Jumat, 19 Juli 2013

MUTIARA RAMADHAN : PUASA DAN QANAAH

PUASA DAN QANAAH

Manusia salah satu makhluk Allah SWT yang memiliki nafsu ganda, yaitu nafsu baik dan jahat. Sifat yang muncul pada diri manusia, tergantung nafsu mana yang dapat memenangkan  pertarungan dalam diri manusia itu sendiri.
     Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa kecenderungan manusia memunculkan nasu jahatnya yang lebih besar. Dalam Al Qur'an Surah Yusuf Allah berfirman :

وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
Wamaa ubarri-u nafsii innannafsa ammaaratun bissuu-i ilaa maa rahima rabbii inna rabbii ghafuurun rahiimun

"Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabb-ku. Sesungguhnya Rabb-ku Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang." – (QS.12:53)

Salah satu nafsu jahat manusia yang sering muncul adalah rakus dan tamak. Manusia memiliki sifat tak pernah puas terhadap apa yang telah dicapai.
Rosululloh SWA bersabda : " Kalau adak Adam (manusia) memiliki harta sepenuh dua lembah, niscaya dia masih mencari lembah yang ketiga. Tiada yang memenuhi perut anak Adam (manusia) selain tanah. Allah menerima taubat sesiapa yang bertaubat". (HR. Muslim). 
     Manusia sifatnya rakus maunya nambah terus,dan tak pernah puas terhadap yang telah dicapainya.
Makanya dalam kehidupan sehari-hari,manusia tak cukup dengan satu kendaraan.Sudah memiliki satu kendaraan maunya nambah lagi,sehingga macet dimana-mana.
Manusia selalu takut akan kekurangan dan takut hidupnya menderita. maka, manusia senang menumpuk-numpuk harta sampai lalai kewajibannya terhadap Tuhannya. Allah berfirman dalam Al Qur'an surah At-Takastur :

أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ
Al-haakumut-takaatsur(u)

"Bermegah-megahan telah melalaikan kamu," – (QS.102:1)

Memang tak mudah mengendalikan nafsu serakah manusia,karena memang watak ini sudah melekat erat pada diri manusia.  Demi tuntunan nafsunya banyak orang mengabaikan bagaimana cara mendapatkan hartanya. Halal haram tak lagi menjadi pertimbangan, karena itu korupsi merajalela, penipuan dimana-mana,pencurian, penjambretan terjadi dimana-mana.
Manusia, demi kepuasan nafsunya tak lagi takut akan hisab di hari akhirat nanti. Padahal, semua perbuatan manusia dalam perburuannya untuk memuaskan nafsunya nanti akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Allah SWT berfirman :

إِنَّ إِلَيْنَا إِيَابَهُمْ
Inna ilainaa iyaabahum
ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُمْ
Tsumma inna 'alainaa hisaabahum

 "Sesungguhnya kepada Kami-lah, kembali mereka,"kemudian sesungguhnya, kewajiban Kami-lah menghisab mereka." – (QS.Al Ghaasyiyah :25-26)

     Dengan datangnya bulan Ramadhan,manusia (khususnya umat muslim) diperintahkan berpuasa. Puasa yang secara bahasa diartikan dengan menahan (al imsak) dan secara terminologi menjauhkan diri sepenuhnya dari makanan,minuman, hubungan intim dan segala hal yang dapat membatalkan puasa, mulai fajar sampai matahari terbenam, merupan ibadah yang bertujuan mengendalikan nafsu jahat manusia.
Dengan puasa manusia disuruh belajar menahan "suatu perbuatan" yang selama ini menjadi kegemaran, bahkan kebutuhan dasar manusia. Seperti makan, minum. hubungan seksual dan lain-lain.
     Puasa melatih manusia tidak serakah. Puasa melatih manusia mengontrol nafsunya untuk tidak melakukan
perbuatan yang pada hari-hari tidak berpuasa diperbolehkan. Karena itu, puasa menghasilkan manusia-manusia yang terlatih nafsunya dalam menghadapi kemewahan dunia, yaitu insan bertaqwa. Dalam Al Qur'an surah Al Baqarah :183 dijelaskan   :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Yaa ai-yuhaal-ladziina aamanuu kutiba 'alaikumush-shiyaamu kamaa kutiba 'alaal-ladziina min qablikum la'allakum tattaquun(a)

 "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa." – (QS.2:183)

Puasa melatih manusia untuk bersabar ( syahr al shabr ) dalam menghadapi godaan megahnya dunia. Betapapun nafsu sangat menginginkannya, jikalau perbuatan itu maksiat, atau mencapainya harus dengan kemaksiatan, manusia yang telah terlatih dengan puasa ia akan mampu menahannya. Berbeda dengan orang yang tak terlatih dengan puasa, atau puasa tapi puasanya tidak benar, nafsunya tidak memiliki kendali, sehingga ia tak mampu menahan godaan-godaan kemaksiatan yang ada didepannya.
     Karena itu Rosululloh menyebutkan puasa itu sebagai perisai (al shaumu junnatun ). Karena, dengan puasa manusia mampu menangkis berbagai hal yang akan menjerumuskan dalam keserakahan.
Puasa mengembalikan sifat-sifat serakah manusia kepada sifat mau menerima dengan apa yang diberikan Allah SWT kepadanya (qanaah). Orang yang berpuasa di didik melihat dan merasakan kehidupan orang-orang yang lebih susah darinya dan dididik tidak selalu melihat orang yang nasibnya lebih baik darinya. Sehingga orang yang berpuasa akan menyadari bahwa nikmat Allah SWT yang diberikan kepadanya masih jauh lebih baik dibanding yang diberikan kepada orang lain.
Jika orang yang selalu melihat nasib orang yang lebih baik, ia tidak pernah bersyukur dan tak pernah puas terhadap  apa yang telah ia perolehnya.
     Disinilah puasa mendidik manusia untuk selalu memiliki kesadaran bahwa kekayaan tidak selalu identik dengan harta, atau glamoritasnya dunia. Tetapi kekayaan letaknya dalam hati. Sejauh mana ia dapat mensyukuri nikmat Illahi Rabbi, maka disitulah ia menemukan kecukupan hidupnya.
Rosululloh SAW telah mengingatkan kita dalam sabdanya  : "Kekayaan (yang hakiki), bukanlah dengan banyaknya harta atau materi, namun kekayaan (yang hakiki) adalah hati yang selalu merasa cukup". (HR. Bukhari dan Muslim).
Puasa mendidik manusia agar menjadi orang yang selalu merasa cukup dengan apa yang telah diberikan oleh Allah SWT.
         Demikian sekilas yang dapat kami sampaikan semoga Allah selalu menjadikan kita sebagai orang yang selalu mensyukuri atas apa yang telah diberikanNya kepada kita. Amin......
Samapi jumpa di artikel Mutiara Ramadhan berikutnya.

______________________________________

TAFSIR AL QUR'AN SURAH AT-TAUBAH AYAT 121 - 129 ( 07 )

Cari dalam "TAFSIR" Al Qur'an
Bahasa Indonesia    English Translation    Dutch    nuruddin

No. Pindah ke Surat Sebelumnya... Pindah ke Surat Berikut-nya... [TAFSIR]: AT-TAUBAH
Ayat [129]   First Previous Next Last Balik Ke Atas  Hal:7/7
121 dan mereka tiada menafkahkan suatu nafkah yang kecil dan tidak (pula) yang besar dan tidak melintasi suatu lembah, melainkan dituliskan bagi mereka (amal saleh pula), karena Allah akan memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.(QS. 9:121)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 121 

وَلَا يُنْفِقُونَ نَفَقَةً صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً وَلَا يَقْطَعُونَ وَادِيًا إِلَّا كُتِبَ لَهُمْ لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (121

Dalam ayat ini, Allah swt. menjelaskan, bahwa mereka yang tinggal di rumah dan tidak berangkat ke medan perang bersama Rasulullah, tentulah tidak ikut memberikan sumbangan bagi perjuangan baik yang kecil maupun yang besar, dan mereka pun tidak ikut merasakan kepayahan melintasi suatu lembah pun. Lain halnya dengan orang-orang yang ikut berperang. Mereka berbuat dan mengalami hal yang demikian itu niscaya dituliskan di sisi Allah sebagai amal saleh, karena Allah akan memberikan kepada mereka balasan yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada apa yang telah mereka sumbangkan dan apa yang mereka perbuat itu.
Orang-orang yang ikut berperang serta menyumbangkan harta bendanya untuk di jalan Allah, berarti telah melakukan dua macam pengorbanan yang mulia, yaitu pengorbanan harta benda dan pengorbanan jiwa raga. Pengorbanan yang paling mulia tentulah berhak untuk diberi ganjaran yang paling mulia pula, bahwa ganjaran itu lebih tinggi daripada pengorbanan yang telah diberikannya. Mengenai hal ini telah ada suatu ketentuan dalam agama Islam sebagaimana firman Allah:


مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا
Artinya:
Barang siapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya.
(Q.S. Al-An'am: 160)
Perlu diingat bahwa pahala yang besar itu tidak hanya diberikan Allah kepada orang mukmin yang mengorbankan harta benda dan jiwa raga dalam peperangan saja melainkan juga kepada orang-orang mukmin yang melakukan amal kebajikan dalam bidang yang lain. Namun demikian pengorbanan yang diberikan dalam berjihad di medan perang untuk membela agama adalah lebih mulia daripada pengorbanan untuk kepentingan yang lain sehingga pengorbanan harta yang sedikit jumlahnya untuk keperluan jihad sama nilainya dengan pengorbanan harta yang banyak untuk kebajikan yang lain. Dan penderitaan yang sedikit yang diderita dalam berjihad sama nilainya dengan penderitaan besar yang dialami dalam perbuatan amal yang lain.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 121 

وَلَا يُنْفِقُونَ نَفَقَةً صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً وَلَا يَقْطَعُونَ وَادِيًا إِلَّا كُتِبَ لَهُمْ لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (121

(Dan mereka tiada menafkahkan) dalam rangka melaksanakan hal tersebut (suatu nafkah yang kecil) sekali pun berupa sebiji buah kurma (dan tidak pula yang besar dan tidak melintasi suatu lembah) dengan berjalan kaki (melainkan dituliskan bagi mereka) amal saleh pula (karena Allah memberi balasan kepada mereka yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan) sebagai pahalanya.


122 Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.(QS. 9:122)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 122

 
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ (122)

Dalam ayat ini, Allah swt. menerangkan bahwa tidak perlu semua orang mukmin berangkat ke medan perang, bila peperangan itu dapat dilakukan oleh sebagian kaum muslimin saja. Tetapi harus ada pembagian tugas dalam masyarakat, sebagian berangkat ke medan perang, dan sebagian lagi bertekun menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama Islam supaya ajaran-ajaran agama itu dapat diajarkan secara merata, dan dakwah dapat dilakukan dengan cara yang lebih efektif dan bermanfaat serta kecerdasan umat Islam dapat ditingkatkan.
Orang-orang yang berjuang di bidang pengetahuan, oleh agama Islam disamakan nilainya dengan orang-orang yang berjuang di medan perang. Dalam hal ini Rasulullah saw. telah bersabda:


يوزن يوم القيامة مداد العلماء بدم الشهداء
Artinya:
Di hari kiamat kelak tinta yang digunakan untuk menulis oleh para ulama akan ditimbang dengan darah para syuhada (yang gugur di medan perang).
Tugas ulama umat Islam adalah untuk mempelajari agamanya, serta mengamalkannya dengan baik, kemudian menyampaikan pengetahuan agama itu kepada yang belum mengetahuinya. Tugas-tugas tersebut adalah merupakan tugas umat dan tugas setiap pribadi muslim sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan masing-masing, karena Rasulullah saw. telah bersabda;


بلغوا عني ولو آية
Artinya:
Sampaikanlah olehmu (apa-apa yang telah kamu peroleh) daripadaku walaupun hanya satu ayat Alquran saja.
Akan tetapi tentu saja tidak setiap orang Islam mendapat kesempatan untuk bertekun menuntut dan mendalami ilmu pengetahuan serta mendalami ilmu agama, karena sebagiannya sibuk dengan tugas di medan perang, di ladang, di pabrik, di toko dan sebagainya. Oleh sebab itu harus ada sebagian dari umat Islam yang menggunakan waktu dan tenaganya untuk menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama agar kemudian setelah mereka selesai dan kembali ke masyarakat, mereka dapat menyebarkan ilmu tersebut, serta menjalankan dakwah Islam dengan cara atau metode yang baik sehingga mencapai hasil yang lebih baik pula.
Apabila umat Islam telah memahami ajaran-ajaran agamanya, dan telah mengerti hukum halal dan haram, serta perintah dan larangan agama, tentulah mereka akan lebih dapat menjaga diri dari kesesatan dan kemaksiatan, dapat melaksanakan perintah agama dengan baik dan dapat menjauhi larangan-Nya. Dengan demikian umat Islam menjadi umat yang baik, sejahtera dunia dan akhirat.
Di samping itu perlu diingat, bahwa apabila umat Islam menghadapi peperangan besar yang memerlukan tenaga manusia yang banyak, maka dalam hal ini seluruh umat Islam harus dikerahkan untuk menghadapi musuh. Tetapi bila peperangan itu sudah selesai, maka masing-masing harus kembali kepada tugas semula, kecuali sejumlah orang yang diberi tugas khusus untuk menjaga keamanan dan ketertiban dalam dinas kemiliteran dan kepolisian.
Oleh karena ayat ini telah menetapkan bahwa fungsi ilmu tersebut adalah untuk mencerdaskan umat, maka tidaklah dapat dibenarkan bila ada orang-orang Islam yang menuntut ilmu pengetahuannya hanya untuk mengejar pangkat dan kedudukan atau keuntungan pribadi saja, apalagi untuk menggunakan ilmu pengetahuan sebagai kebanggaan dan kesombongan diri terhadap golongan yang belum menerima pengetahuan.
Orang-orang yang telah memiliki ilmu pengetahuan haruslah menjadi mercusuar bagi umatnya. Ia harus menyebarluaskan ilmunya, dan membimbing orang lain agar memiliki ilmu pengetahuan pula. Selain itu, ia sendiri juga harus mengamalkan ilmunya agar menjadi contoh dan teladan bagi orang-orang sekitarnya dalam ketaatan menjalankan peraturan dan ajaran-ajaran agama.
Dengan demikian dapat diambil suatu pengertian, bahwa dalam bidang ilmu pengetahuan, setiap orang mukmin mempunyai tiga macam kewajiban, yaitu: menuntut ilmu, mengamalkannya dan mengajarkannya kepada orang lain.
Menurut pengertian yang tersurat dari ayat ini kewajiban menuntut ilmu pengetahuan yang ditekankan di sisi Allah adalah dalam bidang ilmu agama. Akan tetapi agama adalah suatu sistem hidup yang mencakup seluruh aspek dan mencerdaskan kehidupan mereka, dan tidak bertentangan dengan norma-norma segi kehidupan manusia. Setiap ilmu pengetahuan yang berguna dan dapat mencerdaskan kehidupan mereka dan tidak bertentangan dengan norma-norma agama, wajib dipelajari. Umat Islam diperintahkan Allah untuk memakmurkan bumi ini dan menciptakan kehidupan yang baik. Sedang ilmu pengetahuan adalah sarana untuk mencapai tujuan tersebut. Setiap sarana yang diperlukan untuk melaksanakan kewajiban adalah wajib pula hukumnya. Dalam hal ini, para ulama Islam telah menetapkan suatu kaidah yang berbunyi: 
 
