن والقلم وما يسطرون ).
Hukum membacanya pula ialah Izhar Mutlaq berlainan dengan kaedah asal kerana mengikut bacaan riwayat Hafs.
hurupnya 4 ; ya, nun, mim dan wau

b. Idgom bila gunnah

Idgham Bila Ghunnah( إدغام بدون غنة )yaitu memasukkan tanpa dengung. Ia terdiri dari dua huruf iaitu Ra' dan Lam. Apabila salah satu dari dua huruf tersebut bertemu dengan Nun Sukun atau Tanwin dengan syarat di dalam dua kalimah yang berasingan, ia mestilah dibaca dengan Idgham Bila Ghunnah kecuali pada Nun( من راق )kerana di dalam bacaan ini wajib diam seketika (tanpa menyambung nafas) dan ia tidak diidghamkan.


hurupnya ada 2 (ra dan lam)
B. IQLAB

1. Ta'rif Iqlab


Iqlab ( الإقلاب ).
Dari sudut bahasa: Menukarkan sesuatu kepada sesuatu. Dari sudut istilah Ilmu Tajwid: Menukarkan bunyi Nun Sukun dan Tanwin kepada bunyi huruf Mim lalu diikhfa'kan (disembunyikan) ke dalam huruf Ba' yang berbaris serta dikekalkan sifat dengung. Dinamakan Iqlab ialah kerana Nun Sukun atau Tanwin bertukar menjadi Mim yang tersembunyi. Hurufnya ialah Ba'. Contoh : من بعد, dibaca "MIMM BA'DI"
Kaidah dalam kitan Tuhfatul Atfal:

والثالث الإقلاب عند الباء *** ميما بغنة مع الإخفاء

WATSALITSUL IQLABU INDAL BAAI' * MIMAN BIGUNNATIN MA-AL IKHFAI



اَلإِخْفَاءُ الْحَقِيْقِيُّ
Yaitu apabila ada huruf nun sukun atau tanwin yang bertemu dengan salah satu huruf yang tergabung dalam bacaan :
{ صِفْ ذَا ثَنَا كَمْ جَادَ شَخْشٌ قَدْ سَمَا
دُمْ طَيِّبًا زِدْ فِى تُقًى ضَعْ ظَالِمًا
}

Cara membacanya adalah dengan mendengung.

Contoh :

وَ مَنْ تَابَ

قَوْلاً كَرِيْمًا

مِنْ دُوْنِ

هذا العلم ماخوذ من كتاب علم التجويد
معهد دار السلام كونتور فونوروغو





  LAM SUKUN

Lam Sukun, yaitu:
Huruf Lam yang sukun dalam Al Qur’an terbagi dalam 3 macam: Lam Ta'rif, Lam Fi'il dan Lam Huruf.



Lam Ta'rif.


Yang dimaksudkan dengan Alif Lam Ta'rif adalah Alif Lam yang masuk pada kata benda, merupakan tambahan dari bentuk dasarnya, baik baik kata benda tersebut berdiri sendiri tanpa alif dan lam, seperti kata Lam Sukun: Lam Ta'rif1 ataupun tidak bisa berdiri sendiri seperti kata [Lam Sukun: Lam Ta'rif].

Penambahan alif dan lam pada Lam Sukun: Lam Ta'rif adalah wajib karena kedua huruf ini tidak bisa dipisahkan dari kata benda tersebut.

Bentuk seperti ini hukum bacaannya wajib idgham, jika terdapat setelahnya lam, seperti Lam Sukun: Lam Ta'rif dan wajib izhar jika terdapat setelahnya ya, seperti Lam Sukun: Lam Ta'rif atau hamzah seperti Lam Sukun: Lam Ta'rif.

Lam Qamariyah.

Lam Qamariyah mempunyai 14 huruf, yaitu yang tergabung dalam kalimat:
Lam Ta'rif: Lam Qamariyah.

