tag:blogger.com,1999:blog-85737472772888690972024-02-20T22:10:23.290-08:00TPQ NURUDDINJangan pernah menyuruh anak untuk mengaji atau sholat.....
tapi ajaklah anak-anak mengaji dan melaksanakan sholatEdy Hariyantohttp://www.blogger.com/profile/18379773833056040833noreply@blogger.comBlogger1156125tag:blogger.com,1999:blog-8573747277288869097.post-26207943267244263702014-07-23T09:49:00.000-07:002014-07-23T09:49:20.420-07:00LAILATUL QADAR 1<br />
<span style="color: #38761d;"><b><span style="font-size: x-large;"><span class="qdji8uizy2" id="qdji8uizy2_4">Hikmah</span> dan Rahasia Lailatul Qadar</span></b></span><br />
<br />
<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1405446931.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img alt="Hikmah dan Rahasia Lailatul Qadar" border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1405446931.jpg" style="padding: 5px;" /></a>Inilah salah satu <span class="qdji8uizy2" id="qdji8uizy2_7">momentum</span>
yang dirahasiakan Allah swt dari makhluk-Nya. Karena malam ini begitu
istimewa, sungguh beruntung mereka yang pada malam ini sedang berada
dalam kondisi suci-bersih dari dosa, lebih-lebih jika dalam keadaan
beribadah dan berserah diri kepada-Nya. Karena pada malam inilah Allah
swt menurunkan al-Qur’an dari Luah Mahfudz ke <em>Baitul Izzah</em>, sebuah ruang yang berada di antara lauh mahfudh dan langit dunia.<br />
Di sanalah Allah swt menempatkan al-Qur’an sebelum diturunkan secara
berangsur oleh Malaikat Jibril kepada Rasulullah saw di malam <em>Nuzulul Qur’an</em>.<br />
Oleh karena itu, menjadi mafhum apabila malam <em>nuzulul qur’an</em>
adalah tanggal 17 Ramadhan, yaitu malam penerimaan al-Qur’an untuk
pertama kali oleh Rasulullah saw dari Malaikat Jibril. Sedangkan malam
Lailatul Qadar hanya Allah yang mengetahuinya.<br />
Begitulah Allah swt mengistimewakan momentum penurunan al-Quran ke
Baitul Izzah hingga menilainya seribu kali lipat bulan kebaikan dan
mengabadikannya dalam surat al-Qadar yang berati kemuliaan.<br />
<br />
<div dir="rtl">
<span style="color: #e06666;"><span style="font-size: x-large;"><span>إِنَّا أَنزَلْنَاهُ
فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ
وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْر سَلَامٌ هِيَ
حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ</span></span></span> .</div>
<br />
<em>Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam
kemulian. Dan tahukan kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan
itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikan
dan malaikan Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.
Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar</em><br />
Sebuah hadits menerangkan latar belakang momentum ini bahwa suatu
ketika Rasulullah saw sedang merenungkan tentang umur-umur umat beliau
yang tidak panjang seperti umurnya umat-umat nabi lainnya. Hal itu
berarti jumlah amal ibadah umat Rasulullah tidak sebanyak umat lain yang
memiliki umur yang panjang. Begitu sayangnya Rasulullah saw kepada
umatnya sehingga hal ini mengkhawatirkannya. Kemudian Allah berikanlah
malam laylatul qadar yang nilainya sama dengan nilai seribu bulan.
Sehingga beribadah di dalamnya sama dengan beribadah selama seribu
bulan.<br />
<br />
<div dir="rtl">
<span style="color: #e06666;"><span style="font-size: x-large;"><span>عن مالك رضي الله
عنه انه سمع من يثق به من اهل العلم يقول: ان رسول الله صلى الله عليه وسلم
ارى اعمار الناس قبله او ماشاء الله من ذلك فكانه تقاصر اعمار امته ان
يبلغوا من العمل مثل الذى بلغ غيرهم فاعطاه الله ليلة القدر من الف شهر</span></span></span></div>
<em> </em><br />
<em>Dari Imam Malik ra. bahwasannya beliau mendengar dari ulama
menjelaskan, bahwasannya Rasulullah saw. merenungkan umur-umur umat
manusia sebelumnya (mencapai ratusan tahun) dibandingkan umur para
umatnya yang lebih pendek. Beliau khawatir apakah ibadah umatnya dapat
menyamai ibadah umat nabi dahulu. Akhirnya Allah memberikan Lailatul
Qadar yang lebih baik dari seribu bulan.</em><br />
<br />
<div style="text-align: center;">
<em>********* </em></div>
<div style="text-align: center;">
<em><br /></em></div>
<div style="text-align: center;">
<em><br /></em></div>
<div style="text-align: left;">
<em>____________________________</em></div>
<div style="text-align: left;">
<em>www.nu.or.id/ubudiyah</em></div>
Edy Hariyantohttp://www.blogger.com/profile/18379773833056040833noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8573747277288869097.post-41598153384076690732014-07-23T09:33:00.002-07:002014-07-23T09:33:38.813-07:00LAILATUL QADAR 2<br />
<span style="color: #38761d;"><b><span style="font-size: large;"><span class="qdji8uizy2" id="qdji8uizy2_7">Alamat</span> dan Amalan Lailatul Qadar</span></b></span><br />
<br />
<br />
<br />
<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1405447104.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img alt="Alamat dan Amalan Lailatul Qadar" border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1405447104.jpg" style="padding: 5px;" /></a><span style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;">Demikian Allah swt merahasiakan malam <em>lailatul qadar</em> dari
umat manusia. Hanya orang-orang istimewa yang bisa memahami malam
istimewa. Termasuk orang istimewa itu adalah hamba pilihan yaitu
al-Musthafa Muhammad Rasulullah saw. Begitu istimewanya sehingga para
sahabat sangat mengidam-idamkan malam lailatul qadar dan memberanikan
diri bertanya kepada Rasulullah saw</span></span><br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<div dir="rtl">
<span style="color: #e06666;"><span style="font-size: x-large;"><span>فقد سئل رسول الله
صلى الله عليه وسلم عن علاملت ليلة القدر فقال هي ليلة بلجة اي مشرقة نيرة
لاحارة ولا باردة ولاسحاب فيها ولامطر ولاريح ولايرمى فيها بنجم ولاتطلع
الشمس صبيحتها مشعشة</span></span></span></div>
<em>Rasulullah saw pernah ditanya tentang tanda-tanda lailatul qadar,
maka beliau bersabda: yaitu malam yang terang dan bercahaya, udaranya
tidak panas dan tidak dingin, tidak ada mendung tidak ada hujan, tidak
ada gerak angin dan tidak ada bintang yang dilempar. Paginya <span class="qdji8uizy2" id="qdji8uizy2_6">matahari terbit</span> dengan terang tapi tidak terlalu memancar. </em><br />
Meskipun menjadi manusia piliahan yang sudah dijamin oleh Allah swt
kemuliaannya, Rasulullah saw tetap berusaha mendapatkan lailatul qadar
setiap bulan Ramadhan dengan melakukan ibadah malam entah itu shalat,
membaca al-Qur’an, beristighfar juga berzdikir dan berdo’a. Hal ini
dibuktikan sendiri oleh Aisyah dan disampaikan melalui haditsnya:<br />
<br />
<div dir="rtl">
<span style="color: #e06666;"><span style="font-size: x-large;"><span>كان رسول الله صلى الله عليه وسلم اذا دخل العشر احيا الليل وايقظ اهله وشد المئزر</span></span></span></div>
<br />
<em>Apabila Rasulullah saw. memasuki malam sepuluh terkahir bulan
Ramadhan, beliau beribadah dengan sungguh-sungguh serta membangunkan
anggota keluarganya. </em><br />
Begitulah gambaran dari Sayyidah Aisyah tentang Rasulullah saw dan
keluarganya dalam rangka memperoleh lailatul qadar. Bahkan Sayyidah
Aisyah sendiri sempat bertanya kepada Rasulullah saw tentang do’a yang
sebaiknya dibaca ketika memperoleh malam lailatul qadar.<br />
<br />
<div dir="rtl">
<span style="color: #e06666;"><span style="font-size: x-large;"><span>يا رسول الله اذا وفيت ليلة القدر فبم ادعوا؟ قال قولى "اللهم انك عفو تحب العفو فاعف عنى"</span></span></span></div>
<em>Wahai Rasulullah, kalau kebetulan saya tepat pada lailatul qadar,
do’a apakah yang harus saya baca? Nabi menjawab “bacalah “ALLAHUMMA
INNAKA ‘AFWUN TUHIBBUL AFWA FA’FU ‘ANNI – Ya Allah Engkaulah maha
pengampun, senang kepada ampunan, maka ampunilah aku”</em><br />
Wal hasil Rasulullah saw telah memberikan kepada umatnya beberpa
alamat tentang malam lailatul qadar, juga amalan dan do’a ketika
bertepatan memperolehnya.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
<span style="color: #38761d;"><span style="font-size: large;">*********</span></span> </div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
_____________________________</div>
<div style="text-align: left;">
<i>www.nu.or.id/ubudiyah</i></div>
Edy Hariyantohttp://www.blogger.com/profile/18379773833056040833noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8573747277288869097.post-30367224961978582902014-07-23T09:10:00.000-07:002014-07-23T09:10:09.416-07:00LAILATUL QADAR 3 (Habis)<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1405447692.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img alt="Waktu Lailatul Qadar Datang" border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1405447692.jpg" style="padding: 5px;" /></a><span style="color: #38761d;"><b><span style="font-size: large;">Waktu Lailatul Qadar Datang </span></b></span><br />
<br />
Ada empat hal yang dirahasiakan oleh Allah swt. pertama ridhanya
Allah dalam ibadah. Kedua murkanya Allah dalam maksyiat. Ketiga walinya
Allah dan Keempat lailatul qadar. kerahasiaan empat hal <span class="c5u4c4wjf" id="c5u4c4wjf_10">ini</span>
merupakan pemicu bagi umat muslim agar tidak menyepelekan segala amal
walaupun kecil adanya.<br />
<br />
Karena bisa saja ridha Allah terdapat dalam amal
yang kecil itu. Begitu juga agar tidak menyepelekan dosa sekecil apapun,
karena bisa saja yang kecil dan sepele itulah yang dimurkai Allah swt.<br />
Begitu juga mengenai wali Allah dirahasiakan oleh Allah swt supaya
umat muslim tidak meremehkan orang lain, karena mereka yang terlihat
hina di mata manusia bisa saja mulia di mata Allah. Adapun rahasia
lailatul qadar di bulan Ramadhan memberikan <span class="c5u4c4wjf" id="c5u4c4wjf_4">hikmah</span>
agar umat muslim selalu beribadah dengan terkun selama bulan Ramadhan
karena, bisa saja Allah swt menurunkan lailatul qadar di malam-malam
awal bulan Ramadhan, terserah kehendak-Nya.<br />
Karena kerahasiaan inilah maka ulama berbeda-beda pendapat mengenai
prediksi datangnya lailatul qadar tentunya sesuai dengan pengalaman
masing-masing. Imam al-Qaffal sebagaimana dinukil dalam <i>Bughyatul Mustarsyidin</i> menjelaskan bahwa hasil survei dan penelitian (istiqra’) para sufi dapat dirumuskan <b>seringnya</b> lailatul qadar jatuh pada sepuluh ganjil malam terakhir bulan Ramadhan yang dihubungkan dengan awal bulan puasa.<br />
<br />
<div style="text-align: right;">
<b><span style="color: #e06666;"><span style="font-size: large;">ياسائلى عن ليلة القدر التى * فى عشر رمضان الأخير حلت</span></span></b></div>
<b><span style="color: #e06666;"><span style="font-size: large;">
</span></span></b>
<div style="text-align: right;">
<b><span style="color: #e06666;"><span style="font-size: large;">فانها فى مفردات العشر * تعرف من يوم ابتداء الشهر</span></span></b></div>
<b><span style="color: #e06666;"><span style="font-size: large;">
</span></span></b>
<div style="text-align: right;">
<b><span style="color: #e06666;"><span style="font-size: large;">فبالأحد والأربعاء فالتاسعة * وجمعة مع الثلاثا السابعة</span></span></b></div>
<b><span style="color: #e06666;"><span style="font-size: large;">
</span></span></b>
<div style="text-align: right;">
<b><span style="color: #e06666;"><span style="font-size: large;">وان بدا الخميس فهى الخامسة * وإن بدا بالسبت فهى الثالثة</span></span></b></div>
<b><span style="color: #e06666;"><span style="font-size: large;">
</span></span></b>
<div style="text-align: right;">
<b><span style="color: #e06666;"><span style="font-size: large;">وإن بدا الاثنين فهى الحادى * هذا عن الصوفية الزهاد</span></span></b></div>
<br />
<i>Wahai orang yang bertanya tentang datangnya lailatul qadar di
sepuluh terakhir bulan ramadhan. Sesungguhnya datanya di malam-malam
ganjil sesuai dengan permulaan awal Ramadhan. Jika awal Ramadhan jatuh
pada hari Ahad dan Rabu, maka lailatul qadar akan datang dimalam 29, dan
jika awal Ramadhan jatuh pada hari Jum’ah atau Selasa maka lailatul
qadar akan datang dimalam 27. Jika jika awal Ramadhan jatuh pada hari
kamis maka lailatul qadar akan datang dimalam 25, dan jika awal Ramadhan
jatuh pada hari Sabtu maka lailatul qadar akan datang dimalam 23. Dan
jika jika awal Ramadhan jatuh pada hari Senin maka lailatul qadar akan
datang dimalam 21, inilah keterangan para sufi yang zahid.</i><br />
<br />
Perlu diingat bahwa keterangan di atas berdasar pada penelitian para
sufi yang didasarkan pada seringnya kehadiran lailatul qadar. Lain
halnya dengan pendapat Abu Yazid Al-Busthami yang mengaku telah dua kali
melihat lailatul qadar selama hidupnya. Keduanya terjadi pada malam 27
Ramadhan<br />
Hal ini hampir sama dengan pendapat dalam kitab <i>Al-haqaiq al-Hanafiyah </i> yang mengatakan bahwa dalam surat al-Qadar menyebutkan kata ‘qadar’ tiga kali (yaitu ayat 1,2 dan 3). Kalimat <i>lailatul qadar</i><br />
<span style="color: #38761d;"><b><span style="font-size: large;">(</span></b><span style="font-size: large;"><b>ليلة القدر</b>)
</span></span>terdiri dari 9 huruf. Apabila dikalikan tiga kali sesuai tersebut dalam
surat al-Qadar maka jumlahnya 27. Maka menjadi agak mafhum jika lailatl
qadar hadir di malam 27 Ramadhan.<br />
Meskipun demikian perlu digaris bawahi bahwa rahasia tetap ada di
tangan Allah swt dan hendaklah hari-hari tersebut disesuaikan dengan
alamat yang telah diberikan oleh Rasulullah saw yang telah diterangkan
pada tulisan lailatul qadar (2)<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
<span style="color: #38761d;"><b><b><span style="font-size: large;">*********</span></b></b></span></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="color: #38761d;"><span style="font-size: large;"><span style="font-size: small;">_______________________________________</span></span></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="color: #38761d;"><span style="font-size: large;"><span style="font-size: small;">www.nu.or.id/ubudiyah </span></span><b><b><span style="font-size: large;"> </span></b></b></span> </div>
Edy Hariyantohttp://www.blogger.com/profile/18379773833056040833noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8573747277288869097.post-28347087692310596982014-07-23T09:05:00.000-07:002014-07-23T10:07:38.205-07:00Ubudiyah (Artikel sekitar Ramadhan)<div class="box-judul1">
<div class="judul1">
<b><span style="color: green; font-size: large;">Terbaru</span></b></div>
</div>
<div class="box-slider" style="background-color: #c0a062; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; height: auto; width: 650px;">
<div style="margin-top: 5px; padding: 7px;">
<div class="box-slider">
<div style="margin-top: 0px; padding: 5px;">
<div class="float-left">
</div>
</div>
</div>
<div>
<a href="http://arekkemalangan.blogspot.com/2014/07/lailatul-qadar-3-habis.html" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="2" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1405447692.jpg" style="max-height: 200px;" /></a><br />
<div class="tanggal">
<br /></div>
<div class="prefix3">
LAILATUL QADAR 3 (Habis)</div>
<div class="judul7">
<a href="http://arekkemalangan.blogspot.com/2014/07/lailatul-qadar-3-habis.html">Waktu Lailatul Qadar Datang</a></div>
<div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;">
Ada empat hal yang dirahasiakan oleh Allah swt. pertama ridhanya Allah dalam ibadah. Kedua murkanya Allah dalam maksyiat. Ketiga walinya Allah dan Keempat lailatul qadar. kerahasiaan empat hal ini merupakan pemicu bagi umat muslim agar tidak menyepelekan segala amal walaupun kecil adanya. Karena bisa saja ridha Allah terdapat dalam amal yang kecil itu. Begitu juga agar tidak menyepelekan dosa sekecil apapun, karena bisa saja yang kecil dan sepele itulah yang dimurkai Allah swt.</div>
</div>
</div>
</div>
<br />
<br />
<div>
<div class="float-left" style="height: auto; margin: 5px 0px 0px 0px; width: 650px;">
<div class="margin-5">
<div style="background: #F2FEBF; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); padding: 7px;">
<div class="float-left">
</div>
<div>
<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1405447104.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1405447104.jpg" style="max-height: 100px; max-width: 100px;" /></a><br />
<div class="tanggal">
<br /></div>
<div class="prefix3">
<span style="color: blue;"><b><span style="font-size: large;">LAILATUL QADAR 2</span></b></span></div>
<div class="judul3">
<a href="http://arekkemalangan.blogspot.com/2014/07/lailatul-qadar-2.html"><span style="color: #38761d;"><b>Alamat dan Amalan Lailatul Qadar</b></span></a></div>
<div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;">
Demikian Allah swt merahasiakan malam <i>lailatul qadar</i> dari umat manusia. Hanya orang-orang istimewa yang bisa memahami malam istimewa. Termasuk orang istimewa itu adalah hamba pilihan yaitu al-Musthafa Muhammad Rasulullah saw. Begitu istimewanya sehingga para sahabat sangat mengidam-idamkan malam lailatul qadar dan memberanikan diri bertanya kepada Rasulullah saw</div>
</div>
</div>
</div>
<br />
<br />
<div style="background: #C8C8FE; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); padding: 7px;">
<div>
<div class="tanggal">
<br /></div>
<div class="prefix3">
<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1405446931.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1405446931.jpg" style="max-height: 100px; max-width: 100px;" /></a><b><span style="font-size: large;">LAILATUL QADAR 1</span></b></div>
<div class="judul3">
<a href="http://arekkemalangan.blogspot.com/2014/07/lailatul-qadar-1.html">Hikmah dan Rahasia Lailatul Qadar</a></div>
<div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;">
Inilah salah satu <span class="c5u4c4wjf" id="c5u4c4wjf_16">momentum</span> yang dirahasiakan Allah swt dari makhluk-Nya. Karena malam ini begitu istimewa, sungguh beruntung mereka yang pada malam ini sedang berada dalam kondisi suci-bersih dari dosa, lebih-lebih jika dalam keadaan beribadah dan berserah diri kepada-Nya. Karena pada malam inilah Allah swt menurunkan al-Qur’an dari Luah Mahfudz ke <i>Baitul Izzah</i>, sebuah ruang yang berada di antara lauh mahfudh dan langit dunia.</div>
</div>
</div>
<br />
<div style="background: #FEBFDC; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); margin-top: 7px;">
<div class="float-left">
</div>
<div>
<div class="tanggal">
<br /></div>
<div class="judul3">
<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1405446171.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1405446171.jpg" style="max-height: 100px; max-width: 100px;" /></a><a href="http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,10-id,53302-lang,id-c,ubudiyah-t,Fadhilah+Bertadarus+Al+Qur%E2%80%99an-.phpx">Fadhilah Bertadarus Al-Qur’an</a></div>
<div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;">
Bulan Ramadhan adalah sebaik-baik ruang untuk melipat gandakan amal. Karena itu menjadi aneh jika seorang muslim tidak tertarik untuk mengisi Ramadhan dengan amal ibadah karena merasa cukup dengan amalnya pada hari-hari biasa.Adapun sebaik-baik amal ibadah apalagi di bulan Ramadhan adalah membaca al-Qur’an.</div>
</div>
</div>
<br />
<div style="background: #e1e1e1; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); margin-top: 7px;">
<div class="float-left">
</div>
<div>
<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1405482795.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1405482795.jpg" style="max-height: 100px; max-width: 100px;" /></a><br />
<div class="tanggal">
<br /></div>
<div class="judul3">
<a href="http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,10-id,53314-lang,id-c,ubudiyah-t,Hikmah+Puasa+Menurut+Kiai+Ali+Maksum-.phpx">Hikmah Puasa Menurut Kiai Ali Maksum</a></div>
<div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;">
Dalam kitabnya yang berjudul <i>Risalatus Shiyam</i>, Kyai Ali Maksum menerangkan tentang beberapa <span class="c5u4c4wjf" id="c5u4c4wjf_4">hikmah</span> diwajibkannya puasa. Diantaranya, Pertama, pelaku puasa akan lebih dekat dengan sifat-sifat terpuji (<i>malakiyah</i>).</div>
</div>
</div>
<br />
<div style="background: #FEFF80; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); margin-top: 7px;">
<div class="float-left">
</div>
<div>
<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1404613714.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1404613714.jpg" style="max-height: 100px; max-width: 100px;" /></a><br />
<div class="tanggal">
<br /></div>
<div class="judul3">
<a href="http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,10-id,53099-lang,id-c,ubudiyah-t,30+Fadhilah+Shalat+Tarawih-.phpx">30 Fadhilah Shalat Tarawih</a></div>
<div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;">
Menyambung pembahasan mengenai tarawih yang sering disepelakan karena hukumnya yang sunnah, sungguh hal itu sangat-sangat keliru. Karena dalam kitab Durratun Nasihin disebutkan berbagai fadhilahnya sebagaimana yang diceritakan oleh baginda Ali karramallhu wajhah dalam sebuah hadits.</div>
</div>
</div>
<br />
<div style="background: #BFFFFE; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); margin-top: 7px;">
<div class="float-left">
</div>
<div>
<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1404612703.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1404612703.jpg" style="max-height: 100px; max-width: 100px;" /></a><br />
<div class="tanggal">
<br /></div>
<div class="judul3">
<a href="http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,10-id,53096-lang,id-c,ubudiyah-t,Jangan+Sepelekan+Tarawih-.phpx">Jangan Sepelekan Tarawih</a></div>
<div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;">
Ramadhan adalah bulan istimewa. Keistimewaan itu tidak hanya terletak pada kewajiban berpuasa bagi umat muslim, tetapi juga pada ragam ibadah yang hanya tersedia selama bulan Ramadhan dan juga lipatan pahala bagi yang mengerjakan. Diantara ibadah yang hanya ada di bulan ramadhan adalah shalat tarawih. Seringkali seorang muslim menganggap sepele terhadap tarawih, karena jumlah rakaat yang panjang dan hukumnya yang sunnah. Berbeda dengan puasa yang diwajibkan selama bulan Ramadhan serta pahala yang dijanjikannya.</div>
</div>
</div>
<br />
<div style="background: #FEBFEF; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); margin-top: 7px;">
<div class="float-left">
</div>
<div>
<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1404612518.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1404612518.jpg" style="max-height: 100px; max-width: 100px;" /></a><br />
<div class="tanggal">
<br /></div>
<div class="judul3">
<a href="http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,10-id,53095-lang,id-c,ubudiyah-t,Batalnya+Pahala+Puasa-.phpx">Batalnya Pahala Puasa</a></div>
<div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;">
Pada dasarnya hakikat puasa adalah <i>al-imsak</i> yaitu menahan. Menahan diri dari berbagai hal-hal yang membatalkan puasa dan yang membatalkan pahala puasa. Banyak orang berhasil melakukan puasa dengan menahan ini dari berbagai hal-hal yang membatalkan puasa, tetapi mereka tidak berhasil mendapatkan pahala.</div>
</div>
</div>
<br />
<div style="background: #E6FE80; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); margin-top: 7px;">
<div class="float-left">
</div>
<div>
<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1404612262.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1404612262.jpg" style="max-height: 100px; max-width: 100px;" /></a><br />
<div class="tanggal">
<br /></div>
<div class="judul3">
<a href="http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,10-id,53093-lang,id-c,ubudiyah-t,Hakikat+Ramadhan+dan+Fadhilahnya-.phpx">Hakikat Ramadhan dan Fadhilahnya</a></div>
<div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;">
Dalam kitabnya <i>Al-Ghunyah</i> Syaikh <span class="c5u4c4wjf" id="c5u4c4wjf_12">Abdul Qadir</span> al-Jailani menerangka bahwa Ramdhan dalam bahasa arab terdiri dari lima huruf. Masing-masing mengandung makna tersendiri. Huruf ra’ mengandung <i>ridhwanullah </i>artinya keridhaan Allah swt. Huruf mim mengandung makna <i>mahabatullah </i>artinya kesayangan Allah swt. </div>
</div>
</div>
<br />
<div style="background: #BFFEE3; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); margin-top: 7px;">
<div class="float-left">
</div>
<div>
<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1404453491.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1404453491.jpg" style="max-height: 100px; max-width: 100px;" /></a><br />
<div class="tanggal">
<br /></div>
<div class="judul3">
<a href="http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,10-id,53056-lang,id-c,ubudiyah-t,Sisa+Makanan+yang+Tertelan+Saat+Puasa-.phpx">Sisa Makanan yang Tertelan Saat Puasa</a></div>
<div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;">
Penting bersih-bersih mulut. Bersih-bersih tentu mencegah gigi berlubang, menghilangkan sisa makanan dan bau kurang sedap saat berpuasa. Meski sepele, hal ini penting diperhatikan dalam pergaulan. Bagi malaikat, bau mulut orang berpuasa mungkin sedap. Tetapi bagi manusia, aroma sejenisnya itu kurang menyenangkan lawan bicara. Syukur Alhamdulillah tidak mengundang lalat.</div>
</div>
</div>
<br />
<div style="background: #EABFFE; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); margin-top: 7px;">
<div class="float-left">
</div>
<div>
<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1403682063.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1403682063.jpg" style="max-height: 100px; max-width: 100px;" /></a><br />
<div class="tanggal">
<br /></div>
<div class="judul3">
<a href="http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,10-id,52870-lang,id-c,ubudiyah-t,Ziarah+Kubur+Menjelang+Ramadhan-.phpx">Ziarah Kubur Menjelang Ramadhan</a></div>
<div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;">
Diantara tradisi menjelang bulan Ramadhan (akhir Sya’ban) adalah ziarah kubur. Sebagian mengistilahkan tradisi ini sebagai <i>arwahan</i>, <i>nyekar</i> (sekitar <span class="c5u4c4wjf" id="c5u4c4wjf_11">Jawa Tengah</span>), <i>kosar</i> (sekitar JawaTimur), <i>munggahan</i> (sekitar tatar Sunda) dan lain sebagainya. Bagi sebagian orang, hal ini menjadi semacam kewajiban yang bila ditinggalkan serasa ada yang kurang dalam melangkahkan <span class="c5u4c4wjf" id="c5u4c4wjf_17">kaki</span> menyongsong puasa Ramadhan.</div>
</div>
</div>
<br />
<div style="background: #CCFE80; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); margin-top: 7px;">
<div class="float-left">
</div>
<div>
<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1403054535.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1403054535.jpg" style="max-height: 100px; max-width: 100px;" /></a><br />
<div class="tanggal">
<br /></div>
<div class="judul3">
<a href="http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,10-id,52703-lang,id-c,ubudiyah-t,Makna+dan+Fadhilah+Bulan+Sya%E2%80%99ban-.phpx">Makna dan Fadhilah Bulan Sya’ban</a></div>
<div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;">
Sya’ban dalam bahasa arab terdiri dari lima huruf. Syin, ain, ba’, alif dan nun. Huruf syin mewakili kata <i>syaraf</i> yang bermakan kemuliaan. Huruf ain adalah singkatan dari <i>‘uuwwi</i> yang berarti tingkat tinggi. Huruf ba’ dari kata <i>birr</i> yaitu <span class="c5u4c4wjf" id="c5u4c4wjf_14">kebaikan</span>. Adapun alif dari kata <i>ulfah</i> yang mengandung makna kasih <span class="c5u4c4wjf" id="c5u4c4wjf_13">sayang</span>. Sedangkan nun dari kata <i>nur</i> yang berarti cahaya. Inilah segala predikat yang melekat dalam bulan sy’ban yang disediakan oleh Allah swt. untuk hamba-hambanya.</div>
</div>
</div>
<br />
<div style="background: #BFCFFE; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); margin-top: 7px;">
<div>
<div class="tanggal">
<br /></div>
<div class="prefix3">
ISRA' MI'RAJ X</div>
<div class="judul3">
<a href="http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,10-id,52344-lang,id-c,ubudiyah-t,Fadilah+Rasulullah+di+atas+Nabi+Musa-.phpx">Fadilah Rasulullah di atas Nabi Musa</a></div>
<div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;">
Kalimullah adalah prediket istimewa yang hanya diberikan oleh Allah kepada Nabi Musa as. Beliaulah nabi yang semasa hidupnya diberi anugerah kemampuan berkomunikasi dengan Allah swt secara langsung. Pertemuan antara keduanya terjadi di langit ke enam.</div>
</div>
</div>
<br />
<div style="background: #FECCBF; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); margin-top: 7px;">
<div>
<div class="tanggal">
<br /></div>
<div class="prefix3">
ISRA' MI'RAJ IX</div>
<div class="judul3">
<a href="http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,10-id,52296-lang,id-c,ubudiyah-t,Maqam+Mahabbah+Nabi+Harun+as-.phpx">Maqam Mahabbah Nabi Harun as</a></div>
<div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;">
Nabi Harun berada di langit ke lima ketika Rasulullah saw bersama Jibril mengunjunginya. Nabi Harun as memiliki jenggot dua warna, sebagaian berwarna putih dan setengah yang lain berwarna hitam.</div>
</div>
</div>
<br />
<div style="background: #FEF2BF; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); margin-top: 7px;">
<div>
<div class="tanggal">
<br /></div>
<div class="prefix3">
ISRA' MI'RAJ VIII</div>
<div class="judul3">
<a href="http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,10-id,52294-lang,id-c,ubudiyah-t,Belajar+Kematian+Kepada+Nabi+Idris+as-.phpx">Belajar Kematian Kepada Nabi Idris as</a></div>
<div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;">
Di langit ke empat Rasulullah saw diantar Jibril bertemu dengan Nabi Idris as. Ia berada dalam posisi di atas. Karena demikianlah karunia yang diberikan Allah swt kepadanya. Nabi Idris adalah nabi yang pernah merasakan surga selama hidup di dunia. </div>
</div>
</div>
<br />
<div style="background: #F2FEBF; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); margin-top: 7px;">
<div>
<div class="tanggal">
<br /></div>
<div class="prefix3">
ISRA' MI'RAJ VII</div>
<div class="judul3">
<a href="http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,10-id,52293-lang,id-c,ubudiyah-t,Berjumpa+Nabi+Yusuf+as+di+Langit+yang+Ketiga-.phpx">Berjumpa Nabi Yusuf as di Langit yang Ketiga</a></div>
<div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;">
ثم صعد الى السماء الثالثة فاستفتح جبريل قيل ومن هذا قال جبريل ومن معك قال محمد قيل أوقد أرسل اليه قال نعم قيل مرحبا به وأهلا حياه الله من أخ ومن خليفة فنعم الأخ ونعم الخليفة ونعم المجئ جاء ففتح لهما فلما خلصا اذا هو بيوسف...<b></b></div>
<b> </b></div>
<b> </b></div>
<b> </b></div>
<b> </b></div>
<br />
<b></b>Edy Hariyantohttp://www.blogger.com/profile/18379773833056040833noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8573747277288869097.post-23928582608246881532014-06-11T12:59:00.001-07:002014-06-11T12:59:38.354-07:00Meluruskan Sejarah<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1349162359.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img alt="Meluruskan Sejarah" border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1349162359.jpg" style="padding: 5px;" /></a>Sejarah perlu dipahami secara utuh dan berkesinambungan. Pemahaman
sejarah yang hanya dengan membaca potongan-potongan fragmen, sementara
sebagian fragmen telah dipenggal dan ditutup-tutupi, akan melahirkan
pemahaman menyimpang. Tidak hanya itu, bahkan bisa memutarbalikkan fakta
dalam peristiwa. Hal itu terjadi di tengah bangsa ini dalam memahami
sejarah pemberontakan PKI.<br /><br />Dalam pandangan sejarah kontemporer
yang tidak benar, PKI hanya dianggap membuat maneuver hanya tahun 1965.