كل ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب
Artinya:
Setiap sarana yang diperlukan untuk melaksanakan yang wajib, maka ia wajib pula hukumnya.
Karena pentingnya fungsi ilmu dan para sarjana, maka beberapa negara Islam membebaskan para ulama (sarjana) dan mahasiswa pada perguruan agama dari wajib militer agar pengajaran dan pengembangan ilmu senantiasa dapat berjalan dengan lancar, kecuali bila negara sedang menghadapi bahaya besar yang harus dihadapi oleh segala lapisan masyarakat.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 122 

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ (122

Tatkala kaum Mukminin dicela oleh Allah bila tidak ikut ke medan perang kemudian Nabi saw. mengirimkan sariyahnya, akhirnya mereka berangkat ke medan perang semua tanpa ada seorang pun yang tinggal, maka turunlah firman-Nya berikut ini: (Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi) ke medan perang (semuanya. Mengapa tidak) (pergi dari tiap-tiap golongan) suatu kabilah (di antara mereka beberapa orang) beberapa golongan saja kemudian sisanya tetap tinggal di tempat (untuk memperdalam pengetahuan mereka) yakni tetap tinggal di tempat (mengenai agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya) dari medan perang, yaitu dengan mengajarkan kepada mereka hukum-hukum agama yang telah dipelajarinya (supaya mereka itu dapat menjaga dirinya) dari siksaan Allah, yaitu dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Sehubungan dengan ayat ini Ibnu Abbas r.a. memberikan penakwilannya bahwa ayat ini penerapannya hanya khusus untuk sariyah-sariyah, yakni bilamana pasukan itu dalam bentuk sariyah lantaran Nabi saw. tidak ikut. Sedangkan ayat sebelumnya yang juga melarang seseorang tetap tinggal di tempatnya dan tidak ikut berangkat ke medan perang, maka hal ini pengertiannya tertuju kepada bila Nabi saw. berangkat ke suatu ghazwah.


123 Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.(QS. 9:123)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 123 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ (123

Taktik perang yang ditunjukkan Allah dalam ayat ini kepada Rasulullah saw. dan kaum muslimin lebih dahulu memerangi musuh-musuh Islam yang berada pada garis lingkaran yang terdekat dengan pusat kedudukan umat Islam kemudian dilanjutkan kepada lingkaran yang lebih jauh.
Hal ini didasarkan kepada prinsip, bahwa peperangan yang dilakukan umat Islam hanyalah untuk mengamankan jalannya dakwah Islam dan untuk melindungi keselamatan umat Islam, sedang dakwah tersebut juga dimulai dari orang-orang yang terdekat, dilanjutkan kepada orang-orang yang lebih jauh. Dengan demikian, terlihat adanya garis sejajar antara dakwah Islam dan peperangan tersebut.
Petunjuk ini telah dilaksanakan dengan baik oleh Rasulullah saw., baik dalam bidang dakwah maupun peperangan yang berfungsi untuk mengamankan dakwah tersebut. Mengenai dakwah, beliau telah melaksanakannya lebih dahulu kepada keluarganya yang terdekat dan sahabat-sahabat karibnya, sesuai dengan petunjuk Allah swt.:


وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ
Artinya:
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.
(Q.S. Asy Syu'ara: 214)
Dan firman-Nya dalam ayat yang lain:


وَلِتُنْذِرَ أُمَّ الْقُرَى وَمَنْ حَوْلَهَا
Artinya:
....dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Mekah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya.
(Q.S. Al-An'am: 92)
Kemudian dakwah ini beliau lanjutkan kepada masyarakat yang lebih luas, tidak saja dalam lingkungan negeri Arab, bahkan kepada raja-raja dan bangsa-bangsa sekitar Jazirah Arab.
Demikian pula dalam hal peperangan, sesuai dengan ayat tadi dimulai dari musuh-musuh Islam yang terdekat yang selalu melakukan tipu daya untuk menghalang-halangi jalannya dakwah Islam. Kemudian dilanjutkan kepada suku-suku Arab yang lebih jauh dari pusat kedudukan atau basis umat Islam. Sesudah Rasulullah saw. wafat, maka para khalifah meneruskan peperangan tersebut ke daerah-daerah yang lebih jauh, yaitu ke negeri Syam (Syria) dan Irak. Kemudian menyusup ke benua Afrika (sebelah Barat) dan Persia, Khurasan, bahkan sampai ke pegunungan Hindukust (sebelah Timur) sesuai dengan perluasan dakwah Islam yang mereka lakukan menurut petunjuk dan perintah Allah swt.:


قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ
Artinya:
Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah, dan tidak (pula) kepada hari kemudian.
(Q.S. At Taubah: 29)
Musuh-musuh Islam yang terdekat kepada Rasulullah dan kaum muslimin ketika itu ialah orang-orang kafir yang terdiri dari kaum Yahudi yang berdiam di kota Madinah, kemudian di Khaibar dan selanjutnya mereka yang memerangi kaum Muslimin di perang Tabuk, dan sesudah itu musuh-musuh Islam di daerah-daerah Syam yang ketika itu berada dalam kekuasaan Romawi Timur yang berpusat di bizantium.
Taktik peperangan dengan cara memulai dari yang terdekat kepada yang jauh adalah tepat sekali ditinjau dari berbagai segi, yaitu dari segi kemungkinan fasilitas pengangkutan, perbekalan dan biaya. Semakin dekat tempatnya, semakin mudah cara-cara pengangkutan dan dengan demikian semakin kecil pula biaya dan perbekalan yang diperlukan. Semakin jauh tempat yang harus didatangi, semakin sukar pula pengangkutan dan semakin banyak pula waktu dan perbekalan yang diperlukan. Dengan sendirinya semakin banyak tenaga yang dibutuhkan.
Prinsip mendahulukan yang dekat dari yang jauh ini juga diterangkan dalam bidang-bidang lainnya, yaitu:
a. Dalam kewajiban memberi nafkah dan sedekah harus dimulai dari yang terdekat, kemudian orang-orang yang lebih jauh, baik ditinjau dari segi kekerabatannya maupun dari segi tempatnya. Atas dasar prinsip ini, maka zakat dan sedekah tidaklah boleh diberikan kepada orang-orang di desa lain apabila dalam desa itu sendiri masih ada orang-orang yang perlu diberi.
b. Dalam menghidangkan makanan dan minuman pada majelis perjamuan harus dimulai dari yang terdekat. Rasulullah saw. telah memberikan contoh teladan dalam hal ini, di mana beliau mengedarkan minuman lebih dahulu kepada orang-orang yang duduk di kanan-kirinya walaupun mereka itu bukan orang-orang penting dan terkemuka, kemudian baru diteruskan kepada yang berikutnya.
c. Mengenai hak perwalian dalam pernikahan, juga kita lihat adanya prinsip ini. Orang yang paling berhak untuk menjadi wali nikah bagi wanita Islam adalah orang-orang yang terdekat kepadanya, yaitu ayahnya, kemudian kakek lalu saudara lelaki dan paman dan seterusnya.
d. Demikian pula dalam berbuat kebajikan terhadap orang lain harus didahulukan yang terdekat, yaitu ibu, ayah dan seterusnya.
Selanjutnya dalam ayat ini Allah swt. memberikan petunjuk-Nya agar kaum Muslimin mampu menggunakan kekerasan dan kekuatan terhadap orang-orang kafir yang menghalang-halangi dakwah Islam, apabila jalan diplomasi dan perlakuan yang lemah dan ramah tamah tidak mempan lagi untuk mereka. Kaum Muslimin diperintahkan untuk bersikap adil, kasih sayang dan ramah tamah kepada orang-orang bukan Islam. Akan tetapi bila mereka tetap mengganggu kepentingan umat Islam, terutama dakwah Islam, maka kaum Muslimin harus menggunakan kekuatan dan kekuasaan sehingga mereka menghentikan permusuhan terhadap Islam dan kaum Muslimin. Hal ini tersebut pula dalam firman Allah pada ayat yang lain:


يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ
Artinya:
Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka.
(Q.S. At Taubah: 73)
Dengan demikian jelaslah bahwa kaum muslimin harus menggunakan dua macam sikap terhadap orang-orang kafir dan munafik, yaitu pertama sikap ramah tamah dan lemah lembut, bila sikap ini mendapat sambutan baik dari mereka. Kedua sikap keras dan menggunakan kekuatan fisik, bila sikap yang pertama tadi sudah tak mempan.
Pada akhir ayat ini Allah meyakinkan orang-orang yang bertakwa, bahwa Dia senantiasa bersama mereka. Artinya Allah memberikan jaminan kepada orang-orang yang bertakwa, yaitu yang senantiasa menjaga hukum-hukum dan ketentuan Allah, bahwa Dia akan selalu memberikan bantuan dan pertolongan-Nya. Ketentuan-ketentuan Allah yang perlu diperhatikan dalam masalah peperangan ialah agar umat Islam tidak lalai dalam mempersiapkan segala sesuatu yang perlu untuk mencapai kemenangan, yaitu kekuatan fisik dan mental. Kekuatan fisik mencakup prajurit yang berbadan sehat dan kuat, alat-alat senjata yang efektif, kubu-kubu pertahanan yang tangguh, serta perbekalan dan perlengkapan yang cukup. Sedang kekuatan mental ialah semangat yang tinggi, kesabaran dan keuletan yang tangguh, serta siasat perang yang jitu serta disiplin yang kuat, dan persatuan yang kokoh. Termasuk pula etika perang yang bermoral tinggi, yaitu tidak berlaku lalim terhadap wanita, anak-anak, orang tua yang lemah, serta tidak pula berlaku kejam terhadap orang-orang yang sudah menyerah atau tertawan selama mereka ini tidak membahayakan bagi kepentingan Islam dan umat Islam. Akhirnya yang tidak pula kurang pentingnya untuk mencapai kemenangan ini ialah iman yang kokoh, serta ingat dan tawakal kepada Allah swt.


124 Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: `Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini? Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira.(QS. 9:124)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 124 

وَإِذَا مَا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَانًا فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ (124

Kaum munafikin di masa Nabi Muhammad saw. apabila ayat-ayat Alquran diturunkan kepada beliau dan disampaikan kepada mereka, maka di antara mereka itu ada yang bertanya kepada teman-temannya baik dari kalangan munafik sendiri maupun teman-teman mereka dari kaum Muslimin yang lemah imannya, "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan turunnya surah ini?" Sehingga ia meyakinkan bahwa Alquran ini benar-benar dari Allah bahwa Muhammad itu benar-benar pesuruh Allah, bahwa tiap-tiap ayat Alquran merupakan mukjizat bagi Muhammad dan bahwa Alquran itu bukan buatan Muhammad.
Jika diperhatikan pertanyaan orang munafik yang tersebut dalam ayat-ayat ini dirasakan bahwa pertanyaan itu bukanlah maksudnya untuk menanyakan sesuatu yang tidak diketahui tetapi menunjukkan apa yang menjadi isi hati mereka; yaitu mereka belum percaya kepada Rasulullah sekalipun mulut mereka telah mengakuinya. Bahkan mereka ingin pula agar orang-orang Islam yang lemah imannya seperti mereka pula. Seandainya tidak ada penyakit di dalam hati orang-orang munafik itu pasti mereka mengetahui bahwa iman yang sesungguhnya yang disertai dengan ketundukan dan penghambaan diri kepada Allah karena telah merasakan dan meyakini kekuasaan-Nya pasti akan bertambah dengan mendengar dan membaca ayat-ayat Alquran apalagi jika langsung mendengarnya dari Rasulullah saw. sendiri.
Sifat-sifat orang munafik ini diterangkan dalam firman-Nya:


يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
Artinya:
Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang beriman padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri, sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya dan bagi mereka siksa yang pedih disebabkan mereka berdusta.
(Q.S. Al-Baqarah: 9, 10)
Mengenai kesan ayat-ayat Alquran dalam hati orang-orang yang beriman diterangkan dalam firman Allah swt.:


بَلْ هُوَ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ فِي صُدُورِ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَمَا يَجْحَدُ بِآيَاتِنَا إِلَّا الظَّالِمُونَ
Artinya:
Sebenarnya Alquran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang lalim.
(Q.S. Al-Ankabut: 49)
Pertanyaan orang-orang munafik itu dijawab Allah swt. dengan ungkapan yang tersebut pada akhir ayat ini yang maksudnya: Orang-orang yang beriman kepada Allah swt. dan kepada Rasul-Nya, serta orang-orang yang hatinya telah mendapat pancaran sinar agama Islam, akan bertambah imannya itu dengan bertambahnya ayat-ayat yang diturunkan kepada Muhammad dan disampaikan kepada mereka. Setiap ayat yang disampaikan kepada mereka selalu menguatkan iman dan keyakinan mereka, dan akan menambah ketenangan dan ketenteraman mereka. Mereka selalu menerima ayat-ayat itu dengan senang hati dan penuh kegembiraan.