Hukum lam qamariyah adalah izhar, sebab jarak antara makhrajnya dan makhraj huruf-huruf qamariyah tersebut, berjauhan.

Lam Syamsiyah.


Lam Syamsiyah mempunyai 14 huruf, yaitu yang terdapat pada awal kata dari kalimat:

Lam Ta'rif: Lam Qamariyah.

Hukum lam Syamsiyah adalah idgham, sebab makhraj kedua lam-nya sama, sedangkan jarak antara makhraj lam syamsiyah dengan makhraj huruf-huruf syamsiyah lainnya, berdekatan.

Lam Fi'il, adalah:


Lam sukun yang terdapat pada kata kerja (fi'il), baik bentuk lampau (fi'il madli), bentuk sekarang (mudlori') atau bentuk perintah (amar), baik di pertengahan atau di akhir kata.

Lam Fi'il: Idgham.


Jika setelah lam fi'il terdapat huruf ra atau lam, maka harus dibaca idgham.



Lam Fi'il: Izhar.
Sebaliknya, jika setelah lam fi'il terdapat selain huruf ra atau lam, maka harus dibaca izhar.

Lam Huruf
Yang dimaksud dengan Lam huruf adalah Lam sukun yang terdapat pada huruf.
Lam huruf ini hanya terdapat pada kata Lam Sukun: Lam Huruf dan Lam Sukun: Lam Huruf 2 saja, tidak terdapat pada kata lain dalam Al Qur’an.

Lam Huruf: Idgham
Jika setelah lam huruf terdapat huruf ra atau lam, maka harus dibaca idgham, kecuali pada ayat Lam Huruf: Idgham yang harus dibaca izhar karena adanya saktah yang merupakan penghalang terjadinya perpaduan suara.

Lam Huruf: Izhar
Sebaliknya, jika setelah lam huruf terdapat selain huruf ra atau lam, maka harus dibaca izhar.

QOLQOLAH DAN MAD


Qolqolah

Qalqalah ( القلقلة ) Dari sudut bahasa: Bergerak-gerak dan gementar. Dari sudut istilah Ilmu Tajwid: Bunyi lantunan yang kuat dari makhraj hasil dari bacaan huruf yang bertanda Sukun di mana makhrajnya ditekan terlalu kuat kemudian dilepaskan dalam waktu yang singkat sama ada huruf Sukun itu asli atau mendatang.

Cara baca qolqolah:
1. Rendah
Lantunan yang paling rendah ( أقل شدة ): Apabila huruf Qalqalah terletak di pertengahan kalimah contohnya: Huruf Qaf di dalam kalimah ( وخلقناكم أزواجا ).

2. Lantunan yang sederhana yaitu pertengahan ( متوسط شدة ): Apabila memberhentikan bacaan pada huruf Qalqalah dan huruf tersebut tidak bersabdu (bertasydid) contohnya: Huruf Ta ' ( ط ) di dalam kalimah ( والله من وراء محيط )

3. Lantunan yang paling tinggi( أقصى شدة ): Apabila memberhentikan bacaan pada huruf Qalqalah dan huruf tersebut bersabdu (bertasydid) contohnya huruf Qaf di dalam kalimah( قال رب أحكم بالحق )

Mad

Mad ( مد ).

Dari sudut bahasa: Lebih / Tambahan. Dari sudut istilah Ilmu Tajwid: Memanjangkan sebutan lebih dari dua harakat ketika membaca huruf Mad (pemanjang) atau Lin yang bertemu dengan huruf Hamzah atau baris Sukun. Huruf Mad terdiri dari tiga huruf iaitu Alif ( ا ), Wau( و )dan Ya' ( ي ).
Huruf Wau disyaratkan huruf sebelumnya berbaris di hadapan dan huruf Ya' pula disyaratkan huruf sebelumnya berbaris di bawah manakala huruf Alif tidak baris lain yang berada sebelumnya selain baris di atas. Huruf Ya' dan Wau apabila berbaris Sukun dan huruf sebelumnya berbaris di atas, kedua-dua huruf tersebut tidak dinamakan huruf Mad tetapi ia dinamakan Huruf Lin.