Itu pun juga tidak sepenuhnya diakui, sebab peristiwa berdarah itu
dianggap hanya manuver TNI Angkatan Darat. Kemudian dibuat kesimpulan
bahwa PKI tidak pernah melakukan petualangan politik. Mereka dianggap
sebagai korban konspirasi dari TNI AD dan ormas Islam anti PKI seperti
NU dll.<br /><br />Pemberontakan PKI pertama kali dilakukan tahun 1926,
kemudian dilanjutkan dengan Pemberontakan Madian 1948 dan dilanjutkan
kembali pada tahun 1965 adalah suatu kesatuan sejarah yang saling
terkait. Para pelakunya saling berhubungan. Tujuan utamanya adalah
bagaimana mengkomuniskan Indonesia dengan mengorbankan para ulama dan
aparat negara.<br /><br />Pemberontakan Madiun 1948 yang dilakukan PKI
beserta Pesindo dan organ kiri lainnya menelan ribuan korban baik dari
kalangan santri, para ulama, pemimpin tarekat, yang dibantai secara
keji. Selain itu berbagai aset mereka seperti masjid, pesantren dan
madrasah dibakar. Demikian juga kalangan aparat negara baik para
birokrat, aparat keamanan, poliisi dan TNI banyak yang mereka bantai
saat mereka menguasai Madiun dan sektarnya yang meliputi kawasan
startegis Jawa Timur dan Jawa Tengah.<br /><br />Anehnya, PKI menuduh
pembantaian yang mereka lakukan itu hanya sebagai manuver Hatta. Padahal
jelas-jelas Bung Karno Sendiri yang berkuasa saat itu bersama Hatta
mengatakan pada Rakyat bahwa Pemberontakan PKI di Madiun yang dipimpin
Muso dan Amir Syarifuddin itu sebuah kudeta untuk menikam republik dari
Belakang, karena itu harus dihancurkan. Korban yang begitu besar itu
ditutupi oleh PKI, karena itu tidak lama akemudian Aidit menerbitkan
buku Putih yang memutarbalikkan Fakta pembantaian Madiun itu. Para
penulis sejarah termakan oleh manipulasi Aidit itu. Tetapi rakyat, para
ulama dan santri sebagai korban tetap mencatat dalam sejarahnya sendiri.<br /><br />Karena
peristiwa itu dilupakan maka PKI melakukan agitasi dan propaganda
intensif sejak dimulainya kampanye Pemilu 1955, sehingga suasana politik
tidak hanya panas, tetapi penuh dengan ketegangan dan konflik. Berbagai
aksi teror dilakukan PKI. Para kiai dianggap sebagai salah satu dari
setan desa yang harus dibabat. Kehidupan kiai dan kaum santri sangat
terteror, sehingga mereka selalu berjaga dari serangan PKI.<br /><br />Fitnah,
penghinaan serta pembunuhan dilakukan PKI di berbagai tempat, sehingga
terjadi konflik sosial yang bersifat horisontal antara pengikut PKI dan
kelompok Islam terutama NU. Serang menyerang terjadi di berbagai tempat
ibadah, pengrusakan pesantren dan masjid dilakukan termasuk perampasan
tanah para kiai. Bahkan pembunuhan pun dilakukan. Saat itu NU melakukan
siaga penuh yang kemudian dibantu oleh GP Ansor dengan Banser sebagai
pasukan khusus yang melindungi mereka. Lagi-lagi Kekejaman yang
dilakukan PKI terhadap santri dan kiai dan kalangan TNI itu dianggap
hanya manuver TNI AD.<br /><br />Sejarah dibalik. Yang selama ini PKI
bertindak sebagai pelaku kekejaman, diubah menjadi pihak yang menjadi
korban kekejaman para ulama dan TNI. Lalu mereka membuat berbagai
maneuver melalui amnesti internasional dan mahkamah internasional,
termasuk Komnas HAM. Karena mereka pada umumnya tidak tahu sejarah, maka
dengan mudah mempercayai pemalsuan sejarah seperti itu. Akhirnya
kalangan TNI, pemerintah dan NU yang membela diri dan membela agama
serta membela ideologi negara itu dipaksa minta maaf, karena dianggap
melakukan kekejaman pada PKI.<br /><br />PKI telah menciptakan suasana sedemikian tegang ,sehingga sampai pada situasi <em>to kill or to be killed</em>
(membunuh atau dibunuh), dalam sebuah perang saudara. Oleh karena itu
kalau diperlukan perdamaian maka keduanya bisa saling member maaf, bukan
permintaan maaf sepihak sebagaimana mereka tuntut, karena justeru
kesalahan ada pada mereka dengan melakukan agitasi serta teror bahkan
pembantaian.<br /><br />Pemahaman sejarah yang menyimpang ini harus
diluruskan karena telah menyebar luas. Bahkan tidak sedikit kader NU
yang berpandangan demikian, karena itu harus diluruskan, karena ini
menyangkut peran politik NU ke depan.<br /><br />Demi membangun Indonesia ke
depan yang utuh dan tanpa diskriminasi NU bersedia memaafkan PKI sejauh
mereka minta maaf. NU boleh memaafkan PKI tetapi sama sekali tidak
boleh melupakan semua petualangan PKI, agar tidak terjerumus dalam
lubang sejarah untuk ketiga kali. Dengan demikian bisa bersikap
proporsional, bersahabat, bekerjasama dengan semua pihak, namun tetap
menjaga keberadaan agama, keutuhan wilayah, komitmen ideologi serta
keamanan negara.<br /><br />
<div style="text-align: right;">
Jakarta, 1 Oktober 2012<br /><br /><br /><strong>H As’ad Said Ali</strong><br /><em>Wakil Ketua Umum PBNU</em></div>
Edy Hariyantohttp://www.blogger.com/profile/18379773833056040833noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8573747277288869097.post-3462192222647005282014-06-11T12:47:00.002-07:002014-06-11T12:47:42.534-07:00Visi NU 2013<div class="text-c">
<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1357715824.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img alt="Visi NU 2013" border="0" height="191" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1357715824.jpg" style="padding: 5px;" width="320" /></a>Berangkat dari berbagai persoalan yang dihadapi
bangsa ini sejak beberapa tahun yang lalu, maka mulai awal tahun 2013
ini hingga beberapa tahun sesudahnya diharapkan ada kemajuan yang
berarti bagi bangsa ini baik di bidang sosial-politik, bidang ekonomi
dan bidang kebudayaan.<br />
Oleh sebab itu, NU kembali mengajak seluruh komponen bangsa baik
pemerintah, kalangan TNI, partai politik, kalangan bisnis, kelompok
profesional, kalangan Ormas, lembaga swadaya masyarakat dan tidak
ketinggalan pula kalangan agamawan agar bersatu padu untuk menyelesaikan
berbagai permasalahan yang dihadapi rakyat dan bangsa ini dengan
menggunakan cara dan sarana yang dimiliki oleh bangsa ini sendiri.<br /><br />Ke
depan, kita ingin mencari soluasi yang tepat dan relevan, karena itu
kita harus memulai berani dan percaya diri mencari solusi dari khazanah
filsafat dan budaya kita sendiri serta menerapkan strategi yang
diwariskan oleh bangsa ini dalam menata masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam kenyataannya sistem sosial, sistem politik ketetanegaraan kita,
sistem ekonomi dan gerak budaya kita telah menyimpang dari tata nilai
banagsa ini. Karena itu, harus diluruskan kembali.<br /><br /><strong>I.Bidang Politik Ketatanegaraan</strong><br /><br />Sejak
masa reformasi, sistem politik ketatanegaraan kita dibangun berdasarkan
falsafah liberalism dan individualism. Demikian hanya struktur politik
juga dibentuk berdasarkan liberalism itu. Dipermukaan memang menunjukkan
kemajuan, tetapi secara subtantif banyak menimbulkan persoalan.
Demokrasi yang dikembangkan berdasarkan hak dan kebebasan tanpa batas
telah memicu terjadinya konflik antarkelompok. Karena itu, sistem sosial
dan politik perlu ditata kembali berdasarkan falsafah dan tradisi
bangsa ini.<br /><br />Tahun-tahun mendatang, bangsa ini akan dihadapkan
pada situasi yang sangat politis. Karena itu, semua pihak yang
berkompetisi meraih kekuasaan di tahun 2014 hendaklah bisa menahan diri
dan tetap menjaga norma dan aturan main serta fatsun politik agar
masyarakat tetap rukun dan bangsa ini utuh dan aman.<br /><br />Penataan
kembali struktur politik dan dibarengi dengan perbaikan mental dan
perilaku para pelaku politik ini diharapkan akan merupaklan dasar dari
pemerintahan yang bersih dari korupsi dan diharapkan mampu memberikan
kesejahateraan rakyat dan mampu menjaga keutuhan dan kewibawaan negara.
Kembali pada semangat revolusi dan kesetiaan pada nilai-nilai luhur
Pancasila haruslah menjadi titik tolak dari semua gerak dan langkah
politik ini.<br /><br /><strong>II. Bidang Ekonomi</strong><br /><br />Liberalisasi
di bidang ekonomi yang lebih mengutamakan kepentingan usaha besar dan
kepentingan asing dengan mengabaikan usaha rakyat serta usaha nasional
telah meruntuhkan fundasi ekonomi nasional yang beroroientasi
kerakyatan. Apalagi setelah pemerintah menjalankan agenda WTO secara
menyeluruh melalui proses importasi yang tanpa batas, menjadikan negara
ni dibanjiri oleh produk asing. Tidak hanya barang industri, tetapi juga
bahan pertanian, khususnya pangan, sehingga menghancurkan usaha
pertanian rakyat.<br /><br />Pertumbuhan ekonomi makro nasional yang diklaim
sebesar antara 6 hingga 7 persen, bukanlah pertumbuhan yang riil ada di
masyarakat. Itu hanya pertumbuhan di kalangan skala kecil penguasaha
yang sebagaian besar juga dikuasai asing. Sementara ekonomi rakyat
semakin terupuk, ketika tidak mendapatkan subsidi, serta tidak mendapat
perlindungan pemerintah dari serbuan produk asing. KUR yang selama ini
dipropagandakan, hingga kini belum menyentuh pada rakyat yang
membutuhkannya. Karena itu, PBNU berharap agar pemerintah segera
mengubah orientasi dan kebijakan ekonominya, menjadi ekonomi yang
memperkuat ekonomi nasional khususnya ekonomi rakyat, agar rakyat
sejahtera dan negara terbebas dari jerat utang. Bantuan produktif di
sektor pertanian baik berupa teknik dan proteksi serta fasilitas pasar,
akan jauh lebih berarti dan lebih dibutuhkan rakyat, ketimbang bantuan
langsung tunai (BLT) yang konsumtif yang membuat rakyat pasif. Ekonomi
akan tumbuh bila rakyat bertindak kreatif dan ini perlu fasilitas dan
insentif yang memadai.<br /><br /><strong>III. Bidang Kebudayaan</strong><br /><br />Bangsa
Indonesia dan bangsa Timur lainnya memiliki budaya tradisi yang adat
serta norma yang sesuai dengan kondisi ketimuran. Tetapi dengan hadirnya
globalisme yang mempropagandakan budaya Barat bahkan dipaksakan melalui
pelbagai sarana dan media seperti lembaga pendidikan, media massa, seni
budaya, ternyata telah mengubah perilaku dan adat istiadat masyarakat.
Semuanya ini telah mengakibatkan terjadinya “kaget budaya”. Kekagetan
budaya ini mengakibatkan masyarakat mengalami split moral. Maka perlu
adanya penataan di bidang seni budaya, pendidikan dan media massa.
Semuanya harus diarahkan untuk membentuk karakter dan menanamkan
moralitas serta kreativitas. <span> </span><br />1. Dalam masyarakat Timur
yang mengenal falsafah mikul duwur mendem jero, yaitu menjunjung tinggi
moralitas dan menjaga kerahasiaan, telah diubah manjadi masyarakat
transparan sehingga dengan alasan untuk memperoleh kebebasan informasi
maka setiap individu bisa dikorek informasinya dengan tanpa menghormati
batas privasi seseorang. Setiap orang yang berperkara diungkap dengan
sedetil-detilnya. Hal itu tidak hanya terbukanya aib seseorang, tetapi
lebih berbahaya lagi adalah kejahatan tersebut disosialisasikan sehingga
ditiru oleh pihak lain. Demikian juga dalam produksi seni budaya baik
dalam film, tari, musik serta berbagai talkshow telah mempertontonkan
adegan erotis di depan umum seperti berpelukan antara pria-wanita yang
bukan muhrim, membuka aurat dan gerakan erotis lainnya, telah mewarnai
dunia pertunjukan di negeri ini dan disebarkan melalui TV dan internet
sehingga mengubah perilaku remaja. Padahal perilaku semacam itu
bertentangan dengan norma ketimuran dan agama Islam.<br /><br />2.
Pendidikan nasional haruslah dikembalikan pada filosofi dasar dan tujuan
awalnya, yaitu untuk memanusiakan manusia. Dengan demikian, pendidikan
perlu dijuahkan dari unsur bisnis, karena hal yang demikian akan
menjauhkan masyarakat dari pendidikan. Pendidikan haruslah dikembalikan
sebagai pusat pembudayaan, penanaman nilai budaya dan pusat pengembangan
budaya. Di situlah pentingnya menempatkan lembaga pendidikan di segala
strata sebagi pusat pemebentukan karakter. Ketika bangsa Indonesia mulai
mengalami memudar karakternya, maka dunia pendidikan yang mengemban
tugas pembentukan karakter bangsa ini dengan menggali, mengaktualisasi
budaya nasional yang ada, sehingga masyarakat bangga terhadap budaya
sendiri.<br /><br />3. Mesdia massa merupakan sarana penting untuk
penyebaran informasi dan pendidikan masal. Karena itu, media harus
dikembalikan pada tujuan awal, yaitu menanamkan nilai-nilai, yang dalam
hal ini adalah nilai keagamaan dan adat ketimuran. Kebebasan memperoleh
informasi hendaklah tidak digunakan untuk membongkar aib seseorang.
Demikian juga kebebasan memperoleh informasi janganlah digunakan untuk
membongkar rahasia negara sehingga mengancam kepentingan negara. Dalam
pemberintaan media massa hendaklah tetap berpegang pada norma agama,
norma susila serta menjaga keamanan dan kerukunan nasional.<br /><br /><strong>Penutup</strong><br /><br />Sebagai
organisasi sosial keagamaan, NU berharap agar bangsa ini menjadi bangsa
yang maju dan berperadaban tinggi setara dengan peradaban yang lain.
Kemajuan ini hanya bisa diperoleh bila bangsa ini memiliki rasa percaya
diri dan bangga dengan tradisi dan budaya sendiri. Untuk menjadi bangsa
yang bangga terhadap budaya sendiri, perlu usaha pembinaan dan
pembentukan karakter. Lembaga negara, lembaga pendidikan, lembaga
kesenian, termasuk lembaga ekonomi, dan media masa, perlu digunakan
sepenuh-penuhnya dan seluruhnya untuk membangun karakter bangsa ini. Dan
sekaligus sebagai sarana memajukan bangsa.<br /><br />
<div style="text-align: right;">
<strong>Jakarta, 9 Januari 2013</strong><br /><br /><strong>KH Said Aqil Siroj</strong><br /><strong>Ketua Umum PBNU</strong><br /><br /></div>
<div style="text-align: left;">
*<em> Disampaikan dalam kegiatan Refleksi Awal Tahun 2013 di Kantor PBNU Jakarta, Rabu (9/1).</em></div>
</div>
Edy Hariyantohttp://www.blogger.com/profile/18379773833056040833noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8573747277288869097.post-25645713156581084542014-06-11T12:20:00.001-07:002014-06-11T12:20:36.691-07:00 Taushiyah KH SAID AQIL SIROJ<span style="color: #e06666;"><span style="font-size: x-large;"><span><span style="color: #38761d;"><i>Sambutan "Tokoh Perubahan Republika 2012"</i></span> </span></span></span><br />
<br />
<br />
<span style="color: #e06666;"><span style="font-size: x-large;"><span>بِسْمِ الله،
الْحَمْدُ ِلله، وَالصَّلاَةُ</span></span></span><br />
<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1369744979.JPG" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img alt="Sambutan " border="0" height="310" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1369744979.JPG" style="padding: 5px;" width="320" /></a><span style="color: #e06666;"><span style="font-size: x-large;"><span>وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا
مُحَمَّد رَسُوْلِ الله، وَعَلَى ألِهِ وَصَحَابَتِهِ وَمَنْ تَبِعَ
سُنَّتَهُ وَجَمَاعَتَه، مِنْ يَوْمِنَا هَذَا إِلَى يَوْمِ الْبَعْثِ
وَالنَّهْضَة</span></span></span><br />
<span style="color: #e06666;"><span style="font-size: x-large;">
</span></span><br />Hadirin yang saya hormati,<br /><br />Saya hanyalah manusia biasa yang tidak punya kontribusi apapun baik terhadap umat maupun bangsa ini. Namun pada malam hari ini <em>Republika</em>
memberikan anugerah kepada saya sebagai salah satu tokoh perubahan
2012. Saya ucapkan terima kasih yang tiada terhingga atas pemberian
anugerah ini, semoga bisa menjadi pemicu bagi saya agar bisa berbuat
lebih untuk umat dan bangsa ini.<br /><br />Tentu, masih banyak tokoh yang
lebih berhak dan pantas menerima penghargaan ini. Akan tetapi,
pertanyaan mendasarnya mungkin bukan terletak pada siapakah yang berhak
dianugerahi penghargaan, namun benarkah sudah terjadi perubahan?<br /><br />Ini
merupakan pertanyaan yang tidak menuntut retorika jawaban, apalagi
diuraikan dalam sebuah pidato sambutan. Ini ialah pertanyaan yang hanya
bisa dijawab melalui kesungguhan usaha dan ikhtiar, yang hanya bisa
dirasakan dalam kenyataan dan keseharian. <br /><br />Sekian lama dan sekian
banyak tempat yang saya singgahi di penjuru Nusantara, melihat
kenyataan yang ada, di mana-mana pertanyaan ihwal "perubahan" tetap
sama. Perubahan ke arah yang bermartabat, menuju derajat manusia
paripurna, insan kamil. Apakah kita sudah atau sedang benar-benar
berubah? <br />
"<em>Sesungguhnya Allah tidak mengubah apa yang ada pada sebuah kaum hingga mereka mengubah apapun yang ada pada diri mereka</em>." (QS Ar Ra'du 11)<br /><br />Islam
hadir dan mengajarkan kita untuk berubah dan firman Allah tadi tentunya
bisa mendorong kita untuk berubah menjadi lebih baik.<br /><br />Hingga
hari ini impian saya adalah menyaksikan Indonesia yang hidup dan
menyadari fitrahnya. Indonesia yang dihidupi manusia-manusia unggul yang
tahu betul apa arti kerukunan, keutuhan, dan keselamatan bangsa ini.
Itu impian saya, saya belum menyaksikannya. Apakah kita sudah atau
sedang benar-benar berubah? <br /><br />Islam adalah agama yang membawa
rahmat, peradaban, budaya, dan moral. Dalam suasana dimana formalisme
jadi candu pikiran, memahami Islam sebagai agama kemanusiaan bukanlah
perkara mudah, kadang malah dianggap kesesatan. Dalam suasana dimana
formalisme jadi candu pikiran, agama lebih gampang dianggap sebagai
doktrin yang beku dan instan. <br /><br />Artinya: "<em>Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam</em>." (QS Al Anbiya: 107)<br /><br />Pada
kesempatan kali ini saya ingin mengajak segenap warga bangsa Indonesia,
termasuk saya sendiri di dalamnya, untuk menghargai dan menjunjung
tinggi perbedaan yang ada di antara kita. Yakni perbedaan agama, suku,
ras, dan lain sebagainya. Perbedaan ini merupakan anugerah dari Allah
untuk kita, dan oleh karenanya saya berharap perbedaan itu justru bisa
menyatukan kita. Perbedaan bukan hanya menyatukan, tapi juga memudahkan
terjadinya perubahan.<br /><br />Demikian yang dapat saya utarakan. Sekali
lagi mohon maaf atas segala kekurangan dan terima kasih atas penghargaan
Republika yang "menambah beban" ini. Semoga apa yang kita kerjakan ini
punya nilai manfaat dan keberkahan. Amin.<br />
<br /><strong>Jakarta, 30 April 2013</strong>Edy Hariyantohttp://www.blogger.com/profile/18379773833056040833noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8573747277288869097.post-40586079077659688862014-06-11T12:02:00.001-07:002014-06-11T12:02:12.864-07:00KETUA UMUM PBNU<div class="text-c">
<span style="color: #38761d;"><i><b><span style="font-size: large;"> Makna Kembali ke Pesantren</span></b></i></span><br />
<br />
<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1369744782.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img alt="Makna Kembali ke Pesantren" border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1369744782.jpg" style="padding: 5px;" /></a>Tiga puluh tahun yang lalu yakni tahun 1984
tepatnya di Situbondo, NU mencanangkan gerakan "Kembali ke Khittah
1926". Langkah strategis itu telah membawa kemajuan yang sangat berarti
bagi NU, sehingga menjadi organisasi yang besar, kuat dan disegani. Pada
hakekatnya kembali ke Khittah adalah kembali pada spirit, pola pikir
serta nilai luhur pesantren.<br />
Karena itulah pada periode ini NU mencanangkan gagasan besar Kembali
Ke Pesantren, sebagai realisasi mengembalikan Khittah serta jati diri NU
yang lahir dan besar di Pesantren. Maka sudah selayaknya dalam usianya
yang ke-90 tahun ini NU menegaskan kembali gagasan mulia tersebut.<br /><br />Pesantren
merupakan khazanah peradaban Nusantara yang telah ada sejak zaman
Kapitayan, sebelum hadirnya agama-agama besar seperti Hindu, Budha dan
Islam. Pertemuan dengan agama besar tersebut pesantren mengalamai
perubahan bentuk dan isi sesuai dengan karakter masing-masing agama,
tetapi misi dan risalahnya tidak pernah berubah, yaitu memberikan muatan
nilai spiritual dan moral pada setiap perilaku masyarakat sehari-hari,
baik dalam kegiatan sosial, ekonomi maupun kenegaraan.<br /><br />Sejak awal
pesantren menjadi pusat pendidikan masyarakat mulai dari bidang agama,
kanuragan (bela diri), kesenian, pereonomian dan ketatanegaraan. Karena
itulah para calon pimpinan agama, para pujangga bahkan para pangeran
calon raja dan sultan semuanya didik dalam dunia pesantren atau
padepokan. Para pandita, panembahan atau Kiai yang mengasuh para murid,
cantrika atau santri dlam belajar sehari hari.<br /><br />Zaman Islam
terutama pada masa Walisongo, pesantren yang semula bernuansa
Hindu-Budha mulai mendapatkan nuansa Islam, sejalan dengan tersebarnya
agama baru ini. Dari pesantren itulah agama diajarkan secara luas di
tengah masyarakat. Dan diajarkan secara mendalam, dengan mempelajari
berbagai kitab babon, sehingga melahirkan ulama atau kiai besar yang
menjadi penerus perjuangan para wali. Berbagai kitab yang diajarkan di
pesantren saat ini, baik kurikulum, kitab dan metodenya semuanya berasal
dari generasi para wali dan kiai sesudahnya. Metode itulah yang
terbukti berhasil melahirkan berbagai ulama dan pujangga serta sultan
yang berpengaruh dalam sejaha Islam Nusantara. Paku Buwono VI dan
Panageran Sambernyowo (Mangkunegoro I) juga Pangeran Diponegoro tokoh
besar yang piawai dalam politik dan lihai dalam perang, tak pernah
terkalahkan dalam perang, semuanya murni hasil pendidikan politik
pesantren.<br /><br />Baru ketika kolonial datang dengan kebijakan Politik
Etisnya tahun 1900, memperkenalkan pendidikan sekolah yang hanya
mengajarkan ilmu-ilmu keduniaan dengan dasar rasional semata, mulailah
terjadi dualisme pendidikan Nusantara. Pendidikan yang semua terpadu
mulai dipisah antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum. Karena
pendidikan Barat tidak mengenal ilmu agama, hanya mengenal ilmu umum
sementara pendidikan pesantren saat itu mengintegrasikan keduanya.<br /><br />Hadirnya
pendidikan kolonial yang diperkenalkan secara persuasip maupun represi
itu, menjadikan sekolah menjadi pendidikan tunggal yang menggeser posisi
pesantren. Ketika politik diarahkan pada paradigma Barat, sehingga
belajar hukum dan politik harus ke Sekolah Barat bukan lagi ke pesantren
seperti para sultan sebelumnya. Sementara pesantren yang menjalankan
politik anti tasyabuh atau non kooperasi total, menolak segala bentuk
budaya Belanda. Pesantren terus berjalan dengan paradigmanya sendiri,
namun demikian tetap melahirkan tokoh besar yang tak terkalahkan. Hampir
seluruh perlawanan terhadap penjah dilakukan oleh pimpinan pesantren.
Kalaupun dilakukan oleh Kraton, tentu melibatkan para kiai dan santri
dari pesantren.<br /><br />Para tokoh besar Islam seperti KH Ahmad Rifai, KH
Hasyim Asy'ari, adalah tokoh pergerakan nasional yang mampu
menggoncangkan kekuasaan Belanda, walau tak sekejappun merasakan
pendidikan sekolah Belanda. Demikian juga KH Wahab Hasbullah, KH Wahid
Hasyim, yang piawai dalam politik, sehingga sejak tahun 1943-an telah
menjadi Pimpinan Shumubu (Menteri Agama) dan ketua Masyumi, mewakili KH
Hasyim Asy'ari. Dan pada Sidang BPUPKI Menjadi anggota perumus Pancasila
dasar negara dan perumus Mukadimah UUD 1945, sehingga konsep filosofis
itu menjadi sangat religius ketika mendapatkan muatan nilai pesantren.
Kiai Wahab sendiri yang merupakan politik ulung mitra Bung Karno,
terutama dalam menghadapi persoalan kenegaraan, padahal hanyalah murni
dididik di Pesantren. Justeru dengan keilmuan pesantren itulah bisa
melengkapi politik Barat yang dianut oleh Bung Karno.<br /><br />Ketika
Konstituante mengalami jalan buntu, para kiai dari Pesantren justeru
memberikan jalan keluar yang kreatif, sehingga Bung Karno dengan mudah
mengeluarkan Dekrit Presiden 1959, Kembali ke UUD 1945, setelah
berkonsultasi dengan NU, terutama dalam menempatkan Piagam Jakarta
secara proporsional. Tidak ditetapkan secara formal, tetapi juga tidak
diabaikan perannya, tetapi ditempatkan sebagai jiwa bagi UUD 1945.
Walaupun politik sering dituduh anti moral, tetapi seburuk-buruk politik
apapun maih membutuhkan moral, agar relasi antar pelaku bisa berjalan.
NU menawarkan gagasan moral atau akhalakul karimah dalam politik, karena
itu NU bisa ambil peran.<br /><br />Deideologisai serta depolitisasi
pesantren yang dilakukan rezim orde baru telah mengarah pada deNUnisai,
kebijakan itu berakibat menjauhkan peran NU dan pesantren dalam
politik. Apalagi sejak zaman reformasi ketika gelombang globalisasi dan
liberalisasi melanda seluruh dunia termasuk negari ini, maka nilai moral
dalam kehidupan sosial, gotong royong semakin memudar, dalam bidang
seni budaya etika telah ditinggalkan digantikan dengan estetika yang
hanya mengumbar nafsu dan kemewahan dunia. Dalam bidang ekonomi terjadi
persaingan bebas saling memangsa. Sementara dalam bidang politik etika
atau fatsoen politik diangap sebagai doktrin lama yang harus
ditinggalkan.<br /><br /><br /><strong>Makna Kembali ke Pesantren</strong><br /><br />Mengingat
suasana kehidupan pasca Reformasi yang diwarnai dengan globalisasi dan
liberalisasi yang melanda seluruh sektor kehidupan itu tidak ada cara
lain bagi NU kecuali kembali ke pesantren, untuk menyelamatkan kehidupan
masyarakat sejalan dengan tradisi dan etika. Kembali kepesantren
memiliki dua pengertian baik secara fisik maupun secara nilai dan
tradisi, yang merupakan dua sisi yang tak terpisahkan dari satu sistem
pesantren yang sudah tumbuh dan berkembang selama berabad-abad.<br /><br />Pertama,
kembali ke pesantren dalam arti fisik berarti mengembalikan keseluruhan
kegiatan NU mulai dari rapat pleno, konferensi, rapat kerja, Munas
hingga Muktamar, kembali dipusatkan di pesantren yang menjadikan
pesantren. Dengan segala keterbatasannya terbukti pesantren mampu
menyedaikan suasana yang jauh kondusif ketimbang tempat lain sehingga
keakraban dan keseriusan serta kesederhanaan bisa tercipta. Ketika
langkah kembali ke pesantren dilakukan terbukti berhasil kembali
mendekatkan NU dengan tradisi pesantren norma serta moralnya, dan
sekaligus memperkuat kembali institusi pesantren sebagai pusat
perubahan pengembangan masyarakat. Peran pesantren kembali dilihat dan
diperhitungkan orang.<br /><br />Kedua, kembali ke pesantren dalam arti tata
nilai, dalam arti pesantren selalu menekankan pada nilai kejujuran,
kesederhanaan, kebersamaan dan pengabdian yang mendalam dan tanpa batas.