125 Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.(QS. 9:125)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 125 

وَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَى رِجْسِهِمْ وَمَاتُوا وَهُمْ كَافِرُونَ (125

Selanjutnya Allah swt. meneruskan jawaban pertanyaan mereka itu pada ayat ini yang maksudnya ialah: "Adapun orang-orang yang hatinya ragu-ragu, dan orang-orang munafik, yaitu orang-orang yang hatinya penuh kekafiran sedang mulutnya menyatakan iman, tentulah setiap ayat yang disampaikan kepada mereka selalu menimbulkan keragu-raguan dan kemunafikan dalam hati mereka atau menambah keragu-raguan dan kemunafikan yang telah ada. Hal yang seperti ini selalu bertambah dan semakin kuat pengaruhnya pada diri mereka, sehingga akhirnya mereka mati sebagai seorang munafik yang kafir. Hal yang mereka alami ini akan dialami oleh orang-orang yang sesudah mereka yang sama hatinya dengan hati mereka, mereka akan mati pula sebagai seorang yang kafir.


126 Dan tidakkah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, kemudian mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pengajaran?(QS. 9:126)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 126 

أَوَلَا يَرَوْنَ أَنَّهُمْ يُفْتَنُونَ فِي كُلِّ عَامٍ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ لَا يَتُوبُونَ وَلَا هُمْ يَذَّكَّرُونَ (126

Pada ayat ini Allah swt. tidak membenarkan bahkan mencela sikap orang-orang munafik yang tetap membangkang, tidak mau bertobat dengan tidak pula mengambil pengalaman dari peristiwa-peristiwa yang telah mereka alami. Sebenarnya kepada mereka setiap tahun telah didatangkan cobaan-cobaan dan pengalaman-pengalaman yang dapat menambah kuat iman seseorang dan membedakan antara yang benar dan yang salah. Di antara ujian dan pengalaman mereka itu ialah bukti-bukti kebenaran Muhammad sebagai utusan Allah yang menyatakan bahwa Allah pasti akan menolong orang-orang yang mengikuti Muhammad. Jadi Allah akan mengalahkan orang-orang kafir dan munafik, dan terjadilah ancaman dari peringatan-peringatan yang telah diberikan kepada mereka itu. Ujian dan pengalaman mereka itu, jika mereka mau berpikir dengan baik, tentu akan menyampaikan kepada kesimpulan bahwa Muhammad itu benar-benar Rasulullah yang diutus Allah kepada mereka, tetapi mereka tetap ingkar dan tidak mau bertobat serta mengambil pelajaran daripadanya. Bahkan hati mereka bertambah sakit dan bertambah ingkar.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 126 

أَوَلَا يَرَوْنَ أَنَّهُمْ يُفْتَنُونَ فِي كُلِّ عَامٍ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ لَا يَتُوبُونَ وَلَا هُمْ يَذَّكَّرُونَ (126

(Dan tidakkah mereka memperhatikan) bila dibaca yarauna, fa'ilnya adalah orang-orang munafik, dan bila dibaca tarauna, fa`ilnya adalah orang-orang mukmin (bahwa mereka diuji) dicoba (sekali atau dua kali setiap tahun) dengan musim paceklik dan wabah penyakit (kemudian mereka tidak juga bertobat) dari kemunafikannya (dan tidak pula mengambil pelajaran) artinya pelajaran buat dirinya.


127 Dan apabila diturunkan satu surat, sebagian mereka memandang kepada sebagian yang lain (sambil berkata):` Adakah seorang dari (orang-orang muslimin) yang melihat kamu? `Sesudah itu merekapun pergi. Allah telah memalingkan hati mereka disebabkan mereka adalah kaum yang tidak mengerti.(QS. 9:127)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 127 

وَإِذَا مَا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ نَظَرَ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ هَلْ يَرَاكُمْ مِنْ أَحَدٍ ثُمَّ انْصَرَفُوا صَرَفَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ (127

Ayat ini menerangkan sikap orang-orang munafik dan tindakan-tindakan mereka di majelis Rasulullah waktu diturunkan ayat-ayat Alquran. Bila diturunkan suatu ayat atau suatu surat kepada Rasulullah saw. sedang mereka berada dalam majelis saling melihat satu sama lain, mengedipkan mata sebagai tanda memandang enteng terhadap apa yang telah diturunkan itu. Sikap mereka ini menunjukkan bahwa pengaruh kekafiran telah berurat akar dalam jiwa mereka. Mereka sebenarnya tidak ingin mendengarkan ayat-ayat Alquran dari Rasulullah, dan tidak ingin orang lain mendapat petunjuk dengan Alquran.
Sikap mereka yang lain ialah mereka berangsur-angsur meninggalkan majelis Rasulullah saw. sambil bertanya kepada temannya yang lain: "Apakah ada orang yang melihat kepergian kita meninggalkan majelis itu." Sedang orang-orang mukmin mendengar dan memperhatikan ayat-ayat itu dengan tunduk dan penuh perhatian.
Karena sikap orang-orang munafik itu, maka Allah swt. memalingkan hati mereka dari iman dan dari petunjuk-petunjuk yang ada dalam ayat-ayat Alquran. Allah melakukan yang demikian karena mereka mengingkari seruan Nabi dan tidak menghiraukan petunjuk-petunjuk Alquran.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 127 

وَإِذَا مَا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ نَظَرَ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ هَلْ يَرَاكُمْ مِنْ أَحَدٍ ثُمَّ انْصَرَفُوا صَرَفَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ (127

(Dan apabila diturunkan satu surah) yang di dalamnya menyebutkan tentang perihal mereka, kemudian surah tersebut dibacakan oleh Nabi saw. (sebagian mereka memandang kepada sebagian yang lain) dengan maksud untuk lari dari tempat itu seraya berkata ("Adakah seorang dari orang-orang Muslimin yang melihat kalian?") bilamana kalian pergi dari tempat ini; jika ternyata tidak ada seorang pun dari kalangan kaum Muslimin yang melihat mereka, maka mereka segera beranjak pergi dari tempat itu. Apabila ternyata ada seseorang dari kaum Muslimin yang melihat mereka, maka mereka tetap di tempatnya (sesudah itu mereka pun pergi) dengan membawa kekafirannya. (Allah telah memalingkan hati mereka) dari hidayah (disebabkan mereka adalah kaum yang tidak mengerti) akan kebenaran, lantaran mereka tidak mau menggunakan pikirannya guna merenungkan kebenaran itu.


128 Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.(QS. 9:128)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 128

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (128)

Ayat ini sekalipun khusus ditujukan kepada bangsa Arab di masa Nabi tetapi juga ditujukan kepada seluruh umat manusia. Semula ditujukan kepada orang Arab di masa Nabi, karena kepada merekalah Alquran mula-mula disampaikan, karena Alquran itu dalam bahasa Arab, tentulah orang Arab yang paling dapat memahami dan merasakan ketinggian ayat-ayat Alquran itu. Dengan demikian mereka mudah pula menyampaikan kepada orang-orang selain bangsa Arab. Jika orang-orang Arab sendiri tidak mempercayai Muhammad dan Alquran, tentu orang-orang selain orang Arab lebih sukar mempercayainya.
Ayat ini seakan-akan mengingatkan orang-orang Arab sebagaimana bunyinya: Hai orang-orang Arab, telah diutus seorang rasul dari bangsamu sendiri yang kamu mengetahui sepenuhnya asal-usul kepribadiannya, kamu lebih mengetahuinya dari orang-orang lain.
Sebagian mufassir menafsirkan perkataan "rasulun min anfusikum" dengan hadis:


قال صلى الله عليه وسلم: إن الله اصطفى كنانة من ولد إسماعيل واصطفى قريشا من كنانة واصطفى بني هاشم من قريش واصطفاني من بني هاشم
Artinya:
Bersabda Rasulullah saw.: "Sesungguhnya Allah telah memilih Bani Kinanah dari keturunan Ismail, dan memilih suku Quraisy dari Bani Kinanah, dan memilih Bani Hasyim dari suku Quraisy, dan Allah telah memilihku dari Bani Hasyim."
(H.R. Muslim dan Tirmizi dari Wasilah bin Asqa')
Dari ayat dan hadis di atas dapat dipahami tentang kesucian keturunan Muhammad saw. yang berasal dari suku-suku pilihan dari suku-suku bangsa Arab. Dan orang-orang Arab mengetahui benar tentang hal ini. Nabi Muhammad saw. berasal dari keturunan orang-orang yang baik dan terhormat mempunyai sifat-sifat yang tinggi dan agung pula, yaitu:
1. Dia merasa tidak senang jika umatnya ditimpa sesuatu yang tidak diingini, seperti ditimpa kehinaan karena dikuasai dan diperhamba oleh musuh-musuh kaum muslimin, sebagaimana ia tidak senang pula melihat umatnya ditimpa azab yang pedih di akhirat nanti.
2. Sangat menginginkan agar umatnya mendapat taufik dari Allah, bertambah kuat imannya dan bertambah baik keadaannya. Keinginan beliau ini dilukiskan oleh Allah swt. dalam firman-Nya: 
 
إِنْ تَحْرِصْ عَلَى هُدَاهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ يُضِلُّ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ
Artinya:
Jika kamu sangat mengharapkan agar mereka dapat petunjuk, maka sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya, dan sekali-kali mereka tiada mempunyai penolong.
(Q.S. An Nahl: 37)
Dan Allah berfirman:
وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ
Artinya:
Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman walaupun kamu sangat menginginkannya.
(Q.S. Yusuf: 103)
3. Sangat belas kasihan dan amat penyayang kepada kaum muslimin. Keinginannya ini tampak pada tujuan risalah yang disampaikannya, yaitu agar manusia hidup berbahagia di dunia dan di akhirat nanti. Dalam ayat ini Allah memberikan dua macam sifat kepada Nabi Muhammad saw. yang kedua sifat itu merupakan sifat-Nya sendiri, termasuk di antara "asmaulhusna", yaitu sifat "rauf" (amat belas kasihan) dan sifat "rahim" (penyayang) sebagai tersebut dalam firman-Nya: 
 
إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ
Artinya:
Sesungguhnya Allah benar-benar amat Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.
(Q.S. Al-Baqarah: 143)
Pemberian kedua sifat ini kepada Muhammad saw. menunjukkan bahwa Allah swt. menjadikan Muhammad saw. sebagai rasul yang dimuliakan-Nya.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 128 

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (128

(Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri) dari kalangan kalian sendiri, yaitu Nabi Muhammad saw. (berat terasa) dirasa berat (olehnya apa yang kalian derita) yaitu penderitaan kalian, yang dimaksud ialah penderitaan dan musibah yang menimpa diri kalian (sangat menginginkan bagi kalian) hidayah dan keselamatan (lagi terhadap orang-orang mukmin amat belas kasihan) sangat belas kasihan (lagi penyayang) ia selalu mengharapkan kebaikan bagi mereka.


129 Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah:` Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki arasy yang agung `.(QS. 9:129)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 129 

فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ (129

Ayat ini memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw. dan umatnya bahwa jika orang-orang kafir dan munafik itu tidak juga mau beriman setelah didatangkan kepada mereka petunjuk, katakanlah kepada mereka: "Cukuplah Allah bagiku, dan Dia akan menolongku, tidak ada Tuhan yang lain yang disembah selain Dia, hanya kepada-Nyalah aku bertawakal dan menyerahkan diri, dan hanya Dialah yang mengatur dan mengurus alam semesta, Dia memiliki Arasy yang Agung."
Diriwayatkan dari Zaid bin Sabit yang ditugaskan oleh Umar r.a. untuk mengumpulkan Alquran yang masih belum terkumpul di masa Abu Bakar, sehubungan dengan pengumpulan Alquran itu ia berkata: ".... hingga aku memperoleh dua ayat terakhir dari surat At-Taubah pada catatan Khuzaimah bin Sabit Al-Ansari, aku tidak memperolehnya sebelumnya dari seorang pun sedang kedua ayat itu dihafal dan dikenal oleh orang banyak." 138)


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 129 

فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ (129

(Jika mereka berpaling) dari iman kepadamu (maka katakanlah, "Cukuplah bagiku) maksudnya cukup untukku (Allah; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal) percaya dan bukan kepada selain-Nya (dan Dia adalah Rabb yang memiliki Arasy) yakni Al-Kursiy (yang agung.") Arasy disebutkan secara khusus karena ia makhluk yang paling besar. Imam Hakim di dalam kitab Al-Mustadrak meriwayatkan sebuah atsar yang bersumber dari Ubay bin Kaab, bahwasanya Ubay bin Kaab telah mengatakan, "Ayat yang diturunkan paling akhir ialah firman-Nya, 'Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul.'" (Q.S. At-Taubah 128-129). Kedua ayat akhir surah At-Taubah itulah ayat yang paling terakhir diturunkan.


