Minggu, 04 Mei 2014

Lobang Kecil pada Sarung

Lobang Kecil pada SarungKewajiban menutup aurat dalam shalat bagi laki-laki adalah dari pusar sampai kelutut, sedangkan untuk perempuan adalah semua anggota badan kecuali wajah dan telapak tangan. Bagi laki-laki kebiasaan yang berlaku adalah memakai sarung, celana atau penutup yang lain, dengan ketentuan bisa menutupi aurat. Apabila syarat menutup aurat tidak terpenuhi shalatnya tidak sah. Maka pakaian yang dipakai seseorang misalnya sarung atau celana harus bisa menutupi aurat dalam shalat.
Ada hal yang mengakibatkan shalatnya seseorang tidak sah karena terdapat lubang kecil pada sarung atau celana, sebenarnya tidak ada ukuran pasti seberapa besar lubang pada pakaian yang bisa mengakibatkan tidak terpenuhinya salah satu syarat sahnya shalat yaitu menutup aurat. Hanya saja terdapat keterangan bahwa jika melalui lubang tersebut tampak terlihat kulit dari anggota badan maka shalatnya tidak sah. Sebagaimana keterangan dalam kitab Al-Majmu’ karya Imam Nawawi,

وَيَجِبُ سَتْرُ الْعَوْرَةِ بِمَا لَا يَصِفُ لَوْنَ الْبَشَرَةِ

Diwajibkan menutup aurat sehingga kulit anggota badan tidak tampak terlihat

Dalam hal ini tidak terdapat ukuran seberapa besar lubang tersebut, akan tetapi tergantung dengan terlihatnya kulit, maka jika lubang tersebut kecil dan tidak terlihat kulit seseorang maka dianggap sah.

يَجِبُ السَّتْرُ بِمَا يَحُولُ بَيْنَ النَّاظِرِ وَلَوْنِ الْبَشَرَة

Wajib menutup aurat dengan standar bisa menghalangi pandangan orang yang melihat pada warna kulit

Jika ada seseorang yang melihat lubang kecil pada sarung orang lain dan tampak terlihat warna kulit orang tersebut maka itulah ukuran yang bisa membatalkan shalat, dengan ketentuan pandangan orang normal, bukan dengan standar pandangan orang yang sedang sakit atau penyebab yang lain.(eh)


*********


_________________________
Sumber : www.nu.or.id/syariah

Suci Tanpa Deterjen

Suci Tanpa DeterjenMencuci pakaian adalah rutinitas harian bagi semua orang, entah hal itu dilakukan sendiri ataupun dilakukan oleh mesin cuci. Pada dasarnya mencuci pakaian bertujuan membersihkannya dari kotoran dengan menggunakan air. Adapun deterjen merupakan alat bantu mempermudah proses pencucian tersebut.
Secara fiqhy, tujuan mencuci pakaian adalah menjadikannya suci bukan bersih apalagi wangi. Mengingat fungsi pakaian sebagai salah satu syarat yang menjadikan sahnya shalat. oleh karenanya pakaian harus dalam keadaan suci, juga lebih afdhal jika bersih dan wangi.
Pada hakikatnya, mensucikan pakaian yang terkena najis cukup dengan menggunakan air saja, akan tetapi jika dengan deterjen proses pencucian lebih mudah maka tidak ada masalah. Sama sekali tidak ada kewajiban mencuci pakaian harus menggnuakan deterjen. Dalam Kitab Kifayatul Akhyar terdapat keterangan berikut,

ثمَّ شَرط الطَّهَارَة أَن يسْكب المَاء على الْمحل  النجس ، وَيَكْفِي أَن يكون المَاء غامراً للنَّجَاسَة

Syarat mensucikan sesuatu adalah dengan menggunakan air untuk menghilangkan najis, dan cukuplah air yang membersihkan najis.