Dari nilai-nilai tersebut tumbuh etos, rasa saling percaya, budaya
gotong royong, kecintaan pada ilmu dan profesi tanpa batas, sebagi
bentuk pengabdian pada Allah, yang ditasarufkan sebesar-besarnya pada
kemaslahatan umat manusia. Langkah ini sebenarnya biasa saja. Tetapi
karena dijalankan di tengah maraknya individualisme bahkan egoisme
persaingan bebas tanpa belas kasihan, maka langkah Kembali Ke Pesantren
ini terasa radikal dan kontroversial. Hal itu bisa dipahami karena ini
berarti menentang arus yang sedang berjalan, yaitu individualisme,
pragmatisme yang melanda dunai saat ini, yang seolah menjadi nilai
kehidupan tertinggi.<br /><br />Pendidikan pesantren diberikan oleh seorang
ulama atau kiai yang representatif, yang dalam pengembangkan ilmunya
telah mendapatkan ijazah (pengesahan) dari guru masing-masing. Dengan
demikian otentisitas sanad (mata rantai) keilmuannya menjadi jelas,
sehingga pemahamnnaya bisa dipertanggungjawabkan. Selain itu segala ilmu
dan amalan diajarkan secara bertahap dan thuluz zaman (dalam waktu yang
lama). Ilmu dan amal yang dikerjakan menjadi sangat hakiki dan
mendalam. Sang kiai atau sang panembahan merupakan guru pembimbing yang
menjadi contoh teladan bagi santri dalam kehidupan.<br /><br />Pendidikan
pesantren diselenggarakan secara tertib, memakan waktu yang lama, agar
memperoleh pemahaman hakekat segala sesuatu secara mendalam, sehinga
memudahkan membedakan antara yang hak dengan yang bathil. Dimensi
kedalaman ini sangat ditekankan di pesantren mengingat firman Allah, <br />
<br /><strong><span style="font-size: small;">يَا
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ
الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ </span></strong><br />
<br />Artinya: "<em>Wahai manusia sesungguhnya janji Allah itu benar,
maka janganlah kehidupan dunia menipumu, dan jangan kamu terkecoh oleh
tipuan yang mengatas namakan Allah.</em>" (QS: Al Fathir: 5) <br /><br />Hal
itu terbukti, sekarang ini banyak kesalehan yang ditampakkan secara
lahiriah, bahkan sikap ketaatan dan kedisplinan beribdah begitu tinggi
dan kesemarakan yang kompak. Tetapi pada saat yang bersamaan pelanggaran
terhadap norma-norma agama terjadi pada orang yang bersangkutan.
Bahklan tingkat kejahatannya melebihi orang tidak mengenal agama.
Padahal semua perilaku mereka dan kelompoknya atas nama agama. Ini tidak
lain karena pendidikan atau tarbiyah yang dijalankan serba instan.
Hanya mengutamakan kedisiplinan fisik. Tidak diisi dengan kerohanian
yang mendalam. Agama yang diajarkan secara instan dan dangkal serta
sepintas, hanya menjadi kedok, mudah menjadi alat manipulasi.<br /><br />Padahal perbuatan yang memamerkan amal tetapi tanpa isi seperti itu menurut Allah merupakan kedurhakaan, sebagai difirmankan,<br />
<br /><strong><span style="font-size: small;">قُلْ
هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا. الَّذِينَ ضَلَّ
سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ
يُحْسِنُونَ صُنْعًا</span></strong><br />
<br />Artinya: "<em>Kami akan memberi tahu kamu tentang orang yang
amalnya paling merugi; yaitu orang yang sia-sia amalnya di dunia ini,
padahala mereka menyangka dirinya telah beramal baik</em>." (QS: Al-Kahfi 103-104) <br /><br />Dalam
amaliah sehari-hari termasuk dalam ibadah, terdapat perbedaan yang
tipis antara yang benar dan yang salah, karena itu para ulama pesantren
menjaga agar para santri berhati-hati dengan jebakan tersebut. Bimbingan
seorang guru, mursyid atau kiai pada umat menjadi sangat penting untuk
menghindari pengerjaan amalan yang sia-sia seperti itu. Aktivitas
berkedok agama tetapi untuk tujuan duniawi semata.<br /><br />Di sinilah
pentingnya kembali ke pesantren untuk kembali menegakkan moralitas dan
nilai-nilai yang diajarkan oleh para wali dan ulama sepanjang sejarah
Nusantara. Ajaran dan hikmah yang diamalkan para ulam terdahulu itu
sangat penting justeru dalam situasi globalisasi yang serba tidak
menentu saat ini.<br /><br /><strong>Kembali ke Pesantren, Kembali ke Budaya Nusantara</strong><br /><br />Sebagaimana
dijelaskan di depan bahwa pesantren merupakan budaya asli Nusantara,
yang mengembangkan nilai kenusantaraan lestari hingga sekarang. Antara
sultan dengan wali (ulama) merupakan satu kesatuan, hal itu secara
kelembagaan berarti menyatunya antara kesultanan atau keraton dengan
dunia pesantren yang terjalin mulai Samudera Pasai di Aceh, Di Jawa
hingga Ternate Todeore di Maluku dan Papua.<br /><br />Secara berangsur
hubungan itu renggang bahkan terpisah, berdiri sendiri tanpa saling
mengisi, bermula sejak zaman Belanda dan berlangsung hingga zaman orde
baru. Padahal mulanya mereka sekeluarga. Dalam keterpisahan itu keduanya
mengalami kemerosotan. Tetapi pihak kesultananlah yang paling merasakan
akibatnya. Bisa dibuktikan, sekarang ini hanya tingga dua atau tiga
kesultanan yang masih hidup dan berkuasa, yang lain tinggal nama,
ataupun dihidupkan kembali tetapi tidak punya rakyat, tidak punya
tentara. Bayangkan dengan dunia pesantren, ketika ditindas Belanda dan
direpresi orde baru, tetapi masih terus hidup. Saat ini umumnya
pesantren yang jumlahnya ribuan itu ada yang memiliki santri dua ribu
hingga lima ribu orang. Bahkan organisasi kepesantrenan masih memiliki
kekuatan para-militer terlatih yang jumlahnya bisa ribuan orang. Hal
yang sama tidak dimiliki oleh Kraton atau kesultanan manapun di
Nusantara.<br /><br />Belakangan ini keraton baru menyadari kelemahan
tersebut, bersamaan dengan kunjungan Para Sultan Nusantara mereka
mengatakan, selama ini mereka mengalami kelumpuhan ketika para Sultan
berjalan tanpa Wali, sehingga posisi mereka semakin terpuruk tidak ada
yang bisa menolong. Menurut mereka walinya Republik Indonesia saat ini
adalah pesantren yang dipimpin oleh NU. Karena itu mereka mulai merasa
pentingnya kerjasama dengan organisasi kepesantrenan seperti NU, sebagai
upaya mengembalikan wibawa kesultanan sebagaimana dahulu kala.<br /><br />Sejak
ditaklukkan Belanda kesultanan sebenarnya telah ditundukkan secara
moral dan intelekual. Akhirnya mereka sepenuhnya berkiblat ke barat
ketika berpolitik. Apalagi sejak awal mereka mendapatkan hak istimewa
untuk bisa sekolah Belanda, yang menjadikan mereka semakin menjadi
westernis, yang semakin menjadikan mereka terpuruk. Nilai kenusantaraan
terutama nilai keagamaan semakin mereka tinggalkan, apalagi pesantren
yang dulu mendampingi, membimbing dan mengarahkan mereka telah diganti
dengan penasehat dari Belanda dan Eropa lainnya maka Kesultanan semakin
jauh dari rakyatnya. Karena itulah masa kemerdekaan mereka dihancurkan
bersama hancurnya kolonialisme. Sementara kaum santri bergabung dengan
kaum Republiken yang dengan aktif mendirikan Republik ini.<br /><br />Munculnya
resolusi Jihad 22 Oktober 1945 yang dikeliarkan KH Hasyim Asyari
merupakan keterlibatan pesantren dalam mendirikan Repuiblik ini.
Kalangan ulama pesantren lebih sigap dalam membaca perubahan saat itu,
sementara kesultanan masih terikat oleh berbagai perjanjian dengan
Belanda sehingga mereka ketingalan langkah dalam mengambil
kepemimpininan di negeri ini, saat menjelang berdirinya Republik ini.<br /><br />Dengan
ketemunya kembali dua elemen penting Nusantara yaitu antara kesultanan
dan pesantren diharapkan Indonesaia bisa menemukan jatidirinya kembali.
Karena keduanya sebenarnya pemangku utama budaya Nusantara yang
berpegang teguh pada nilai tradisi dan norma agama, yang ini telah
tertanam dan terjalin sejak berabad yang lalu yang telah dirintis oleh
para wali sejak datangnya Islam di Nusantara. Bagi Negara Kesatuan
Republik Indonesia sendiri, kembali pada nilai-nilai Nusantara menjadi
sangat mendesak saat ini, sebab apa yang dirumuskan dalam sistem politik
dan ketatanegaraan kita seperti Pancasila adalah merupakan produk dari
falsafah dan budaya Nusantara. Karena itu nilai kenusantaraan dan
kepesantrenan perlu terus digali bersamaan dengan proses menemukan jati
diri bangsa ini.<br /><br />Bersamaan dengan derasnya gelombang globalisasi
yang membawa arus leiberalisasi, telah melonggarkana seluruh ikatan
keluarga, ikatan sosial bahkan ikatan agama. Padahal tanpa ikatan agama,
tanpa ikatan keluarga dan tanpa ikatan sosial, maka norma dan moralitas
sulit dijalankan. Karena pada dasarnya agama, lingkungan keluarga dan
lingkungan masyarakat merupakan persemaian berbagai norma dan etika.
Kembali ke pesantren diartikan sebagai kembali pada norma kelluarga,
norma sosial, karena dalam lingkungan itulah norma agama ditumbuhkan dan
diinternalisasi menjadi perilaku dalam kehidupan. <br /><br /><br /><strong>Melahirkan Sosok Ideal</strong><br /><br />Setiap
gagasan besar atau perkumpulan besar selalu membutuhkan tipe ideal atau
sosok ideal bagimana kira-kira gagasan atau cita-cita perkumpulan
tersebut dicitrakan dan diwujudkan di alam nyata dan dilaksanakan dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam sejarah kita munculnya tokoh yang
diidealkan itu sangat lazim. Sosok ideal gagasan tentang Indonesia
antara lain adalah Soekarno, Hatta dan sebagainya. Sosok Ideal NU
misalnya KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah, di Muhammadiyah
terdapat sosok yang diidolakan seperti KH. Ahmad Dahlan. Dalam Sarekat
Islam terdapat HOS Tjokroaminoto. Sosok semacam itu tidak hanya memiliki
daya pikat, tetapi sekaligus memiliki daya ikat, sehingga mampu menjaga
kohesivitas ide yang masih abstrak atau cita-cita perkumpulan atau
organisasi yang masih utopis. Di dunia sana juga sama dalam Swadesi ada
Gandhi, dalam Pan Islam ada Al Afghani. Para Nabi sendiri merupakan
sosok ideal dari setiap agama yang mereka bawa.<br /><br />Sosok semacam itu
dianggap contoh paripurna dalam sebuah idea atau perkumpulan.
Seringkali mereka ditempatkan sebagai makhluk supra manusiawi, sosok
yang tidak pernah salah, paling banter hanya khilaf dan itupun sangat
dimaklumi dan segera dimaafkan oleh pendukungnya. Dengan demikian
mereka menjadi panutan, pemberi inspirasi, memberikan rasa bangga dan
rasa percaya diri, memberi harapan dan bahkan memberikan rasa aman bagi
para pendukungnya. Kelebihan mereka adalah tidak hanya bisa memberikan <em>mauidloh hasanah</em> (nasihat yang baik) tetapi mampu memberikan <em>uswatun hasanah</em> (teladan yang baik). Keteladanan itulah kunci utama bagi sosok idel tersebut. <br /><br />Dalam
masyarakat dan bangsa ini muncul keprihatinan yang mendalam tentang
tidak hadirnya sosok ideal yang diharapkan itu. Apalagi dalam masyarakat
yang percaya akan datangnya Ratu Adil, Imam Mahdi atau Mesias itu
sering merasa kecewa. Setiap muncul sosok yang dianggap akan menjadi
sosok ideal apakah itu dari kalangan ilmuwan, politisi, seniman dan
bahkan agamawan yang menjadi panutan dan dielu-elukan, tetapi tiba-tiba
sang idola terjebak berbagai kasus pelanggaran moral. Pengalaman seperti
ini yang selalu membuat masyarakat frustrasi. Munculnya para aktivis
terutama kalangan muda di panggung politik, yang diharapkan mampu
membawa perbaikan, ternyata tidak memberikan harapan, malah terjerumus
dalam praktek politik yang mengabaikan norma dan etika.<br /><br />Untuk
mengatasi rasa frustrasi dan memberikan kepercayaan serta harapan bagi
masyarakat saat tidak hadirnya sosok ideal yang berupa manusia yang
ditokohkan, maka orang harus mulai realistis dan memahami gerak zaman
terjadi. Dengan tidak adanya sosok ideal masyarakat tidak perlu
kehilangan arah, kehilangan tuntunan dan juga lepas kendali, karena
masih ada yang bisa dijadikan pegangan bukan orang per orang melainkan
berpegang pada ide, wahyu dan termasuk organisasi atau jamaah, yang
kemurniannya terus dijaga oleh pendukungya. <br /><br />Dalam kondisi
seperti ini dimana pribadi yang seperti Nabi atau Rasul tidak ada, maka
uswah atau teladan kita bukan orang, tetapi cita ideal jamaah atau
organiasai yang berpegang teguh pada cita-cita dan tata nilai. Karena
jamaah merupakan cerminan dari ajaran Allah dan Rasulnya sebagaimana
difirmankan.<br />
<br /><strong><span style="font-size: small;">فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ</span></strong><br />
<br />"<em>Apabila terjadi perselisihan, maka kembalilah kepada Allah dan rasulnya</em>". (QS. An-Nisa':59) <br /><br />Kita
kembali ke sana karena keduanya merupakan simbol kebenaran mutlak,
untuk itulah para ulama yang merupakan amna'ul ummat (kepercayaan umat)
menjadi panutan karena mampu memahamkan umat dan mendekatkan pada
kebenaran. Sebagai langkah untuk mewujudkan Islam ideal sebagai rahmatan
lil alamin, sebagaimana tercermin dalam Al-Quran dan Hadis yang masih
ijmal (umum) itu bisa terapkan maka diperlukan upaya pemahaman kreatif
secara kolektif (ijma') atau secara individual (qiyas).<br /><br />Upaya
pemahaman manusia terhadap realitas selain menggunakan bayan ilahi
(pemahaman Ilahi) yaitu al-Quran dan Sunnah juga dilakukan dengan
menggunakan <em>bayanul aqli</em> (pemahaman akal) yaitu ijma' dan
qiyas, maka lahirkan ilmu fikih, sehingga masyarakat mampu menjalankan
agama dengan terinci dan operasional. Tentang cara menjalankan
sembahyang, kapan waktunya dan bagaimana syarat rukunnya. Tata cara
zakat, puasa haji dan lain sebagainya. Agar gugusan moral yang ada dalam
Al-Quran dan Sunnah itu dijadikan sebagai pedoman hidup sehari-hari,
dengan dirumuskannya etika dan sopan santun adab dan tatakrama. Dengan
adanya ilmu fikih dan ushul fikih itu pemahaman agama menjadi dinamis.
Sejalan dengan prinsip <em>taghaiyirul ahkam bi taghyiril azman</em> (hukum fikih selau berubah sejalan dengan perbahan zaman). Setiap zaman memerlukan rumusan hukum tersendiri.<br /><br />Kontekstualisai
ajaran Islam agar membawa berkah bagi seluruh umat, maka kalangan ulama
NU terus melakukan reaktualisasi pemikiran Islam. Langkah ini ditempuh
dengan kerendahan, dalam menjalankan qiyas, misalnya disebut dengan
ilhaq (penyamaan) atau istiqrai (survai). Sementara untuk menghindarkan
istilah ijtihad yang terlalu besar digunakan istilah ijma (yang berarti
ijtihad secara kolektif). Dengan menggunakan Ilmu ushul fikih (metode
pengambilan hukum) itulah Al-Quran dan Sunnah bisa dipahami. Karena itu
kebenaran fikih itu bersifat relatif, berbeda dengan Al-Quran dan Sunnah
kebenarannya adalah mutlak, karena itu fikih bisa dikritik dan direvisi
demi kemaslahatan umat. Dalam konteks masyarakat Indonesia yang
majemuk, prinsip fikih tersebut tidak bisa diterapkan secara eksklusif,
karena itu perlu ditransformasikan menjadi etika sosial agar menjadi
inklusif, menjadi kesepakatan bersama, sehingga bisa diterima oleh semua
pihak.<br /><br />Agar kemaslahatan umat terus terjaga maka perlu dilakukan
berbagai langkah konkret, sebagai masyarakat beragama yang telah
memiliki berbagai instrumen agama untuk menghadapi dan menyelesaikan
masalah, maka instrumen keagamaan itu yang digunakan terutama yang sudah
dirumuskan dalam kaidah fiqhiyah. Berbeda dengan logika Aristotelian
yang bersifat abstrak dan spekulatif, logika yang dibagun ilmu fikih
dalam kaidah fiqhiyah merupakan instrumen praktis sebagai sarana
penyelesaian masalah. Misalnya prinsip <em>dar'ul mafasid muqaddamun 'ala jalbil mashalih</em>
(mencegah kerusakan lebih didahulukan ketimbang mencari kebaikan). Ini
untuk mencegah terjadinya perubahan yang asal berubah, karena tidak akan
membawa maslahah. Perubahan perlu direncanakan secara rapi dan terinci
serta hati-hati.<br /><br />Begitu pula dalam menghadapi budaya dari luar terdapat prinsip <em>al-muhafadzatu 'alal qadimish shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah</em>
(mempertahankan tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang
lebih baik). Mengingat tujuan pengambilan dan pengembangan budaya adalah
untuk perbaikan maka pengambilan tradisi lain dibolehkan asal lebih
baik, sehingga diharapkan akan menjadi modal bagi pengembangan budaya
yang ada. Begitu pula dalam mencapai kemaslahatan tidak boleh dengan
menggunakan kemaksiatan. Sebagaimana hukum logika, penyimpangan yang
dijalankan terus menerus akan melahirkan penyimpangan dalam bentuk lain
yang lebih jauh, yang tidak mungkin melahirkan kebajikan.<br /><br />Dalam
khidmahnya selama 90 ini NU sebagai organisasi sosial keagamaan yang
dipimpin oleh para ulama berusaha keras untuk mewujudkan terwujudnya
masyarakat ideal. Satu dasawarsa mendatang kiprah NU telah genap 100
tahun. Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila ini
menurut NU adalah bentuk ideal dari sebuah negara. Hanya saja negeri ini
masih dilanda berbagai krisis, baik krisis budaya termasuk krisis
moral. Prinsip akhlakul karimah dalam semua aspek kehidupan perlu
ditegakkan kembali agar bentuk dan dasar negara yang ideal ini menjadi
semakin ideal. Diharapkan dalam usianya yang seabad itu NU memapu
mewujudkan cita-cita sosial dan cita-cita kebangsaan ini secara penuh.
Sebagai organisasi yang menjunjung tinggi toleransi dengan sendirinya
peran NU ini juga memberikan manfaat sebesar-besarnya pada semua elemen
bangsa yang majemuk ini, baik majemuk dari segi agama, etnis, bahasa dan
budaya.<br /><br />Dalam kondisi kelangkaan kepemimpinan ideal seperti yang
diprihatinkan selama ini maka menciptakan lingkungan yang ideal
menjadi sangat penting. Usaha ini ibarat mengolah lahan agar muncul
pemimpin ideal sebagaiman yang dicita-citakan. Seorang pemimpin adalah
produk masyarakat dan produk zamannya. Lingkungan masyarakat yang
berbudaya rendah akan melahirkan pemimpin yang berkepribadian rendah.
Sebaliknya lingkungan masyarakat yang berkebudayan tinggi akan
melahirkan pemimpin yang berbudaya dan berintegritas tinggi. Memang
seorang pemimpin tidak jatuh dari langit, melainkan diproses ditempa di
tengah masyarakat. Pemimpin yang baik akan muncul di antara sekian
banyak tokoh yang paling unggul di antara tokoh yang ada. Dengan langkah
seperti itulah NU berusaha mengembalikan lagi spirit pesantren dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam pergaulan sosial, ekonomi serta
kenegaraan. <br /><br /><br /><br /><strong>Jakarta 16 Rajab 1434/27 Mei 2013</strong><br /><br /><strong><em>DR. KH Said Aqil Siroj, MA. Ketua Umum PBNU</em></strong></div>
Edy Hariyantohttp://www.blogger.com/profile/18379773833056040833noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8573747277288869097.post-17237698475806755512014-06-11T11:50:00.000-07:002014-06-11T11:50:07.030-07:00NU Setia Menjaga NKRI<div class="text-c">
<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1391423359.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img alt="NU Setia Menjaga NKRI" border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1391423359.jpg" style="padding: 5px;" /></a>Nusantara sebagai sebuah kesatuan geografis,
kesatuan budaya, kesatuan politik dan kesatuan ekonomi terbentuk melalui
proses berabad-abad, setidaknya mulai wangsa Sanjaya Mataram, Sriwijaya
yang terus berkembang zaman Kahuripan, Daha, Singasari, Sriwijaya,
Majapahit, Demak, Mataram Baru hingga Republik Indonesia saat ini.
Kehadiran penjajah Spanyol, Belanda, Inggris, selama ratusan tahun itu
gagal memecah-belah kesatuan yang telah kokoh itu.<br />
Ketika Indonesia merdeka kesatuan itu segera dikukuhkan kembali
sebagai sebuah negara kesatuan berdasarkan ideologi Pancasila, yang
merupakan warisan leluhur bangsa ini. Itulah sebabnya Pancasila diterima
oleh bangsa ini dengan tangan terbuka karena memang sebelumnya telah
hidup dan berkembang sebagai falsafah hidup bagi bangsa ini, sehingga
walaupun berbeda budaya, berbeda suku dan berbeda agama, tetapi bisa
hidup rukun dan bersatu saling tolong-menolong satu sama lain.<br />
Sebagaimana disebutkan di depan bahwa kesatuan Indonesia ini bukan
sesuatu yang sekali jadi melainkan terus berkembang dalam proses, karena
itulah kesatuan NKRI dan keutuhan Pancasila sebagai falsafah dan
ideologi negara harus dijaga dan dipertahankan. Tidak sedikit kelompok
yang dengan menawarkan ideologi tertentu mencoba untuk menolak Indonesia
sebagai sebuah negara kesatuan, dan berusaha memecah belah sebagai
serta berusaha memutus pengikatnya yaitu Pancasila sebagai ideologi
negara.<br />
Nahdlatul Ulama (NU) lahir dari budaya Islam Nusantara dan berkembang
dalam budaya Nusantara dengan segala gelombang yang terjadi di atasnya,
ketika Nusantara dalam penjajahan NU dengan gigih mempertahankan
identitas kenusantaraannya dan berjuang penuh melawan penjajah yang
ingin melenyapkan kenusantaraan menjadi kebelandaan. Pesantren berhasil
menjaga tradisi Islam Nusantara dan dari situlah 88 tahun yang lalu NU
Lahir. Dalam keterjajahan itu NU mengobarkan semangat revolusi dan
perjuangan, karena itu ketika Nusantara merdeka menjadi Negara Kesatuan
Republik Indonesia, tidak ragu lagi NU menjadi penjaga dan sekaligus
penyangga serta perekat persatuan Indonesia, dalam menghadapi berbagai
subversi, gerakan separatis dan pemberontakan yang menodai negeri ini.<br />
Hadirnya Reformasi dengan semangat liberalisme yang tanpa batas
menjadikan upaya merombak NKRI serta mengganti atau merevisi Pancasila
terus berjalan, dengan menawarkan ideologi lain yang tidak sesuai dengan
budaya bangsa Indonesia. Dari situlah ketegangan nasional mulai terjadi
antara kelompok pembela NKRI dan pendukung Pancasila sebagai dasar dan
ideologi negara dengan kelompok yang ingin merombaknya. Berkat kegigihan
pendukung NKRI dan Pancasila ini kedua hal tersebut tidak diubah.<br />
Dengan tidak diubahnya konsep NKRI dan Pancasila tersebut tidak
dengan sendirinya NKRI tetap ada dan lestari. Secara geografis sejak
reformasi hingga sekarang memang masih utuh, maraknya gerakan
separatisme beberapa waktu yang lalau tidak mampu memecah kesatuan
geografis negeri ini. Tetapi apabila ditinjau dari segi kesatuan
politik, dengan diterapkannya otonomi yang tanpa batas, kesatuan
Indonesia sebagai kesatuan politik mulai pudar. Mulai banyak pejabat
daerah yang tidak setia pada pemerintah di atasnya atau bahkan
pemerintah pusat.<br />
Dilihat dari sudut pertahanan (militer), nampaknya integritas NKRI
juga sudah mulai mengendor, terbukti dengan terjadinya pelanggaran
wilayah oleh pasukan asing yang tidak sepenuhnya bisa diatasi oleh
tentara Indonesia. Sementara, setiap upaya peningkatan sistem pertahanan
selalu mendapat serangan dari kelompok tertentu dari bangsa sendiri,
sehingga kedaulatan Republik ini dengan mudah diganggu dan dinodai
masuknya kekuatan asing yang ingin memecah belah negeri ini.<br />
Dari segi kesatuan ekonomi, sejak dilakukan liberalisasi perdagangan,
dengan dibebaskannya investasi asing masuk ke seluruh sektor strategis,
maka bisa dilihat bahwa saat ini ekonomi nasional tidak lagi di bawah
kendali bangsa sendiri, melainkan telah dikuasai asing. Mulai dari
sektor pertambangan, sektor perbankan, sektor pertanian, sektor
industri, sektor properti, telekomunikasi, yang penguasaan asing
rata-rata di atas 50%, bahkan terakhir di sektor bandara yang bisa
mencapai 100 persen. Akibatnya terjadi ketimpangan ekonomi yang sangat
tajam yang belum pernah terjadi di Indonesia ini selama ini.<br />
Kemudian di sektor kebudayaan, pengaruh asing mulai menerobos hingga
ke sektor privat, dengan perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi. Sementara informasi dari dunia internasional yang
dikendalikan oleh kapitalisme global yang berpandangan hidup liberal,
tetaplah begitu jauh mempengaruhi cara berpikir, sikap dan tindakan
masyarakat negeri ini. Dengan demikian nilai-nilai agama budaya dan
tradisi, termasuk nilai-nilai Pancasila akan sulit diterapkan. Karena
propaganda liberal disebarkan sedemikian gencar dengan peralatan
teknologi dan strategi yang sangat canggih.<br />
Inilah yang menjadi keprihatinan NU dan yang menjadi tekad NU untuk
selalu setia menjaga keutuhan NKRI di saat pihak lain banyak yang mulai
meragukan pentingnya NKRI. Karena itu bersamaan dengan peringatan Hari
Lahir NU yang ke-88 tahun 2014 ini, NU berikrar bahkan bertekad bahwa
keutuhan NKRI dan kejayaan Pancasila harus dijaga. Keutuhan NKRI harus
tetap dijaga, tidak hanya secara geografis, tetapi secara politik,
ekonomi dan budaya ini Indonesia kembali menjadi negara yang berdaulat,
sebagaimana yang diperjuangkan para ulama NU terdahulu bersama elemen
bangsa lainnya.<br />
Untuk menjaga keutuhan NKRI ini sarana yang paling tepat adalah
Pancasila, karena Pancasila dengan falsafah Bhinneka Tunggal Ika,
merupakan tali pengikat keragaman bangsa ini. Kemampuan Pancasila dalam
merekat keutuhan bangsa ini telah terbukti selama bertahun-tahun. Maka
NU tidak mau ambil risiko dengan adanya kelompok lain yang ingin
mengganti Pancasila, sebab tanpa Pancasila NKRI tidak akan bisa
dipertahankan.<br />
Sebagaimana NKRI, saat ini Pancasila secara formal memang masih ada,
tetapi harap diketahui, Pancasila oleh liberalisme tidak lagi dijadikan
sumber nilai, baik dalam merumuskan undang-undang, dalam menentukan
kebijakan politik, termasuk dalam kebijakan ekonomi dan kebudayaan.
Semuanya mengacu pada berbagai konvensi internasional yang berfalsafah
liberal yang jauh dari nilai agama dan tradisi.<br />
Bagi NU membela NKRI dan Pancasila merupakan keharusan politik, untuk
menjaga kesatuan dan kedamaian negeri ini. Dan sekaligus merupakan
kewajiban syar’i, karena membela negara wajib hukumnya menurut agama.
Sebagaimana diputuskan dalam Muktamar NU di Situbondo bahwa penerimaan
dan pengamalan Pancasila bagi umat Islam Indonesia sama dengan
menjalankan syariat Islam. Sebagai konsekwensinya NU berkewajiban
menjaga dan mengamankan Pancasila.<br />
Komitmen atau kesetiaan ini perlu terus ditegaskan sehingga ketika NU
genap berusia satu abad tahun 2026 nanti, sekitar 12 tahun lagi, kita
berharap NKRI tetap utuh dan Pancasila tetap jaya. Penegasan ini
menunjukkan bahwa NU bukan hanya untuk pada Nahdliyin, tetapi untuk
bangsa secara keseluruhan dan bahkan untuk sekalian umat manusia. Karena
itu berangkat dari Harlah NU yang 88 ini, tekad dan kesetiaan tersebut
kita ikrarkan, di tengah Indonesia dengan NKRI dan Pancasila sedang
menghadapi tantangan.<br />
<br />
<strong>KH Said Aqil Siroj </strong><br />
<em>Ketua Umum PBNU</em><br />
<br />
* Disampaikan dalam acara peringatan hari lahir atau Harlah ke-88 NU di Jakarta, 31 Januari 2014.</div>
Edy Hariyantohttp://www.blogger.com/profile/18379773833056040833noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8573747277288869097.post-30111552648633825352014-06-11T11:45:00.000-07:002014-06-11T11:45:01.683-07:00Politik NU sebagai Siyasah 'Aliyah Samiyah<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1391423626.JPG" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img alt="Politik NU sebagai Siyasah 'Aliyah Samiyah" border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1391423626.JPG" style="padding: 5px;" /></a>Sebagaimana telah dimaklumi bersama, NU merupakan <span style="color: #38761d;"><span style="font-size: large;"><strong><span>جمعيّة دينيّة إجتماعيّة<em> </em></span></strong>
</span></span>(organisasi keagamaan yang bersifat sosial). Sebagai organisasi
keagamaan Islam, tugas utama NU adalah menjaga, membentengi,
mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam menurut pemahaman <span style="color: #38761d;"><span style="font-size: large;"><strong><span>أهل السّنّة والجماعة</span></strong> </span></span>di bumi nusantara pada khususnya dan di seluruh bumi Allah pada umumnya.<br />
Tugas ini tidaklah sederhana, di tengah-tengah era keterbukaan yang
memberi peluang masuknya aliran-aliran dan kelompok-kelompok keagamaan
yang cenderung memanfaatkan kebebasan untuk mencaci maki dan
menyesat-nyesatkan<span style="color: #38761d;"><span style="font-size: large;"> (<span><strong>تضليل</strong></span>)</span></span>, bahkan menkafir-kafirkan <span style="color: #38761d;"><span style="font-size: large;">(<strong><span>تكفير</span></strong>)</span></span>
terhadap pihak lain yang berbeda pemahaman keagamaan dengan dirinya.