Halaman  First Previous Next Last Balik Ke Atas   Total [7]
Ayat 121 s/d 129 dari [129]


Sumber Tafsir dari :

1. Tafsir DEPAG RI, 2. Tafsir Jalalain Indonesia.

TAFSIR AL QUR'AN SURAH AT-TAUBAH AYAT 101 - 120 ( 06 )

Cari dalam "TAFSIR" Al Qur'an
Bahasa Indonesia    English Translation    Dutch    nuruddin

No. Pindah ke Surat Sebelumnya... Pindah ke Surat Berikut-nya... [TAFSIR]: AT-TAUBAH
Ayat [129]   First Previous Next Last Balik Ke Atas  Hal:6/7
101 Di antara orang-orang Arab Badui yang di sekelilingmu itu, ada orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) Kamilah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar.(QS. 9:101)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN - PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 101

وَمِمَّنْ حَوْلَكُمْ مِنَ الْأَعْرَابِ مُنَافِقُونَ وَمِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ مَرَدُوا عَلَى النِّفَاقِ لَا تَعْلَمُهُمْ نَحْنُ نَعْلَمُهُمْ سَنُعَذِّبُهُمْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ يُرَدُّونَ إِلَى عَذَابٍ عَظِيمٍ (101

Setelah menyebutkan hal-ihwal ketiga macam golongan orang-orang mukmin yang utama, yakni sahabat-sahabat Rasulullah saw. dalam ayat ini Allah swt. menyebutkan hal-ihwal orang-orang munafik, baik dari kalangan Badui maupun dari kalangan mereka yang bertempat tinggal di kota Madinah sendiri, sehingga terlihatlah dua hal yang sangat berlawanan. Seakan-akan Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian dari orang-orang Badui yang berdiam di sekitar Madinah itu adalah orang-orang yang sangat munafik. Kemunafikan dan kejahatan mereka amat keterlaluan. Demikian pula, sebagian dari penduduk kota Madinah ini pun ada pula yang munafik. Sebab itu berhati-hatilah kamu terhadap mereka."
Menurut keterangan Al-Bagawi, yang dimaksud dengan "kaum munafik Badui yang tinggal di sekitar kota Madinah" itu ialah mereka yang berasal dari Bani Muzainah, Bani Juhainah, Bani Asyja', Bani Aslam dan Bani Gifar. Sedang yang dimaksudkan dengan "kaum munafik di kalangan penduduk kota Madinah sendiri" ialah orang-orang munafik yang berasal dari Bani Aus dan Khazraj. Mereka ini sangat keterlaluan, dan sangat pandai menyembunyikan kemunafikan itu, sehingga sulit untuk diketahui oleh Rasulullah dan kaum Muslimin umumnya. Mereka ini tidak dapat diharapkan untuk kembali kepada keimanan yang sesungguhnya. Namun demikian, Allah swt. senantiasa mengetahui mereka ini, dan Dia akan menimpakan azab kepada mereka dua kali, yaitu kesengsaraan dan penderitaan batin di dunia ini serta pedihnya kematian. Sesudah itu, di akhirat mereka akan dilemparkan ke dalam azab yang dahsyat dalam neraka Jahanam pada bahagian yang paling bawah.
Dapat disimpulkan, bahwa kaum munafik itu ada dua macam: Pertama ialah orang-orang yang dapat diketahui kemunafikan mereka dari sikap, perbuatan dan ucapan-ucapan mereka. Kedua ialah mereka yang sangat pandai dalam menyembunyikan kemunafikan itu, sehingga sukar untuk diketahui.
Dan dua macam golongan munafik itu selalu ada sepanjang masa, apalagi kemunafikan dalam bidang politik. Mereka ini rela menjadi kaki tangan bangsa asing untuk membinasakan bangsa, negara dan agama mereka sendiri. Hal ini memerlukan kewaspadaan kita setiap saat. Mereka ini sering berpura-pura sebagai pahlawan pembela agama Islam, akan tetapi mereka senantiasa mencari kesempatan untuk menghancurkan agama dan umatnya dari dalam dengan menggunakan tipu muslihat yang beraneka ragam cara.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 101 

وَمِمَّنْ حَوْلَكُمْ مِنَ الْأَعْرَابِ مُنَافِقُونَ وَمِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ مَرَدُوا عَلَى النِّفَاقِ لَا تَعْلَمُهُمْ نَحْنُ نَعْلَمُهُمْ سَنُعَذِّبُهُمْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ يُرَدُّونَ إِلَى عَذَابٍ عَظِيمٍ (101

(Di antara orang-orang yang di sekeliling kalian) hai penduduk Madinah (dari kalangan orang-orang Arab badui ada orang-orang munafik) seperti orang-orang kabilah Aslam, kabilah Asyja` dan kabilah Ghiffar (dan juga di antara penduduk Madinah) ada orang-orang munafik pula. (Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya) artinya kemunafikan mereka telah mendalam dan sudah mengakar di hati mereka. (Kamu tidak mengetahui mereka) hai Muhammad (tetapi Kamilah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali) dengan terungkapnya kemunafikan mereka, atau dibunuh di dunia dan disiksa di alam kubur (kemudian mereka akan dikembalikan) di akhirat nanti (kepada azab yang besar) yaitu siksa neraka.


102 Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampur baurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. 9:102)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN - PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 102 

وَآخَرُونَ اعْتَرَفُوا بِذُنُوبِهِمْ خَلَطُوا عَمَلًا صَالِحًا وَآخَرَ سَيِّئًا عَسَى اللَّهُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (102

Dalam ayat ini dijelaskan suatu macam golongan yang lain, di antara orang-orang yang ada di sekitar Rasulullah ketika itu, baik dari kalangan Badui atau pun dari penduduk Madinah. Tetapi golongan ini tidak termasuk golongan munafik atau pun As-Sabiqunal Awwalun dan tidak pula termasuk golongan "orang-orang yang mengikuti dengan baik jejak As-Sabiqunal Awwalun". Mereka ini adalah orang-orang mukmin yang berdosa dan mereka mengakui dengan jujur dosa-dosa mereka. Mereka ini telah mencampur-adukkan antara perbuatan-perbuatan yang baik dengan perbuatan-perbuatan yang buruk, sehingga perbuatan mereka itu tidak seluruhnya baik dan tidak pula seluruhnya buruk.
Dengan demikian mereka ini tidak merupakan orang-orang saleh yang murni, dan tidak pula termasuk golongan yang fasik atau munafik, karena dalam kenyataannya mereka suka berbuat yang baik tetapi sering pula berbuat jelek.
Di antara keburukan mereka ialah tidak ikutnya mereka ke perang Tabuk bersama kaum Muslimin lainnya padahal mereka tidak mempunyai uzur yang benar karena mereka bukanlah orang-orang yang lemah atau sakit dan mereka tidak pula mengemukakan alasan-alasan yang bohong seperti yang dilakukan oleh kaum munafik dan tidak pula minta izin seperti yang dilakukan orang-orang yang ragu-ragu. Akan tetapi mereka itu menyadari kesalahan itu pada saat mereka mangkir dari peperangan itu dan hati mereka takut kepada Allah swt. Dengan demikian di satu pihak mereka tidak mau melakukan kewajiban dan di pihak lain mereka menyadari kesalahan serta merasa takut kepada Allah swt.
Selanjutnya dalam ayat ini diterangkan bahwa golongan ini masih mempunyai harapan bahwa tobat mereka akan diterima Allah swt. Tobat mereka adalah kunci untuk memperoleh keampunan dan rahmat-Nya. Dan tobat yang benar hanya dapat dicapai bila seseorang telah mengetahui keburukan dosa serta akibatnya dan timbullah rasa takut ketika mengingat kemurkaan Allah serta siksaan-Nya kemudian timbullah keinginan berdaya upaya untuk membersihkan diri dari segala hal yang menimbulkan dosa di samping itu timbullah niat dan tekad yang kuat untuk tidak kembali kepada perbuatan itu dan berusaha keras melakukan kebajikan-kebajikan untuk menghapuskan dosa-dosa yang telah terjadi dan akibat-akibatnya yang buruk bagi masyarakat serta bekas-bekas yang melekat pada diri sendiri.
Pada akhir ayat ini dijelaskan alasan tentang adanya harapan bagi golongan ini bahwa tobat mereka akan diterima Allah swt., yaitu karena sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun kepada hamba-Nya yang mau bertobat dengan sebenar-benarnya dan Allah adalah Maha Penyayang kepada hamba-Nya yang mau berbuat kebajikan.
Menurut suatu riwayat, ayat ini diturunkan sehubungan dengan peristiwa enam orang muslimin yang sengaja mangkir dari perang Tabuk. Mereka itu adalah Abu Lubabah, Aus bin Khazzam, Saklabah bin Wadiah, Kaab bin Malik, Murarah bin Rabi` dan Hilal bin Umayyah. Kemudian setelah menginsafi kesalahan mereka, maka tiga orang di antaranya, yaitu Abu Lubabah, Aus dan Sa`labah datang ke mesjid membawa harta benda mereka lalu mereka mengikatkan diri pada tiang-tiang mesjid serta bertekad bahwa hanya Rasulullah yang akan melepaskan mereka dari ikatan itu. Sedang harta benda tersebut mereka maksudkan untuk diserahkan kepada Rasulullah untuk beliau bagikan kepada yang berhak menerimanya sebagai sedekah untuk menebus kesalahan mereka. Setelah hal itu disampaikan kepada Rasulullah saw. maka beliau bersabda, "Saya tidak akan melepaskan mereka dari ikatan itu sampai datangnya ketentuan dari Allah." Maka turunlah ayat ini. Rasulullah lalu membuka tali pengikat yang mengikatkan mereka di tiang itu.
Ibnu Kasir, seorang ahli tafsir berkata: "Walaupun ayat ini turun mengenai orang-orang tertentu namun isinya tetap berlaku untuk umum, mencakup semua orang-orang yang berdosa yang mencampur-adukkan antara perbuatan yang baik dan yang buruk kemudian menginsafi kesalahan mereka serta melakukan tobat kepada Allah dengan cara yang sebaik-baiknya.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 102 

وَآخَرُونَ اعْتَرَفُوا بِذُنُوبِهِمْ خَلَطُوا عَمَلًا صَالِحًا وَآخَرَ سَيِّئًا عَسَى اللَّهُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (102

(Dan) ada pula suatu kaum (yang lain) lafal ayat ini menjadi mubtada (mereka mengakui dosa-dosa mereka) karena tidak ikut berangkat ke medan perang. Lafal ayat ini menjadi khabarnya (mereka mencampur-baurkan pekerjaan yang baik) yaitu jihad yang telah mereka lakukan sebelum peristiwa ini atau pengakuan mereka atas dosa-dosa yang telah mereka lakukan; atau dosa-dosa yang lainnya (dengan pekerjaan lain yang buruk) yaitu ketidakikutan mereka dalam berjihad kali ini. (Mudah-mudahan Allah menerima tobat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang). Ayat ini diturunkan berkenaan dengan apa yang dilakukan oleh Abu Lubabah dan segolongan orang-orang lainnya. Mereka mengikatkan diri mereka di tiang-tiang mesjid, hal ini mereka lakukan ketika mereka mendengar firman Allah swt. yang diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang tidak berangkat berjihad, sedangkan mereka tidak ikut berangkat. Lalu mereka bersumpah bahwa ikatan mereka itu tidak akan dibuka melainkan oleh Nabi saw. sendiri. Kemudian setelah ayat ini diturunkan Nabi saw. melepaskan ikatan mereka.


103 Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS. 9:103)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN - PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 103 

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (103

Menurut riwayat Ibnu Jarir bahwa Abu Lubabah dan kawan-kawannya yang mengikatkan diri di tiang-tiang mesjid datang kepada Rasulullah saw. seraya berkata: "Ya Rasulullah, inilah harta benda kami yang merintangi kami untuk turut berperang. Ambillah harta itu dan bagi-bagikanlah, serta mohonkanlah ampun untuk kami atas kesalahan kami." Rasulullah menjawab: "Aku belum diperintahkan untuk menerima hartamu itu." Maka turunlah ayat ini. Perintah Allah swt. pada permulaan ayat ini ditujukan kepada Rasul-Nya, yaitu agar Rasulullah saw. mengambil sebagian dari harta benda mereka itu sebagai sedekah atau zakat untuk menjadi bukti tentang benarnya tobat mereka, karena sedekah atau zakat tersebut akan membersihkan diri mereka dari dosa yang timbul karena mangkirnya mereka dari peperangan dan untuk menyucikan dari mereka dari sifat "cinta harta" yang mendorong mereka untuk mangkir dari peperangan itu. Selain itu sedekah atau zakat tersebut akan membersihkan diri mereka pula dari semua sifat-sifat jelek yang timbul karena harta benda, seperti kikir, tamak, dengki, dan sebagainya.
Di samping itu juga dapat dikatakan, bahwa penunaian zakat adalah juga membersihkan harta benda yang tinggal sebab pada harta benda seseorang ada hak orang lain, yaitu orang-orang yang oleh agama Islam telah ditentukan sebagai orang-orang yang berhak menerima zakat. Selama zakat itu belum dibayarkan oleh pemilik harta tersebut, maka selama itu pula harta bendanya tetap bercampur dengan hak orang lain yang haram untuk dimakannya. Akan tetapi, bila ia mengeluarkan zakat dari hartanya itu, maka bersihlah harta tersebut dari hak orang lain.
Juga terkandung suatu pengertian, bahwa menunaikan zakat itu akan menyebabkan timbulnya keberkatan pada harta yang masih tinggal, sehingga ia tumbuh dan berkembang biak. Sebaliknya bila zakat itu tidak dikeluarkan, maka harta benda seseorang tidak akan memperoleh keberkatan dan tidak akan berkembang biak dengan baik, bahkan kemungkinan akan ditimpa malapetaka dan menyusut sehingga lenyap sama sekali dari tangan pemiliknya sebagai hukuman Allah swt. terhadap pemiliknya.
Perlu diketahui, bahwa walaupun perintah Allah swt. dalam ayat ini pada lahirnya ditujukan kepada Rasul-Nya dan turunnya ayat ini ialah berkenaan dengan peristiwa Abu Lubabah dan kawan-kawannya namun ia juga berlaku terhadap semua pemimpin atau penguasa dalam setiap masyarakat kaum Muslimin untuk melaksanakan perintah Allah dalam masalah zakat ini, yaitu untuk menunggu zakat tersebut dari orang-orang Islam yang wajib berzakat dan kemudian membagi-bagikan zakat itu kepada yang berhak menerimanya. Dengan demikian, maka zakat akan dapat memenuhi fungsinya sebagai sarana yang efektif untuk membina kesejahteraan masyarakat.
Selanjutnya dalam ayat ini Allah swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya dan juga kepada setiap pemimpin dan penguasa dalam masyarakat agar setelah melakukan pemungutan dan pembagian zakat itu, mereka berdoa kepada Allah bagi keselamatan dan kebahagiaan pembayar zakat karena doa tersebut akan menenangkan jiwa mereka, dan akan menenteramkan hati mereka, serta menimbulkan kepercayaan dalam hati mereka bahwa Allah swt. benar-benar telah menerima tobat mereka.
Pada akhir ayat ini diterangkan bahwa Allah swt. Maha Mendengar setiap ucapan hamba-Nya, antara lain ucapan pengakuan dosa serta ucapan doa. Dan Allah Maha Mengetahui semua yang tersimpan dalam hati sanubari hamba-Nya antara lain ialah rasa penyesalan dan kegelisahan yang timbul karena kesadaran atas kesalahan yang telah diperbuatnya.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 103 

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (103

(Ambillah sedekah dari sebagian harta mereka, dengan sedekah itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka) dari dosa-dosa mereka, maka Nabi saw. mengambil sepertiga harta mereka kemudian menyedekahkannya (dan berdoalah untuk mereka). (Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketenangan jiwa) rahmat (bagi mereka) menurut suatu pendapat yang dimaksud dengan sakanun ialah ketenangan batin lantaran tobat mereka diterima. (Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui).