1. Mad Tabi'i ( المد الطبيعي ) atau Mad Asli ( المد الأصلى ).
Mad yang terdapat huruf hijaiah selain dari huruf Hamzah dan Sukun selepasnya dan ia dinamakan Tabi'i ialah kerana pembaca yang memiliki sifat kejadian yang sempurna tidak mengurangkan kadar Madnya iaitu dua harakat dan tidak pula melebihi dari itu.

Ketika berhenti dan Sambung
Apabila huruf Mad berada dalam keadaan tetap, sambung dan berhenti, huruf tersebut dibaca secara Mad (panjang) sama ada ketika sambung dan berhenti. Begitu juga sama ada ketika berada di pertengahan kalimah seperti ( مالك) (يوصيكم ) atau di akhir kalimah seperti ( والشمس وضحاها ).
Di dalam bahagian ini disyaratkan tidak terdapat huruf Hamzah atau Sukun selepas huruf Mad.

Ketika Sambung
Mad Asli atau Tabi'i dalam keadaan berhenti sahaja khususnya yang berkaitan dengan Mad Silah Kecil  ( مد الصلةالصغرى ) yaitu huruf Wau kecil yang terdapat selepas Ha' Dhamir berbaris hadapan( ـهُ )dan huruf Ya' kecil terletak selepas huruf Ha' Dhamir berbaris bawah ( ـهِ ), begitu juga supaya huruf Ha' kinayah disambung dengan huruf Wau atau Ya', huruf Mad disyaratkan mestilah terletak di antara dua huruf yang berbaris hidup seperti kalimah ( إنه هو) (به بصيرا ).
Dalam keadaan ini huruf wau dan Ya' dibaca secara Mad sepanjang dua harakat (dengan syarat tidak terdapat huruf Hamzah yang berasingan darinya di dalam kalimah lain) dalam keadaan sambung tetapi jika dalam keadaan berhenti ia tidak dibaca secara Mad.

Ketika Berhenti
Mad Asli atau Tabi'i dalam keadaan berhenti sahaja akan dibaca secara panjang sekiranya huruf Mad tersebut tetap berada di dalam keadaan berhenti bukan ketika sambung. Ia dibaca panjang pada huruf-huruf Alif yang ditukar dari baris dua di atasnya (Tanwin) sepert  عليمًا حكيمًا dengan memberhentikan bacaan pada huruf Alif ( حكيمًا )dan disyaratkan supaya Alif ini dibaca secara Mad tanpa menyambungnya dengan kalimah yang berada selepasnya.

2. Mad Far' ( المد الفرعي ) ialah Mad yang telah ditambah lebih panjang bacaannya dari Mad Asli disebabkan terdapat Hamzah ( ء ) atau tanda Sukun ( ْ ) selepas huruf Mad.

a. Mad Muttasil iaitu berangkai ( المتصل ) alah Huruf Mad yang bertemu dengan huruf Hamzah dalam kalimah yang sama. Ia dinamakan Mad Muttasil kerana huruf Mad bertemu dengan huruf Hamzah di dalam satu kalimah. Mad Muttasil ialah Mad wajib dan kadar bacaannya adalah empat harakat, lima harakat atau enam harakat ketika berhenti.

b. Mad Munfasil iaitu bercerai ( المنفصل ) ialah huruf Mad yang disusuli oleh huruf Hamzah (secara berasingan) yang terdapat pada awal kalimah berikutnya. Ia dinamakan Mad Munfasil ialah kerana huruf Mad terpisah dari huruf Hamzah yang terletak di dalam kalimah yang lain. Hukumnya: Harus membacanya secara pendek dengan kadar dua harakat, empat harakat atau lima harakat mengikut bacaan riwayat Hafs. Mad SilahKubra (iaitu huruf Wau kecil yang terdapat selepas Ha' Dhamir berbaris hadapan ( ـهُ ) dan huruf Ya' kecil terletak selepas huruf Ha' Dhamir berbaris bawah ( ـهِ ) juga termasuk di dalam hukum Mad Munfasil. Apabila terdapat huruf Hamzah yang berada dalam keadaan berasingan di dalam kalimah berikutnya selepas huruf Wau Silah dan Ya' Silah, hukumnya adalah mengikut hukum Mad Munfasil jika dalam keadaan sambung tetapi jika dalam keadaan berhenti, ia tidak boleh dibaca secara Mad.