Karena Islam adalah agama yang menganjurkan umatnya untuk menjaga kebersihan, dan juga menjadikan bersuci dari najis sebagai salah satu syarat sahnya shalat, maka menjaga kebersihan dan kesucian menjadi prioritas yang senantiasa dilaksanakan.
Dan tanpa memberatkan umatnya, maka pakaian menjadi suci cukup dengan menggunakan air saja, tanpa harus menggunakan deterjen atau sabun cuci. Seandainya mencuci harus menggunakan sabun cuci niscaya akan terasa berat bagi sebagian umat yang tidak mampu untuk memenuhinya.(eh)


===()===

__________________________
Sumber : www.nu.or.id/syariah

Sandal Khusus Kamar Mandi

Sandal Khusus Kamar MandiKamar mandi, kamar kecil, toilet, WC, dan berbagai sebutan lainnya merupakan tempat khusus yang dipergunakan manusia untuk membersihkan diri dari kotoran. Sehingga kamar mandi dan sejenisnya selalu identik dengan najis. Oleh karena itu wajar sekali jika seseorang sering merasa ragu akan kesuciannya ketika selesai mandi, buang air besar maupun kecil.
Kebanyakan keraguan seseorang bersumber dari telapak kaki sebagai anggota badan yang langsung bersentuhan dengan lantai kamar mandi. Sehingga seringkali seseorang berjalan dengan berjinjit sangat hati-hati. Merasa seolah lantai kamar mandi itu tidak bebas dari najis, padahal tidak demikian, jika memang lantai kamar mandi telah disiram berulang-ulang dengan air yang suci.
Namun demikian, keraguan adalah keraguan yang ada dalam hati yang susah untuk dihilangkan. Untuk menyiasati hal ini sebaiknya seseorang menyeidakan satu sandal khusus untuk ke kamar mandi, agar telapak kaki tidak bersentuhan langsung dengan lantai kamar mandi yang dianggap najis. Mengenai hal ini Imam Nawawi dalam Kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhaddzab pernah menjelaskan,

اسْتِحْبَابُ الِاحْتِيَاطِ فِي الْعِبَادَاتِ وَغَيْرِهَا بِحَيْثُ لَا يَنْتَهِي إلَى الْوَسْوَسَة

Diperbolehkan berihthiyath (berhati-hati) dalam masalah ibadah dan yang lain sehingga tidak mengakibatkan waswas. 

Penekanan Ihthiyath (kehati-hatian) lebih diutamakan pada masalah ini, dikarenakan bersuci dari najis adalah salah satu syarat sahnya shalat, jika saja ada najis yang mengenai pakaian seseorang, maka akan menjulur pada keabsahan shalat itu sendiri.
Sedangkan maksud dan tujuan dari memakai sandal sendiri adalah untuk menghindari keragu-raguan, najis dan kotoran itu sendiri. Maka jika terpenuhinya maksud tersebut adalah dengan memakai sandal, maka hal itu dianjurkan sebagai sarana terwujudnya maksud dan tujuan. Imam Nawawi melanjutkan penjelasannya, dalam kitab yang sama, 

وَأَنَّهُ يُسْتَحَبُّ الِاحْتِيَاطُ فِي اسْتِيفَاءِ الْمَقْصُود

Diperbolehkan juga berhati-hati untuk terpenuhinya maksud dan tujuan.

Lebih baiknya seseorang menyediakan sandal khusus kamar mandi dan tidak dipakai kecuali hanya ketika hendak masuk kekamar mandi. Terlebih lagi jika kamar mandi tersebut tidak ada tempat cucian kaki, maka sandal khususu kamar mandi adalah solusinya.