104 Tidakkah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat, dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?(QS. 9:104)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN - PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 104 

أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ الصَّدَقَاتِ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (104

Dengan ayat ini Allah swt. memberikan dorongan kepada hamba-Nya yang telah menyadari kesalahannya untuk bertobat dan bersedekah guna menghapuskan dosa-dosa mereka. Selain itu ayat ini juga menegaskan, bahwa siapa pun yang bertobat kepada Allah maka Dia akan menerima tobatnya dan siapa yang bersedekah dengan ikhlas maka Allah akan menerima sedekah itu sebagai amal salehnya dan akan memberinya ganjaran pahala.
Ayat ini berbentuk suatu kalimat pertanyaan. Tetapi bangsa Arab telah biasa mengemukakan kalimat yang berbentuk pertanyaan itu untuk menetapkan dan memberikan tekanan tentang sesuatu pengertian yang dalam hubungannya ia adalah kepastian bahwa Allah swt. benar-benar akan menerima tobat orang-orang yang insaf, juga akan menerima sedekah yang mereka berikan karena mengharapkan rida Allah semata-mata untuk menghapuskan dosa-dosa yang sudah telanjur mereka perbuat.
Di samping itu, ayat tersebut juga merupakan celaan keras terhadap orang-orang yang bersalah tetapi tidak mengakui kesalahan mereka, tidak mau bertobat dan tidak berbuat, dan tidak mau berbuat kebajikan dan amal saleh untuk menghapuskan dosa-dosa yang telah mereka perbuat.
Pada akhir ayat ini Allah swt. menegaskan pula bahwa Dialah yang Maha Penerima tobat dan yang Maha Pengasih terhadap hamba-Nya. Oleh sebab itu, maka Allah senantiasa akan menerima tobat hamba-Nya karena sifat tersebut merupakan sifat yang tetap bagi-Nya, dan menjadi sunah yang berlaku selama-lamanya. Dan Dia senantiasa mengasihi hamba-Nya. Oleh sebab itu Dia akan mengampuni dosa-dosa hamba-hamba-Nya, dan menerima amal saleh yang mereka kerjakan, serta memberi balasan yang setimpal.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 104 

أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ الصَّدَقَاتِ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (104

(Tidakkah mereka mengetahui bahwasanya Allah menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan mengambil) maksudnya menerima (zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima tobat) hamba-hamba-Nya, yakni dengan menerima tobat mereka (lagi Maha Penyayang) kepada mereka. Kata tanya pada awal ayat ini bermakna taqrir; pengertian yang dimaksud ialah untuk menggugah mereka agar mau bertobat dan berzakat atau bersedekah.


105 Dan katakanlah: `Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan`.(QS. 9:105)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN - PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 105 

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (105

Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar beliau mengatakan kepada kaum muslimin yang mau bertobat dan membersihkan diri dari dosa-dosa dengan cara bersedekah dan mengeluarkan zakat, agar mereka melakukan amal-amal saleh sebanyak mungkin. Di samping itu Allah swt. juga memerintahkan kepada Rasul-Nya agar menyampaikan kepada mereka, bahwa apabila mereka telah melakukan amal-amal saleh tersebut maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin lainnya akan melihat dan menilai amal-amal tersebut. Akhirnya mereka akan dikembalikan-Nya ke alam akhirat, akan diberikannya kepada mereka ganjaran atas amal-amal yang telah mereka lakukan selama hidup di dunia. Kepada mereka dianjurkan agar tidak hanya merasa cukup dengan melakukan tobat, zakat, sedekah dan salat semata-mata melainkan haruslah mereka mengerjakan semua apa yang diperintahkan kepada mereka. Allah akan melihat amal-amal yang mereka lakukan itu sehingga mereka semakin dekat kepada-Nya. Rasulullah juga akan melihat amal-amal tersebut disebabkan doa restu beliau untuk mereka akan semakin bertambah pula amal-amal kebajikan itu sehingga mereka pun akan mengikuti dan mencontohnya pula, sedang Allah swt. memberikan pahala yang berlipat ganda bagi mereka yang dicontoh tanpa mengurangi pahala mereka yang mencontoh.
Sebagaimana diketahui, kaum Muslimin akan menjadi saksi di hadapan Allah pada hari kiamat mengenai iman dan amalan dari sesama kaum Muslimin. Dan persaksian yang didasarkan atas penglihatan mata kepala sendiri adalah lebih kuat dan lebih dapat dipercaya. Oleh sebab itu, kaum Muslimin yang melihat amal kebajikan yang dilakukan oleh mereka yang insaf dan bertobat kepada Allah, tentulah akan menjadi saksi yang kuat di hari kiamat, tentang benarnya iman, tobat dan amal saleh mereka itu.
Di samping itu, ayat ini pun berisi peringatan keras terhadap orang-orang yang menyalahi perintah-perintah agama, bahwa amal mereka itu pun nantinya akan diperlihatkan pula kepada rasul dan kaum Muslimin lainnya kelak di hari kiamat. Dan dengan demikian akan tersingkaplah aib mereka karena akan ternyata bahwa amal-amal kebajikan mereka adalah amat sedikit, dan sebaliknya dosa dari kejahatan-kejahatan yang mereka lakukan lebih banyak. Bahkan di dunia ini pun akan diperlihatkan pula kurangnya amal saleh mereka dan banyaknya kejahatan yang mereka lakukan. Bahkan dalam suatu riwayat disebutkan pula bahwa amalan orang-orang yang hidup dipertontonkan kepada orang-orang yang telah mati, yaitu dari kalangan kaum keluarga dan sanak famili yang ada di alam barzakh.
Dengan wafatnya seseorang maka ia dikembalikan ke alam akhirat. Di sana Allah akan memberitahukan kepada setiap orang tentang hasil dari perbuatan-perbuatan yang telah dilakukannya selagi ia di dunia dengan cara memberikan balasan terhadap amal mereka. Kebaikan dibalas dengan kebaikan, dan kejahatan dibalas dengan azab dan siksa.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 105 

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (105

(Dan katakanlah) kepada mereka atau kepada manusia secara umum ("Bekerjalah kalian) sesuka hati kalian (maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaan kalian itu dan kalian akan dikembalikan) melalui dibangkitkan dari kubur (kepada Yang Mengetahui alam gaib dan alam nyata) yakni Allah (lalu diberikan-Nya kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan.") lalu Dia akan membalasnya kepada kalian.


106 Dan ada (pula) orang-orang lain yang ditangguhkan sampai ada keputusan Allah; adakalanya Allah akan mengazab mereka dan adakalanya Allah akan menerima taubat mereka. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS. 9:106)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN - PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 106 

وَآخَرُونَ مُرْجَوْنَ لِأَمْرِ اللَّهِ إِمَّا يُعَذِّبُهُمْ وَإِمَّا يَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (106

Yang dimaksudkan dalam ayat ini ialah tiga orang di antara mereka yang tidak ikut berperang dan tobat mereka ditangguhkan, yaitu Murrah bin Rabi`, Kaab bin Malik dan Hilal bin Umayyah. Mereka termasuk orang-orang yang mangkir dari peperangan Tabuk dan duduk bermalas-malasan sambil menikmati hash panen mereka dan berteduh di bawah naungan pepohonan. Adapun tiga orang di antara teman-teman mereka segera bertobat dan mengikatkan diri di tiang-tiang mesjid dengan maksud agar Rasulullah akan melepaskan mereka dari ikatan itu. Mereka juga menyerahkan sejumlah harta benda mereka kepada Rasulullah untuk dibagi-bagikan sebagai sedekah untuk membersihkan diri mereka dari dosa, dan untuk memperkuat pernyataan tobat mereka itu. Kemudian Allah swt. telah menegaskan diterimanya tobat mereka ini seperti yang disebutkan pada ayat-ayat yang telah lalu akan tetapi Murarah dan kawan-kawannya ini tidak melakukan tobat dengan segera. Oleh sebab itu Allah swt. juga belum memberikan penegasan tentang diterimanya tobat mereka sampai turunnya ayat-ayat tobat yang berbunyi:


لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ مِنْ بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ إِنَّهُ بِهِمْ رَءُوفٌ رَحِيمٌ وَعَلَى الثَّلَاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّى إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لَا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلَّا إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Artinya:
Sesungguhnya Allah telah menerima tobat Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Ansar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima tobat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka. Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan tobat) mereka hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka padahal bumi itu luas dan jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima tobat mereka agar mereka tetap dalam tobatnya. Sesungguhnya Allahlah Yang Maha Penerima tobat dan Maha Penyayang kepada mereka.
(Q.S. At Taubah: 117, 118)
Mereka yang bertiga ini tidak ke medan perang bersama Rasulullah saw. padahal dalam hati mereka ada keinginan untuk menggabungkan diri akan tetapi hal itu tidak dapat mereka lakukan, dan kemangkiran mereka itu tidaklah timbul dari sifat kemunafikan. Setelah Rasulullah saw. kembali dari medan perang, mereka berkata kepadanya: "Kami tidak mempunyai halangan apa-apa. Kemangkiran kami adalah merupakan kesalahan semata-mata." Dan mereka tidak menyatakan permintaan maaf atas kesalahan itu. Mereka tidak melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Abu Lubabah dan kawan-kawannya.
Karena adanya penegasan Allah swt. dalam ayat ini bahwa tobat mereka itu ditangguhkan, maka Rasulullah saw. melarang kaum Muslimin lainnya untuk bergaul dan duduk bersama mereka. Dan Rasulullah saw. juga memerintahkan kepada mereka bertiga ini untuk menjauhi istri-istri mereka, dan menyuruh istri-istri tersebut kembali kepada keluarga mereka sampai turunnya firman Allah yang menegaskan diterimanya tobat mereka seperti tersebut di atas.
Penangguhan tersebut mengandung dua kemungkinan, apakah Allah akan mengazab mereka ataukah Dia akan menerima tobat mereka bila mereka bertobat. Dengan demikian, baik mereka atau pun orang-orang lain tidak mengetahui apa yang akan terjadi pada diri mereka. Apakah tobat mereka ada gunanya sehingga Allah sudi menerima tobat mereka sebagaimana yang terjadi pada kawan-kawan mereka yang telah bertobat dan mengakui kesalahan mereka? Ataukah Allah akan menimpakan azab kepada mereka di dunia dan di akhirat kelak sebagaimana yang ditetapkan-Nya terhadap orang-orang yang tidak ikut berperang karena kemunafikan mereka?
Penangguhan ini mengandung hikmah supaya dalam hati mereka timbul rasa kegelisahan dan kesedihan, lalu kemudian mereka bertobat dengan sungguh hati. Di samping itu agar Rasulullah saw. dan kaum muslimin lainnya senantiasa menjauhi dan mengasingkan mereka ini sebagai pelajaran terhadap mereka bahwa setiap orang yang hanya mementingkan kesenangan diri sendiri dan tidak mempedulikan kepentingan umum, serta ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta patut mendapat pelajaran. Sedang jihad adalah untuk menjunjung tinggi agama Allah serta menangkis serangan dari orang-orang yang memusuhi agama Islam, tidaklah patut untuk dijadikan teman dalam pergaulan.
Pada akhir ayat ini ditegaskan bahwa Allah swt. Maha Mengetahui apa-apa yang dapat memperbaiki keadaan hamba-Nya, dan Dia mendidik serta membersihkan hamba-Nya dari segala keburukan, baik secara perorangan maupun berkelompok. Dan Allah Maha Bijaksana dalam menetapkan hukum-hukum-Nya yang jelas bermanfaat bagi mereka dalam perbaikan dan peningkatan diri, apabila benar-benar mereka menaati peraturan dan hukum-hukum yang telah ditetapkannya. Dan salah satu dari kebijaksanaan Allah ialah penangguhan adanya ketegasan diterima atau tidaknya tobat mereka ini, hal tersebut bila dibaca atau didengar berulang kali oleh orang-orang mukmin lainnya niscaya akan menimbulkan ketakutan dalam hati mereka untuk berbuat semacam itu. Sudah barang tentu, hal ini merupakan suatu macam pendidikan dan pelajaran yang baik bagi umat seluruhnya lebih-lebih bagi mereka yang bersangkutan.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 106 

وَآخَرُونَ مُرْجَوْنَ لِأَمْرِ اللَّهِ إِمَّا يُعَذِّبُهُمْ وَإِمَّا يَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (106

(Dan ada pula orang-orang lain) di antara orang-orang yang tidak berangkat ke medan perang (yang ditangguhkan) dapat dibaca murjauna dan dapat pula dibaca murja'uuna; artinya tobat mereka ditangguhkan (sampai ada keputusan Allah) tentang perihal mereka sesuai dengan kehendak-Nya (adakalanya Allah akan mengazab mereka) seumpamanya mereka dimatikan oleh Allah tanpa sempat bertobat (dan adakalanya Allah akan menerima tobat mereka. Dan Allah Maha Mengetahui) tentang makhluk-Nya (lagi Maha Bijaksana) di dalam melakukan apa yang harus Ia lakukan terhadap mereka. Yang dimaksud dengan mereka ialah ketiga orang yang kedatangannya kepada Nabi saw. telah disebutkan tadi, mereka adalah Murarah bin Rabi', Kaab bin Malik dan Hilal bin Umayyah. Mereka tidak berangkat ke medan perang hanya karena malas dan cenderung kepada hidup yang serba santai dan enak, bukannya karena munafik. Dan mereka tidak mengemukakan uzurnya (alasannya) kepada Nabi saw. seperti halnya yang dilakukan oleh orang-orang lain. Akhirnya perihal mereka ditangguhkan selama lima puluh hari, selama itu mereka hidup diasingkan oleh semuanya sehingga turunlah ayat yang menjelaskan diterimanya tobat mereka.