c. Mad 'Aridh  ( العارض للسكون ) ialah Mad yang bertemu dengan huruf Lin Sukun Aridh (Sukun yang mendatang) kerana ingin menghentikan bacaan. Ia dinamakan 'Aridh (mendatang) ialah kerana huruf terakhir di dalam kalimah tersebut terpaksa dibaca dengan Sukun kerana memberhentikan bacaan padanya, jika sekiranya bacaan disambung, ia akan menjadi Mad Tabi'i. Hukumnya: Harus membacanya dengan tiga bentuk bacaan: Membaca secara pendek dengan kadar dua harakat, membaca secara pertengahan dengan kadar empat harakat dan membacanya secara sempurna dengan kadar enam harakat seperti: ( الحمد لله رب العالمين ).
Mad 'Aridh mengambil hukum Mad Lin iaitu memanjangkan bacaan Wau dan Ya' Sukun dan terdapat huruf berbaris atas sebelum Wau dan Ya' ketika berhenti. Ia dinamakan dengan nama tersebut ialah kerana sebutannya terlalu lembut dan mudah seperti di dalam ayat: ( فليعبدوا رب هذا البيت )

d. Mad Badal ( البدل ) ialah huruf Hamzah berada sebelum huruf Mad di dalam satu kalimah dan tidak terdapat huruf Hamzah atau Sukun selepas huruf Mad. Ia dinamakan dengan Mad Badal ialah kerana kebiasaannya huruf Mad ditukar dari huruf Hamzah kerana asal Mad Badal ialah bertemu dua Hamzah di dalam satu kalimah di mana Hamzah pertama berbaris hidup dan Hamzah kedua berbaris Sukun (mati).
Huruf Hamzah kedua ditukar kepada huruf Mad mengikut baris huruf Hamzah pertama untuk meringankan bacaan. Jika huruf Hamzah pertama berbaris di atas, huruf Hamzah kedua ditukar menjadi huruf Alif ( ا seperti :( آمنوا ) kerana asalnya ( ءأمنوا ).
Jika huruf Hamzah pertama berbaris di bawah, huruf Hamzah kedua ditukarkan menjadi huruf Ya' seperti:( إيمانا )kerana asalnya ( إئمانا ).
Sekiranya huruf Hamzah pertama berbaris hadapan, huruf Hamzah kedua ditukar menjadi huruf Wau( و seperti: ( أوتوا ) kerana asalnya ( أؤتوا ).
Hukumnya: Ia dibaca secara Mad dengan kadar dua harakat seperti Mad Tabi'i.

e. Mad Lazim ( المد اللازم ) iaitu huruf Mad yang disusuli dengan tanda Sukun asli tetap di dalam bacaan bersambung atau berhenti sama ada di dalam satu kalimah atau harf (sendi nama).
Ia dinamakan Mad Lazim (Tetap) ialah kerana bacaannya mestilah dibaca dengan enam harakat tanpa berubah, begitu juga kerana sebabnya iaitu Sukun ketika bacaan sambung dan berhenti.

- Mad Lazim Harfi Muthaqqal ( المد اللازم الحرفي المثقل ) ialah huruf Mad yang disusuli dengan Sukun asli pada salah satu huruf hijaiah dengan syarat ia bertasydid. Ia dinamakan Harfi ialah kerana terdapat Sukun asli pada salah satu huruf hijaiah yang berada selepas huruf Mad di permulaan surah. Ia dinamakan Muthaqqal ialah kerana terlalu berat untuk menyebutnya disebabkan terdapat Tasydid pada Sukunnya. Hukumnya adalah wajib dibaca secara Mad enam harakat seperti huruf Lam di dalam kalimah ( الم ).