Padahal seharusnyalah era keterbukaan dan kebebasan membuat setiap
kelompok semakin memantapkan sikap toleran<span style="color: #38761d;"><span style="font-size: large;"> (<strong><span>تسامح</span></strong>)</span></span> dalam menyikapi perbedaan.<br />
Alangkah dalamnya makna ungkapan Al-Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi’i dalam kaitan ini:<br />
<br />
<span style="color: #38761d;"><span style="font-size: x-large;"><strong><span>مذهبنا صواب يحتمل الخطأ, و مذهب غيرنا خطأ يحتمل الصواب</span></strong></span></span><br />
<br />
<em>(Pendapat saya benar namun mungkin memuat kesalahan, pendapat orang lain salah namun mungkin juga ada benarnya: </em>Red<em>)</em><br />
<br />
Menghadapi kenyataan yang tidak menggembirakan tersebut, menjadi
tugas PBNU untuk menggerakkan secara optimal perangkat organisasi yang
terkait dengan fungsi menjaga, mengembangkan dan melestarikan ajaran
Islam ASWAJA, seperti mendorong optimalisasi peran dan kinerja Lembaga
Dakwah NU (LDNU), Lembaga Takmir Masjid NU (LTMNU) dan Lajnatut-Ta’lif
wan-Nasyr NU (LTNNU). Dengan pendekatan<span style="color: #38761d;"><span style="font-size: large;"><strong><span>حكمة</span></strong></span></span> dan <span style="color: #38761d;"><span style="font-size: large;"><strong><span>وعظة حسنة</span></strong></span></span>
dapat dipelihara kelangsungan ajaran ASWAJA, tanpa harus terlibat dalam
tindakan-tindakan anarkhis yang sangat merugikan citra paham ASWAJA
sebagai representasi ajaran Islam <span style="color: #38761d;"><span style="font-size: large;"><strong><span>رحمة للعالمين</span></strong></span></span><br />
Sebagai organisasi sosial <span style="color: #38761d;"><span style="font-size: large;">(<strong><span>جمعيّة إجتماعيّة</span></strong>)</span></span>,
NU harus mencurahkan perhatiannya secara serius pada bidang sosial,
seperti ekonomi, kesehatan, pendidikan, pertanian dan lain-lain yang
menjadi problem kehidupan sehari-hari warga, masyarakat dan bangsa.<br />
Hal ini perlu diingatkan, menjelang tahun 2014 yang merupakan tahun
politik bangsa kita, karena dikhawatirkan tidak sedikit pengurus NU di
berbagai tingkatan yang memperlakukan NU seakan-akan sebagai sebuah
partai politik <span style="color: #38761d;"><span style="font-size: large;">(<span><strong>حِزْبٌ سِيَاسِيٌّ</strong></span>)</span></span>, yang bergerak pada tataran politik praktis alias politik kekuasaan.<br />
Politik kekuasaan yang lazim disebut politik tingkat rendah (low politics/<span style="color: #38761d;"><span style="font-size: large;"><strong><span><em>سياسة سافلة</em></span></strong></span></span>)
adalah porsi partai politik dan warga negara, termasuk warga NU secara
perseorangan. Sedangkan NU sebagai lembaga, harus steril dari politik
semacam itu. Kepedulian NU terhadap politik diwujudkan dalam peran
politik tingkat tinggi (high politics/<span style="color: #38761d;"><span style="font-size: large;"><strong><span><em>سياسة عالية سامية </em></span></strong> )</span></span>, yakni politik kebangsaan, kerakyatan dan etika berpolitik.<br /><br />Politik kebangsaan berarti NU harus <span style="font-size: x-small;">إستقامة</span>
dan proaktif mempertahankan NKRI sebagai wujud final negara bagi bangsa
Indonesia. Politik kerakyatan antara lain bermakna NU harus aktif
memberikan penyadaran tentang hak-hak dan kewajiban rakyat, melindungi
dan membela mereka dari perlakuan sewenang-wenang dari pihak manapun.<br />
Etika berpolitik harus selalu ditanamkan NU kepada kader dan warganya
pada khususnya, dan masyarakat serta bangsa pada umumnya, agar
berlangsung kehidupan politik yang santun dan bermoral yang tidak
menghalalkan segala cara.<br /><br />Dengan menjaga NU untuk bergerak pada tataran politik tingkat tinggi inilah, jalinan persaudaraan di lingkungan warga NU<span style="color: #38761d;"><span style="font-size: large;"> (<strong><span>أخوّة نهضيّة</span></strong>)</span></span> dapat terpelihara. Sebaliknya,manakala NU secara kelembagaan telah diseret ke pusaran politik praktis,<span style="color: #38761d;"><span style="font-size: large;"> <strong><span>أخوّة نهضيّة</span></strong></span></span> akan tercabik-cabik, karenanya<span style="color: #38761d;"><span style="font-size: large;"> <span><strong>نعوذ بالله من ذلك</strong></span>!</span></span><br />
Oleh karena itu, sinyalemen adanya Rais Syuriyah dan Ketua
Tanfidziyah di beberapa daerah yang dicalegkan dan lain sebagainya,
wajib mendapatkan respons yang sungguh-sungguh dari Rapat Pleno ini,
sesuai dengan ketentuan AD/ART tentang larangan rangkap jabatan.<br /><br />Kiranya inilah pesan dan arahan yang perlu kami sampaikan.<br />
<strong>DR. KH. M. A. SAHAL MAHFUDH</strong><br /><em>Rais ‘Aam PBNU</em>Edy Hariyantohttp://www.blogger.com/profile/18379773833056040833noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8573747277288869097.post-78985117200563504832014-06-11T11:37:00.000-07:002014-06-11T11:37:18.371-07:00Aktualisasi Nilai-nilai Aswaja<div class="text-c">
<span style="color: #993300;"><strong>Oleh KH MA Sahal Mahfudh</strong></span><br />
<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1392664331.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img alt="Aktualisasi Nilai-nilai Aswaja" border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1392664331.jpg" style="padding: 5px;" /></a><br />Aswaja
atau Ahlus Sunnah wa Jama'ah sebagai paham keagamaan, mempunyai
pengalaman tersendiri dalam sejarah Islam. Ia sering dikonotasikan
sebagai ajaran (mazhab) dalam Islam yang berkaitan dengan konsep <em>'aqidah</em>, <em>syari'ah</em> dan <em>tasawuf</em> dengan corak moderat. Salah satu ciri intrinsik paham ini—sebagai identitas—ialah keseimbangan pada dalil <em>naqliyah</em> dan <em>'aqliyah</em>.
Keseimbangan demikian memungkinkan adanya sikap akomodatif atas
perubahan-perubahan yang berkembang dalam masyarakat, sepanjang tidak
bertentangan secara prinsipil dengan <em>nash-nash</em> formal.<br /><br />Ekstremitas penggunaan rasio tanpa terikat pada pertimbangan <em>naqliyah</em>, tidak dikenal dalam paham ini. Akan tetapi ia juga tidak secara apriori menggunakan norma <em>naqliyah</em> tanpa interpretasi rasional dan kontekstual, atas dasar kemaslahatan atau kemafsadahan yang dipertimbangkan secara matang.<br /><br />Fleksibilitas
Aswaja juga tampak dalam konsep 'ibadah. Konsep ibadah menurut Aswaja,
baik yang individual maupun sosial tidak semuanya bersifat <em>muqayadah</em> -terikat oleh syarat dan rukun serta ketentuan lain- tapi ada dan bahkan lebih banyak yang bersifat bebas (<em>mutlaqah</em>)
tanpa ketentuan-ketentuan yang mengikat. Sehingga teknik pelaksanaannya
dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi perkembangan rnasyarakat yang
selalu berubah.<br /><br />Demikian sifat-sifat fleksibilitas itu membentuk
sikap para ulamanya. Karakter para ulama Aswaja menurut Imam Ghazali
menunjukkan bahwa mereka mempunyai ciri <em>faqih fi mashalih al-khalqi fi al-dunya</em>.
Artinya mereka faham benar dan peka terhadap kemaslahatan makhluk di
dunia. Pada gilirannya mereka mampu mengambil kebijakan dan bersikap
dalam lingkup kemaslahatan. Dan karena kemaslahatan itu sering berubah,
maka sikap dan kebijakan itu menjadi zamani (kontekstual) dan fleksibel.<br /><br />Aswaja
juga meyakini hidup dan kehidupan manusia sebagai takdir Allah. Takdir
dalam arti ukuran-ukuran yang telah ditetapkan, Allah meletakkan hidup
dan kehidupan manusia dalam suatu proses. Suatu rentetan keberadaan,
suatu urutan kejadian, dan tahapan-tahapan kesempatan yang di
berikan-Nya kepada manusia untuk berikhtiar melestarikan dan memberi
makna bagi kehidupan masing-masing.<br /><br />Dalam proses tersebut,
kehidupan manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor dan aspek yang
walaupun dapat dibedakan, namun saling kait-mengait. Di sini manusia
dituntut untuk mengendalikan dan mengarahkan aspek-aspek tersebut untuk
mencapai kelestarian sekaligus menemukan makna hidupnya.<br /><br />Sedang
dalam berikhtiar mencapai kelestarian dan makna hidup itu, Islam Aswaja
merupakan jalan hidup yang menyeluruh, menyangkut segala aspek kehidupan
manusia sebagai makhluk individual mau pun sosial dalam berbagai
komunitas bermasyarakat dan berbangsa. Aktualisasi Islam Aswaja berarti
konsep pendekatan masalah-masalah sosial dan pemecahan legitimasinya
secara Islami, yang pada gilirannya Islam Aswaja menjadi sebuah komponen
yang mernbentuk dan mengisi kehidupan masyarakat, bukan malah menjadi
faktor tandingan yang disintegratif terhadap kehidupan.<br /><br />Dalam
konteks pembangunan nasional, perbincangan mengenai aktualisasi Aswaja
menjadi relevan, justru karena arah pelaksaan pembangunan tidak lepas
dari upaya membangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh
masyarakat Indonesia. Ini berarti bahwa ia tidak hanya mengejar kemajuan
lahiriah (sandang, pangan, papan) semata, atau (sebaliknya) hanya
membangun kepuasan batiniah saja, melainkan keselarasan, keserasian dan
keseimbangan antara keduanya.<br /><br />Pandangan yang mengidentifikasikan
pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi belaka atau dengan berdirinya
industri-industri raksasa yang memakai teknologi tinggi semata,
cenderung mengabaikan keterlibatan Islam dalam proses pembangunan. Pada
gilirannya sikap itu menumbuhkan perilaku individualistis dan
materialistis yang sangat bertentangan dengan falsafah bangsa kita.<br /><br />Proses
pembangunan dengan tahapan pelita demi pelita telah mengubah pandangan
masyarakat tradisional berangsur-angsur secara persuasif meninggalkan
tradisi-tradisi yang membelenggu dinnya, kemudian mencari bentuk-bentuk
lain yang membebaskan dirinya dari himpitan yang terus berkembang dan
beragam. Dari satu sisi, ada perkembangan positif, bahwa masyarakat
terbebas dari jeratan tradisi yang mengekang dari kekuatan feodalisme.
Namun dari segi lain, sebenarnya pembangunan sekarang ini menggiring
kepada jeratan baru, yaitu jeratan birokrasi, jeratan industri dan
kapitalisme yang masih sangat asing bagi masyarakat.<br /><br />Konsekuensi
lebih lanjut adalah, nilai-nilai tradisional digeser oleh nilai-nilai
baru yang serba ekonomis. Pertimbangan pertama dalam aktivitas manusia,
diletakkan pada "untung-rugi" secara materiil. Ini nampaknya sudah
menjadi norma sosial dalam struktur masyarakat produk pembangunan.
Perbenturan dengan nilai-nilai Islami, dengan demikian tidak
terhindarkan Secara berangsur-angsur etos ikhtiar menggeser etos
tawakal, mengabaikan keseimbangan antara keduanya.<br /><br />Konsep
pembangunan manusia seutuhnya yang menuntut keseimbangan menjadi
terganggu, akibat perbenturan nilai itu. Karena itu pembangunan
masyarakat model apa pun yang dipilih, yang tentu saja merupakan proses
pembentukan atau peningkatan -atau paling tidak menjanjikan- kualitas
masyarakat yang tentu akan melibatkan totalitas manusia, bagaimana pun
harus ditempatkan di tengah-tengah pertimbangan etis yang berakar pada
keyakinan mendasar, bahwa manusia -sebagai individu dan kelompok-
terpanggil untuk mempertanggungjawabkan segala amal dan ikhtiarnya
kepada Allah, pemerintah dan masyarakat lingkungan sesuai dengan ajaran
dan petunjuk Islam.<br /><br />Manusia yang hidup dalam kondisi seperti
terurai di atas dituntut agar kehidupannya bermakna. Ia sebagai khalifah
Allah di atas bumi ini justru mempunyai fungsi ganda, <strong>pertama</strong><em> 'ibadatullah</em> yang <strong>kedua </strong><em>'imaratu al-ardl</em>.
Dua fungsi yang dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan. Bahkan
fungsi yang kedua sangat rnempengaruhi kualitas fungsi yang pertama
dalam rangka rnencapai tujuan hidup yakni <em>sa'adatud darain</em>.
Makna hidup manusia akan tergantung pada kemampuan melakukan fungsinya
sesuai dengan perkembangan kehidupan yang selalu berubah seiring dengan
transformasi kultural yang menuntut pengendalian orientasi dan tata
nilai yang Islami.<br /><br />Dalam konteks ini, Aswaja harus mampu
mendorong pengikutnya dan umat pada umumnya agar mampu bergaul dengan
sesamanya dan alam sekitarnya untuk saling memanusiawikan. Aswaja juga
harus menggugah kesadaran umat terhadap ketidakberdayaan,
keterbelakangan serta kelemahan mereka yang merupakan akibat dari suatu
keadaan dan peristiwa kemanusiaan yang dibuat atau dibentuk oleh manusia
yang sudah barang tentu dapat diatasi oleh manusia pula.<br /><br />Tentu
saja, penumbuhan kesadaran tersebut masih dalam konteks melaksanakan
ajaran Islam Aswaja, agar mereka tidak kehilangan nilai-nilai Islami.
Justru malah potensi ajaran Islam Aswaja dikembangkan secara aplikatif
ke dalam proses pengembangan masyarakat. Pada gilirannya pembangunan
manusia seutuhnya akan dapat dicapai melalui ajaran Islam Aswaja yang
kontekstual di tengah-tengah keragaman komunitas nasional.<br /><br />Untuk
melakukan pembangunan masyarakat sekarang mau pun esok, pendekatan yang
paling tepat adalah yang langsung mempunyai implikasi dengan kebutuhan
dari aspek-aspek kehidupan. Karena dengan demikian masyarakat terutama
di pedesaan akan bersikap tanggap secara positif.<br /><br />Kondisi dinamis
sebagai kesadaran yang muncul, merupakan kesadaran masyarakat dalam
transisi yang perlu diarahkan pada pemecahan masalah, pada gilirannya
mereka di sarnping menyadari tema-tema zamannya juga menumbuhkan
kesadaran kritis. Kesadaran ini akan meningkatkan kreativitas, menambah
ketajaman menafsirkan masalah dan sekaligus menghindari distorsi dalam
memahami masalah itu. Kesadaran kritis ini memungkinkan masyarakat
memahami faktor-faktor yang melingkupi aktivitasnya dan kemudian mampu
melibatkan diri atas hal-hal yang membentuk masa depannya.<br /><br />Kebutuhan
akan rumusan konsep aktualisasi Islam Aswaja, menjadi amat penting
adanya. Konsep itu akan menyambung kesenjangan yang terjadi selama ini,
antara aspirasi keagamaan Islam dan kenyataan ada. Suatu kesenjangan
yang sangat tidak menguntungkan bagi kaum muslimin dalam proses
pembangunan masyarakat, yang cenderung maju atas dorongan inspirasi
kebutuhan hidup dari dimensi biologis semata.<br /><br />Merumus kan
konsep-konsep yang dimaksud, memang tidak semudah diucapkan.
Identifikasi masalah-masalah sosial secara general dan spesifik masih
sulit diupayakan, sehingga konsep aktualisasi secara utuh pun tidak
mudah diformulasikan. Akan tetapi secara sektoral aktualisasi itu dapat
dikonseptualisasikan secara jelas dalam konteks pendekatan masalah yang
dilembagakan secara sistematis, terencana dan terarah sesuai dengan
strategi yang ingin dicapai.<br /><br />Kemampuan melihat masalah, sekaligus
kemampuan menggali ajaran Islam Aswaja yang langsung atau tidak
langsung bisa diaktualisasikan dalam bentuk kegiatan implementatif yang
dilembagakan, menjadi penting. Masalah yang sering disinggung oleh
berbagai pihak dan menarik perhatian adalah keterbelakangan, kebodohan
dan kemiskinan yang ada pada garis lingkarbalik (daur). Rumusan Khittah
26 pasal ke-6 juga menyinggung keprihatinan NU atas manusia yang
terjerat oleh tiga masalah itu.<br /><br />Aktualisasi Islam Aswaja dalam
hal ini menurut rumusan yang jelas, adalah sebagai konsep motivator
untuk menumbubsuburkan kesadaran kritis dan membangkitkan kembali
solidaritas sosial di kalangan umat yang kini cenderung melemah akibat
perubahan nilai yang terjadi.<br /><br />Dari sisi lain, ada yang menarik
dari konsep Aswaja mengenai upaya penanggulangan kemiskinan. Konsep ini
sangat potensial, namun jarang disinggung, bahkan hampir-hampir
dilupakan. Yaitu bahwa orang muslim yang mampu berkewajiban menafkahi
kaum fakir miskin, bila tidak ada <em>baitul mal al muntadhim</em>.
Konsep ini mungkin perlu dilembagakan. Dan masih banyak lagi
konsep-konsep ibadah sosial dalam Islam Aswaja yang mungkin dilembagakan
sebagai aktualisasinya.<br /><br />Ajaran Islam Aswaja bukan saja sebagai
sumber nilai etis dan manusiawi yang bisa diintegrasikan dalam
pembangunan masyarakat, namun ia secara multi dimensional sarat juga
dengan norma keselarasan dan keseimbangan, sebagaimana yang dituntut
oleh pembangunan. Dari dimensi sosial misalnya, Islam Aswaja mempunyai
kaitan yang kompleks dengan masalah-masalah sosial. Karena syariat Islam
itu sendiri, justru mengatur hubungan antara manusia individu dengan
Allah, antara sesama manusia dan antara manusia dengan alam
lingkungannya.<br /><br />Hubungan yang kedua itu terumuskan dalam prinsip
mu’amalah yang bila dijabarkan mampu membongkar kelemahan sekaligus
memberi solusi bagi paham kapitalisme dan sosialisme. Konsep itu
terumuskan dalam prinsip <em>mu’asyarah</em> yang tercermin dalam
berbagai dimensi hubungan interaktif dalam struktur sosial yang kemudian
dipertegas oleh rumusan Khittah 26 butir empat, tentang sikap
kemasyarakatan NU sebagai aktualisasinya.<br /><br />Tentang hubungan ketiga
antara manusia dengan alam lingkungannya terumuskan dalam prinsip
kebebasan mengkaji, mengelola dan memanfaatkan alam ini untuk
kepentingan manusia dengan tata keseimbangan yang lazim, tanpa sikap <em>israf</em>
(melampaui batas) dan tentu saja dengan lingkungan maslahah. Dalam
pengelolaan dan pemanfaatan alam itu tentu saja berorientasi pada
prinsip <em>mu’asyarah</em> maupun muamalah yang menyangkut berbagai
bentuk kegiatan perekonomian yang berkembang. Berarti diperlukan konsep
mu'amalah secara utuh yang mampu mengadaptasikan perkembangan
perekonomian dewasa ini sebagai aktualisasi ajaran Islam Aswaja.<br /><br />
<br /><br /><em>*) </em>Dikutip dari KH MA Sahal Mahfudh, <em>Nuansa Fiqih Sosial</em>,
2004 (Yogyakarta: LKiS). Tulisan ini pernah disampaikan pada seminar
Pengembangan Sumber Daya Manusia NU Wilayah Sumatera Selatan, 16 Januari
1989 di Palembang.</div>
Edy Hariyantohttp://www.blogger.com/profile/18379773833056040833noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8573747277288869097.post-17511611604589257232014-06-11T11:32:00.002-07:002014-06-11T11:32:51.271-07:00 Dicari: Keunggulan Budaya<div class="text-c">
<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1393079720.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img alt="Dicari: Keunggulan Budaya" border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1393079720.jpg" style="padding: 5px;" /></a><strong><span style="color: #993300;">Oleh KH Abdurrahman Wahid</span></strong><br />
<br /><span style="font-size: small;">Ada
sebuah prinsip yang selalu dikumandangkan oleh</span> mereka yang meneriakan
kebesaran Islam: “Islam itu unggul, dan tidak dapat diungguli (<em>al-Islâm ya’lû wala yu’la alaihi</em>).” Dengan pemahaman mereka sendiri, lalu mereka menolak apa yang dianggap sebagai “kekerdilan” Islam dan kejayaan orang lain.
Mereka lalu menolak peradaban-peradaban lain dengan menyerukan sikap
“mengunggulkan“ Islam secara doktriner. Pendekatan doktriner seperti
itu berbentuk pemujaan Islam terhadap “keunggulan” teknis
peradaban-peradaban lain. Dari sinilah lahir semacam klaim kebesaran
Islam dan kerendahan peradaban lain, karena memandang Islam secara
berlebihan dan memandang peradaban lain lebih rendah.<br /><br />Dari
“keangkuhan budaya” seperti itu, lahirlah sikap otoriter yang hanya
membenarkan diri sendiri dan menggangap orang atau peradaban lain
sebagai yang bersalah atas kemunduran peradaban lainnya. Akibat dari
pandangan itu, segala macam cara dapat dipergunakan kaum muslim untuk
mempertahankan keunggulan Islam. Kemudian lahir semacam sikap yang
melihat kekerasan sebagai satu-satunya cara “mempertahankan Islam”. Dan
lahirlah terorisme dan sikap radikal demi “kepentingan” Islam.<br /><br />Mereka tidak mengenal ketentuan hukum Islam/<em>fiqh </em>bahwa orang Islam diperkenankan menggunakan kekerasan hanya jika diusir dari kediaman mereka (<em>idzâ ukhrijû min diyârihim</em>).
Selain alasan tersebut itu tidak diperkenankan menggunakan kekerasan
terhadap siapapun, walau atas dasar keunggulan pandangan Islam. Sesuai
dengan ungkapan di atas maka jelas, mereka salah memahami Islam,
ketika memaahami bahwa kaum muslimin diperkenankan menggunakan
kekerasan atas kaum lain. Inilah yang dimaksudkan oleh kitab suci
al-Qur’ân dengan ungkapan “Tiap kelompok bersikap bangga atas milik
sendiri (<em>kullu hizbin bimâ ladaihim farihûn</em>)” (QS al-Mu’minûn [23]: 54). Kalau sikap itu dicerca oleh al-Qur’ân, berarti juga dicerca oleh Rasul-Nya.<br /><br />***<br /><br />Jelaslah
sikap Islam dalam hal ini, yaitu tidak mengangap rendah peradaban
orang lain. Bahkan Islam mengajukan untuk mencari keunggulan dari orang
lain sebagai bagian dari pengembangannya. Untuk mencapai keunggulan
itu Nabi bersabda “carilah ilmu hingga ke tanah Tiongkok (<em>utlubû al-ilmâ walau bî al-shîn</em>).”
Bukankah hingga saat ini pun ilmu-ilmu kajian keagamaan Islam telah
berkembang luas di kawasan tersebut? Dengan demikian, Nabi mengharuskan
kita mencarinya ke mana-mana. Ini berarti kita tidak boleh apriori
terhadap siapapun, karena ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang
terdapat di mana-mana. Bahkan teknologi maju yang kita gunakan adalah
hasil ikutan (<em>spend off</em>) dari teknologi ruang angkasa yang
dirintis dan dibuat di bumi ini. Dengan demikian, teknologi antariksa
juga menghasilkan hal-hal yang berguna bagi kehidupan kita sehari- hari.
Pengertian “longgar” seperi inilah yang dikehendaki kitab suci
al-Qur’ân dan Hadits. <br /><br />Lalu adakah “kelebihan teknis” orang-orang
lain atas kaum muslimin yang dapat dianggap sebagai “kekalahan” umat
Islam? Tidak, karena amal perbuatan kaum muslimin yang ikhlas kepada
agama mereka memiliki sebuah nilai lebih. Hal itu dinyatakan sendiri
oleh Al-Qur’an: “Dan orang yang menjadikan selain Islam sebagai agama,
tak akan diterima amal perbuatannya di akhirat. Dan ia adalah orang
yang merugi (<em>wa man yabtaghi ghaira Islâmi dînan falan yuqbala minhu wa huwa fil âkhirati minal khâsirîn</em>)”
(QS Ali Imran [3]:85). Dari kitab suci ini dapat diartikan bahwa
Allah tidak akan menerima amal perbuatan seorang non-muslim, tetapi di
dalam kehidupan sehari-hari kita tidak boleh memandang rendah kerja
siapapun. <br /><br />Sebenarnya pengertian kata “diterima di akhirat”
berkaitan dengan keyakinan agama dan dengan demikian memiliki kualitas
tersendiri. Sedangkan pada tataran duniawi perbuatan itu tidak
tersangkut dengan keyakinan agama, melainkan “secara teknis” membawa
manfaat bagi manusia lain. Jadi manfaat dari setiap perbuatan
dilepaskan oleh Islam dari keyakinan agama dan sesuatu yang secara
teknis memiliki kegunaan bagi manusia diakui oleh Islam. Namun, dimensi
“penerimaan” dari sudut keyakinan agama memiliki nilainya sendiri.
Pengislaman perbuatan kita justru tidak tergantung dari nilai
“perbuatan teknis” semata, karena antara dunia dan akhirat memiliki dua
dimensi yang berbeda satu dari yang lain.<br /><br />***<br /><br />Dengan
demikian, jelas peradaban Islam memiliki keunggulan budaya dari sudut
penglihatan Islam sendiri, karena ada kaitannya dengan keyakinan
keagamaan. Kita diharuskan mengembangkan dua sikap hidup yang berlainan.
Di satu pihak, kaum muslimin harus mengusahakan agar Islam -sebagai
agama langit yang terakhir- tidak tertinggal, minimal secara teoritik.
Tetapi di pihak lain kaum muslimin diingatkan untuk melihat juga
dimensi keyakinan agama dalam menilai hasil budaya sendiri. Ini juga
berarti Islam menolak tindak kekerasan untuk mengejar ketertinggalan
“teknis” tadi. Walaupun kita menggunakan kekerasan berlipat-lipat
kalau memang secara budaya kita tidak memiliki pendorong ke arah
kemajuan, maka kaum muslimin akan tetap tertinggal di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian keunggulan atau
ketertinggalan budaya Islam tidak terkait dengan penguasaan “kekuatan
politik”, melainkan dari kemampuan budaya sebuah masyarakat muslim
untuk memelihara kekuatan pendorong ke arah kemajuan, teknologi dan
ilmu pengetahuan. <br /><br />Kita tidak perlu berkecil hati melihat
“kelebihan” orang lain, karena hal itu hanya akibat belaka dari
kemampuan budaya mereka mendorong munculnya hal-hal baru yang bersifat
“teknis”. Di sinilah letak pentingnya dari apa yang oleh Samuel
Huntington disebut sebagai “perbenturan budaya (<em>clash of civilizations</em>)”. Perbenturan ini secara positif harus dilihat sebagai perlombaan antar budaya, jadi bukanlah sesuatu yang harus dihindari.<br /><br />***<br /><br />Beberapa tahun lalu penulis diminta oleh <em>Yomiuri Shimbun</em>,
harian berbahasa Jepang terbitan Tokyo dan terbesar di dunia dengan
oplah 11 juta lembar tiap hari, untuk berdiskusi dengan Profesor
Huntington, bersama-sama dengan Chan Heng Chee (dulu Direktur Lembaga
Kajian Asia-Tenggara di Singapura dan sekarang Dubes negeri itu untuk
Amerika Serikat) dan Profesor Aoki dari Universitas Osaka. Dalam diskusi
di Tokyo itu, penulis menyatakan kenyataan yang terjadi justru
bertentangan dengan teori “perbenturan budaya” yang dikemukakan
Huntington. Justru sebaliknya ratusan ribu warga muslimin dari seluruh
dunia belajar ilmu pengetahuan dan teknologi di negeri-negeri Barat
tiap tahunnya, yang berarti di kedua bidang itu kaum muslim saat ini
tengah mengadopsi (mengambil) dari budaya Barat. <br /><br />Nah,
keyakinan agama Islam mengarahkan mereka agar menggunakan ilmu
pengetahuan dan teknologi, yang mereka kembangkan dari negeri-negeri
Barat untuk kepentingan kemanusiaan, bukannya untuk kepentingan diri
sendiri. Pada waktunya nanti, sikap ini akan melahirkan kelebihan
budaya Islam yang mungkin tidak dimiliki orang lain: “kebudayaan yang
tetap berorientasi melestarikan perikemanusiaan, dan tetap melanjutkan
misi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi”. Kalau perlu harus kita
tambahkan pelestarian akhlak yang sekarang merupakan kesulitan
terbesar yang dihadapi umat manusia di masa depan, seperti terbukti
dengan penyebaran AIDS di seluruh dunia, termasuk di negeri-negeri
muslim.<br />
<br />
<br />
*) Dikutip dari Abdurrahman Wahid, <em>Islamku Islam Anda Islam Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi</em>, 2006 (Jakarta: The Wahid Institute). Tulisan ini pernah dimuat di harian <em>Duta Masyarakat</em>, 5 Juli 2003.</div>
Edy Hariyantohttp://www.blogger.com/profile/18379773833056040833noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8573747277288869097.post-40410763118819863392014-06-06T12:21:00.000-07:002014-06-06T12:21:24.935-07:00Islam untuk Perdamaian dan Peradaban<span style="color: #993300;"><strong>Oleh Raja Yordania Abdullah II</strong></span><br /><em> </em><br />
<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1393453082.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img alt="Islam untuk Perdamaian dan Peradaban" border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1393453082.jpg" style="padding: 5px;" /></a><em>Bismillah ar-Rahman ar-Rahim</em><br /><em>Assalamu Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh</em><br />“Terima
Kasih”. Adalah suatu kehormatan bagi saya untuk mendukung Nahdlatul
Ulama dalam tugasnya berdakwah. Kepada Anda semua-komunitas muslim
Indonesia yang hebat, untuk seluruh sahabat dari berbagai keyakinan, dan
kepada seluruh bangsa Indonesia, saya sampaikan salam Yordania dan
salam dari seluruh rakyatnya.<br /><br />Perkenankan saya menyampaikan rasa
duka cita yang mendalam di tahun ini atas wafatnya seorang anak bangsa
dan tokoh umat yang terkenal, Yang Terhormat Rais Aam PBNU KH Muhammad
Ahmad Sahal Mahfudh.<br /><br />Dan juga saya menyampaikan rasa simpati
mendalam kepada para korban bencana alam yang akhir-akhir ini terjadi di
Indonesia. Kami berdoa agar segala sesuatunya kembali pulih dengan
cepat dan menyeluruh.<br /><br />Yang Terhormat Bapak Ketua, Yang Terhormat
para Tokoh Masyarakat, Yang Mulia para Duta Besar, Saudara-saudara dan
Saudari-saudariku<br /><br />Jauh sebelum modernisasi mendunia, terdapat
suatu umat; masyarakat muslim dunia. Dan jauh sebelum adanya
teknologi-teknologi modern yang mendekatkan budaya-budaya yang saling
berjauhan, Islam telah mengajarkan kerukunan antarmanusia dan kesamaan
martabat bagi semua orang.<br /><br />Ini adalah pesan dari Islam yang
tradisional, bertoleransi, beragam, dan berdasarkan pada mazhab. Pesan
itu dipersembahkan untuk rasa cinta pada Allah, mengikuti Nabi Muhammad
SAW, berusaha untuk hidup dalam kebajikan, dan memperlakukan orang lain
dengan kebaikan dan keadilan.<br /><br />Semangat Islam dan nilai-nilai
sosialnya sangat penting untuk masa depan bumi. Setiap muslim mempunyai
peranan terutama para pemuda dan pemudi untuk membantu mengarahkan masa
depan kemanusiaan. Dan juga untuk bekerja sama dengan yang lain dalam
memecahkan segala masalah, menghadapi segala tantangan, dan menangkap
setiap peluang.<br /><br />Yang memprihatinkan saat ini, ada
kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik kembali kemajuan ini dengan
menghasut agama dan konflik etnis. Pada krisis Syria, kita melihat
adanya eksploitasi perpecahan sekte untuk membenarkan tindak kekerasan
dan mempertahankan kekuasaan. Tapi kawasan kita tidak sendiri. Bahaya
akibat konflik agama mengancam seluruh umat, bahkan lebih dalam lagi,
seluruh kemanusiaan. Dan kita harus menanggapinya.<br /><br />Dimulai dengan
menyuarakan lebih kuat untuk Islam yang tradisional dan moderat. Saya
mengetahui banyak dari Anda dan banyak juga di seluruh Asia yang sedang
berusaha mencapai tujuan ini. Ini juga merupakan tujuan dari “Amman
Massage” (Pesan Amman), yang dengan bangga kami resmikan sepuluh tahun
lalu. Inisiatif ini menegaskan kembali ajaran-ajaran Islam dalam hal
toleransi, kekhusyukan kepada Allah, belas kasih dan perdamaian
antarmanusia.<br /><br />Kita melaksanakan Amman Message dengan jangkauan
secara global. Saya bersyukur kepada bangsa Indonesia yang telah menjadi
rekan kami dalam usaha ini. Hasilnya merupakan kesepakatan bersejarah
dari para cendekiawan muslim di seluruh dunia-yang pertama terjadi dalam
1400 tahun-menyepakati siapa muslim sungguhan, melarang pengafiran
pihak lain, dan secara terang-terangan mengakui keabsahan delapan mazhab
dalam Islam yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali, Ja’fari, Zaidi,
Abadhi, dan Zhahiri.<br /><br />Tiga pasal dari Amman Massage mengulas
mengenai klaim palsu dari orang-orang yang ingin mengeksploitasi agama
untuk memecah-belah kita. Seperti firman Allah SWT dalam kitab suci
Al-Quran; <em>bismillah arrahman arrahim. Innamal Mukminuna Ikhwatun. Fa
ashlihu baina akhawaikum. Wattaqullaha la’allakum tuflihun.