107 Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan mesjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin) dan karena kekafiran (nya), dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah: `Kami tidak menghendaki selain kebaikan.` Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya).(QS. 9:107)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN - PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 107 

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِنْ قَبْلُ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا الْحُسْنَى وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (107

Dalam riwayat mengenai sebab turunnya ayat-ayat ini disebutkan bahwa di Madinah sebelum Rasulullah berhijrah ke sana ada seorang lelaki bernama Amir Rahib dari suku Khazraj. Dia pernah menganut agama Nasrani dan mengajarkan ilmu-ilmu ahlul kitab serta mempunyai kedudukan yang penting dalam kalangan mereka. Setelah Rasulullah saw. berhijrah ke Madinah dan memperoleh pengikut yang banyak dari penduduk Madinah itu, sehingga kaum Muslimin telah menjadi kuat, dan Allah telah memenangkannya terhadap kaum musyrik, maka Abu Amir keluar dari kota Madinah melarikan diri ke Mekah. Ia membujuk kaum musyrikin untuk mencederai Rasulullah dalam perang Uhud. Bahkan ia berpidato kepada kaumnya yang terdiri dari orang-orang Ansar supaya mereka berpihak kepadanya. Akan tetapi kaumnya ini menolak dengan tandas. Dan setelah peperangan itu selesai, maka Abu Amir melarikan diri serta meminta perlindungan kepada Heracleus, raja Romawi. Dia meminta bantuan kepada raja tersebut untuk memerangi Rasulullah dan kaum Muslimin. Raja tersebut mengabulkan permintaannya, serta menjanjikan kepadanya untuk memberikan bantuan. Abu Amir lalu berkirim surat kepada sekelompok kaumnya yang terdiri dari orang-orang munafik mengabarkan kepada mereka bahwa ia akan datang membawa pasukan untuk memerangi dan mengalahkan Nabi Muhammad saw., dan ia memerintahkan agar mereka membuat sebuah benteng sebagai tempat perlindungan bagi orang-orangnya yang nanti akan datang kepada mereka dengan membawa surat-suratnya; dan tempat itu kelak akan digunakannya sebagai kubu pertahanan apabila nantinya ia datang kepada mereka. Maka mulailah para pengikutnya itu membangun sebuah mesjid yang berdekatan letaknya dengan mesjid Quba. Mereka membuat bangunan itu sedemikian rupa kokohnya dan selesai mereka kerjakan sebelum berangkatnya Rasulullah ke peperangan Tabuk. Mereka datang kepada Rasulullah saw. dan meminta agar beliau salat di mesjid tersebut sebagai tanda bahwa beliau merestui pembangunan mesjid itu. Mereka menyebutkan kepada Rasulullah saw. bahwa bangunan tersebut mereka dirikan hanyalah semata-mata untuk menampung orang-orang lemah di antara mereka dan orang-orang yang menderita sakit pada malam-malam musim dingin. Untunglah pada saat itu Rasulullah mendapat perlindungan dari Allah SWT. sehingga beliau terhindar dari tipu daya orang-orang munafik itu dan tidak salat di tempat itu. Rasulullah menjawab tawaran mereka untuk salat dalam mesjid tersebut dengan katanya: "Kami sekarang ini sedang dalam perjalanan; Insya Allah nanti sajalah bila kami pulang dari peperangan."
Pada waktu Rasulullah dalam perjalanan pulang ke Madinah dari peperangan Tabuk, dan berada pada jarak sehari perjalanan atau kurang, dari tempat berdirinya bangunan itu, turunlah malaikat Jibril memberitahukan kepada Rasulullah mengenai mesjid celaka yang dibangun oleh para pendirinya dengan maksud untuk memecah belah kaum muslimin yang beribadah di mesjid Quba yang didirikan sejak semula atas dasar ketakwaan kepada Allah semata-mata. Setelah mendapat pemberitahuan itu, maka Rasulullah saw. mengirim orang-orang untuk meruntuhkan dan membakar bangunan itu sebelum beliau sendiri sampai ke Madinah. Maka mereka melaksanakan perintah Rasulullah itu, sehingga bangunan tersebut dijadikan tempat pembuangan sampah.
Diriwayatkan, bahwa orang-orang yang mendirikan bangunan tersebut dan menjadikannya sebagai mesjid adalah terdiri dari dua belas orang dari kalangan kaum munafik suku Aus dan Khazraj. Dalam ayat ini Allah swt. menjelaskan maksud-maksud mereka mendirikan mesjid tersebut yaitu:
1. Untuk mencelakakan orang-orang mukmin yang biasa beribadah di mesjid Quba, yaitu mesjid yang dibangun Rasulullah saw. ketika beliau berhijrah dari Mekah sebelum sampai ke Madinah.
2. Untuk memperkuat kekafiran dan untuk memberikan fasilitas dalam melakukan kekafiran itu, antara lain memungkinkan kaum munafik meninggalkan salat dengan sembunyi-sembunyi dalam bangunan yang mereka dirikan itu sehingga kaum Muslimin tak dapat mengetahuinya, karena mereka tidak lagi bersama-sama melakukan ibadat di mesjid Quba. Selain itu, adanya bangunan tersebut juga memungkinkan bagi mereka untuk mengadakan perundingan secara bebas dalam melakukan makar terhadap Rasulullah saw.
3. Untuk memecah belah antara kaum Muslimin yang berdiam di daerah itu. Sebab dulunya mereka semua salat di mesjid Quba sehingga dapatlah mereka senantiasa berjumpa dan saling mengenal, bergotong-royong, serta mencapai kesepakatan dan kesatuan dalam berbagai masalah. Justru inilah tujuan yang terpenting dalam bidang kemasyarakatan. Oleh sebab itu adalah suatu keharusan bagi kaum Muslimin yang bertempat tinggal di daerah tertentu agar semuanya melakukan salat Jumat di satu mesjid selama hal itu dapat dilakukan. Tetapi apabila mereka dengan hal sengaja berpisah-pisah dalam melakukan salat Jumat itu padahal mereka dapat berkumpul dalam satu mesjid saja, maka mereka berdosa karena berbuat demikian.
Dari sini dapatlah diketahui bahwa mendirikan mesjid yang baru hanyalah dapat dipandang sebagai amal kebajikan yang diterima Allah swt. bila hal itu memang benar-benar sudah diperlukan, misalnya karena mesjid yang lama sudah rusak, atau sudah tidak dapat menampung jumlah kaum muslimin yang semakin besar, dan bukan didirikan untuk maksud memecah belah antara kaum muslimin. Oleh sebab itu pembangunan mesjid-mesjid yang banyak jumlahnya dan saling berdekatan letaknya, dan hanya didorong oleh rasa riya' dan kebanggaan pribadi atau pun golongan, tidaklah dibenarkan oleh agama kita.
4. Untuk memberikan perlindungan serta bantuan kepada orang-orang yang telah binasa memerangi agama Allah sehingga apabila mereka datang ke tempat itu niscaya mereka sudah mendapatkan tempat perlindungan yang aman, memperoleh sekutu dan para penyokong untuk bersama-sama memerangi Rasulullah dan kaum Muslimin. Mereka ini adalah kaum musyrik dan munafik yang dengan sengaja mendirikan bangunan itu sebagai kubu pertahanan mereka-mereka untuk memecah belah dan memerangi umat Islam.
Dalam ayat ini selanjutnya diterangkan, bahwa orang-orang munafik itu bersumpah untuk memperkuat ucapan mereka, bahwa bangunan itu mereka dirikan hanyalah semata-mata untuk memperoleh kebaikan misalnya untuk memudahkan bagi orang-orang yang lemah melakukan salat Jumat dekat dari tempat tinggal mereka dan sebagainya. Akan tetapi sumpah tersebut hanyalah untuk menyelimuti maksud-maksud jahat yang tersimpan dalam hati mereka.
Pada akhir ayat tersebut Allah swt. menegaskan, bahwa Dia menyaksikan mereka itu adalah orang-orang yang benar-benar pendusta.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 107 

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِنْ قَبْلُ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا الْحُسْنَى وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (107

(Dan) di antara mereka yang munafik itu (ada orang-orang yang mendirikan mesjid) jumlah mereka ada dua belas orang, semuanya orang-orang munafik (untuk menimbulkan kemudaratan) kepada orang-orang mukmin di mesjid Quba (dan karena kekafiran) karena mereka membangun mesjid itu berdasarkan perintah dari Abu Amir seorang rahib, dimaksud supaya menjadi basis pangkalan baginya dan bagi orang-orang yang berpihak kepadanya. Sedang ia (Amir) pergi untuk mendatangkan bala tentara Kaisar Romawi guna memerangi Nabi saw. (dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin) yang biasa salat di mesjid Quba, diharapkan sebagian dari orang-orang mukmin melakukan salat di mesjid mereka (serta menjadi tempat pemantauan) yakni tempat untuk memantau (bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu) sebelum mesjid dhirar ini dibangun; yang dimaksud adalah Abu Amir tadi dan para pembantunya. (Mereka sesungguhnya bersumpah, "Tiada lain) (kami menghendaki) dari pembangunan mesjid ini (hanyalah) untuk pekerjaan (yang baik semata.") yaitu berlaku belas-kasihan terhadap orang-orang miskin dalam musim hujan dan musim panas, serta memberikan tempat persinggahan bagi kaum Muslimin. (Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta) dalam sumpahnya. Mereka pernah meminta kepada Nabi saw. supaya melakukan salat di dalam mesjidnya itu, akan tetapi kemudian turunlah firman Allah berikut ini, yaitu:


108 Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu bersembahyang di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih.(QS. 9:108)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN - PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 108 

لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ (108

Karena adanya maksud-maksud jahat kaum munafik yang mendirikan bangunan itu, maka Allah swt. melarang Rasul-Nya selama-lamanya untuk salat di tempat itu karena apabila Rasulullah salat di sana bersama orang-orang munafik itu maka hal tersebut akan berarti beliau telah merestui usaha mereka dalam mendirikan bangunan itu.
Selanjutnya Allah swt. menegaskan kepada Rasul-Nya, bahwa mesjid yang dibangun sejak semula atas dasar ketakwaan kepada Allah swt. adalah lebih baik untuk dijadikan tempat ibadat bersama-sama serta mempersatukan kaum Muslimin semuanya dalam segala hal yang diridai-Nya, yaitu saling mengenal dan bergotong-royong dalam berbuat kebajikan dan ketakwaan.
Yang dimaksud dengan mesjid yang didirikan atas dasar ketakwaan sejak hari pertama yang disebutkan dalam ayat ini adalah "mesjid Quba" atau "Mesjid Nabi" yang ada di kota Madinah, sebab kedua mesjid itu adalah dibangun oleh Nabi dan kaum Muslimin atas dasar ketakwaan sejak pertama ia didirikan.
Selanjutnya dalam ayat ini Allah swt. menerangkan alasan mengapa mesjid tersebut lebih utama dari mesjid lainnya yang sengaja didirikan bukan atas dasar ketakwaan ialah karena di mesjid tersebut terdapat orang-orang yang suka membersihkan dirinya dari segala dosa. Artinya mereka memakmurkan mesjid dengan mendirikan salat serta berzikir dan bertasbih kepada Allah, dan dengan ibadah-ibadah tersebut mereka ingin menyucikan diri dari segala dosa yang melekat pada diri mereka sebagaimana orang-orang yang mangkir dari peperangan kemudian mereka menginsafi kesalahan mereka, lalu berusaha menyucikan diri dari dosa tersebut dengan cara bertobat, bersedekah dan memperbanyak amal saleh lainnya. Melakukan ibadah salat berarti menyucikan diri lahir dan batin karena untuk melakukan salat disyaratkan sucinya badan, pakaian dan tempat, ikut sertanya hati dan pikiran yang dihadapkan kepada Allah semata-mata.
Pada akhir ayat ini Allah swt. menegaskan bahwa Dia menyukai orang-orang yang sangat menjaga kebersihan jiwa dan jasmaninya, karena mereka menganggap bahwa kesempurnaan manusia terletak pada kesuciannya lahir batin. Oleh sebab itu mereka sangat membenci kekotoran lahiriah, seperti kotoran pada badan, pakaian dan tempat, maupun kotoran batin yang timbul karena perbuatan maksiat terus-menerus, serta budi pekerti yang buruk, misalnya rasa riya dalam beramal, atau pun kekikiran dalam menyumbangkan harta benda untuk memperoleh keridaan Allah swt. Kecintaan Allah pada orang-orang yang suka menyucikan diri adalah salah satu dari sifat-sifat kesempurnaan-Nya, Dia suka kepada kebaikan, kesempurnaan, kesucian dan kebenaran. Sebaliknya, Dia benci kepada sifat-sifat yang berlawanan dengan itu.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 108 

لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ (108

(Janganlah kamu berdiri) melakukan salat (dalam mesjid itu selama-lamanya) kemudian Nabi saw. mengirimkan segolongan para sahabatnya guna merobohkan dan membakarnya. Kemudian mereka menjadikan bekas mesjid itu sebagai tempat pembuangan bangkai. (Sesungguhnya mesjid yang didirikan) dibangun dengan berlandaskan kepada pondasi (takwa, sejak hari pertama) yaitu mesjid yang didirikan oleh Nabi saw. sewaktu pertama kali beliau menginjakkan kakinya di tempat hijrahnya itu, yang dimaksud adalah mesjid Quba. Demikianlah menurut penjelasan yang telah dikemukakan oleh Imam Bukhari (adalah lebih berhak) daripada mesjid dhirar itu (kamu salat) untuk melakukan salat (di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang) kaum Ansar (yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih) artinya, Allah akan memberikan pahala kepada mereka. Lafal al-muththahhiriina asalnya ialah al-mutathahhiriina kemudian huruf ta diidgamkan kepada huruf tha yang asal, kemudian jadilah al-muththahhiriina. Ibnu Khuzaimah di dalam kitab sahihnya telah meriwayatkan sebuah hadis melalui Uwaimir bin Saidah, bahwasanya pada suatu hari Nabi saw. mendatangi mereka (para sahabat) di mesjid Quba. Kemudian beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah swt. telah memuji kalian dengan baik atas pembersihan diri kalian sehubungan dengan kisah mesjid kalian ini (Quba). Maka cara pembersihan apakah yang sedang kalian lakukan sekarang ini?" Mereka menjawab, "Demi Allah, wahai Rasulullah, kami tidak mengetahui apa-apa melainkan kami mempunyai tetangga-tetangga Yahudi; mereka lalu membasuh dubur mereka setelah buang air besar, maka kami pun melakukan pembasuhan seperti apa yang mereka lakukan." Menurut hadis yang lain, yang telah diriwayatkan oleh Imam Bazzar disebutkan bahwa para sahabat mengatakan, "Akan tetapi kami memakai batu terlebih dahulu, kemudian baru kami memakai air." Maka Nabi saw. menjawab, "Itulah yang benar, maka peganglah cara ini oleh kalian."