*********


________________________________
Sumber : www.nu.or.id/syariah

Jangan Pernah Menimbun

Jangan Pernah MenimbunKebutuhan manusia hidup akan makanan, minuman dan hal-hal yang menjadi kebutuhan setiap saat senantiasa harus bisa ia dapatkan dan ia peroleh, semisal saja beras yang menjadi kosumsi harian atau jenis makanan pokok yang lainnya. dikarenakan menjadi makanan pokok maka ia harus mendapatkannya meskipun dengan harga yang mahal.
Kelangkaan yang terjadi bukan hanya pada makanan pokok saja, melainkan jenis kebutuhan yang lain, seperti baru-baru ini kelangkaan gas elpiji, BBM, dan barang-barang yang lain. Kelangkaan ini sering dimanfaatkan oleh oknum usil yang sengaja menimbun barang, lalu disaat kelangkaan muncul ia akan menjual barang yang telah ia timbun dengan harga mahal, tidak seperti harga dipasaran, bahkan terkadang meningkat dua kali lipat dari harga biasanya.
Penimbunan ini tidak dibenarkan oleh Syara’ dikarenakan menimbulkan kemadharatan bagi orang lain, seseorang yang menimbun gas elpiji misalnya untuk maksud mendapatkan keuntungan lebih dari kelangkaan tersebut sangat tidak dibenarkan oleh syara’. Karena sebagaimana kita tahu gas elpiji merupakan salah satu jenis kebutuhan yang sangat fital, untuk memasak.
Dalam Islam telah dijelaskan akan larangan seseorang menimbun suatu barang sehingga mengakibatkan kelangkaan, lalu ia mengambil kesempatan tersebut dengan menaikkan harga barang yang diatas harga biasanya. Dalam Islam dikenal dengan istilah “IHTIKAR”, yaitu membeli barang (jenis apapun) lalu ia timbun sehingga terjadilah kelangkaan di pasaran yang mengakibatkan harga barang tersebut sangat mahal. Hadits Nabi yang diriwatkan oleh Ma’mar Bin Abdillah, Nabi bersabda:

لَا يَحْتَكِرُ إلَّا خَاطِئٌ

Orang yang melakukan “IHTIKAR” adalah orang yang salah.
Hadits ini memberi penjelasan akan larangan menimbun barang apapun, yang mengakibatkan kemadhorotan bagi orang lain, karena tidak disebutkan barang apa yang dimaksud oleh Nabi, maka secara umum mencakup jenis barang apapaun. Hanya saja ada hadits lain yang menyebutkan bahwa, yang dimaksud “barang yang ditimbun” adalah jenis makanan, yang menjadi kebutuhan pokok manusia.
Sebagian ulama’ mengkhususkan makanan pokok, sebagian mengatakan barang apapun seperti pakaian dan emas, ada juga yang mengatakan setiap barang yang ketika ditimbun bisa menyebabkan kemadharatan bagi orang.
Dalam hal ini, kelangkaan yang terjadi disekitar kita adalah kebutuhan sehari-hari dan mengakibatkan kemadharatan, mencakup jenis sembako, minyak gas dan jenis yang lain. Barang siapa yang menimbun barang apapun khususnya kebutuhan pokok maka tidak diperbolehkan oleh syara’, sedangkan larangan dari syara’ secara umum adalah haram, maka menimbun barang atau kebutuhan pokok hukumnya adalah haram.


*********


____________________________
Sumber : www.nu.or.id/syariah

Dasar Hukum yang Membolehkan Lokalisasi

Dasar Hukum yang Membolehkan LokalisasiHIV&AIDS telah benar mewabah di Indonesia. Penyebarannya pun sudah sampai pada hampir semua kabupaten di Indonesia. Penyakit HIV yang salah satu penularannya disebabkan oleh pola hubungan yang tidak aman ini sering dialamatkan pada pekerja seks yang menjadi biang keladinya. Terlepas dari itu, wabah AIDS sudah menjadi ancaman serius bagi bangsa.
Untuk meminimalisir penularan HIV, salah satu Strategi Nasional dalam penanggulangan HIV dan AIDS yang sedang dikembangkan adalah membentuk organisasi komunitas yang akan menjadi wadah bagi mereka untuk turut berpartisipasi dalam program penanggulangan HIV dan AIDS. Salah satu yang sudah terbentuk dengan fasilitasi KPAN adalah Organisasi Pekerja Seks Indonesia (OPSI) yang menghuni tepat-tempat lokalisasi. Ini bisa dipahami, karena organisasi ini dibentuk oleh negara, maka kehadiran dan aktivitasnya menjadi legal. Tindakan-tindakan stigmatik dan kriminalisasi terhadap mereka menjadi tidak bisa dibenarkan. Sementara itu, perzinaan atau seks bebas merupakan perbuatan yang dilarang agama.
Pada hakikatnya, kewajiban pemerintah adalah menegakkan keadilan bagi masyarakat sehingga kemaslahatan tercapai. Pemerintah harus membuat regulasi yang melarang  praktek perzinahan dan pada saat yang sama menegakkan regulasi tersebut. Inilah maslahah ‘ammah yang wajib dilakukan pemerintah.