Shadaqallahul azhim</em>.<br /><br />***<br /><br />Saudara-saudara dan Saudari-saudariku,<br /><br />Pada
musim panas lalu, para pemimpin dan cendekiawan muslim dari seluruh
dunia bertemu di Amman, dan dengan tegas mengutuk para penghasut yang
menyebabkan konflik (fitnah) antara pengikut sekte Sunni-Syiah. Para
pemimpin mengakui bahwa prinsip-prinsip Islam dan nilai-nilai Demokrasi
dapat saling melengkapi satu sama lain. Dan bahwa contoh yang paling
layak dari negara Islam yang dapat hidup terus dan berkelanjutan adalah
negara yang mengabdi pada rakyatnya, didirikan di atas lembaga-lembaga
yang mengutamakan musyawarah dan keadilan. Negara-negara tersebut
menekankan kebebasan berpendapat dan berkeyakinan, dan kesucian darah
manusia.<br /><br />Tergantung pada kita untuk mengenalkan pengetahuan ini
ke sekolah-sekolah, perguruan tinggi, masjid, media, dan lain
sebagainya. Kita harus terus bekerja sama-seperti yang sedang kita
lakukan di sini hari ini-untuk memajukan ajaran-ajaran Islam yang kita
cintai; untuk merangkul yang lain; dan menyatukan yang terpecah-belah.<br /><br />Bersama-sama,
kita juga memiliki peran langsung dalam mengatasi krisis di Syiria.
Seperti di masa lampau, Yordania telah bertindak dengan belas kasih
untuk menolong ratusan ribu keluarga-keluarga. Sesungguhnya, sampai hari
ini negara kami sudah menampung lebih dari 600,000 pengungsi Syiria.
Beban kemanusiaan ini membutuhkan pertolongan global.<br /><br />Sebagai
anggota dari Organisasi Kerja Sama Islam, kita harus bekerja sama dengan
komunitas internasional untuk memberikan bantuan kemanusiaan,
mengakhiri pertumpahan darah, dan membantu semua pihak mencapai solusi
politik yang damai antara lain menjaga kesatuan Syiria dan keutuhan
wilayahnya; dan mencapai aspirasi rakyat Syria.<br /><br />Dan yang tetap
penting adalah kita mampu menyelesaikan krisis kawasan saya yang telah
berlangsung lama yaitu konflik Palestina-Israel. Ekstremisme semakin
berkembang dengan memanipulasi penderitaan dan keputusasaan. Suara
bersama dari dunia muslim dan Organisasi Kerja Sama Islam, memberikan
pesan alternatif. Yordania, Indonesia, dan 55 anggota OKI lainnya dengan
suara bulat telah mengadopsi Inisiatif Perdamaian Arab, untuk
penyelesaian akhir, menyelesaikan semua masalah-masalah terakhir,
berdasarkan solusi dua-negara. Bersama-sama, kita tidak boleh menyerah
dalam mencari negosiasi menuju masa depan yang damai dan adil, dengan
negara Palestina yang berdaulat, merdeka dan berkelanjutan, merujuk pada
kesepakatan batas wilayah 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai
ibukotanya.<br /><br />***<br /><br />Sahabat-sahabatku,<br /><br />Masyarakat dunia
memiliki kesamaan dalam hal kemanusiaan. Semboyan negara Indonesia
"Bhinneka Tunggal Ika” berlaku bagi kita semua. Kita diimbau untuk
bersungguh-sungguh mengenai dialog global dan pemahamannya. Allah
berfirman dalam kitab suci Al-Quran; <em>Bismillah arrahman arrahim. Ya
ayyuhannasu inna khalaqnakum min dzakarin wa untsa. Wa ja’alnakum
syu’ubaw wa qaba’ila lita’arafu. Inna akramakum indallahi atqakum.
Innallahu alimun khabir. Sadaqallahul azhim.</em><br /><br />***<br /><br />Saudara-saudara dan Saudari-saudariku,<br /><br />Konferensi
Anda hari ini merupakan suatu perayaan dari pentingnya saling
pengertian. Yordania juga merasa ini sebagai tanggung jawab khusus. Dari
rumah kami yang merupakan tanah suci dari tiga agama, kami telah
menjangkau dunia.<br /><br />Inisiatif “A Common Word" (<em>Kalimatun Sawa’</em>)
yang telah menyatukan umat Kristen dan muslim secara berkelanjutan,
mencerminkan pengakuan bersama dari firman-firman emas kedua agama:
untuk mencintai Allah dan mencintai sesama. Ada juga banyak inisiatif
lain antaragama di mana kami diberi kehormatan untuk menjadi pelopor
baik di Yordania, di kawasan dan dunia termasuk konferensi kami di musim
panas lalu tentang Arab Kristen, forum Katolik-Muslim dunia, Taman
Nasional untuk situs pembaptisan Yesus Kristus AS, dan banyak lagi.<br /><br />Resolusi
Yordania untuk "World Interfaith Harmony Week" (Minggu Harmonisasi
Antariman Dunia) dengan suara bulat disahkan Majelis Umum PBB. Tahun
ini, insya Allah, saya akan menyerahkan sebuah penghargaan baru untuk
acara terbaik pada World Interfaith Harmony.<br /><br />Kami melakukan
hal-hal ini dan inisiatif lainnya, tidak hanya merupakan tugas kami
sebagai keturunan langsung dari Nabi Muhammad SAW dan juga sebagai
penjaga situs-situs suci muslim dan umat Kristen di Yerussalem, tetapi
juga sebagai bakti kami untuk umat, mengutip istilah <em>fardu kifayah</em>.<br /><br />***<br /><br />Sahabat-sahabatku,<br /><br />Saat
kita dan yang lainnya mencapai suatu kesepakatan bersama dan rasa
saling hormat, kita sedang membangun masa depan yang layak untuk
anak-anak kita.<br /><br />Di mana ada konflik, dialog dapat membawa
perdamaian. Di mana ada damai, dialog dapat membawa harmoni. Di mana ada
harmoni, dialog dapat membawa persahabatan. Dan di mana ada
persahabatan, dialog dapat membawa tindakan bersama yang menguntungkan.<br /><br />Ini
adalah tugas Anda di sini hari ini, dan juga adalah tugas kita bersama
di hari-hari mendatang. Yordania berdiri bersama Anda, untuk kebenaran,
toleransi, dan rasa saling menghormati. <em>Wallahu waliyyut taufiq. Wassalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.</em><br /><br /><br /><br /><br />*)
Diterima dari staf Duta Besar Yordania di Gedung Jakarta Convention
Center (JCC) dalam bentuk terjemahan bahasa Indonesia. Raja Abdullah bin
Al-Hussein (Abdullah II) menyampaikan teks pidato ini dalam bahasa
Inggris di hadapan sedikitnya 500 hadirin saat pembukaan Multaqa Sufi
yang diselenggarakan PBNU di JCC, Rabu 26 Februari 2014.Edy Hariyantohttp://www.blogger.com/profile/18379773833056040833noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8573747277288869097.post-40253737464366186592014-06-06T12:08:00.000-07:002014-06-06T12:08:20.162-07:00Seruan Syuriyah PBNU Terkait Bencana Alam di Indonesia<div style="text-align: right;">
<span style="color: #e06666;"><span style="font-size: x-large;"><span>بسم الله الرحمن الرحيم. <span>ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي<span> عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ</span></span></span></span></span></div>
<div style="text-align: right;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1393854404.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img alt="Seruan Syuriyah PBNU Terkait Bencana Alam di Indonesia" border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1393854404.jpg" style="padding: 5px;" /></a><span style="color: #e06666;"><span style="font-size: x-large;"><span><span><span> </span></span></span></span></span></div>
<em>Telah nyata kerusakan di darat dan di laut akibat ulah tangan-tangan manusia sendiri, </em><em>agar supaya</em><em> mereka merasakan akibat sebagian dari apa-apa yang mereka perbuat, </em><em>semoga mereka kembali ke jalan yang benar</em><em> </em>(QS/Rum [30]: 41)<br />
<br />
1. Memperhatikan bertubi-tubi dan meratanya bencana alam (seperti:
banjir, kebakaran, dan letusan gunung), dengan segala akibat yang
diderita, terutama oleh mereka rakyat lemah di lapis bawah;<br />
2. Memperhatikan berbagai bencana sosial (seperti: intoleransi dan
kebencian antar kelompok, kekerasan dan sadisme) dan puncaknya berupa
kejahatan korupsi dan kesewenang-wenangan oleh para pemegang amanat, di
hampir semua sektor dan semua lini;<br />
3. Mengingat bahwa pada dasarnya masyarakat dan bangsa Indonesia
adalah manusia-manusia yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai
Pencipta dan Pengatur alam semesta;<br />
4. Memperhatikan bahwa, seperti difirmankan Allah dalam kitab suci-Nya, bahwa ”<em>Segala kerusakan yang munc</em><em>u</em><em>l di bumi ini merupakan akibat langsung maupun tidak langsung dari ulah tangan manusia-manusianya sendiri</em>” (QS/Rum [30] /41).<strong> </strong><br />
<br />
<strong>Maka Kami </strong><strong>Menyerukan</strong><strong>;</strong><br />
Kepada segenap warga bangsa Indonesia, terutama para pemimpinnya di semua sektor dan tingkatan, untuk:<br />
1. Mengingatkan dan menyadarkan diri masing-masing, bahwa hidup di
dunia ini hanyalah sementara; semua kita akan dipanggil kembali
kepada-Nya untuk mempertanggungjawabkan setiap ucapan dan amal perbuatan
kita, sesuai niat dan akibat-akibat yang ditimbulkannya;<br />
2. Bahwa semua kekayaan dan kekuasaan yang kita raih di dunia, akan
disidik dan dimintai pertanggunggjawaban; dengan cara apa dan bagaimana
diperoleh, serta untuk kepentingan apa dan siapa dimanfaatkan;<br />
3. Bahwa setiap amal-perbuatan yang kita lakukan selama hidup di
dunia akan dimintai pertanggungjawaban oleh-Nya; sekecil apa pun
kecurangan yang kita lakukan, dan sekecil apa pun kebajikan yang kita
perbuat, akan kita lihat dan rasakan balasannya.<br />
4. Bahwa dosa yang kita perbuat terhadap sesama (seperti:
kesombongan, fitnah, penganiayaan, kesewenang-wenangan, korupsi, serta
pengrusakan alam lingkungan), adalah dosa yang Tuhan sendiri tidak akan
mengampuninya, selama pihak-pihak atau masyarakat yang dirugikan dan
menjadi korbannya belum memaafkan terlebih dahulu.<br />
5. Karena itu, selagi masih ada kesempatan, dan tidak seorang pun
tahu kapan ajal tiba, segeralah kita bertobat; menyesali dan
menghentikan segala kecurangan dan dosa kita, baik terhadap Tuhan maupun
terhadap sesama manusia dan lingkungan alam kita.<br />
6. Selagi masih ada kesempatan, marilah kita melakukan perubahan,
dengan berjanji kepada diri kita masing-masing untuk tidak mengulangi
lagi dosa dan kesalahan kita, terhadap sesama warga bangsa dan kepada
Allah Tuhan yang Maha Pencipta.<br />
7. Marilah, dengan penuh kesadaran dan tekad yang kuat, kita
melakukan perubahan menuju kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara yang lebih beradab, lebih bertanggungjawab, dengan
mengutamakan kemaslahatan dan kejayaan bagi sesama warga bangsa dan
segenap umat manusia.<br />
8. Tidak ada bangsa yang dianugerahi bumi dan lingkungan alam
sedemikian luas, kaya dan indah seperti kita bangsa Indonesia. Marilah
setiap dan semua kita mensyukurinya dengan berbuat yang terbaik untuk
kemakmuran dan kelestariannya; jauhkan setiap tindakan yang dapat
merusaknya, demi kemaslahatan dan kejayaan kita dan anak cucuk kita
semuanya, esok dan seterusnya - dalam bimbingna hidayah dan ridlo-Nya.<br />
9. Kepada warga Nahdliyyin khususnya dan umat Islam Indonesia umumnya, diminta untuk memperbanyak <em>istighfâr</em> dan <em>istighâtsah</em>;
memohon ampunan, bimbingan serta pertolongan Allah SWT. Semoga Allah
SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang merahmati dan melindungi
kita, bangsa, dan negara kita; menolong kita untuk segera bangkit dari
keterpurukan, menuju kejayaan yang dicita-citakan oleh para pendiri
negara dan rakyatnya. Semoga Allah SWT tidak menguasakan atas kita,
karena dosa-dosa kita, kepada mereka yang tidak takut kepada-Nya dan
tidak mempunyai belas kasihan kepada kita. Amin!<br />
<br />
<br />
<br />
Jakarta; 3 Maret 2014 M/1 Jumadal Ula 1435 H<br />
<br />
<br />
<br />
<strong>DR. KH. A. Mustofa Bisri DR. KH. A. Malik Madaniy, MA</strong><br />
<em>Pj. Rois Aam Katib Aam</em>Edy Hariyantohttp://www.blogger.com/profile/18379773833056040833noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8573747277288869097.post-45932324853797441092014-06-03T10:00:00.000-07:002014-06-03T10:00:20.460-07:00Islam dan Politik<div class="text-c">
<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1394849095.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img alt="Islam dan Politik" border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1394849095.jpg" style="padding: 5px;" /></a><span style="color: maroon;"><strong>Oleh KH MA Sahal Mahfudh</strong></span><br /><br />
Islam
sebagai agama samawi yang komponen dasarnya 'aqidah dan syari'ah, punya
korelasi erat dengan politik dalam arti yang luas. Sebagai sumber
motivasi masyarakat, Islam berperan penting menumbuhkan sikap dan
perilaku sosial politik. Implementasinya kemudian diatur dalam syari'at,
sebagai katalog-lengkap dari perintah dan larangan Allah, pembimbing
manusia dan pengatur lalu lintas aspek-aspek kehidupan manusia yang
kompleks.<br /><br />Islam dan politik mempunyai titik singgung erat, bila
keduanya dipahami sebagai sarana menata kebutuhan hidup rnanusia secara
menyeluruh. Islam tidak hanya dijadikan kedok untuk mencapai kepercayaan
dan pengaruh dari masyarakat semata. Politik juga tidak hanya dipahami
sekadar sebagai sarana menduduki posisi dan otoritas formal dalam
struktur kekuasaan.<br /><br />Politik yang hanya dipahami sebagai
perjuangan mencapai kekuasaan atau pemerintahan, hanya akan mengaburkan
maknanya secara luas dan menutup kontribusi Islam terhadap politik
secara umum. Sering dilupakan bahwa Islam dapat menjadi sumber inspirasi
kultural dan politik. Pemahaman terhadap term politik secara luas, akan
memperjelas korelasinya dengan Islam.<br /><br />Dalam konteks Indonesia,
korelasi Islam dan politik juga menjadi jelas dalam penerimaan Pancasila
sebagai satu-satunya asas. Ini bukan berarti menghapus cita-cita Islam
dan melenyapkan unsur Islam dalam percaturan politik di Tanah Air.
Sejauh mana unsur Islam mampu memberikan inspirasi dalam percaturan
politik, bergantung pada sejauh mana kalangan muslimin mampu tampil
dengan gaya baru yang dapat mengembangkan kekayaan pengetahuan sosial
dan politik untuk memetakan dan menganalisis transformasi sosial.<br /><br />***<br /><br />Syari'ah
Islam mencakup juga tatanan mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kehidupan berbangsa, misalnya tergambar dalam tatanan syari'at tentang
berkomunitas (<em>mu’asyarah</em>) antar sesama manusia. Sedangkan
mengenai kehidupan bernegara, banyak disinggung dalam ajaran fiqih
siyasah dan sejarah Khilafah al-Rasyidah, misalnya dalam kitab <em>al-Ahkam al-Sulthaniyah </em>karya al-Mawardi atau Abi Ya’la al-Hanbali.<br /><br />Pada
zaman Rasulullah dan Khulafa' al-Rasyidin dapat dipastikan,
beliau-beliau itu di samping pimpinan agama sekaligus juga pimpinan
negara. Konsep imamah yang mempunyai fungsi ganda—memelihara agama
sekaligus mengatur dunia—dengan sasaran pencapaian kemaslahatan umum,
menunjukkan betapa eratnya interaksi antara Islam dan politik. Tentu
saja dalam hal ini politik dimengerti secara mendasar, meliputi
serangkaian hubungan aktif antar masyarakat sipil dan dengan lembaga
kekuasann.<br /><br />Dalam teori politik sekuler, agama tidak dipandang
sebagai kekuatan. Agama hanya dilihat sebagai sesuatu yang berkaitan
dengan persoalan individual. Padahal secara fungsional, ternyata
kekuatan agama dan politik saling mempengaruhi. Memang dalam arti sempit
ada diferensiasi, misalnya seperti diisyaratkan oleh interpretasi
sahabat Ibnu Mas'ud terhadap ungkapan uli al-amr sebagai umara’
(pemimpin formal pemerintahan), yang dibedakan dengan ulama sebagai
pemimpin agama.<br /><br />Pengertian politik (al-siyasah) dalam fiqih Islam
menurut ulama Hanbali, adalah sikap, perilaku dan kebijakan
kemasyarakatan yang mendekatkan pada kemaslahatan, sekaligus menjauhkan
dari kemafsadahan, rneskipun belum pernah ditentukan oleh Rasulullah
SAW. Ulama Hanafiyah memberikan pengertian lain, yaitu mendorong
kemaslahatan makhluk dengan rnemberikan petunjuk dan jalan yang
menyelamatkan mereka di dunia dan akhirat. Bagi para Nabi terhadap
kaumnya, menurut pendapat ini, tugas itu meliputi keselamatan batin dan
lahir. Bagi para ulama pewaris Nabi, tugas itu hanya meliputi urusan
lahiriyah saja.<br /><br />Sedangkan menurut ulama Syafi'iyah mengatakan,
politik harus sesuai dengan syari'at Islam, yaitu setiap upaya, sikap
dan kebijakan untuk mencapai tujuan umum prinsip syari'at. Tujuan itu
ialah: (1) Memelihara, mengembangkan dan mengamalkan agama Islam. (2)
Memelihara rasio dan mengembangkan cakrawalanya untuk kepentingan ummat.
(3) Memelihara jiwa raga dari bahaya dan memenuhi kebutuhan hidupnya,
baik yang primer, sekunder mau pun suplementer. (4) Memelihara harta
kekayaan dengan pengembangan usaha komoditasnya dan menggunakannya tanpa
melampaui batas maksimal dan mengurangi batas minimal. (5) Memelihara
keturunan dengan memenuhi kebutuhan fisik mau pun rohani.<br /><br />Dari
pengertian itu, Islam memahami politik bukan hanya soal yang berurusan
dengan pemerintahan saja, terbatas pada politik struktural formal
belaka, namun menyangkut juga kulturisasi politik secara luas. Politik
bukan berarti perjuangan menduduki posisi eksekutif, legislatif mau pun
yudikatif. Lebih dari itu, ia meliputi serangkaian kegiatan yang
menyangkut kemaslahatan umat dalam kehidupan jasmani mau pun rohani,
dalam hubungan kemasyarakatan secara umum dan hubungan masyarakat sipil
dengan lembaga kekuasaan.<br /><br />Bangunan politik semacam ini, harus
didasarkan pada kaidah fiqih yang berbunyi, tasharruf al-imam manuthun
bi al-mashlahah (kebijakan pemimpin harus berorientasi pada kemaslahatan
rakyat atau masyarakat). Ini berarti, bahwa kedudukan kelompok
masyarakat sipil dan lembaga kekuasaan tidak mungkin berdiri sendiri.<br /><br />***<br /><br />Penyebaran
Islam di Indonesia dapat disimak melalui pendekatan politik kultural
dengan bantuan -atau sekurang-kurangnya toleransi- penguasa. Proses
Islamisasi yang relatif cepat di Indonesia dengan jumlah penganut paling
besar di seluruh dunia Islam, tidak lepas dari bantuan dan perlindungan
yang diberikan penguasa. Dalam sejarah kontemporer, perkembangan
politik Islam melalui pemimpin-pemimpinnya menegaskan, negara atau
kekuatan politik struktural hanya diperlukan sebagai instrumen untuk
menjamin pelaksanaan ajaran-ajarannya dalam kehidupan berbangsa dan
bermasyarakat.<br /><br />Memang dari sudut pandangan ajaran formalnya,
Islam sering -tidak selalu- mendapati dirinya dalam keadaan ambivalen di
negeri. Di satu pihak ajaran formal Islam tidak menjadi sumber tunggal
dalam penetapan kebijakan kehidupan negara, karena memang negara ini
bukan negara Islam. Tetapi negara ini juga bukan negara sekuler, yang
memisahkan antara urusan pemerintahan dan keagamaan.<br /><br />Dalam
keadaan demikian, ajaran formal Islam berfungsi dalam kehidupan ini
melalui jalur kultural (pendidikan, komunikasi massa, kesenian dan
seterusnya). Dapat juga melalui jalur yang tidak langsung, melalui
politik struktural. Jalur ini memungkinkan, karena kekayaan Islam yang
hendak ditampilkan dalam kehidupan bernegara tidak semata-mata
ditawarkan sebagai sesuatu yang Islami saja, melainkan sesuatu yang
berwatak nasional.<br /><br />Nilai-nilai Islam sebagai sumber budaya yang
penting di Indonesia, sudah sewajarnya menjadi faktor menentukan dalam
membentuk budaya politik, tata nilai, keyakinan, persepsi dan sikap yang
mempengaruhi perilaku individu dan kelompok dalam suatu aktivitas dan
sistem politik. Indikasi yang paling menonjol dalam hal ini adalah,
bahwa ke lima sila dari Pancasila yang telah disepakati menjadi ideologi
politik, semuanya bernafaskan nilai-nilai Islami.<br /><br />Bagaimana
implementasi nilai Islam dalam budaya politik yang Pancasilais,
bergantung pada kekuatan nilai-nilai itu mempengaruhi proses politik itu
sendiri. Bila terjadi kemerosotan pengaruh nilai-nilai keagamaan Islam
dalam budaya politik, sesungguhnya yang terjadi adalah sekularisasi
kultur politik. Ini lebih membahayakan dan lebih ruwet masalahnya,
ketimbang pemisahan secara formal struktur pemerintahan dan keagamaan.<br /><br />Meskipun
di Indonesia tidak akan terjadi sekularisasi fungsional struktur
pemerintahan dan keagamann secara tegas, namun sekularisasi kultur
politik tidak mustahil dapat terjadi. Kemungkinan terjadinya hal ini
cukup besar, seiring dengan perubahan sistem nilai, akibat kemajuan ilmu
peangetahuan, teknologi dan industrialisasi. Ini pada gilirannya juga
akan mempengaruhi perilaku politik formal-struktural.<br /><br />Di sinilah
pentingnya upaya kulturisasi politik, tanpa menimbulkan
kerawanan-kerawanan tertentu terhadap proses perkembangan politik
struktural. Bahkan perlu diupayakan adanya keseimbangan antara proses
kulturisasi politik dengan proses politik struktural, agar tidak ada
kesenjangan antara dua proseitu. Hal ini mungkin juga penting, untuk
menghindarkan kecurigaan yang sering muncul dari kalangan elit politik
formal terhadap aktivitas politik melalui jalur kultural.<br /><br />***<br /><br />Dalam
ajaran Islam, pemenuhan keadilan dan kesejahteraan merupakan keharusan
bagi suatu pemerintahan -tak perlu berlabel Islam- yang didukung oleh
masyarakat. Rasulullah sendiri sebenarnya memberikan syarat, bahwa
kekuasaan rnemang bukan tujuan dari politik kaum muslimin. Rasulullah
sendiri mencanangkan usaha perbaikan budaya politik atau pelurusan
pengelolaan kekuasaan dan menghimbau kaum muslimin terutama ulama dan
para elite politiknya untuk menjadi moralis politik.<br /><br />Hal ini
memerlukan kesadaran tinggi dari kalangan politisi Islam, untuk dapat
menumbuhkan semangat baru yang relevan dengan perkembangan kontemporer
dalam corak dan format yang tidak berlawanan dengan moralitas Islam.
Cara-cara tradisional dengan mengeksploitasi emosi massa pada
simbol-simbol Islam, harus ditinggalkan. Yang lebih penting justru
adalah mengorganisir kader politik muslim yang lebih lentur dan punya
cakrawala luas, serta punya kejelian menganalisis masalah sosial dan
politik, agar pada gilirannya kelompok politisi Muslim tidak selalu
berada di pinggiran.<br /><br />Peran ini sangat bergantung pada keluasan
pandangan para elite Islam sendiri, kedalaman memahami Islam secara
utuh, sekaligus keluasan cakrawala orang di luar kekuatan politik Islam
dalam melihat potensi dan kekuatan moral Islam dalam mengarahkan proses
kehidupan bangsa untuk mencapai keadilan dan kemakmuran yang
dicita-citakan. Memang upaya ini tidak begitu mudah dan mulus, karena
masih cukup banyak kendala di kalangan kaum muslimin sendiri.<br /><br />Wawasan
politik kaum awam yang masih bercorak paternalistik di satu pihak,
serta kepentingan melihat politik sebagai pemenuhan kebutuhan sesaat di
pihak lain, merupakan kendala yang tidak kecil. Soal politik bukan
sekadar soal menyalurkan aspirasi untuk menegakkan kepemimpinan negara
(imamah) semata, tapi soal menata kehidupan secara lebih maslahat bagi
umat. Karena itu, yang penting bukanlah penguasaan kekuasaan struktur
politik formal dengan mengabaikan proses kulturisasi politik dengan
warna yang lebih Islami. Bila ini yang terjadi, maka kenyataan
sekulerlah yang akan terwujud, dan hanya akan menjauhkan umat dari
tujuan utamanya, <em>sa’adatud darain</em>.<br />
<br />
*) Diambil dari KH MA Sahal Mahfudh, <em>Nuansa Fiqih Sosial</em>, 2004 (Yogyakarta: LKiS). Tulisan ini pernah disampaikan dalam diskusi di Kendal, 4 Maret 1989.</div>
Edy Hariyantohttp://www.blogger.com/profile/18379773833056040833noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8573747277288869097.post-1235044083416559072014-06-03T09:56:00.000-07:002014-06-03T09:56:19.042-07:00Negara Islam, Adakah Konsepnya?<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1395285804.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img alt="Negara Islam, Adakah Konsepnya?" border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1395285804.jpg" style="padding: 5px;" /></a><span style="color: maroon;"><strong>Oleh KH Abdurrahman Wahid</strong></span><br /><br />
Ada
pertanyaan sangat menarik untuk diketahui jawabannya; apakah sebenarnya
konsep Islam tentang negara? Sampai seberapa jauhkah hal ini dirasakan
oleh kalangan pemikir Islam sendiri? Dan, apakah konsekuensi dari konsep
ini jika memang ada? Rangkaian pertanyaan di atas perlu diajukan di
sini, karena dalam beberapa tahun terakhir ini banyak diajukan pemikiran
tentang Negara Islam, yang berimplikasi pada orang yang tidak
menggunakan pemikiran itu dinilai telah meninggalkan Islam.<br /><br />Jawaban-jawaban
atas rangkaian pertanyaan itu dapat disederhanakan dalam pandangan
penulis dengan kata-kata: tidak ada. Penulis beranggapan, Islam sebagai
jalan hidup (<em>syari’ah</em>) tidak memiliki konsep yang jelas tentang
negara. Mengapakah penulis beranggapan demikian? Karena sepanjang
hidupnya, penulis telah mencari dengan sia-sia makhluk yang dinamakan
Negara Islam itu. Sampai hari inipun ia belum menemukannya, jadi tidak
salahlah jika disimpulkan memang Islam tidak memiliki konsep bagaimana
negara harus dibuat dan dipertahankan.<br /><br />Dasar dari jawaban itu
adalah tiadanya pendapat yang baku dalam dunia Islam tentang dua hal.
Pertama, Islam tidak mengenal pandangan yang jelas dan pasti tentang
pergantian pemimpin. Rasulullah Saw digantikan Sayyidina Abu Bakar –tiga
hari setelah beliau wafat. Selama masa itu masyarakat kaum muslimin,
minimal di Madinah, menunggu dengan sabar bagaimana kelangkaan petunjuk
tentang hal itu dipecahkan. Setelah tiga hari, semua bersepakat bahwa
Sayyidina Abu Bakar-lah yang menggantikan Rasulullah Saw melalui
bai’at/prasetia. Janji itu disampaikan oleh para kepala suku/wakil-wakil
mereka, dan dengan demikian terhindarlah kaum muslimin dari malapetaka.
Sayyidina Abu Bakar sebelum meninggal dunia, menyatakan kepada
komunitas kaum muslimin, hendaknya Umar Bin Khattab yang diangkat
menggantikan beliau, yang berarti telah ditempuh cara penunjukkan
pengganti, sebelum yang digantikan wafat. Ini tentu sama dengan
penunjukkan seorang Wakil Presiden oleh seorang Presiden untuk
menggantikannya di masa modern ini.<br /><br />Ketika Umar ditikam Abu Lu’luah dan berada di akhir masa hidupnya, ia meminta agar ditunjuk sebuah dewan pemilih (<em>electoral college - ahl halli wal aqdli</em>),
yang terdiri dari tujuh orang, termasuk anaknya, Abdullah, yang tidak
boleh dipilih menjadi pengganti beliau. Lalu, bersepakatlah mereka untuk
mengangkat Utsman bin Affan sebagai kepala negara/kepala pemerintahan.