109 Maka apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar takwa kepada Allah dan keridhaan- (Nya) itu yang baik ataukah orang-orang yang mendirikan bangunanannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahannam? Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim.(QS. 9:109)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN - PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 109 

أَفَمَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى تَقْوَى مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ خَيْرٌ أَمْ مَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فَانْهَارَ بِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (109

Pada ayat ini dalam bentuk pertanyaan, Allah swt. menunjukkan perbedaan yang jelas antara orang-orang yang mendirikan bangunan mesjid atas dasar ketakwaan dan keinginan untuk mencapai rida-Nya, dan orang-orang yang mendirikan bangunan dengan maksud jahat sehingga pembangunan mesjid tersebut bahkan menambah bertumpuknya dosa-dosa mereka. Mereka yang disebut terakhir ini diumpamakan sebagai orang-orang yang mendirikan bangunan di pinggir jurang yang longsor sehingga akhirnya mereka terjerumus ke dalam neraka Jahanam.
Dari sini dapatlah dipahami, bahwa orang-orang yang mendirikan bangunan mesjid atas dasar takwa dan keinginan untuk mencapai rida Allah adalah ibarat orang-orang yang mendirikan bangunan yang kuat di atas tanah yang kuat pula, tangguh terhadap serangan angin dan badai, tak lapuk karena hujan, dan tak lekang karena panas. Ia memberikan perlindungan, keamanan, ketenteraman dan kebahagiaan kepada orang-orang yang berada di dalamnya.
Dengan kata lain dapat diungkapkan bahwa Rasulullah saw. dan kaum Muslimin yang benar-benar beriman kepada Allah. swt. senantiasa mendasarkan segala perbuatannya kepada ketakwaan dan dambaan mereka kepada rida-Nya. Mereka terang lebih baik daripada orang-orang munafik yang segala perbuatannya hanya didasarkan kepada niat yang buruk, yang menambah kekufuran dan kemunafikan, serta memecah belah antara umat Islam. Di dunia ini mereka tercela, sedang di akhirat kelak mereka ditimpa azab dan kemurkaan Allah swt.
Setelah menjelaskan keberuntungan orang-orang mukmin dan kejelekan orang-orang munafik yang lalim itu, maka pada akhir ayat tersebut Allah swt. menegaskan bahwa Dia tidak akan memberikan petunjuk kepada orang-orang yang lalim itu. Artinya, orang-orang yang lalim selamanya tidak akan beroleh petunjuk ke arah kebaikan dan keberuntungan. Oleh sebab itu, setiap langkah dan tingkah laku serta perbuatan mereka senantiasa mengalami kegagalan dan malapetaka baik di dunia maupun kelak di akhirat.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 109

أَفَمَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى تَقْوَى مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ خَيْرٌ أَمْ مَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فَانْهَارَ بِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (109

(Maka apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar takwa) karena takut (kepada Allah dan) selalu mengharapkan (keridaan)-Nya itu (yang lebih baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi) dapat dibaca jurufin dan dapat pula dibaca jurfin, artinya di pinggir (jurang) yakni hampir roboh (lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia) maksudnya bangunannya roboh berikut orang-orang yang membangunnya (ke dalam neraka Jahanam?) ungkapan ayat ini merupakan tamtsil/perumpamaan yang paling baik, yaitu menggambarkan pembangunan mesjid yang berdasarkan bukan kepada takwa, kemudian akibat-akibat yang akan dialaminya. Kata tanya pada permulaan ayat ini mengandung makna taqrir, artinya mesjid pertamalah yang baik seperti halnya mesjid Quba. Sedangkan gambaran yang kedua adalah perumpamaan mesjid dhirar. (Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang lalim).


110 Bangunan-bangunan yang mereka dirikan itu senantiasa menjadi pangkal keraguan dalam hati mereka, kecuali bila hati mereka itu telah hancur. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS. 9:110)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN - PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 110 

لَا يَزَالُ بُنْيَانُهُمُ الَّذِي بَنَوْا رِيبَةً فِي قُلُوبِهِمْ إِلَّا أَنْ تَقَطَّعَ قُلُوبُهُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (110
Dalam ayat ini Allah swt. menjelaskan bahwa bangunan mesjid yang didirikan oleh kaum munafik itu senantiasa menimbulkan keragu-raguan dalam hati mereka terhadap agama, karena setelah bangunan itu berdiri mereka menggunakannya untuk melakukan perbuatan-perbuatan jahat, antara lain membuat rencana dan komplotan jahat yang ditujukan kepada Rasulullah saw. dan kaum Muslimin. Hal ini bahkan menunjukkan kemunafikan dan kekafiran mereka. Dan setelah Rasulullah mengirim orang-orang untuk merobohkan bangunan itu, kaum munafikin itu semakin ragu-ragu tentang nasib mereka, serta merasa ketakutan dan kegelisahan. Keadaan semacam ini barulah berakhir setelah hati mereka seakan-akan terpotong-potong, sehingga tidak dapat lagi mengetahui kebenaran, ini berarti bahwa selama mereka hidup senantiasalah hati mereka dalam kebimbangan dan keraguan, dan tidak pernah sampai kepada kebenaran. Runtuhnya bangunan mereka menyebabkan runtuhnya pula pegangan hidup mereka, sehingga kegelisahan, ketakutan dan keragu-raguan senantiasa menyelubungi hati mereka. Keadaan ini barulah berakhir setelah mereka mati, dan jasad mereka berkeping-keping atau bila mereka bertobat dan menyesali semua dosa dan kesalahan-kesalahan yang telah mereka perbuat.
Pada akhir ayat ini Allah swt. menegaskan bahwa Dia adalah Maha Mengetahui perbuatan hamba-Nya, dan Maha Bijaksana dalam segala perbuatan-Nya. Salah satu dari kebijaksanaan-Nya ialah pemberitahuan-Nya kepada Rasulullah dan kaum Muslimin tentang kejahatan orang-orang munafik, sehingga dapat diketahui hakikat dari sifat-sifat dan perbuatan jahat mereka untuk dijauhi.


111 Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.(QS. 9:111)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN - PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 111 

إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (111

Pada ayat ini diterangkan bahwa Allah swt. membeli diri dan harta benda kaum mukmin dari mereka sendiri yang dibayar-Nya dengan surga Jannatunna'im. Artinya: "Allah membalas segala perjuangan dan pengorbanan yang telah diberikan kaum mukmin itu, baik jiwa raga maupun harta benda, dengan balasan yang sebaik-baiknya, yaitu kenikmatan dan kebahagiaan di surga di akhirat kelak. Ini merupakan ungkapan yang sangat indah dalam menimbulkan kegairahan bagi umat manusia untuk berjihad, karena menggambarkan suatu ikatan jual beli yang sangat menguntungkan manusia, sebab pengorbanan yang telah mereka berikan berupa harta benda dan jiwa raga akan ditukar dengan sesuatu yang sangat berharga, yang tak pernah dilihat oleh mata manusia, dan tak pernah didengar oleh telinga, dan nilainya jauh lebih tinggi daripada harta benda dan apa saja yang telah dikurbankan. Di samping itu jual beli yang terjadi antara Allah dan kaum Muslimin ini tak akan pernah dibatalkan. Tidaklah seperti ikatan jual beli yang terjadi antara sesama manusia yang kadang-kadang dapat dibatalkan. Lagi pula jual beli antar sesama manusia adalah berupa pertukaran antara barang dan uang yang sama nilainya. Sedang balasan yang diberikan Allah kepada hamba-Nya yang beriman jauh lebih tinggi nilainya daripada pengorbanan yang telah diberikan atau perjuangan yang telah dilakukannya.
Balasan yang berlipat ganda yang dianugerahkan Allah kepada hamba-Nya itu adalah semata-mata karena kasih sayang-Nya dan merupakan kehormatan yang diberi kepada hamba-Nya yang beriman, sebab pada hakikatnya diri manusia itu adalah milik-Nya, karena Dialah Penciptanya dan harta benda mereka itu pun adalah milik-Nya, karena Dialah yang menganugerahkan kepada mereka. Namun demikian, bila manusia berjihad dengan mengorbankan harta benda dan jiwa raga mereka yang dianugerahkan-Nya kepada mereka, maka Allah tetap memberikan balasan yang berlipat ganda nilainya padahal Allah sendiri pada hakikatnya tidak memerlukan harta benda dan jiwa raga itu.
Selanjutnya dalam ayat ini Allah swt. menerangkan bagaimana caranya orang-orang mukmin menyerahkan diri dan harta mereka yang dibeli oleh Allah swt. dengan surga Jannatunna'im itu, yaitu dengan berperang pada jalan Allah untuk membela kebenaran dan keadilan yang akan menyampaikan mereka kepada keridaan-Nya; adakalanya mereka dapat menumpas musuh-musuh Allah yang selalu menghambat jalannya dakwah Islam, dan adakalanva mereka gugur dalam peperangan sebagai syuhada dalam membela agama Allah. Namun tak ada perbedaan antara keduanya dalam menerima pahala dan balasan dari Allah swt.
Kemudian Allah swt. menegaskan, bahwa janji-Nya untuk memberikan balasan pahala yang disebutkan itu adalah merupakan janji yang akan ditepati-Nya, dan telah ditetapkan-Nya sedemikian rupa dalam kitab Taurat dan Injil. Dan walaupun janji itu telah dihapuskan dari kedua kitab suci itu oleh kaum Yahudi dan Nasrani namun masih tetap ada dalam Alquran, dan tak akan dapat dihapuskan oleh siapa pun juga, karena Allah telah menjamin keselamatan Alquran itu dari tangan-tangan yang jahil.
Selanjutnya Allah swt. menegaskan, bahwa tidak ada seorang pun yang melebihi Allah dalam hal menepati janji, karena Dia Maha Kuasa untuk menepati janji-Nya, dan tidak pernah lupa atau pun ragu pada hamba-Nya. Oleh sebab itu, Allah menyuruh mereka untuk menampakkan kegembiraan atau keberuntungan yang pasti akan mereka peroleh dari jual beli yang terjadi antara mereka dan Allah swt.
Pada akhir ayat ini Allah swt. kembali memberikan penegasan bahwa keberuntungan yang akan diperoleh mereka itu benar-benar suatu keberuntungan yang amat besar tidak ada yang melebihinya. Sedang keberuntungan yang telah mereka peroleh sebelumnya yang berupa kemenangan terhadap musuh-musuh Islam, serta kepemimpinan, kekuasaan dan kerajaan, hanyalah keberuntungan yang merupakan jalan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran.
Jakfar As-Sadiq, seorang yang mempunyai pengetahuan luas tentang Alquran, dalam menafsirkan ayat ini mengatakan: "Badan manusia ini nilai tukarnya adalah surga, oleh sebab itu kita tidak boleh menjualnya kecuali jika mendapatkan surga. Orang yang mati dalam membela agama Allah hanyalah berarti mengorbankan tubuh kasarnya yang bersifat fana, bukan mengorbankan jiwanya yang bersifat kekal. Bila tubuh kasarnya mati, maka rohnya kembali ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa."


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 111 

إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (111

(Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka) lantaran mereka menginfakkannya di jalan ketaatan kepada-Nya, seperti untuk berjuang di jalan-Nya (dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah lalu mereka membunuh atau dibunuh) ayat ini merupakan kalimat baru yang menjadi penafsir bagi makna yang terkandung di dalam lafal fa yuqtaluuna wa yaqtuluuna, artinya sebagian dari mereka ada yang gugur dan sebagian yang lain meneruskan pertempurannya (sebagai janji yang benar) lafal wa`dan dan haqqan keduanya berbentuk mashdar yang dinashabkan fi`ilnya masing-masing yang tidak disebutkan (di dalam Taurat, Injil dan Alquran?) artinya tiada seorang pun yang lebih menepati janjinya selain dari Allah. (Maka bergembiralah) dalam ayat ini terkandung pengertian iltifat/perpindahan pembicaraan dari gaib kepada mukhathab/dari orang ketiga kepada orang kedua (dengan jual-beli yang telah kalian lakukan itu dan yang demikian itu) yaitu jual-beli itu (adalah kemenangan yang besar) yang dapat mengantarkan kepada tujuan yang paling didambakan.