- Mad Lazim Harfi Mukhaffaf (  المد اللازم الحرفي المخفف ).
Iaitu selepas huruf Mad terdapat Sukun asli pada salah satu huruf hijaiah yang tidak bertasydid. Ia dinamakan Mukhaffaf kerana sebutannya terlalu ringan disebabkan ia tidak bertasydid dan tidak berdengung seperti huruf Mim di dalam ( الم ).
Perhatian penting: Huruf hijaiah yang terletak di permulaan surah terdiri dari empat belas huruf terkumpul di dalam bait syair ( صله سحيرا من قطعك ) dan ia terbahagi kepada empat bahagian: Pertama: Ejaannya terbentuk dari tiga huruf di mana terdapat huruf Mad di pertengahannya. Ia terdiri dari tujuh huruf yang terkumpul di dalam bait syair ( كم عسل نقص ) kecuali huruf 'Ain. Bahagian ini dibaca enam harakat dengan sempurna. Kedua: Ejaannya terbentuk dari tiga huruf di mana huruf Lin terdapat di pertengahannya iaitu huruf 'Ain. Huruf ini harus disempurnakan dengan bacaan enam harakat dan bacaan pertengahan empat harakat. Ketiga: Ejaannya terbentuk dari dua huruf di mana huruf keduanya ialah huruf Mad dan huruf-hurufnya adalah sebanyak lima huruf yang terhimpun dalam bait syair ( حي طهر ).
Bahagian ini dibaca secara Mad Tabi'i dengan kadar dua harakat. Keempat: Ejaannya terbentuk dari tiga huruf di mana tidak terdapat satupun huruf Mad di pertengahannya. Ia terdiri dari satu huruf iaitu Alif dan tidak terdapat padanya huruf Mad.

- Mad Lazim Kalimi Muthaqqal ( المد اللازم الكلمي المثقل ).
Iaitu selepas huruf Mad terdapat huruf bertasydid di dalam satu kalimah, hukumnya ia dibaca dengan enam harakat. Ia dinamakan Muthaqqal kerana berat atau susah untuk menyebutnya disebabkan terdapat tasydid pada Sukunnya. Contohnya Alif di dalam kalimah ( الضالين ), dari firman Allah s.w.t ( غير المغضوب عليهم ولاالضالين ).

- Mad Lazim Kalimi Mukhaffaf  المد اللازم الكلمي المخفف . Iaitu selepas huruf Mad terdapat huruf Sukun yang tidak bertasydid di dalam satu kalimah. Hukumnya wajib dibaca dengan enam harakat. Ia dinamakan dengan Kalimi kerana terdapat Sukun asli selepas huruf Mad di dalam satu kalimah. Ia dinamakan Mukhaffaf kerana ringan atau mudah menyebutnya disebabkan keadaannya yang tidak bertasydid dan tidak berdengung. Contohnya di dalam kalimah ( أالآن ) di dalam dua tempat surah Yunus ayat lima puluh satu dan sembilan puluh satu malah tidak terdapat di dalam al-Quran selain dari dua tempat tersebut.



SUMBER
:
1. http://ilmutajwid-rizky.blogspot.com/2009/08/qolqolah.html
2. http://ilmutajwid-rizky.blogspot.com/2009/08/mad.html
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger... Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Edy_Hari_Yanto's  album on Photobucket
TPQ NURUDDIN NEWS : Terima kasih kepada donatur yang telah menyisihkan sebagian rezekinya untuk pembangunan TPQ Nuruddin| TKQ-TPQ "NURUDDIN" MENERIMA SANTRI DAN SANTRIWATI BARU | INFORMASI PENDAFTARAN DI KANTOR TPQ "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN-WONOAYU