Untuk selanjutnya, Utsman digantikan oleh Ali bin Abi Thalib. Pada saat
itu, Abu Sufyan tengah mempersiapkan anak cucunya untuk mengisi jabatan
di atas, sebagai penganti Ali bin Abi Thalib. Lahirlah dengan demikian,
sistem kerajaan dengan sebuah marga yang menurunkan calon-calon
raja/sultan dalam Islam sampai dengan khilafah Usmaniyyah/ottoman empire
yang oleh para “Islam politik” dianggap sebagai prototype pemerintahan
harus diadopsi begitu saja sebagai sebuah “formula Islami”.<br /><br />***<br /><br />Demikian
pula, besarnya negara yang dikonsepkan menurut Islam, juga tidak jelas
ukurannya. Nabi meninggalkan Madinah tanpa ada kejelasan mengenai bentuk
pemerintahan bagi kaum muslimin. Di masa Umar bin Khattab, Islam adalah
imperium dunia dari pantai timur Atlantik hingga Asia Tenggara.
Ternyata tidak ada kejelasan juga apakah sebuah negara Islam berukuran
mendunia atau sebuah bangsa saja (wawasan etnis), juga tidak jelas;
negara-bangsa (nation-state), ataukah negarakota (city state) yang
menjadi bentuk konseptualnya.<br /><br />Dalam hal ini, Islam menjadi
seperti komunisme: manakah yang didahulukan, antara sosialisasi sebuah
negara-bangsa yang berideologi satu sebagai negara induk, ataukah
menunggu sampai seluruh dunia di-Islam-kan, baru dipikirkan bentuk
negara dan ideologinya? Menyikapi analogi negara Komunis, manakah yang
didahulukan antara pendapat Joseph Stalin ataukah Leon Trotsky? Sudah
tentu perdebatan ini jangan seperti yang dilakukan Stalin hingga
membunuh Trotsky di Meksiko.<br /><br />Hal ini menjadi sangat penting,
karena mengemukan gagasan Negara Islam tanpa ada kejelasan
konseptualnya, berarti membiarkan gagasan tersebut tercabik-tercabik
karena perbedaan pandangan para pemimpin Islam sendiri. Misalnya kemelut
di Iran, antara para “pemimpin moderat” seperti Presiden Khatami dengan
para Mullah konservatif seperti Khamenei, saat ini. Satu-satunya hal
yang mereka sepakati bersama adalah nama “Islam” itu sendiri. Mungkin,
mereka juga berselisih paham tentang “jenis” Islam yang akan diterapkan
dalam negara tersebut, Haruskah Islam Syi’ah atau sesuatu yang lebih
“universal”? Kalau harus mengikuti paham Syi’ah itu, bukankah gagasan
Negara Islam lalu menjadi milik kelompok minoritas belaka? Bukankah
syi’isme hanya menjadi pandangan satu dari delapan orang muslim di dunia
saja?<br /><br />***<br /><br />Jelaslah dengan demikian, gagasan Negara Islam
adalah sesuatu yang tidak konseptual, dan tidak diikuti oleh mayoritas
kaum muslimin. Ia pun hanya dipikirkan oleh sejumlah orang pemimpin,
yang terlalu memandang Islam dari sudut institusionalnya belaka. Belum
lagi kalau dibicarakan lebih lanjut, dalam arti bagaimana halnya dengan
mereka yang menolak gagasan tersebut, adakah mereka masih layak disebut
kaum muslimin atau bukan? Padahal yanga menolak justru adalah mayoritas
penganut agama tersebut?<br /><br />Kalau diteruskan dengan sebuah
pertanyaan lain, akan menjadi berantakanlah gagasan tersebut: dengan
cara apa dia akan diwujudkan? Dengan cara teror atau dengan “menghukum”
kaum non-muslim? Bagaimana halnya dengan para pemikir muslimin yang
mempertahankan hak mereka, seperti yang dijalani penulis? Layakkah
penulis disebut kaum teroris, padahal ia sangat menentang penggunaan
kekerasan untuk mencapai sebuah tujuan. Lalu, mengapakah penulis juga
harus bertanggungjawab atas perbuatan kelompok minoritas yang menjadi
teroris itu?<br />
<br /><br />*) Diambil dari Abdurrahman Wahid, <em>Islamku Islam Anda Islam Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi</em>, 2006 (Jakarta: The Wahid Institute). Tulisan ini pernah dimuat di harian <em>Kompas, </em>18-April 2002.Edy Hariyantohttp://www.blogger.com/profile/18379773833056040833noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8573747277288869097.post-74293058974029120852014-06-03T09:40:00.001-07:002014-06-03T09:40:07.321-07:00NU dan Ukhuwah Islamiyah<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhS4oDV5iVamF_i8hpEkG9-4Fh2fK6hnN9mKpNQ8VTzBlZgNYp3jn0xy4SgnWNu2-adSZ4hRlnoCZ3mGd2SJ4dnDcSX7LJfTE0lAII-bawo7BjjdSgBt_5NKEPAPzTn6Y9qhq2sW6nq5BM/s1600/nu.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhS4oDV5iVamF_i8hpEkG9-4Fh2fK6hnN9mKpNQ8VTzBlZgNYp3jn0xy4SgnWNu2-adSZ4hRlnoCZ3mGd2SJ4dnDcSX7LJfTE0lAII-bawo7BjjdSgBt_5NKEPAPzTn6Y9qhq2sW6nq5BM/s1600/nu.jpg" /></a></div>
Nahdlatul Ulama didirikan atas dasar kesadaran dan keinsafan, bahwa
setiap manusia hanya bisa memenuhi <span style="font-size: xx-small;"><sup>1</sup></span><br /><br />Tujuan
utama Nahdlatul Ulama adalah mempersatukan langkah para ulama dan
pengikut-pengikutnya dalam melakukan kegiatan-kegiatan untuk menciptakan
kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian martabat
manusia.<span style="font-size: xx-small;"><sup>2</sup></span><br /><br />Gerakan
keagamaan yang digalang dimaksudkan untuk turut membangun dan
mengembangkan masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT, cerdas,
terampil berakhlak mulia, tenteram, adil dan sejahtera.<span style="font-size: xx-small;"><sup>3</sup></span><br /><br />Sebagai
organisasi keagamaan, Nahdlatul Ulama merupakan bagian tak terpisahkan
dari umat Islam Indonesia yang senantiasa berusaha memegang teguh
prinsip persaudaraan (al-ukhuwah), toleransi (at-tasamuh), kebersamaan
dan hidup berdampingan baik dengan sesama umat Islam maupun dengan
sesama warga negara.<span style="font-size: xx-small;"><sup>4</sup></span><br /><br />Dan
sebagai organisasi kemasyarakatan yang menjadi bagian tak terpisahkan
dari keseluruhan bangsa Indonesia, Nahdlatul Ulama senantiasa menyatukan
diri dengan perjuangan nasional bangsa Indonesia dan akti mengambil
bagian dalam pembangunan menuju masyarakat adil dan makmur yang diridlai
Allah SWT.<span style="font-size: xx-small;"><sup>5</sup></span><br /><br />Nahdlatul Ulama dalam hal ini mengembangkan ukhuwwah Islamiyah yang mengemban kepentingan bangsa.<span style="font-size: xx-small;"><sup>6</sup></span> Pendiri Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy'ari menekankan pentingnya ukhuwah<span style="font-size: xx-small;"><sup>7</sup></span> dengan mengutip berbagai ayat A1-Qur'an dan Hadits yang berkaitan dengan ukhuwah dimaksud.<br /><br />***<br /><br />Kata
ukhuwah berasal dari bahasa Arab, adalah bentuk abstrak dari kata
akhun. Struktur katanya sama dengan kata bunuwah dari kata ibnun yang
artinya anak laki-laki. Akhun dapat berarti saudara, bentuk jamaknya
ikhwah, dapat pula diartikan kawan, bentuk jamaknya ikhwan. Kata ukhuwah
menurut bahasa bisa diartikan kesaudaraan/persaudaraan atau
kekawanan/perkawanan.<span style="font-size: xx-small;"><sup>8</sup></span><br /><br />Dalam
penggunaan sehari-hari, sering juga dipakai dua pengertian tersebut.
Dalam Al-Qur’an, hubungan antar kaum mukmin disebut ikhwah bukan ikhwan,
yang berarti bahwa orang mukmin bukan sekadar teman bagi mukmin yang
lain, namun lebih dari itu adalah saudara.<span style="font-size: xx-small;"><sup>9</sup></span> Tetapi dalam ayat lain<span style="font-size: xx-small;"><sup>10</sup></span> juga disebutkan sebagai ikhwan yang juga diperkuat oleh hadits.<span style="font-size: xx-small;"><sup>11</sup></span><br /><br />Ukhuwah
Islamiyah, dengan demikian berarti hubungan persaudaraan atau
perkawanan antar sesama umat Islam, dan dalam konteks keindonesiaan
adalah seluruh umat Islam di Indonesia, baik yang tergabung dalam ormas
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah mau pun yang lain.<br /><br />Ukhuwah
Islamiyah dimaksud, seperti lazimnya hubungan persaudaraan antar anggota
keluarga tertentu, sebagai suatu komunitas tentu mengandung nilai-nilai
pengikat tertentu, baik yang disepakati bersama, yang tumbuh dari
keyakinan dogmatis mau pun yang tumbuh secara naluriah atau fitriyah.
Tetapi meskipun ada pengikat yang amat kuat dan melekat sekalipun, tidak
berarti tanpa perbedaan. Sebagai umat, masing-masing mempunyai ciri,
watak, latar belakang kehidupan dan wawasan berbeda satu sama lain.<br /><br />Unsur
pengikat dalam upaya menumbuhkan ukhuwah Islamiyah adalah keimanan atas
Allah SWT dan rasulNya, Muhammad SAW. Ikatan akidah inilah yang paling
kuat dibandling ikatan darah atau keturunan.<span style="font-size: xx-small;"><sup>12</sup></span> Ia merupakan pondasi yang kokoh untuk suatu bangunan yang disebut ukhuwah Islamiyah.<br /><br />Rasa
dan keyakinan satu Tuhan, satu rasul dan seiman, mampu menumbuhkan
cinta kasih yang mendalam, yang kemudian diejawantahkan dalam sikap dan
perilaku luhur, sarat dengan nilai akhlaq al-karimah dan solidaritas
sosial yang dalam. Di sini dituntut adanya kesadaran akan hak dan
kewajiban antar sesama muslim dan mukmin.<span style="font-size: xx-small;"><sup>13</sup></span><br /><br />Meskipun ada perbedaan, kebhinekaan dan keberagaman dalam berbagai aspek kehidupan, hal itu tidak berakibat munculnya <em>khushumah </em>(permusuhan), <em>'adawah </em>(perlawanan) maupun <em>muhasadah </em>(saling menghasut), karena kuatnya pengikat tersebut.<span style="font-size: xx-small;"><sup>14</sup></span>
Dalam hal ukhuwah Islamiyah antara Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah
sebagai ormas Islam yang cukup usia, keduanya mempunyai titik temu dalam
konteks keindonesiaan. Titik temu itu pada dasarnya adalah sama, ingin
berbuat untuk kemaslahatan umat atau masyarakat di Indonesia yang
tercinta ini.<br /><br />Upaya mewujudkan kemaslahatan itu secara kongkrit
merupakan partisipasi nyata dalam pembangunan manusia seutuhnya.
Keduanya ingin mengejar kemajuan, menghilangkan keterbelakangan,
mengurangi kemiskinan dan mengikis kebodohan. Baik miskin materi, miskin
ilmu, miskin moral dan miskin iman.<br /><br />Ukhuwah yang menumbuhkan
sikap saling melengkapi kekurangan dengan dasar ikhlas dan saling
pengertian yang luas demi kemaslahatan, merupakan potensi yang selalu
didambakan. Tentu saja dalam hal ini masing-masing berada pada posisinya
sesuai dengan kelebihan dan potensi yang dimiliki.<br /><br />***<br /><br />Memang
diakui, bahwa realisasi ukhuwah Islamiyah tidak semulus yang ingin
dicapai. Di sini perlu telaah mendalam mengenai faktor-faktor
penghambat. Secara umum dapat dikemukakan antara lain, adanya fanatisme
buta dan rasa bangga diri yang berlebihan. Faktor sektarian ini kadang
sampai pada penilaian benar-salah yang mengakibatkan ketegangan atau
kesenjangan tertentu.<br /><br />Faktor lain adalah sempitnya wawasan,
ketertutupan dan kurang atau bahkan tiadanya silaturrahim dan dialog
mencari titik-titik kemaslahatan. Lebih dari itu, faktor penghambat
utama adalah tingkat akhlak yang relatif masih rendah, sehingga sering
timbul sikap tahasud, saling mencela dan ghibah (rerasan).<br /><br />Hambatan
yang paling mendasar adalah lemahnya kesadaran dan rasa kasih sayang
terhadap sesama. Padahal Rasulullah sampai-sampai menekankan dan
menggantungkan iman seseorang, pada sejauh mana ia mencintai sesamanya
seperti mencintai dirinya sendiri.<span style="font-size: xx-small;"><sup>15</sup></span>
Yang terjadi justru sebaliknya, seorang mukmin kurang mensyukuri,
bahkan tidak senang melihat kesuksesan mukmin lain, terkadang malah
lebih senang melihat kegagalannya. Di sini sering terjadi sikap
kompetisi yang kurang sehat, sikap ingin mendominasi segala-ganya dan
mengklaim apa saja yang berwatak positif bagi diri dan kelompoknya.<br /><br />Upaya
untak mengatasi hambatan-hambatan tersebut dapat dilakukan semua pihak,
untuk pada gilirannya ukhuwah itu sendiri menjadi potensi yang sangat
bermanfaat bukan saja bagi warga ke dua belah pihak, namun bagi seluruh
warga negara Indonesia. Terciptalah kemudian sikap kebersamaan dalam
keragaman. Hal ini juga merupakan cerminan dari kesadaran bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.<br /><br />Bagaimana menghilangkan atau paling
tidak memperkecil porsi sektarianisme dalam berbagai bidang yang
menyangkut aspek-aspek kehidupan? Bagaimana pula meningkatkan sikap dan
perilaku akhlak karimah serta mengembangkan sikap tasamuh, tawasuth dan
i'tidal? Bagaimana pula melembagakan silaturrahim dan dialog untuk
mencari titik maslahah untuk menghadapi tantangan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta arus budaya dan perubahan nilai? Semua
pertanyaan ini memerlukan jawaban yang jelas dan konseptual, yang dapat
dirumuskan dalam forum-forum yang lebih serius.<br /><br />Namun sebelum
semua pertanyaan di atas akan dijawab, ada satu pertanyaan yang sangat
mendasar, yang jawabannya akan sangat mempengaruhi atas perlu tidaknya
pertanyaan yang lain dicari jawabannya. Pertanyaan dimaksud ialah,
“Benarkah kita berniat menegakkan ukhuwah Islamiyah Indonesia?". <br /><br />***<br /><br /><strong>Catatan Kaki:</strong><br /><br />1. Mukaddimah Khittah 1926 alenia (1)<br />2. Ibid alenia (2)<br />3. Ibid alenia (3)<br />4. Khittah 1926 butir (8)<br />5. Ibid<br />6. Mukaddimah AD NU - 1984<br />7. Mukaddimah Qanun Asasi NU 1926<br />8. Kamus al-Munjid<br />9. Surat Al-Hujurat ayat 10<br />10. QS Ali Imran ayat 103<br />11. HR Bukhori dan Muslim<br />12. Sayid Quthub Assalam Al-'Aalami<br />13. Ibid<br />14. Qanun Asasi NU -1926<br />15. HR Bukhori dan Muslim<br /><br /><br /><br /><br /><br />*) Diambil dari KH MA Sahal Mahfudh, <em>Nuansa Fiqih Sosial</em>,
2004 (Yogyakarta: LKiS). Tulisan ini pernah disampaikan pada seminar
NU-Muhammadiyah dan Ukhuwah Islamiyah di Yogyakarta, 13 November 1989.
Judul asli Ukhuwah Islamiyah Indonesia.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhS4oDV5iVamF_i8hpEkG9-4Fh2fK6hnN9mKpNQ8VTzBlZgNYp3jn0xy4SgnWNu2-adSZ4hRlnoCZ3mGd2SJ4dnDcSX7LJfTE0lAII-bawo7BjjdSgBt_5NKEPAPzTn6Y9qhq2sW6nq5BM/s1600/nu.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhS4oDV5iVamF_i8hpEkG9-4Fh2fK6hnN9mKpNQ8VTzBlZgNYp3jn0xy4SgnWNu2-adSZ4hRlnoCZ3mGd2SJ4dnDcSX7LJfTE0lAII-bawo7BjjdSgBt_5NKEPAPzTn6Y9qhq2sW6nq5BM/s1600/nu.jpg" /></a></div>
kebutuhannya bila bersedia untuk
hidup bermasyarakat. Dengan bermasyarakat, manusia berusaha mewujudkan
kebahagiaan dan menolak ancaman yang membahayakan diri mereka.
Persatuan, ikatan batin, saling membantu dan keseia-sekataan merupakan
prasyarat dari timbulnya persaudaraan (ukhuwah) dan kasih sayang yang
menjadi landasan bagi terciptanya tata kemasyarakatan yang baik dan
harmonis.Edy Hariyantohttp://www.blogger.com/profile/18379773833056040833noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8573747277288869097.post-67046880480513304962014-06-03T09:32:00.003-07:002014-06-03T09:32:54.134-07:00Taushiyah PBNU Soal Pemilu 2014<strong></strong>
<span style="color: #e06666;"><span style="font-size: x-large;"><em><strong>بسم الله الرحمن الرحيم</strong> </em></span></span><br />
<em><br /></em>
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjE3WQAT_B2K24KZPa51QEbEln2vML6R1J17eY6V6TxQ1SGbF5FdDTUgSSCUt5Bjl8otV6Dlk9_-8E6Sz6a6EyHfpQIEKQGNjxfTwKMk_j4t3gk8StWZW37jOG2wpOWQpICWxAbDc2TU4c/s1600/nu.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjE3WQAT_B2K24KZPa51QEbEln2vML6R1J17eY6V6TxQ1SGbF5FdDTUgSSCUt5Bjl8otV6Dlk9_-8E6Sz6a6EyHfpQIEKQGNjxfTwKMk_j4t3gk8StWZW37jOG2wpOWQpICWxAbDc2TU4c/s1600/nu.jpg" /></a><em>Alhamdulillah</em>, berkat <em>taufiq</em>, <em>hidayah</em>, <em>i’anah</em> dan <em>‘inayah</em>-Nya,
bangsa Indonesia telah selesai <br />
melaksanakan agenda kenegaraan yang
sangat penting, yakni Pemilihan Umum (Pemilu) legislatif pada tanggal 9
April 2014.<br />
Kendati di sana-sini masih terdapat berbagai kekurangan dan kelemahan
yang perlu dibenahi di masa-masa mendatang, namun secara umum Pemilu
telah berlangsung dengan aman dan damai.<br />
Tiga bulan setelah selesainya Pemilu Legislatif, tepatnya pada
tanggal 9 Juli 2014 bertepatan dengan bulan Ramadlan 1435 H, bangsa
Indonesia kembali menyelenggarakan agenda kenegaraan yang tak kalah
pentingnya, yakni Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik
Indonesia (Pilpres).<br />
Agar supaya Pilpres berlangsung dengan aman dan lancar serta
menghasilkan pemimpin yang terbaik bagi bangsa, negara dan agama, maka
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menganggap perlu untuk menyampaikan
taushiyah berikut ini:<br />
<ul style="list-style-type: circle;">
<li>Keikutsertaan secara aktif warga negara dalam pilpres merupakan
perwujudan dari rasa tanggung jawab akan kelangsungan hidup Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang sudah menjadi kesepakatan kita bersama
untuk menjaganya. </li>
<li>Bahwa partisipasi dalam pilpres dapat dianggap sebagai bentuk
ibadah, selama hal itu dilakukan dengan cara-cara yang baik dan benar,
yang mengindahkan nilai-nilai agama dan moral. Sebaliknya, manakala
partisipasi itu dilakukan dengan menghalalkan segala cara (<em>al-ghayah tubarrir al-wasilah</em>), maka hal itu merupakan bentuk kedurhakaan (maksiat) kepada Allah swt dan pengkhianatan terhadap bangsa dan negara.</li>
<li>Bahwa <em>money politics</em> yang terbukti telah terjadi dalam
pemilu legislatif yang lalu, baik yang melibatkan para calon anggota
legislatif (caleg), tim sukses dan masyarakat pemegang hak pilih maupun
aparat penyelenggara pemilu, tidak boleh berulang kembali pada pilpres
yang akan datang. <em>Money politics</em> adalah bentuk suap (<em>risywah</em>). Ia merupakan <em>risywah siyasiyyah</em> (suap yang berdimensi politik), sehingga baginya berlaku sabda Nabi saw:</li>
</ul>
<div style="text-align: right;">
<br /><strong><span style="font-size: small;"> <span style="color: #e06666;"><span style="font-size: x-large;">الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي فِي النَّارِ - رواه الطبراني</span></span></span></strong><span style="color: #e06666;"><span style="font-size: x-large;"><br /><strong><span>لَعَنَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ
وَالْمُرْتَشِيَ وَالرَّائِشَ يَعْنِي: الَّذِي يَمْشِي بَيْنَهُمَا - رواه
أحمد</span></strong><br /><strong><span>ثَلاَثَةٌ
لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ القِيَامَةِ، وَلاَ يُزَكِّيهِمْ،
وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ،... وَرَجُلٌ بَايَعَ إِمَامًا لاَ يُبَايِعُهُ
إِلَّا لِدُنْيَا، فَإِنْ أَعْطَاهُ مِنْهَا رَضِيَ، وَإِنْ لَمْ يُعْطِهِ
مِنْهَا سَخِطَ - رواه البخاري</span></strong></span></span></div>
<ul style="list-style-type: circle;">
<li>Mengimbau kepada warga NU khususnya dan masyarakat serta bangsa Indonesia pada umumnya, untuk melakukan <em>istighatsah</em>,
memohon pertolongan Allah swt agar pilpres nanti dapat berlangsung
dengan aman, damai, dan lancar. Semoga Presiden dan Wakil Presiden yang
terpilih nanti benar-benar merupakan sosok pemimpin yang amanah, yang
mendahulukan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi,
kelompok dan golongan. Pemimpin yang memiliki kemampuan untuk membawa
bangsa Indonesia menuju kehidupan yang adil, makmur dan bermartabat.</li>
<li>Mengimbau kepada warga NU khususnya dan segenap anak bangsa pada umumnya untuk menjaga ikatan tali persaudaraan (<em>ukhuwwah</em>),
kendati terjadi perbedaan pilihan dan dukungan di antara mereka. Kita
wajib bersama-sama menciptakan iklim dan suasana damai, jauh dari hiruk
pikuk provokasi dan agitasi yang mengancam keutuhan bangsa dan negara.</li>
</ul>
<br />
Semoga Allah SWT berkenan mengabulkan harapan kita dan memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara. <em>Amin ya Mujibas-sailin</em>!<br />
<em>Wa akhiru da’wana ‘anil-hamdu lillahi Rabbil-‘alamin, wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq.</em><br />
<br />
Jakarta, <span style="text-decoration: underline;">30 Jumadal-Akhirah 1435 H</span><br />
30 April 2014 M<br />
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
<strong>Dr. KH. A. Mustofa Bisri (Pj. Rais Aam)</strong></div>
<div style="text-align: left;">
<strong>Dr. KH. A. Malik Madaniy, MA (Katib Aam)</strong></div>
<div style="text-align: left;">
<strong>Dr. KH, Said Aqil Siroj, MA (Ketua Umum) </strong></div>
<div style="text-align: left;">
<strong>Dr. H. Marsudi Syuhud (Sekretaris Jenderal)</strong></div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
<strong>________________________________</strong></div>
<div style="text-align: left;">
<i>Sumber : www.nu.or.id/taushiah </i><strong><br /></strong></div>
Edy Hariyantohttp://www.blogger.com/profile/18379773833056040833noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8573747277288869097.post-40623095224650557192014-06-01T12:30:00.000-07:002014-06-01T12:30:29.351-07:00Syari’atisasi dan Bank Syari'ah<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1399461987.jpeg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img alt="Syari’atisasi dan Bank Syari'ah" border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1399461987.jpeg" style="padding: 5px;" /></a><span style="color: maroon;"><strong>Oleh KH Abdurrahman Wahid</strong></span><br />Judul
di atas keluar dari pengamatan penulis yang melihat proses
“penyantrian” kaum muslimin di seluruh dunia Islam saat ini. Tentu saja,
pendapat ini berdasarkan pengamatan sebelumnya, bahwa ratusan juta
muslimin dapat dianggap sebagai orang-orang “Islam statistik” belaka
alias kaum muslimin yang tidak mau atau tidak dapat menjalankan
ajaran-ajaran agama mereka. Orang-orang seperti itu, dikalangan “kaum
santri” di negeri kita, dikenal dengan nama “orang-orang abangan” (<em>nominal muslim</em>)
di Indonesia. Mereka berjumlah sangat besar, jauh lebih besar daripada
kaum santri. Jika di masa lampau ada anggapan, bahwa kaum santri yang
melaksanakan secara tuntas ajaran-ajaran agama mereka berjumlah sekitar
30 % dari penduduk Indonesia, maka selebihnya, mayoritas bangsa ini
tidak melaksanakan “kewajiban-kewajiban” agama dengan tuntas.<br /><br />Karena
“menyadari” hal itu, dengan kata lain menganggap Islam baru tersebar
dalam lingkup tauhid di negeri kita, maka para wakil berbagai organisasi
Islam, menerima pencabutan Piagam Jakarta dari pembukaan UUD 1945. Ki
Bagus Hadikusumo, Kahar Mudzakir, Abikusno Tjokrosuyoso, Ahmad Subardjo,
Agus Salim, dan A. Wahid Hasyim menerima pencabutan itu dengan mewakili
organisasi masing-masing. Tentu mereka bersikap seperti itu, karena
secara<em> de facto </em>telah berkonsultasi dengan kawan-kawan lain
dari organisasi masing-masing, atau paling tidak mengetahui sikap itu
diterima secara umum di kalangan gerakan Islam di Indonesia. Hanya
dengan keyakinan seperti itulah, mereka akan mengambil sikap seperti di
kemukakan di atas. Pengetahuan sejarah tersebut sangat diperlukan, untuk
mengetahui jalan pikiran para wakil berbagai perkumpulan Islam itu,
sebuah kenyataan sejarah yang penting untuk mengetahui motif dari
keputusan yang diambil tersebut.<br /><br />Pada saat ini,
organisasi-organisasi Islam menguasai wacana politik dan budaya di
negeri kita. Sebagaimana terlihat dalam demikian banyak para “santri”
yang membeberkan pandangan dan pemikiran mengenai kedua bidang tersebut
dalam media khalayak. Walaupun yang dibicarakan adalah topik-topik yang
sangat beragam, yang hanya sebagian saja menyangkut aspek-aspek agama
Islam, namun hampir dua pertiga paparan pendapat dan pemikiran itu
berasal dari “dunia santri”. Bahkan mereka yang tidak menjalankan
seluruh ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari telah turut
bersama-sama menyatakan pendapat dan pandangan kaum santri di media
khalayak. Dari fakta ini, banyak pengamat asing tentang Indonesia,
berpandangan bahwa sangatlah penting untuk mengetahui pandangan kaum
santri tentang berbagai hal yang menyangkut Indonesia.<br /><br />***<br /><br />Salah satu perkembangan yang menarik untuk diamati adalah pelaksanaan <em>syari’ah</em>
(jalan hidup kaum muslimin), umumnya terkodifikasikan dalam kehidupan
masyarakat santri di negeri kita. Walaupun tidak semua ajaran Islam
dijalankan dengan tekun, paling tidak slogan “syari’atisasi” telah
dilakukan oleh mereka yang “sadar” akan pentingnya Islam sebagai
“pemberi warna” hidup bangsa kita. Bahkan, berbagai lembaga perwakilan
rakyat di tingkat propinsi, kabupaten dan kota, telah membuat sesuatu
yang melanggar “kesepakatan bersama” untuk tidak mengaitkan negara
kepada kehidupan beragama secara formal atau resmi. Karena itu, ketika
penulis masih menjadi Presiden, telah mengusulkan agar tiap Peraturan
Daerah yang isinya bertentangan dengan undang-undang dasar dianggap
batal.<br /><br />Karena itulah, perkembangan upaya “syari’atisasi” harus
dimonitor terus, semestinya perkembangan itu harus sejalan dengan
keputusan sidang kabinet yang tertera di atas. Nah, mengapa sampai
sekarang belum ada pelaksanaan syari’ah di beberapa daerah yang
dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945? Jawabnya, karena Mahkamah Agung
yang seharusnya memberikan kata akhir bagi pembahasan hal-hal mendasar
bagi kehidupan kita bersama, tidak menjalankan kewajibannya. Sebuah
Mahkamah Agung yang benar-benar menjalankan kewajiban, tentulah tidak
takut kepada tekanan berbagai pihak, termasuk “kaum teroris”. Karena
ketakutan itu, Mahkamah Agung kita akhirnya tidak memberikan kontribusi
apa-apa dalam memudahkan berbagai masalah sangat penting bagi negeri
kita. Mahkamah Agung kita sekarang takut oleh tekanan dari pihak yang
ingin memberlakukan syari’ah Islam, maka benarlah apa yang dikatakan
Franklin D. Roosevelt, Presiden USA yang meninggal dunia tahun 1945,
bahwa apa yang harus kita takuti adalah ketakutan itu sendiri (<em>what we have to fear is fear itself</em>).<br /><br />Umpamanya,
Peraturan Daerah yang dibuat DPRD Sumatera Barat bahwa perempuan tidak
boleh bekerja sendirian setelah jam 09.00 malam tanpa “dikawal” seorang
keluarga dekat, jelaslah sekali bertentangan dengan UUD 1945, yang
menyamakan kedudukan, hak-hak dan kewajiban-kewajiban warga negara
lelaki dan perempuan. Syariatisasi macam inilah yang seharusnya dilihat
bertentangan dengan UUD 1945, atau tidak oleh MA yang penakut itu. Kalau
ada upaya membuat syariatisasi yang sejalan atau tidak bertentangan
dengan UUD 1945, persoalannya adalah penggunaan nama syari’ah itu
sendiri. Tentu itu dilakukan dengan tujuan “mengislamkan” perundang-
undangan di negeri ini, sesuatu yang sebenarnya berbau politik. Mantan
Ketua Mah kamah Agung Mesir, Al-Asmawi pernah mengemukakan dalam sebuah
buku, bahwa tiap undang-undang yang berisikan pencegahan dan hukuman (<em>deterrence and punishment</em>) pada hakikatnya dapat diperlakukan sebagai bagian dari hukum Islam?<br /><br />Jelaslah
dengan demikian, upaya melakukan syari’atisasi dengan menggunakan
kerangka Al-Asmawi itu, adalah apa yang oleh fiqh (hukum Islam) dan
cabang-cabangnya dinamai “melakukan hal yang tidak perlu, karena sudah
dilakukan” (<em>tahsil al-hasil</em>). Yang tercapai hanyalah penamaan
saja, sedangkan substansi atau isinya tidak diperhatikan, sehingga
dilakukan secara sembarangan saja. Sedangkan seharusnya, proses syari’
atisasi lebih tepat dilakukan oleh masyarakat sendiri, tanpa penggunaan
nama syari’ah. Hal tersebut dapat terjadi sebagai proses dalam hidup
bernegara. Dengan demikian dapat disimpulkan, karena terbawa oleh
kerancuan kerangka berpikir, penyebutan syari’ah dalam produk-produk
DPRD propinsi, kabupaten dan kota hanya bersifat politis saja, sesuatu
yang perlu disayangkan.<br /><br />***<br /><br />Hal lain yang perlu kita
sayangkan, bahwa beberapa bank pemerintah telah mendirikan bank
syari’ah, sesuatu hal yang masih dapat diperdebatkan. Bukankah bank
seperti itu menyatakan tidak memungut bunga bank (<em>interest</em>) tetapi menaikkan ongkos- ongkos (<em>bank cost</em>)
di atas kebiasaan? Bukankah dengan demikian, terjadi pembengkakan
ongkos yang tidak termonitor, sesuatu yang berlawanan dengan
prinsip-prinsip cara kerja sebuah dengan bank yang sehat. Lalu,
bagaimanakah halnya dengan transparansi yang dituntut dari cara kerja
sebuah bank agar biaya usaha dapat ditekan serendah mungkin.<br /><br />Karenanya,
banyak bank-bank swasta dengan para pemilik saham non-muslim, turut
terkena “demam syari’atisasi” tersebut. Hal itu disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan mereka tentang hukum Islam tersebut. Begitu juga,
sangat kurang diketahui bahwa Islam dapat dilihat secara
institusional/kelembagaan di satu pihak, dan sebagai kultur/budaya
dipihak lain. Kalau kita mementingkan budaya/kultur, maka lembaga yang
mewakili Islam tidak harus dipertahankan mati-matian, seperti partai
Islam, pesantren, dan tentu saja bank syari’ah. Selama budaya Islam
masih hidup terus, selama itu pula benih-benih berlangsungnya cara hidup
Islam tetap terjaga. Karena itu, kita tidak perlu berlomba-lomba
mengadakan syari’atisasi, bahkan itu dilarang UUD 1945 jika dilakukan
oleh pihak pemerintah dan lembaga-lembaga negara. Mudah dikatakan, namun
sulit dilaksanakan bukan?<br /><br /><br />*) Diambil dari Abdurrahman Wahid, <em>Islamku Islam Anda Islam Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi</em>, 2006 (Jakarta: The Wahid Institute). Tulisan ini pernah dimuat di <em>Memorandum</em>, 28 November 2003.Edy Hariyantohttp://www.blogger.com/profile/18379773833056040833noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8573747277288869097.post-69479485763758364032014-06-01T11:56:00.000-07:002014-06-01T11:56:27.953-07:00SUFISME DI BELANTARA MODERNITAS<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1400466781.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img alt="Sufisme di Belantara Modernitas" border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1400466781.jpg" style="padding: 5px;" /></a><span style="color: maroon;"><strong>Oleh KH MA Sahal Mahfud</strong></span><br />
<br />Manusia
sebagai hamba Allah adalah satu-satunya makhluk yang paling istimewa di
antara semua makhlukNya yang lain. Di samping dikaruniai akal dan
pikiran, manusia ternyata adalah makhluk yang penuh misteri dan
rahasia-rahasia yang menarik untuk dikaji. Misteri ini justru sengaja
dibuat Allah agar manusia memiliki rasa antusias yang tinggi untuk
menguak dan mendalami keberadaan dirinya sebagai ciptaan Allah, untuk
kemudian mengenali siapa penciptanya.<br />
Syekh Ahmad bin Ruslan al-Syafi'i mengemukakan, "<em>Sesuatu yang paling awal diwajibkan atas manusia adalah ma'rifatullah dengan keyakinan</em>".