  تصرف الإمام على الرعية منوط بالمصلحة

perlakuan  (kebijakan) imam  atas rakyat mengacu pada maslahat

Lokalisasi hadir sebagai solusi pemerintah untuk mengurangi dampak negatif perzinahan, bukan menghalalkannya. Dengan dilokalisir, efek negatif perzinahan dapat dikelola dan dikontrol sehingga tidak menyebar ke masyarakat secara luas, termasuk penyebaran virus HIV. Dengan kontrol yang ketat dan penyadaran yang terencana, secara perlahan keberadaan lokalisasi akan tutup dengan sendirinya karena para penghuninya telah sadar dan menemukan jalan lain yang lebih santun.
Tujuan ini akan tercapai manakala program lokalisasi dibarengi dengan konsistensi kebijakan dan usaha secara massif untuk menyelesaikan inti masalahnya. Kemiskinan, ketimpangan sosial, peyelewengan aturan, dan tatatan sosial harus diatasi. Mereka yang melakukan praktik perzinahan di luar lokalisasi juga harus ditindak tegas. Jika saja prasyarat tersebut dilakukan, tentu mafsadahnya lebih ringan dibanding kondisi yang kita lihat sekarang.

الضرر الأشد يزال بالضرر الأخف (  ابن النجيم  الحنفي ،  تحقيق مطيع الحافظ , الأشباه والنظائر، بيروت- دار الفكر ،  ص: 96)

Bahaya yang lebih besar dihilangkan dengan bahaya yang lebih ringan.” ( Ibn Nujaim Al-Hanafi, al-Asybah wa an-Nazhair, tahqiq Muthi` Al-Hafidz, Bairut-Dar Al-Fikr, hal: 96)

فإنكار المنكر أربع درجات الأولى أن يزول ويخلفه ضده الثانية أن يقل وإن لم يزل بجملته الثالثة أن يخلفه ما هو مثله الرابعة أن يخلفه ما هو شر منه فالدرجتان الأوليان مشروعتان والثالثة موضع اجتهاد والرابعة محرمة (ابن قيم الجوزية، إعلام الموقعين عن رب العالمين، تحقيق : طه عبد الرءوف سعد, بيروت-دار الجيل، 1983م، الجزء الثالث، ص. 4)

"Inkar terhadap perkara yang munkar itu ada empat tingkatan. Pertama : perkara yang munkar hilang  dan digantikan oleh kebalikannya ( yang baik atau ma’ruf); kedua : perkara munkar berkurang sekalipun tidak hilang secara keseluruhan; ketiga : perkara munkar hilang digantikan dengan kemunkaran lain yang kadar kemungkrannya sama. Keempat: perkara munkar hilang digantikan oleh kemungkaran yang lebih besar. Dua tingkatan yang pertama diperintahkan oleh syara’, tingkatan ketiga merupakan ranah ijtihad, dan tingkatan keempat hukumnya haram". (Ibn Qoyyim al-Jauziyah, I’lam al-Muwaqi'in an Rabbi al-‘Alamin, tahqiq: Thaha Abdurrouf  Saad, Bairut- Dar al-Gel, 1983. M, vol: III, h. 40)


(Sumber: Hasil Bahtsul Masail Diniyah Lembaga Kesehatan NU tentang Penanggulangan HIV-AIDS)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger... Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Edy_Hari_Yanto's  album on Photobucket
TPQ NURUDDIN NEWS : Terima kasih kepada donatur yang telah menyisihkan sebagian rezekinya untuk pembangunan TPQ Nuruddin| TKQ-TPQ "NURUDDIN" MENERIMA SANTRI DAN SANTRIWATI BARU | INFORMASI PENDAFTARAN DI KANTOR TPQ "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN-WONOAYU