Bahwa sebagai hamba Allah, manusia tidak bisa tidak mesti mengenal
terlebih dulu siapa yang berhak disembah, untuk kemudian segala proses
dan komponen ibadah kepadaNya tercerminkan di bawah ma'rifatullah.
Sebab, ibadah seseorang baik ibadah wajib ataupun sunnah, tidak akan
mungkin sah tanpa ma'rifatullah.<br />
Di balik itu, tujuan utama seorang yang berakal adalah bertemu dengan
Allah di hari pembalasan nanti, seperti diungkapkan al-Ghazali dalam
Ihya' Ulumuddin.<br />
Dengan demikian ada dua hal yang menjadi agenda manusia di hadapan
Tuhannya. Ketika seseorang pertama kali ingin memasuki "daerah" Allah,
maka ia diwajibkan ma'rifatullah terlebih dahulu. Dan ketika seorang
telah mencapai titik final perjalanannya, maka satu-satunya hal yang
patut dicita-citakan dan diharapkan adalah hanya <em>liqaullah </em>(bertemu
dengan Allah). Rentang antara liqaullah dan ma'rifatullah inilah yang
kemudian melahirkan banyak tuntutan dan konsekuensi sekaligus
keterkaitan erat dari dan oleh manusia sendiri.<br />
***<br />
Allah berfirman dalam surat Yunus ayat 57, "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu nasihat (<em>mau'idhah</em>) dari Tuhanmu dan penyembuh/obat bagi penyakit-penyakit yang berada dalam dada (<em>syifa'uh lima fi al-shudur</em>) dan petunjuk (<em>wa hudan</em>) serta rahmat bagi orang-orang yang beriman (<em>wa rahmatan li al-mu'minin</em>)".<br />
Ayat ini dalam tafsir Ruhul Ma'ani diinterpretasikan sebagai
jenjang-jenjang kesempurnaan pada jiwa manusia. Barangsiapa yang
berpegang teguh dengan al-Qur'an -sebagai <em>mau'idhah</em>- secara utuh dan tidak parsial, maka ia akan memperoleh seluruh tingkatan kesempurnaan tersebut.<br />
Lebih jauh lagi, Imam Junaedi menafsirkan ayat tersebut sebagai landasan filosofis munculnya klasifikasi <em>syaritat</em>,<em> thariqat</em>, <em>haqiqat</em>
dan ma'rifat. Dari kalimat mau'idhah yang mengandung nasihat-nasihat
untuk meninggalkan segala hal yang dilarang dan menjalankan
perintah-perintah Allah, maka lahirlah syari'at yang kemudian berisi
pula anjuran-anjuran untuk membersihkan <em>akhlaq</em> <em>al-mazmumah </em>(perilaku tidak baik) yang dapat dilihat orang lain.<br />
Sedangkan kalimat "<em>syifa'un lima fii al-shudur</em>" memuat
segala bentuk usaha penyembuhan penyakit-penyakit ruhani sehingga
seorang manusia dapat mencapai strata kesempurnaan dalam pembersihan
hatinya dari akidah-akidah yang sesat dan tabiat-tabiat yang hina dan
tercela. Ini merupakan filosofi munculnya klasifikasi <em>thariqat</em>. Sementara kalimat "<em>wa hudan </em>" mengisyaratkan kesempurnnan yang lebih tinggi lagi, yakni strata <em>haqiqat </em>yang hanya mungkin dicapai oleh manusia lewat hidayah yang diberikan Allah.<br />
Tingkatan ini menggambarkan adanya keadaan jiwa manusia yang telah
terhiasi oleh akidah dan akhlak yang baik dan mulia, sehingga seseorang
dapat meraih "<em>dhuhur al-haq fi qulubi al-shiddiqin</em>", yakni terlihatnya Allah yang Maha Haq di dalam hati para <em>shiddiqin </em>(orang-orang yang tingkat keimanannya setaraf dengan Abu Bakar Shiddiq). Adapun kalimat "<em>wa rahmatan li al-mu'minin</em>" memberi dalil akan tercapainya kesempurnaan yang paling tinggi yaitu ma'rifat, bahwa seseorang telah meraih "<em>tajalla anwar al-uluhiyah</em>"<em> </em>(terpancarnya cahaya ketuhanan) yang abadi. Dengan "<em>al-anw'ar al-uluhiyah</em>" ini seseorang dapat memiliki pengaruh positif terhadap mu'min lainnya.<br />
Berkenaan dengan hal tersebut, Abu Bakar al-Makky punya pendapat yang
intinya, bahwa jalan menuju kebahagiaan akhirat adalah terpenuhinya
ketiga hal <em>syari'at</em>, <em>thariqat </em>dan <em>haqiqat</em>.
Ketiga hal ini tidak boleh terlewatkan salah satunya, akan tetapi
haruslah lengkap dan berurutan satu sama lain. Sebab Abu Bakar
menggambarkan ketiga hal itu dengan pendapatnya yang lain:<br />
''<em>Syari'at itu seperti sebuah perahu, sedangkan thariqat adalah
lautan, sementara haqiqat adalah mutiara yang terendam di dasar laut</em>".<br />
Adapun tasawuf (sufisme) oleh banyak ulama masih diperdebatkan
definisinya dengan seribu pendapat. Salah satu definisi tersebut adalah
seperti yang dikemukakan Abu Zakariya al-Anshari:<br />
"<em>Suatu sikap memurnikan hati di hadapan Allah dan memandang remeh atau rendah terhadap selain Allah</em>".<br />
Sehingga dengan definisi ini dapat diambil pengertian, tasawuf adalah
refleksi perasaan ketuhanan yang sangat tinggi, agung dan suci terhadap
segala pelaksannan ketiga (atau keempat) hal di atas.<br />
***<br />
Abad XXI sering dilukiskan sebagai suatu masa yang berperadaban
tinggi. Orang tak lagi membicarakan atau merisaukan hal-hal yang masih
bersifat permulaan atau masih mentah. Kecenderungan-kocenderungan yang
ada hanyalah dominasi sikap ingin serba praktis, mengenakkan dan lebih
mudah. Hal ini jelas tersiasati dari hasil-hasil produksi teknologi
mutakhir yang mampu membikin manusia sebagai makhluk "serba manja".<br />
Bersamaan dengan itu, persaingan masalah-masalah sosial dan
pelaku-pelaku sosial itu sendiri, muncul sebagai efek lain dari
modernitas zaman. Gesekan demi gesekan yang timbul dari berjalannya
kepentingan masing-masing individu tanpa diimbangi dengan nilai-nilai
spiritual, akan meninggalkan keresahan-keresahan tersendiri. Pola-pola
perilaku dan sikap hidup serta pandangan yang individualistis akan
menempatkan manusia pada titik-titik jenuh kehidupan komunitas kolektif,
sehingga pada gilirannya manusia justru acuh tak acuh terhadap
lingkungannya sendiri.<br />
Titik-titik jenuh itulah yang kemudian membuat orang cenderung lari
mencari. "dunia lain" yang lebih menjanjikan kedamaian dan ketenteraman.
Maka agama pun agaknya menjadi alternatif paling tepat untuk mengubah
keresahan tersebut, meskipun demikian hal itu tidak bisa dipahami
sebagai suatu justifikasi tentang adanya asumsi bahwa agama adalah
kompensasi kejenuhan-kejenuhan modernitas zaman.<br />
Komponen sufisme seperti <em>zuhud</em>, <em>khalwah </em>dan <em>'uzlah</em>
ternyata dalam banyak kasus di belantara zaman modern ini, masih saja
tidak kehilangan relevansinya sama sekali. Zuhud oleh para ulama
didefinisikan sebagai sikap meninggalkan ketergantungan hati pada harta
benda (materi), meskipun tidak berarti antipati terhadapnya. Seorancg
zahid bisa saja mempunyai kekayaan yang berlimpah, akan tetapi tidak <em>kumanthil </em>di dalam hati.<br />
Begitu juga <em>'uzlah </em>yang oleh Abu Bakar didefinisikan sebagai, "<em>al-tafarrud 'an al-khalq</em>"
(memisahkan diri dari makhluk lain). Sikap ini terhitung sangat
dianjurkan untuk diamalkan, ketika zaman dilanda pergeseran nilai-nilai
Islam dan segala aturan normatifnya. Ketika seseorang khawatir terhadap
fitnah yang akan menyebabkan kehidupan keagamannnya berkurang
intensitasnya, <em>'uzlah </em>adalah salah satu sikap yang dapat menjawab tantangan itu.<br />
Akan tetapi, apabila segala kekhawatiran tersebut tidak terlalu
memprihatinkan, zuhud justru dipraktikkan dengan berkumpul dan
bermasyarakat sebagaimana lazimnya, untuk `amar ma'ruf nahi munkar.
Lebih jauh lagi, para ulama sepakat, zuhud atau 'uzlah dapat
dilaksanakan hanya sekadar dengan hati dan perasaan, sehingga meskipun
seseorang -misalnya- sedang berada di tengah keramaian sebuah pasar,
akan tetapi dalam hatinya ia merasa menyendiri untuk mencari Tuhannya.<br />
***<br />
SUFISME memandang dunia ini sebagai sebuah jembatan yang harus
dilalui untuk menuju akhirat. Dalam ajaran sufisme ditemui adanya
anjuran-anjuran untuk mempertinggi etos kerja. Seseorang yang mendalami
tasawuf juga diperintahkan untuk bekerja mencari penghasilan bagi
kehidupan sehari-harinya. Seseorang sama sekali tidak diperkenankan
berpasrah diri dan tawakal kepada Allah SWT, sembari rajin mengerjakan
shalat sunnah dan banyak berzikir, sebelum ia memenubi
kewajiban-kewajibannya sebagai -misalnya- seorang kepala rumah tangga,
mencari nafkah.<br />
Akan tetapi kaum sufi lebih memandang dunia laksana api di mana
mereka dapat memanfaatkan sebatas kebutuhan, sembari tetap waspada akan
bahaya percikan bunga api yang suatu saat akan membakar hangus semuanya.
Dalam hal ini mereka berkata:<br />
"<em>Apabila harta benda dikumpulkan, maka haruslah untuk memenuhi
kewajiban yang harus dipenuhi, dan bukan untuk kepentingan pribadi
secara berlebihan</em>".<br />
Lebih jauh, Syekh Abdul Qadir Jaelani berkata: "<em>Semua harta benda
dunia adalah battu ujian yang membuat banyak manusia gagal dan celaka,
sehingga membuat mereka lupa terhadap Allah, kecuali jika pengumpulannya
dengan niat yang baik untuk akherat. Maka bila dalam pentasharufannya
telah memiliki tujuan yang baik, harta dunia iu pun akan menjadi harta
akherat.</em>"<br />
Dengan demikian, sufisme serta segala komponen ajarannya merupakan
pengendali moral manusia. Keseluruhan konsep yang ditawarkan sufisme
seperti zuhud akan dapat mengurangi kecenderungan pola hidup
konsumtifisme dan individualisme yang semakin menggejala di tengah dunia
modern. Sufisme dan Islam pada skala yang lebih luas, adalah bentuk
tata aturan normatif yang menjanjikan kedamaian dan ketenteraman.
Sehingga ketika zaman menghadirkan keresahan-keresahan, seseorang dapat
saja menjadikan sufisme atau tasawuf sebagai kompensasi positif. Yang
jelas, sufisme adalah suatu ajaran yang lebih banyak berimplikasi
langsung dengan hati, jiwa dan perasaan, sehingga ia bukan hadir sebagai
trend, mode dan semacamnya.<br />
<br />
*) Diambil dari KH MA Sahal Mahfudh, <em>Nuansa Fiqih Sosial</em>, 2004 (Yogyakarta: LKiS)Edy Hariyantohttp://www.blogger.com/profile/18379773833056040833noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8573747277288869097.post-31692783818766541512014-06-01T09:09:00.000-07:002014-07-22T08:22:46.598-07:00TAUSHIAH<br />
<div class="box-judul1"><div class="judul1"><b><span style="color: green; font-size: large;">Terbaru</span></b></div></div><div class="box-slider" style="background-color: #c0a062; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; height: auto; width: 650px;"><div style="margin-top: 5px; padding: 7px;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEiaaG_ViXdgmypU-x992b4IdWjYVJ-Zh9Uz8k7YwDLQSVpdJtV_JtZ1d4Y5T4EJHViYVfFl4VMqtzF63H4v9jDfhCyyw9Z5MQMq7fMH96LsU4edTObntEUCFrM0FKNDwNlXyqQo4Y5_kHVcKLLHRwH5S0ywUCCgbQfh4sl96ak23w=" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1400466781.jpg" height="171" style="max-height: 200px;" width="200" /></a><br />
<div class="float-left"></div><div><div class="tanggal"><br />
</div><div class="judul7"><a href="http://arekkemalangan.blogspot.com/2014/06/sufisme-di-belantara-modernitas.html">Sufisme di Belantara Modernitas</a></div><div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;"><b>Oleh KH MA Sahal Mahfud</b><br />
Manusia sebagai hamba Allah adalah satu-satunya makhluk yang paling istimewa di antara semua makhlukNya yang lain. Di samping dikaruniai akal dan pikiran, manusia ternyata adalah makhluk yang penuh misteri dan rahasia-rahasia yang menarik untuk dikaji. </div></div></div></div><br />
<br />
<div style="background: #F2FEBF; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); padding: 7px;"><div class="float-left"></div><div><div class="tanggal"></div><div class="judul3"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEizU4-1yZmT6UmX7V_iySwZj2-_3DkYFiVVAZ0wcZ6KNfh_Iq5aEHSJEtdQIyscvPM5SZfvJRCVIKX44N_TyQCmqs49tzfpzmKL7CBAQEKGjwSLdzo8T9dYMCjeyDJSJwJMtE-rNwHjjYCRZsbEvzJNbBtrhEze0v7HGcfMDK2eLa6-Sw=" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1399461987.jpeg" style="max-height: 100px; max-width: 100px;" /></a><br />
<br />
<br />
<div style="text-align: left;"><a href="http://arekkemalangan.blogspot.com/2014/06/syariatisasi-dan-bank-syariah.html"><span style="color: #cc0000;">Syari’atisasi dan Bank Syari'ah</span></a></div></div><div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;"><b>Oleh KH Abdurrahman Wahid</b><br />
Judul di atas keluar dari pengamatan penulis yang melihat proses “penyantrian” kaum muslimin di seluruh dunia Islam saat ini. Tentu saja, pendapat ini berdasarkan pengamatan sebelumnya, bahwa ratusan juta muslimin dapat dianggap sebagai orang-orang “Islam statistik” belaka</div></div></div><br />
<br />
<div style="background: #C8C8FE; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); padding: 7px;"><div><div class="tanggal"><br />
</div><div class="judul3"><a href="http://arekkemalangan.blogspot.com/2014/06/taushiyah-pbnu-soal-pemilu-2014.html"><span style="color: blue;"><i><span style="font-size: large;">Taushiyah PBNU Soal Pemilu 2014</span></i></span></a></div><div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;"><span style="color: #e06666;"><span style="font-size: large;"><b>بسم الله الرحمن الرحيم</b></span></span> <i>Alhamdulillah</i>, berkat <i>taufiq</i>, <i>hidayah</i>, <i>i’anah</i> dan <i>‘inayah</i>-Nya, bangsa Indonesia telah selesai melaksanakan agenda kenegaraan yang sangat penting, yakni Pemilihan Umum (Pemilu) legislatif pada tanggal 9 April 2014.</div></div></div><br />
<div style="background: #FEBFDC; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); padding: 7px;"><div><div class="tanggal"><br />
</div><div class="judul3"><a href="http://arekkemalangan.blogspot.com/2014/06/nu-dan-ukhuwah-islamiyah.html"><span style="color: #38761d;"><i><span style="font-size: large;">NU dan Ukhuwah Islamiyah</span></i></span></a></div><div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;">Nahdlatul Ulama didirikan atas dasar kesadaran dan keinsafan, bahwa setiap manusia hanya bisa memenuhi kebutuhannya bila bersedia untuk hidup bermasyarakat. Dengan bermasyarakat, manusia berusaha mewujudkan kebahagiaan dan menolak ancaman yang membahayakan diri mereka. </div></div></div><br />
<div style="background: #e1e1e1; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); padding: 7px;"><div class="float-left"></div><div><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEgtWqsZrDW_jkrDJ9GKzT69rotDXch1n5PrFJJz8W1BKZfR4oECiEx8CgPETtzYIOcji4PXw5DzWKDh_PhG1PCd6QNf7Aei1LKCspi1DasXSHKrLvysf_5nQqVFNC2oYlqAUfSgGvJdiCl9ZOwBQINc7xTmSZNzNdmQHAbFrUUFfNFl=" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1395285804.jpg" style="max-height: 100px; max-width: 100px;" /></a><br />
<div class="tanggal"><br />
</div><div class="judul3"><a href="http://arekkemalangan.blogspot.com/2014/06/negara-islam-adakah-konsepnya.html"><span style="color: #38761d;"><i><span style="font-size: large;">Negara Islam, Adakah Konsepnya?</span></i></span></a></div><div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;"><b>Oleh KH Abdurrahman Wahid</b><br />
Ada pertanyaan sangat menarik untuk diketahui jawabannya; apakah sebenarnya konsep Islam tentang negara? Sampai seberapa jauhkah hal ini dirasakan oleh kalangan pemikir Islam sendiri? Dan, apakah konsekuensi dari konsep ini jika memang ada? </div></div></div><br />
<div style="background: #FEFF80; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); padding: 7px;"><div class="float-left"></div><div><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEjRS7El0zZ0tpwidNflrQ8aqDDdgdFrP2sZldww9FvpVGBFJsB6SPLb-z50kvQ1L73zU-adFv7v9CX2_IjsXdvnxdvQtkMxa-2Edtyv8auEO0yymSrqQFAydU3J5yARS5byxZiU5XBoVQuJq9Zt75c1OfJ3PO2-u7WNusjN47SVzd_e=" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1394849095.jpg" style="max-height: 100px; max-width: 100px;" /></a><br />
<div class="tanggal"><br />
</div><div class="judul3"><a href="http://arekkemalangan.blogspot.com/2014/06/islam-dan-politik.html"><span style="color: #38761d;"><span style="font-size: large;"><i>Islam dan Politik</i></span></span></a></div><div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;"><b>Oleh KH MA Sahal Mahfudh</b><br />
Islam sebagai agama samawi yang komponen dasarnya 'aqidah dan syari'ah, punya korelasi erat dengan politik dalam arti yang luas. Sebagai sumber motivasi masyarakat, Islam berperan penting menumbuhkan sikap dan perilaku sosial politik. </div></div></div><br />
<div style="background: #BFFFFE; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); padding: 7px;"><div class="float-left"></div><div><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEhSz2Izi1pBc_iZFRoq1ANmh8RvXe8wORs-_y75Fb8wH3cq7KUe0rv5yf_t6kMQC_5B4ya6Qg3NrtZhVHSNJGi-m6qvTHPRcs37oxaf4jblw0BHZatglSZoI17c0L5QsQ759UrDmhXUC42-zRM9Og_X7PUKEQFlUrne6Y_eVU0DrMD5=" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1393854404.jpg" style="max-height: 100px; max-width: 100px;" /></a><br />
<div class="tanggal"><br />
</div><div class="judul3"><a href="http://arekkemalangan.blogspot.com/2014/06/seruan-syuriyah-pbnu-terkait-bencana.html"><span style="color: #38761d;"><span style="font-size: large;">Seruan Syuriyah PBNU Terkait Bencana Alam di Indonesia</span></span></a></div><div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;"><span style="color: #e06666;"><span style="font-size: large;">بسم الله الرحمن الرحيم. ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ</span></span> <i> </i><br />
<i>Telah nyata kerusakan di darat dan di laut akibat ulah tangan-tangan manusia sendiri, </i><i>agar supaya</i><i> mereka merasakan akibat sebagian dari apa-apa yang mereka perbuat, </i><i>semoga mereka kembali ke jalan yang benar</i><i> </i>(QS/Rum [30]: 41)</div></div></div><br />
<div style="background: #FEBFEF; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); padding: 7px;"><div class="float-left"></div><div><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEhUX7w9PIABXq3ap-ZO4n_0d1_b8Q5kDrQMYs8GEJBUAKJzPmIy6C2muZe6IDkPwyke_loTF6P7j9OZmZHOOd6_5BNPDSaoMc12uEU2N2Gi7UArc0TYDaqMOiV8l1Fp483LihxRTQvTAUPyPa0ukeCm11ouOs5u8kQSI5nugY66nuRB=" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1393453082.jpg" style="max-height: 100px; max-width: 100px;" /></a><br />
<div class="tanggal"><br />
</div><div class="judul3"><a href="http://arekkemalangan.blogspot.com/2014/06/islam-untuk-perdamaian-dan-peradaban.html"><span style="color: #38761d;"><span style="font-size: large;">Islam untuk Perdamaian dan Peradaban</span></span></a></div><div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;"><b>Oleh Raja Yordania Abdullah II</b><br />
<i>Bismillah ar-Rahman ar-Rahim</i><br />
<i>Assalamu Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh</i><br />
“Terima Kasih”. Adalah suatu kehormatan bagi saya untuk mendukung Nahdlatul Ulama dalam tugasnya berdakwah. Kepada Anda semua-komunitas muslim Indonesia yang hebat, untuk seluruh sahabat dari berbagai keyakinan, dan kepada seluruh bangsa Indonesia, saya sampaikan salam Yordania dan salam dari seluruh rakyatnya.</div></div></div><br />
<div style="background: #E6FE80; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); padding: 7px;"><div class="float-left"></div><div><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEgf6BT_dKo6_pTbYRqrJD7kbzLV-A-sB8igAIsPX6dKcHxsXXist8NOysNkhNfH4Nk2dc2ypnM09uiuAI10WryX22Ll5tTd_eA0wAj0ExbgHyMHdukD9DiYDyQ6CJOndTCIkmcmuNxZpiurAJH6ZoRhh13xTTG29r4i56zuuLvz1ndg=" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1393079720.jpg" style="max-height: 100px; max-width: 100px;" /></a><br />
<div class="tanggal"><br />
</div><div class="judul3"><a href="http://arekkemalangan.blogspot.com/2014/06/dicari-keunggulan-budaya.html"><i><b><span style="color: #38761d;"><span style="font-size: large;">Dicari: Keunggulan Budaya</span></span></b></i></a></div><div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;"><b>Oleh KH Abdurrahman Wahid</b><br />
Ada sebuah prinsip yang selalu dikumandangkan oleh mereka yang meneriakan kebesaran Islam: “Islam itu unggul, dan tidak dapat diungguli (<i>al-Islâm ya’lû wala yu’la alaihi</i>).” Dengan pemahaman mereka sendiri, lalu mereka menolak apa yang dianggap sebagai “kekerdilan” Islam dan kejayaan orang lain. </div></div></div><br />
<div style="background: #BFFEE3; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); padding: 7px;"><div class="float-left"></div><div><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEh7AxJFCa3BAO8j8iIKIGjmMeiFiQMFlxfAgn7mduqlKqW9haRMHH6UjHPa_puH5AmLXDQ4pypZ2OVxUn84BIoM5VH4dcKO3OO-1GQvhUbAWgHELNUtvRNnF_lbcfTS-Xxu13UqvOFnxEf05QquXjnz5owWd0cl7mPAqIf6iFGGCsVO=" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1392664331.jpg" style="max-height: 100px; max-width: 100px;" /></a><br />
<div class="tanggal"><br />
</div><div class="judul3"><a href="http://arekkemalangan.blogspot.com/2014/06/aktualisasi-nilai-nilai-aswaja.html"><span style="color: #38761d;"><i><b><span style="font-size: large;">Aktualisasi Nilai-nilai Aswaja</span></b></i></span></a></div><div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;"><b>Oleh KH MA Sahal Mahfudh</b><br />
Aswaja atau Ahlus Sunnah wa Jama'ah sebagai paham keagamaan, mempunyai pengalaman tersendiri dalam sejarah Islam. Ia sering dikonotasikan sebagai ajaran (mazhab) dalam Islam yang berkaitan dengan konsep <i>'aqidah</i>, <i>syari'ah</i> dan <i>tasawuf</i> dengan corak moderat. </div></div></div><br />
<div style="background: #EABFFE; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); padding: 7px;"><div class="float-left"></div><div><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEgHo4ERWbeJP5FOIlZUy0hDzpEo9C5_ey3h4iVHKC2FyHZzBITUqxMhW2R9Onjn-umfjZhsveM74QcywwFYVB9gSYVS962e0V8zCJev5Bnm7sgqtaqJSXOf7O2z8qvFYe-_oyGUDl8_ohpQsxyi2bxjgkszO_tsAaBgdE6AZmRFE3p7=" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1391423359.jpg" style="max-height: 100px; max-width: 100px;" /></a><br />
<div class="tanggal"><br />
</div><div class="judul3"><a href="http://arekkemalangan.blogspot.com/2014/06/nu-setia-menjaga-nkri.html"><span style="color: #38761d;"><i><b><span style="font-size: large;">NU Setia Menjaga NKRI</span></b></i></span></a></div><div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;">Nusantara sebagai sebuah kesatuan geografis, kesatuan budaya, kesatuan politik dan kesatuan ekonomi terbentuk melalui proses berabad-abad, setidaknya mulai wangsa Sanjaya Mataram, Sriwijaya yang terus berkembang zaman Kahuripan, Daha, Singasari, Sriwijaya, Majapahit, Demak, Mataram Baru hingga Republik Indonesia saat ini. Kehadiran penjajah Spanyol, Belanda, Inggris, selama ratusan tahun itu gagal memecah-belah kesatuan yang telah kokoh itu.</div></div></div><br />
<div style="background: #CCFE80; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); padding: 7px;"><div class="float-left"></div><div><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEjt3F9NaD5cviee1XPn5GfFZ_DfACYp7QcMZU7I1bNqW6Ft6AG63Nomw_O7CFvOt84Y-GbnHELlVHOpkQUAfkOBfH6oSHrCF-pkFKMg5qhaXz_r2E_sYPTz-LD9EEAHHGKXhIJfzj221VomE-4ZP-c-jw7EUh60GtIRQUVjqEN8092Q=" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1391423626.JPG" style="max-height: 100px; max-width: 100px;" /></a><br />
<div class="tanggal"><br />
</div><div class="judul3"><a href="http://arekkemalangan.blogspot.com/2014/06/politik-nu-sebagai-siyasah-aliyah.html"><span style="color: #38761d;"><i><b><span style="font-size: large;">Politik NU sebagai Siyasah 'Aliyah Samiyah</span></b></i></span></a></div><div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;">Sebagaimana telah dimaklumi bersama, NU merupakan <b><span style="color: #e06666;"><span style="font-size: large;">جمعيّة دينيّة إجتماعيّة</span></span><i> </i></b> (organisasi keagamaan yang bersifat sosial). Sebagai organisasi keagamaan Islam, tugas utama NU adalah menjaga, membentengi, mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam menurut pemahaman <span style="color: #e06666;"><span style="font-size: large;"><b>أهل السّنّة والجماعة</b></span></span> di bumi nusantara pada khususnya dan di seluruh bumi Allah pada umumnya.</div></div></div><br />
<div style="background: #BFCFFE; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); padding: 5px;"><div class="float-left"></div><div><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEgk2C_AmnhoSI7kLzAInZ3oaxpuFwsgiO3rhsSPh-SrbqDKrrMpDP0jf6t6BaAOTFOa6TpOBAWDplzH1r7-e3PzLtYd9IkE_0bhPqnIYX4w8_YL4AYJ-XVFmM9HVhaKrsYAmWeTov1DIvpCKh0wZv1iSv8IH1Fd3dozMPfdkr2KDIHs=" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1369744782.jpg" style="max-height: 100px; max-width: 100px;" /></a><br />
<div class="tanggal"><br />
</div><div class="prefix3"><span style="color: blue;"><b>KETUA UMUM PBNU</b></span></div><div class="judul3"><a href="http://arekkemalangan.blogspot.com/2014/06/ketua-umum-pbnu.html"><span style="color: #38761d;"><i><b><span style="font-size: large;">Makna Kembali ke Pesantren</span></b></i></span></a></div><div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;">Tiga puluh tahun yang lalu yakni tahun 1984 tepatnya di Situbondo, NU mencanangkan gerakan "Kembali ke Khittah 1926". Langkah strategis itu telah membawa kemajuan yang sangat berarti bagi NU, sehingga menjadi organisasi yang besar, kuat dan disegani. Pada hakekatnya kembali ke Khittah adalah kembali pada spirit, pola pikir serta nilai luhur pesantren.</div></div></div><br />
<div style="background: #FECCBF; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); padding: 7px;"><div class="float-left"></div><div><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEjn576PRvXOuFGfjkn28xsDC93gsW323A2sZeEqrxu9l-XSV-f-QFHwu2Y6W_QvCj7FOiKTopIgKmnCppMCJJTCPH6-66_WJG-GJj-3aZo0qN2aIvXoyJAqIzEy_trtYyTNDu-8AELOxfwn2H_35xNgKDkoearjo4MWHLAcIfCvenhb=" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1369744979.JPG" style="max-height: 100px; max-width: 100px;" /></a><br />
<div class="tanggal"><br />
</div><div class="prefix3"><span style="color: blue;"><span style="font-size: large;">KH SAID AQIL SIROJ</span></span></div><div class="judul3"><a href="http://arekkemalangan.blogspot.com/2014/06/taushiyah-kh-said-aqil-siroj.html"><span style="color: #38761d;"><i><b><span style="font-size: large;">Sambutan "Tokoh Perubahan Republika 2012"</span></b></i></span></a></div><div class="text-c" style="margin: 8px 0px 5px; text-align: right;"><span style="color: #e06666;"><span style="font-size: large;">بِسْمِ الله، الْحَمْدُ ِلله، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّد رَسُوْلِ الله، وَعَلَى ألِهِ وَصَحَابَتِهِ وَمَنْ تَبِعَ سُنَّتَهُ وَجَمَاعَتَه، مِنْ يَوْمِنَا هَذَا إِلَى يَوْمِ الْبَعْثِ وَالنَّهْضَة </span></span></div></div></div><br />
<div style="background: #FEF2BF; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); padding: 7px;"><div class="float-left"></div><div><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEjLnOa0COGKEBw3k5Zj6mflFL9S6OVSPl9VVzXSIl7OfEkd90UybEhA-YGAI2kNR25frFUuxQ2WmTUXdxeXl-8r-VbN2vRJ9fo642mIbbzDQrW5v_trE8d0RjUUrEnsZE7mrxnaj0r-JLTpvUZuG_-Tifls4YuAwwA4O9ZYACYdi94u=" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1357715824.jpg" style="max-height: 100px; max-width: 100px;" /></a><br />
<div class="tanggal"><br />
</div><div class="judul3"><a href="http://arekkemalangan.blogspot.com/2014/06/visi-nu-2013.html"><span style="color: #38761d;"><i><b><span style="font-size: large;">Visi NU 2013</span></b></i></span></a></div><div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;">Berangkat dari berbagai persoalan yang dihadapi bangsa ini sejak beberapa tahun yang lalu, maka mulai awal tahun 2013 ini hingga beberapa tahun sesudahnya diharapkan ada kemajuan yang berarti bagi bangsa ini baik di bidang sosial-politik, bidang ekonomi dan bidang kebudayaan.</div></div></div><br />
<div style="background: #F2FEBF; border-bottom: 1px solid rgb(192,192,192); padding: 7px;"><div class="float-left"></div><div><div class="tanggal"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEh8REXm5dktn9qPoTEEyBQA7A1i_xRH44XNIBFRh3U4NJvuyomkCRqQjTKC1koYN_MYiyH7S100MyjhMvyXJD3HVqViEbWDB4YqMUOp9GAaxWT1UTjHMy3zOy5VREO3BEh2TRLcnaevP11YzEjICNlLDZfRFflbIKv13l079Ffrb0bA=" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1349162359.jpg" style="max-height: 100px; max-width: 100px;" /></a></div><div class="judul3"><a href="http://arekkemalangan.blogspot.com/2014/06/meluruskan-sejarah.html"><span style="color: #38761d;"><i><b><span style="font-size: large;">Meluruskan Sejarah</span></b></i></span></a></div><div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;">Sejarah perlu dipahami secara utuh dan berkesinambungan. Pemahaman sejarah yang hanya dengan membaca potongan-potongan fragmen, sementara sebagian fragmen telah dipenggal dan ditutup-tutupi, akan melahirkan pemahaman menyimpang. Tidak hanya itu, bahkan bisa memutarbalikkan fakta dalam peristiwa. Hal itu terjadi di tengah bangsa ini dalam memahami sejarah pemberontakan PKI.</div></div></div>
<!-- Blogger automated replacement: "https://images-blogger-opensocial.googleusercontent.com/gadgets/proxy?url=http%3A%2F%2Fwww.nu.or.id%2Fonefiles%2Fnu_or_id%2Fdinamic%2Fthumb%2F1369744782.jpg&container=blogger&gadget=a&rewriteMime=image%2F*" with "https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEgk2C_AmnhoSI7kLzAInZ3oaxpuFwsgiO3rhsSPh-SrbqDKrrMpDP0jf6t6BaAOTFOa6TpOBAWDplzH1r7-e3PzLtYd9IkE_0bhPqnIYX4w8_YL4AYJ-XVFmM9HVhaKrsYAmWeTov1DIvpCKh0wZv1iSv8IH1Fd3dozMPfdkr2KDIHs=" --><!-- Blogger automated replacement: "https://images-blogger-opensocial.googleusercontent.com/gadgets/proxy?url=http%3A%2F%2Fwww.nu.or.id%2Fonefiles%2Fnu_or_id%2Fdinamic%2Fmid%2F1400466781.jpg&container=blogger&gadget=a&rewriteMime=image%2F*" with "https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEiaaG_ViXdgmypU-x992b4IdWjYVJ-Zh9Uz8k7YwDLQSVpdJtV_JtZ1d4Y5T4EJHViYVfFl4VMqtzF63H4v9jDfhCyyw9Z5MQMq7fMH96LsU4edTObntEUCFrM0FKNDwNlXyqQo4Y5_kHVcKLLHRwH5S0ywUCCgbQfh4sl96ak23w=" --><!-- Blogger automated replacement: "https://images-blogger-opensocial.googleusercontent.com/gadgets/proxy?url=http%3A%2F%2Fwww.nu.or.id%2Fonefiles%2Fnu_or_id%2Fdinamic%2Fthumb%2F1357715824.jpg&container=blogger&gadget=a&rewriteMime=image%2F*" with "https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEjLnOa0COGKEBw3k5Zj6mflFL9S6OVSPl9VVzXSIl7OfEkd90UybEhA-YGAI2kNR25frFUuxQ2WmTUXdxeXl-8r-VbN2vRJ9fo642mIbbzDQrW5v_trE8d0RjUUrEnsZE7mrxnaj0r-JLTpvUZuG_-Tifls4YuAwwA4O9ZYACYdi94u=" --><!-- Blogger automated replacement: "https://images-blogger-opensocial.googleusercontent.com/gadgets/proxy?url=http%3A%2F%2Fwww.nu.or.id%2Fonefiles%2Fnu_or_id%2Fdinamic%2Fthumb%2F1393079720.jpg&container=blogger&gadget=a&rewriteMime=image%2F*" with "https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEgf6BT_dKo6_pTbYRqrJD7kbzLV-A-sB8igAIsPX6dKcHxsXXist8NOysNkhNfH4Nk2dc2ypnM09uiuAI10WryX22Ll5tTd_eA0wAj0ExbgHyMHdukD9DiYDyQ6CJOndTCIkmcmuNxZpiurAJH6ZoRhh13xTTG29r4i56zuuLvz1ndg=" --><!-- Blogger automated replacement: "https://images-blogger-opensocial.googleusercontent.com/gadgets/proxy?url=http%3A%2F%2Fwww.nu.or.id%2Fonefiles%2Fnu_or_id%2Fdinamic%2Fthumb%2F1395285804.jpg&container=blogger&gadget=a&rewriteMime=image%2F*" with "https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEgtWqsZrDW_jkrDJ9GKzT69rotDXch1n5PrFJJz8W1BKZfR4oECiEx8CgPETtzYIOcji4PXw5DzWKDh_PhG1PCd6QNf7Aei1LKCspi1DasXSHKrLvysf_5nQqVFNC2oYlqAUfSgGvJdiCl9ZOwBQINc7xTmSZNzNdmQHAbFrUUFfNFl=" --><!-- Blogger automated replacement: "https://images-blogger-opensocial.googleusercontent.com/gadgets/proxy?url=http%3A%2F%2Fwww.nu.or.id%2Fonefiles%2Fnu_or_id%2Fdinamic%2Fthumb%2F1349162359.jpg&container=blogger&gadget=a&rewriteMime=image%2F*" with "https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEh8REXm5dktn9qPoTEEyBQA7A1i_xRH44XNIBFRh3U4NJvuyomkCRqQjTKC1koYN_MYiyH7S100MyjhMvyXJD3HVqViEbWDB4YqMUOp9GAaxWT1UTjHMy3zOy5VREO3BEh2TRLcnaevP11YzEjICNlLDZfRFflbIKv13l079Ffrb0bA=" --><!-- Blogger automated replacement: "https://images-blogger-opensocial.googleusercontent.com/gadgets/proxy?url=http%3A%2F%2Fwww.nu.or.id%2Fonefiles%2Fnu_or_id%2Fdinamic%2Fthumb%2F1391423359.jpg&container=blogger&gadget=a&rewriteMime=image%2F*" with "https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEgHo4ERWbeJP5FOIlZUy0hDzpEo9C5_ey3h4iVHKC2FyHZzBITUqxMhW2R9Onjn-umfjZhsveM74QcywwFYVB9gSYVS962e0V8zCJev5Bnm7sgqtaqJSXOf7O2z8qvFYe-_oyGUDl8_ohpQsxyi2bxjgkszO_tsAaBgdE6AZmRFE3p7=" --><!-- Blogger automated replacement: "https://images-blogger-opensocial.googleusercontent.com/gadgets/proxy?url=http%3A%2F%2Fwww.nu.or.id%2Fonefiles%2Fnu_or_id%2Fdinamic%2Fthumb%2F1393854404.jpg&container=blogger&gadget=a&rewriteMime=image%2F*" with "https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEhSz2Izi1pBc_iZFRoq1ANmh8RvXe8wORs-_y75Fb8wH3cq7KUe0rv5yf_t6kMQC_5B4ya6Qg3NrtZhVHSNJGi-m6qvTHPRcs37oxaf4jblw0BHZatglSZoI17c0L5QsQ759UrDmhXUC42-zRM9Og_X7PUKEQFlUrne6Y_eVU0DrMD5=" --><!-- Blogger automated replacement: "https://images-blogger-opensocial.googleusercontent.com/gadgets/proxy?url=http%3A%2F%2Fwww.nu.or.id%2Fonefiles%2Fnu_or_id%2Fdinamic%2Fthumb%2F1391423626.JPG&container=blogger&gadget=a&rewriteMime=image%2F*" with "https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEjt3F9NaD5cviee1XPn5GfFZ_DfACYp7QcMZU7I1bNqW6Ft6AG63Nomw_O7CFvOt84Y-GbnHELlVHOpkQUAfkOBfH6oSHrCF-pkFKMg5qhaXz_r2E_sYPTz-LD9EEAHHGKXhIJfzj221VomE-4ZP-c-jw7EUh60GtIRQUVjqEN8092Q=" --><!-- Blogger automated replacement: "https://images-blogger-opensocial.googleusercontent.com/gadgets/proxy?url=http%3A%2F%2Fwww.nu.or.id%2Fonefiles%2Fnu_or_id%2Fdinamic%2Fthumb%2F1393453082.jpg&container=blogger&gadget=a&rewriteMime=image%2F*" with "https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEhUX7w9PIABXq3ap-ZO4n_0d1_b8Q5kDrQMYs8GEJBUAKJzPmIy6C2muZe6IDkPwyke_loTF6P7j9OZmZHOOd6_5BNPDSaoMc12uEU2N2Gi7UArc0TYDaqMOiV8l1Fp483LihxRTQvTAUPyPa0ukeCm11ouOs5u8kQSI5nugY66nuRB=" --><!-- Blogger automated replacement: "https://images-blogger-opensocial.googleusercontent.com/gadgets/proxy?url=http%3A%2F%2Fwww.nu.or.id%2Fonefiles%2Fnu_or_id%2Fdinamic%2Fthumb%2F1369744979.JPG&container=blogger&gadget=a&rewriteMime=image%2F*" with "https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEjn576PRvXOuFGfjkn28xsDC93gsW323A2sZeEqrxu9l-XSV-f-QFHwu2Y6W_QvCj7FOiKTopIgKmnCppMCJJTCPH6-66_WJG-GJj-3aZo0qN2aIvXoyJAqIzEy_trtYyTNDu-8AELOxfwn2H_35xNgKDkoearjo4MWHLAcIfCvenhb=" --><!-- Blogger automated replacement: "https://images-blogger-opensocial.googleusercontent.com/gadgets/proxy?url=http%3A%2F%2Fwww.nu.or.id%2Fonefiles%2Fnu_or_id%2Fdinamic%2Fthumb%2F1394849095.jpg&container=blogger&gadget=a&rewriteMime=image%2F*" with "https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEjRS7El0zZ0tpwidNflrQ8aqDDdgdFrP2sZldww9FvpVGBFJsB6SPLb-z50kvQ1L73zU-adFv7v9CX2_IjsXdvnxdvQtkMxa-2Edtyv8auEO0yymSrqQFAydU3J5yARS5byxZiU5XBoVQuJq9Zt75c1OfJ3PO2-u7WNusjN47SVzd_e=" --><!-- Blogger automated replacement: "https://images-blogger-opensocial.googleusercontent.com/gadgets/proxy?url=http%3A%2F%2Fwww.nu.or.id%2Fonefiles%2Fnu_or_id%2Fdinamic%2Fthumb%2F1392664331.jpg&container=blogger&gadget=a&rewriteMime=image%2F*" with "https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEh7AxJFCa3BAO8j8iIKIGjmMeiFiQMFlxfAgn7mduqlKqW9haRMHH6UjHPa_puH5AmLXDQ4pypZ2OVxUn84BIoM5VH4dcKO3OO-1GQvhUbAWgHELNUtvRNnF_lbcfTS-Xxu13UqvOFnxEf05QquXjnz5owWd0cl7mPAqIf6iFGGCsVO=" --><!-- Blogger automated replacement: "https://images-blogger-opensocial.googleusercontent.com/gadgets/proxy?url=http%3A%2F%2Fwww.nu.or.id%2Fonefiles%2Fnu_or_id%2Fdinamic%2Fthumb%2F1399461987.jpeg&container=blogger&gadget=a&rewriteMime=image%2F*" with "https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEizU4-1yZmT6UmX7V_iySwZj2-_3DkYFiVVAZ0wcZ6KNfh_Iq5aEHSJEtdQIyscvPM5SZfvJRCVIKX44N_TyQCmqs49tzfpzmKL7CBAQEKGjwSLdzo8T9dYMCjeyDJSJwJMtE-rNwHjjYCRZsbEvzJNbBtrhEze0v7HGcfMDK2eLa6-Sw=" -->Edy Hariyantohttp://www.blogger.com/profile/18379773833056040833noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8573747277288869097.post-22071092064721216072014-05-31T10:29:00.000-07:002014-05-31T10:29:02.010-07:00Maqam Mahabbah Nabi Harun as<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiQxxZeZ8Kd1GvNsKY6RLD-OlMXv108kynJTsGxUTKr-L6_J91B9esRSuW-1cOVyKuWI659KPd-PgxbWMR4_ftTYPqWCoUna7kk1jQUEMXzPH9zlP5zmD0gOwSh-d1O-G_sRD0NpvMtEIE/s1600/11968560.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiQxxZeZ8Kd1GvNsKY6RLD-OlMXv108kynJTsGxUTKr-L6_J91B9esRSuW-1cOVyKuWI659KPd-PgxbWMR4_ftTYPqWCoUna7kk1jQUEMXzPH9zlP5zmD0gOwSh-d1O-G_sRD0NpvMtEIE/s1600/11968560.jpg" height="311" width="320" /></a>Nabi Harun berada di langit ke lima ketika Rasulullah saw bersama
Jibril mengunjunginya. Nabi Harun as <br />
memiliki jenggot dua warna,
sebagaian berwarna putih dan setengah yang lain berwarna hitam.<br />
<br />
<div dir="rtl">
<span style="color: #e06666;"><span style="font-size: x-large;"><strong><span>فاذا هو بهرون ونصف لحيته بيضاء ونصفها سوداء...</span></strong></span></span></div>
<br />
Diantara keberhasilan dakwah Nabi Harun as. adalah keberhasilannya
menanamkan rasa cinta kaumnya kepadanya dengan sangat mendalam.
Begitulah kemasyhuran Nabi Harun, sehingga malaikat Jibril ketika
ditanya Rasulullah saw “siapa lelaki ini Jibril?” Jibril menjawab
“lelaki ini adalah orang yang sangat dicintai umatnya, yaitu Harun bin
Imran”<br />
<br />
<div dir="rtl" style="text-align: right;">
<span style="color: #e06666;"><span style="font-size: x-large;"><strong><span>فقال من هذا يا جبريل قال هذا اللرجل المحبب فى قومه هرون بن عمران</span></strong></span></span></div>
<br />
Cinta bukanlah hal yag mudah, karena perasaan cinta harus diawali
dahulu dengan perkenalan. Tidak ada cinta yang tumbuh begitu saja tanpa
ada pengertian. Di samping itu cinta tidak mengenal perhitungan. Karena
semua tindakannya adalah pengorbanan. Dengan kata lain, <em>maqam mahabbah</em> kepada Allah swt harus dimulai dengan perkenalan terlebih dahulu. dan bukti keberhasilan <em>mahabbah</em>
adalah jika segala langkuh seorang hamba tidak lagi memperhitungkan
pahala. Karena semua dilakukannya semata-mata demi ridha-Nya swt.<br />
<br />
Oleh karena itulah mereka yang mencintai Allah harus rela
mengorbankan segala yang disenanginya. Apalagi jika yang disenanginya
itu ternyata berlawanan dengan apa yang diperintahkan-Nya, demikianlah
mahabbatullah sebagaimana di jelaskan dalam surah Ali Imran ayat 31<br />
<br />
<div dir="rtl" style="text-align: right;">
<span style="color: #e06666;"><span style="font-size: x-large;"><strong><span>قل ان كنتم تحبون الله فاتبعونى يحببكم الله</span></strong></span></span></div>
<br />
<em>Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah
aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.</em><em> </em><br />
<br />
Inilah pelaaran yang dapat diambil dari perjumpaan Rasulullah saw
dengan Nabi Harun as. di langit ke lima. Sungguh semakin tinggi naik
kelangit, semakain banyak berjumpa para nabi maka semakin banyak
pengetahuan dan pemahaman akan kehidupan ini.<br />
<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
<span style="color: #38761d;"><span style="font-size: large;">********* </span></span></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
_________________________</div>
<div style="text-align: left;">
Sumber : www.nu.or.id/ubudiyah</div>
Edy Hariyantohttp://www.blogger.com/profile/18379773833056040833noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8573747277288869097.post-77356478818275850772014-05-29T13:32:00.001-07:002014-05-29T13:32:13.861-07:00ISRA' MI'RAJ : Belajar Kematian Kepada Nabi Idris as<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLgEy-8cXZU78WqccuJ_vqSeaFkmq73m6ARYAjlwmnEYKDYjJ_2OJUu7A6KNzWdKDeiV17kd4DkWkRG_oSYa7loKmKAGUEOc_eUwxuuXza7VdDCrtcZDaf1h9w6Ac4IJxPghweltQp6aU/s1600/index.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLgEy-8cXZU78WqccuJ_vqSeaFkmq73m6ARYAjlwmnEYKDYjJ_2OJUu7A6KNzWdKDeiV17kd4DkWkRG_oSYa7loKmKAGUEOc_eUwxuuXza7VdDCrtcZDaf1h9w6Ac4IJxPghweltQp6aU/s1600/index.jpg" height="320" width="224" /></a>Di langit ke empat Rasulullah saw diantar Jibril bertemu dengan Nabi
Idris as. Ia berada dalam posisi di atas. Karena demikianlah karunia
yang diberikan Allah swt kepadanya. Nabi Idris adalah nabi yang pernah
merasakan surga selama hidup di dunia. Dia pula yang pernah diberi
keistimewaan oleh Allah swt untuk merasakan kematian dalam kehidupan.
Karena Allah swt tidak memperbolehkan siapapun masuk surga sebelum mati
terlebih dahulu.<br />
<br />
<div dir="rtl">
<span style="color: #e06666;"><span style="font-size: x-large;"><span>فلما رفعه باذن الله تعالى سأل ربه دخول الجنة فقيل له لايدخلها الا من ذاق الموت فسأل ربه الموت...</span></span></span></div>
<br />
<em>Ketika Idris diangkat oleh Allah diapun meminta agar dimasukkan
surga, tetapi tidak diperbolehkan kecuali sudah mati. Kemudian Nabi
Idris as.pun meminta kepada Allah swt kematian.</em><br />
<br />
Meskipun tidak ada keterangan mengenai isi pembicaraan antara
Rasulullah saw dan Nabi idris as. akan tetapi perjumpaan itu memberikan
banyak pemahaman kepada Rasulullah saw makna kematian. Bahwa kematian
yang pernah dianugerahkan Allah swt kepada Nabi Idris as. dapat
diterapkan dalam kehidupan manusia dalam berbagai makna. Diantaranya
mati dalam arti usaha menindas keinginan nafsu. Demikian Rasulullah saw
pernah bersabda:<br />
<br />
<div dir="rtl">
<span style="color: #e06666;"><span style="font-size: x-large;"><span>موتوا قبل تموتوا ومن اراد ان ينظر الى الميت يمشى على وجه الأرض فلينظر الى ابى بكر</span></span></span></div>
<br />
<em>Matilah engkau sebelum datang kematian. Siapa yang ingin melihat mayat berjalan di permukaan bumi, lihatlah Abu Bakar.</em><br />
<br />
Begitu pula haditsnya yang berbunyi:<br />
<div dir="rtl">
<span style="color: #e06666;"><span style="font-size: x-large;"><span>الناس نيام واذا موتو انتبنوا</span></span></span></div>
<br />
<em>Semua manusia sebenarnya dalam keadaan tidur, apabila mati, barulah mereka bangun.</em><br />
Yang dimaksud dengan mati di sini adalah mati <em>maknawi</em> bukan mati <em>hissi.</em>
Yaitu mati semua nafsu amarahnya, termasuk diantaranya adalah tidak
pernah merasa kuat, tidak pernah merasa mulia, tidak pernah merasa benar
dan lain sebagainya. Karena barang siapa masih merasa memiliki sifat
kehidupan berarti hawa nafsunya belum mati, karena semua itu pada
hakikatnya adalah milik Allah swt. dan manusia hanya diberikan sedikit
hak untuk menggunakannya.(eh)<br />
<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
<span style="color: #38761d;"><span style="font-size: large;">********* </span></span></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
__________________________</div>
<div style="text-align: left;">
Sumber : www.nu.or.id/ubudiyah</div>
Edy Hariyantohttp://www.blogger.com/profile/18379773833056040833noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8573747277288869097.post-47460982894891005022014-05-26T18:46:00.001-07:002014-05-26T18:46:09.167-07:00Fadhilah Sedekah di Bulan Rajab<span style="font-size: x-large;"><strong>Rajab</strong></span><br />
<br />
<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1400141468.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img alt="Fadhilah Sedekah di Bulan Rajab" border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1400141468.jpg" style="padding: 5px;" /></a>Secara bahasa kata <em>Rajab</em> memiliki beberapa makna diantaranya
mulia atau agung. Demikianlah bulan ini dalam tradisi jahiliyah sangat
dihormati. Sebagai bukti penghormatan tidak diperbolehkannya peperangan
dalam bulan tersebut. Makna yang lain adalah <em>al-isti’dad </em> atau persiapan. Seperti sabda Rasulullah saw.<br />
<br />
<div dir="rtl" style="text-align: right;">
<span style="color: #e06666;"><span style="font-size: x-large;"><strong><span>إنه ليرجب فيه خير كثير لشعبان</span></strong></span></span></div>
<br />
<em>Sebaiknya disiapkan banyak kebaikan menjelang bulan sya’ban</em>.<br />
<br />
Sulthanul Auliya’ Syaikh Abdul Qadir al-Jailani menerangkan dalam kitabnya <em>al-Ghunyah</em> bahwa kata rajab terdiri dari tiga huruf ra’-jim-ba’. Masing-masing memiliki arti. Ra’ mengandung nilai <em>Rahmatullah</em>, jim mengandung nilai <em>juudullah</em>, dan ba’ mengandung nilai <em>birrullah</em>.
Dengan demikian sepanjang bulan rajab mengandung nilai-nilai luhur yang
dapat diperoleh mereka yang berniat bersungguh-sungguh meraihnya.
Meraih <em>rahmat</em> tanpa ada bala, meraih kemurahan Allah dan meraih
kebaikannya yang tak akan pernah kering. Hal ini sesuai dengan apa yang
pernah disabdakan Rasulullah saw bahwa Rajab adalah bulan Allah saw:<br />
<br />
<div dir="rtl">
<span style="color: #e06666;"><span style="font-size: x-large;"><strong><span>عن ابن عباس رضى الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: رجب شهر الله وشعبان شهرى ورمضان شهرامتى</span></strong></span></span></div>
<br />
<em>Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku (Rasulullah saw) dan Ramadhan adalah bulan umatku semu.</em><br />
<br />
Demikianlah keistimewaan bulan rajab sehingga Rasulullah saw memberi prediket pada bulan ini dengan julukan <em>syahrullah</em>.
Sungguh bulan ini merupakan bulan kemurahan Allah swt. beberpa hadits
menunjukkan adanya pelipat gandaan pahala bagi mereka yang beramal pada
bulan rajab.<br />
<br />
<div dir="rtl">
<span style="color: #e06666;"><span style="font-size: x-large;"><strong><span>عن عبد الله بن زبير
رضى الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: من فرج عن مؤمن كربة
فى شهر رجب وهو شهر الله الأصم, أعطاه الله تعالى فى الفردوس قصرا مد بصره
ألا فأكرموا رجب يكرمكم الله عزوجل بألف كرامة</span></strong></span></span></div>
<br />
<em>Barang siapa yang melonggarkan satu</em> <em>beban kehidupan
sesama saudara mu’min di bulan Rajab, Allah akan membangunkan istana
untuknya di surga firdaus yang luasnya sejauh pandangan matanya. Karena
itu, muliakanlah bulan Rajab,pasti Allah akan memuliakanmu dengan seribu
kemuliaan.</em><br />
<br />
Begitu juga pelipat gandaan dalam sedekah di bulan Rajab Rasulullah saw bersabda:<br />
<br />
<div dir="rtl">
<span style="color: #e06666;"><span style="font-size: x-large;"><strong><span>عن عقبة عن سلامة بن
قيس يرفعه الى النبى صلى الله عليه وسلم انه قال: من تصدق فى رجب باعده
الله من النار كمقدار غراب طار فرخا من وكره فى الهوى حتى مات هرما. وقيل
الغراب يعيش خمسمائة عام</span></strong></span></span></div>
<em> </em><br />
<em>Barang siapa bersedekan di bulan Rajab, maka Allah swt akan
menjauhkannya dari api neraka sejauh jarak tempuh burung gagak yang
terbang bebas dari sarangnya hingga mati karena tua. </em><br />
<br />
<em> </em>Menurut sebagain pendapat, umur burung gagak mencapai limaratus tahun.(eh)<br />
<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
***** </div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
______________________________</div>
<div style="text-align: left;">
Sumber : www.nu.or.id/ubudiyah</div>
<br />
<em> </em>Edy Hariyantohttp://www.blogger.com/profile/18379773833056040833noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8573747277288869097.post-26591966811741775572014-05-06T07:18:00.000-07:002014-05-06T07:18:04.993-07:00Islam Memperjuangkan Hak Waris Perempuan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1386644589.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img alt="Islam Memperjuangkan Hak Waris Perempuan" border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1386644589.jpg" style="padding: 5px;" /></a></div>
<span style="font-size: small;">Perpindahan harta dari tangan ketangan telah diatur oleh syara’
dengan berbagai istilah, diantaranya ada jual </span><span style="font-size: small;">beli, hibah, wasiat,
zakat, warisan dan istilah yang lain. Pada zaman sebelum datangnya agama
Islam, masalah warisan sangatlah berat sebelah. Perempuan sebagai
kelompok yang lemah sangat terdhalimi. Mereka tidak mendapat hak harta
warisan oleh kerabatnya. Kedudukan perempuan dalam hal warisan pada masa
itu sangatlah memprihatinkan.</span><br />
<span style="font-size: small;">
</span><span style="font-size: small;">Pembagian harta warisan pada masa jahiliyah hanya dibagikan kepada
kelompok laki-laki yang telah telah mencapai umur dewasa, sedangkan
perempuan entah itu anak-anak maupun dewasa tidak mendapat bagian harta
warisan, begitupu anak kecil dari kelompok laki-laki. Mereka berdalih
bahwa yang berhak atas harta warisan hanyalah yang ikut berperang,
mencari nafkah, menghasilkan ghanimah (rampasan perang). Sedangkan kaum
perempuan dan anak kecil tidak melakukan apapun, maka tidak berhak atas
harta warisan.</span><br />
<span style="font-size: small;">
</span><span style="font-size: small;">Kemudian Islam datang dengan segala keadilan dan ketegasan dalam
menentukan hukum warisan, bahwa bagian satu lelaki sebagaimana bagian
dua orang perempuan. Maka terangkatlah derajat perempuan melalui
pembagian harta warisan.</span><br />
<div dir="rtl">
<br /><span style="font-size: medium;"><strong></strong></span></div>
<span style="color: #e06666;"><b><span style="font-size: large;"><em>Bagian satu lelaki sebagaimana bagian dua perempuan. </em></span></b></span><br />
<br />
Dalam Kitab At-Tahqiqat Al-Mardliyah terdapat keterangan berikut,<br />
<div dir="rtl">
<br /></div>
<span style="color: #e06666;"><span style="font-size: large;"><b><em>Jika pada masa jahiliyah harta warisan hanya dibagikan kepada
mereka yang dianggap kuat dan tidak membagikannya kepada mereka yang
lemah, maka Islam justru sebaliknya, memperhatikan mereka yang lemah,
karena yang lemah lebih berhak dikasihani dan ditolong.</em></b></span></span><br />
<br />
Maka sempurnalah keadilan Islam dengan memberi hak warisan kepada
setiap kelompok, tanpa mengurangi setatusnya sebagai laki-laki dan
perempuan. Meskipun terdapat perbedan dalam pembagian harta warisan,
akan tetapi ada hikmah tersembuyi dibalik ketentuan tersebut. Jika kita
tahu hikmah dalam pembagian harta warisan tersebut, maka itu adalah
anugrah dari Allah swt. jika kita tidak tahu maka yakinlah bahwa
terdapat hikmah atas pembagian warisan tersebut.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
<span style="color: #38761d;"><b><span style="font-size: large;">********* </span></b></span></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
____________________________</div>
<div style="text-align: left;">
Sumber : www.nu.or.id/syariah</div>
Edy Hariyantohttp://www.blogger.com/profile/18379773833056040833noreply@blogger.com0