112 Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji (Allah), yang melawat, yang ruku yang sujud, yang menyuruh berbuat makruf dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu.(QS. 9:112)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN - PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 112 

التَّائِبُونَ الْعَابِدُونَ الْحَامِدُونَ السَّائِحُونَ الرَّاكِعُونَ السَّاجِدُونَ الْآمِرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّاهُونَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَالْحَافِظُونَ لِحُدُودِ اللَّهِ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ (112

Dalam ayat ini Allah swt. menyebutkan beberapa sifat dari orang-orang mukmin yang telah mencapai puncak kesempurnaan iman, yang telah mengorbankan harta benda dan diri mereka dalam berjihad untuk menjunjung tinggi agama Allah.
Sifat-sifat tersebut ialah:
1. Bahwa mereka itu adalah orang-orang yang bertobat, yaitu kembali kepada Allah dengan cara meninggalkan setiap perbuatan yang akan menjauhkan diri dari keridaan-Nya. Maka tobat orang-orang yang pernah menjadi kafir adalah kembalinya mereka kepada Allah dari kekafiran itu, serta melaksanakan perintah-perintah syarak.
Dalam hal ini Allah telah berfirman:


فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ
Artinya:
Jika mereka bertobat, mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.
(Q.S. At Taubah: 11)
Sedang tobat orang yang pernah membuatnya menjadi munafik ialah dengan cara meninggalkan kemunafikannya itu. Dan tobat orang-orang yang durhaka ialah dengan cara meninggalkan kedurhakaannya dengan menyesali apa yang telah diperbuatnya, serta bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan itu lagi sebagaimana tobat yang telah dilakukan oleh sementara orang-orang mukmin (Abu Lubabah dengan kawan-kawannya) yang telah mangkir dari peperangan Tabuk. Adapun tobat orang yang telah lalai dari melakukan kebajikan ialah dengan cara berbuat kebajikan lain yang lebih banyak sedang tobat orang yang lalai dari mengingat Allah swt. ialah dengan cara berzikir dan bersyukur lebih banyak setelah menyadari kelalaiannya.
2. Orang-orang mukmin yang mencapai puncak kesempurnaan itu juga mempunyai sifat sebagai orang-orang yang beribadat kepada Allah swt. semata-mata dengan ikhlas, tanpa adanya riya maupun syirik. Semua ibadah doa dan harapannya hanya ditujukan kepada Allah semata-mata. Mereka menjauhi segala macam perbuatan yang dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada selain Allah atau mengharapkan pertolongan dari selain Allah, baik untuk kepentingan duniawi maupun ukhrawi.
3. Selain itu orang-orang mukmin tersebut juga mempunyai sifat sebagai orang-orang yang senantiasa menyampaikan pujian kepada Allah, baik dalam waktu suka maupun pada saat-saat duka. Dalam hal ini Aisyah r.a. menerangkan, bahwa Nabi Muhammad saw. apabila menemukan suatu hal yang menggembirakan maka beliau mengucapkan kata-kata pujian yang berbunyi:


الحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات
Artinya:
Segala pujian hanyalah untuk Allah yang dengan nikmat-Nyalah segala kebaikan dapat disempurnakan.
Dan apabila beliau menghadapi suatu hal yang tidak diingininya, maka beliau mengucapkan kata pujian yang berbunyi:


الحمد لله على كل حال
Artinya:
Segala puji hanyalah untuk Allah semata-mata dalam segala hal.
4. Orang-orang mukmin yang mencapai puncak kesempurnaan juga memiliki sifat sebagai orang-orang yang suka mengembara untuk tujuan-tujuan yang baik dan benar, misalnya pengembaraan yang dilakukan untuk menuntut ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan agama maupun ilmu pengetahuan untuk kemajuan duniawi, atau untuk sesuatu yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa dan tanah air. Atau melakukan pengembaraan untuk melihat dan memperhatikan keadaan bangsa-bangsa dan negeri-negeri lain agar dari semuanya itu dapat diambil pelajaran yang berguna, serta meningkatkan keimanan dan ibadah kita kepada Allah, Pencipta alam semesta. Di dalam Alquran terdapat banyak firman Allah yang mendorong manusia agar mengadakan perjalanan di muka bumi ini untuk mendapatkan pengalaman dan pelajaran yang akan menambah kuatnya keimanan. Antara lain firman Allah swt.:


قُلْ سِيرُوا فِي الْأَرْضِ ثُمَّ انْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
Artinya:
Katakanlah: "Berjalanlah di muka bumi kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu."
(Q.S. Al-An'am: 11)
Dan firman-Nya dalam ayat yang lain:


أَلَمْ يَرَوْا كَمْ أَهْلَكْنَا مِنْ قَبْلِهِمْ مِنْ قَرْنٍ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ مَا لَمْ نُمَكِّنْ لَكُمْ
Artinya:
Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya generasi-generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka padahal (generasi itu) telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu.
(Q.S. Al-An'am: 6)
Masih banyak ayat-ayat lainnya yang sejiwa dengan ayat-ayat di atas, yang menyuruh manusia untuk memperhatikan lebih banyak makhluk Tuhan di dunia ini. Semakin jauh berjalan, semakin banyak yang dilihat, dan memberikan banyak pengetahuan, pengalaman dan pelajaran yang akhirnya menambah keimanan dan ketaatan kepada Allah swt.
5. Sifat lainnya yang dimiliki orang-orang mukmin yang sebenarnya ialah sebagai orang-orang yang senantiasa melakukan rukuk dan sujud kepada Allah swt., yakni orang-orang yang mendirikan salat. Sengaja Allah menyebutkan masalah rukuk dan sujud dalam ayat ini, karena kedua hal tersebut adalah menunjukkan sifat tunduk tawaduk serta penghambaan diri kepada Allah swt., dan juga untuk menggambarkan pekerjaan salat itu.
6. Dua buah sifat lainnya dari orang-orang mukmin sejati ialah suka mengajak orang lain untuk berbuat kebajikan, dan mencegahnya dari perbuatan yang mungkar, yaitu dengan jalan mengajaknya kepada keimanan dan melakukan perbuatan-perbuatan yang merupakan buah dari keimanan itu, yaitu hal-hal yang baik dan bermanfaat di samping itu.
7. Sifat lainnya yang disebutkan paling akhir dalam ayat ini ialah sebagai orang-orang yang senantiasa menjaga diri untuk tidak melampaui batas dan ketentuan yang telah ditetapkan Allah, yaitu berupa syariat dan hukum-hukum-Nya yang harus diikuti oleh kaum mukmin untuk kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat, dan apa-apa yang harus mereka jauhi karena bahaya-bahaya yang dapat ditimbulkannya. Demikian pula dalam hukum dan syariat tersebut telah dijelaskan pula apa-apa yang harus dilakukan oleh umat Islam dan para pemimpin mereka, baik untuk kepentingan setiap pribadi muslim maupun untuk kejayaan masyarakat Islam umumnya.
Setelah menyebut sifat-sifat yang dimiliki oleh orang-orang mukmin yang mencapai puncak kesempurnaan, maka pada akhir ayat ini Allah swt. menjelaskan balasan apa yang akan diperoleh mereka kelak, dari Allah swt. Untuk ini Allah swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk menyampaikan kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang memiliki sifat-sifat seperti yang disebutkan itu, bahwa mereka pasti akan memperoleh keberuntungan, baik di dunia maupun di akhirat. Hal ini disebabkan karena setiap orang yang memiliki sifat-sifat tersebut, pasti akan bersikap hati-hati dalam perbuatan dan tindak-tanduknya agar ia tidak melanggar batas-batas yang telah ditentukan Allah dalam syariat dan hukum-hukumnya.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 112 

التَّائِبُونَ الْعَابِدُونَ الْحَامِدُونَ السَّائِحُونَ الرَّاكِعُونَ السَّاجِدُونَ الْآمِرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّاهُونَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَالْحَافِظُونَ لِحُدُودِ اللَّهِ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ (112

(Mereka itu adalah orang-orang yang bertobat) lafal at-taa'ibuuna dirafa'kan untuk tujuan memuji, yaitu dengan memperkirakan adanya mubtada sebelumnya; artinya mereka itu adalah orang-orang yang bertobat dari kemusyrikan dan kemunafikan (yang beribadah) orang-orang yang ikhlas karena Allah dalam beribadah (yang memuji) kepada Allah dalam semua kondisi (yang melawat) makna yang dimaksud adalah mereka selalu mengerjakan shaum/puasa (yang rukuk, yang sujud) artinya mereka adalah orang-orang yang salat (yang menyuruh berbuat makruf dan mencegah berbuat mungkar dan yang memelihara batasan-batasan Allah) yakni hukum-hukum-Nya dengan cara mengamalkannya. (Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu) dengan surga.


113 Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahannam.(QS. 9:113)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN - PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 113 

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ (113

Allah swt. menjelaskan dalam ayat ini, bahwa tidaklah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang mukmin untuk mengajukan permohonan kepada Allah agar Dia memberikan ampun kepada orang yang musyrik walaupun mereka adalah kerabat Nabi atau kerabat dari orang-orang mukmin. Lebih-lebih apabila Nabi dan orang-orang mukmin telah mendapatkan bukti yang jelas, bahwa mereka yang dimohonkan ampunan itu adalah calon-calon penghuni neraka karena perbuatan dan tindak-tanduk mereka telah menunjukkan keingkaran mereka kepada Allah swt.
Pada ayat ke 80 surat At-Taubah ini juga, Allah swt. telah menerangkan bahwa Dia tidak akan memberikan ampunan bagi orang-orang munafik, karena mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya sehingga sama saja halnya, apakah Rasulullah memintakan ampun untuk mereka atau pun tidak. Dan dalam ayat ke 48 dan 116 surat An-Nisa Allah telah menegaskan pula, bahwa Dia tidak akan memberikan ampun kepada siapa saja yang menjadi musyrik, yaitu mempersekutukan Allah dengan yang lain.
Orang-orang yang mempersekutukan Allah walaupun mereka mengaku beriman dan menyembah kepada Allah, namun di samping itu mereka beriman dan menyembah selain Allah. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak mempunyai iman tentang kesempurnaan dan kekuasaan Allah swt. Oleh sebab itu dalam ayat lain Allah menegaskan bahwa kemusyrikan itu adalah suatu kelaliman yang besar, dan merupakan dosa yang tak diampuni. Itulah sebabnya, maka Lukman Al-Hakim memberikan pelajaran kepada putranya, beliau berkata:


لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Artinya:
Janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar.
(Q.S. Lukman: 13)
Dalam riwayat yang menjelaskan sebab turunnya ayat ini yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Ibnu Jarir dan lain-lain dari Said Ibnu Musayyab, dari ayahnya, diterangkan bahwa ketika paman Nabi Muhammad, Abu Talib, akan meninggal dunia maka Nabi datang mengunjunginya, dan ketika itu Abu Jahal dan Abdullah Ibnu Abu Umayyah berada pula di sampingnya, Nabi lalu berkata kepada pamannya: "Hai Paman, ucapkanlah kalimat "la ilaha illallah" dengan kalimat itu kelak di hari kiamat aku akan mempunyai alasan untuk memintakan ampunan bagimu kepada Allah swt." Mendengar ucapan Nabi kepada pamannya itu, maka Abu Jahal dan Abdullah segera pula berkata kepada Abu Talib: "Apakah engkau tidak senang kepada agama Abdul Muttalib?" Kemudian Nabi senantiasa mengulangi permintaannya itu kepada Abu Talib, tetapi kedua pemuka kaum kafir Quraisy itu segera pula mengulangi ucapan mereka seperti tersebut di atas, sehingga akhirnya Abu Talib mengucapkan kata-katanya yang terakhir kepada mereka: "Aku tetap dalam agama Abdul Muttalib." Ia enggan mengucapkan kalimat "la ilaha illallah". Maka Rasulullah saw. bersabda: "Demi Allah, aku akan memohonkan ampun untukmu kepada Allah selama aku tidak dilarang untuk berbuat demikian." Maka turunlah ayat ini yang dengan tegas melarang Nabi dan kaum muslimin untuk memohonkan ampun kepada Allah bagi orang-orang musyrik, walaupun mereka termasuk keluarga terdekat.
Dan khusus mengenai Abu Talib, maka Allah swt. telah berfirman kepada Rasulullah sebagai berikut:


إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ
Artinya:
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah yang memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.
(Q.S. Al-Qasas: 56)
Abu Talib ini meninggal dunia di kota Mekah kira-kira tiga tahun sebelum Rasulullah berhijrah ke Madinah. Oleh sebab itu sebagian ulama menganggap tidak benar turunnya ayat ini mengenai Abu Talib sebab ayat ini terdapat dalam surat At-Taubah yang termasuk kelompok surat-surat Madaniah. Akan tetapi ulama-ulama lain mengatakan bahwa mengenai turunnya ayat ini ada dua macam kemungkinan, yaitu:
Pertama: ayat ini turun tak lama sesudah meninggalnya Abu Talib, kemudian ayat tersebut digabungkan kepada surat Bara`ah (At-Taubah), akibat ada kesamaannya mengenai hukum-hukum yang khusus tentang ketidakbolehan orang-orang mukmin mendoakan ampunan bagi orang-orang kafir, di samping persamaan mengenai celaan terhadap orang-orang musyrik.
Kedua: Mungkin juga ayat tersebut turun bersamaan ayat-ayat lainnya dalam surat Bara'ah (At-Taubah) ini yang menjelaskan bahwa tentang permintaan ampunan oleh Rasulullah saw. untuk Abu Talib semenjak wafatnya Abu Talib sampai pada saat turunnya ayat tersebut Rasulullah senantiasa memohonkan ampun kepada Allah untuk pamannya itu, sebab sikap yang keras terhadap orang-orang kafir, dan melepaskan hubungan dari mereka hanyalah terdapat dalam ayat-ayat surat At-Taubah ini.
Dalam ayat di atas terdapat isyarat bahwa mendoakan orang-orang yang telah mati dalam kekafirannya agar mereka memperoleh ampunan dan rahmat Allah adalah terlarang. Dan larangan ini mencakup segala macam dan cara berdoa, baik doa-doa yang biasa dilakukan sesudah salat dan dalam upacara tertentu maupun doa yang hanya berupa sebutan "almarhum" atau "almagfur lahu" di samping nama seseorang. Yang sebenarnya kata-kata tersebut hanya boleh dihubungkan kepada orang-orang mukmin, dan tidak boleh dihubungkan kepada orang-orang yang telah mati dalam kekafiran. Tetapi ini sering kali kurang disadari oleh sebagian kaum muslim, baik di kalangan orang-orang awam maupun kalangan terpelajar.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Muslim dan Abu Daud dari Abu Hurairah, ia mengatakan: Bahwa Rasulullah saw. pernah mengunjungi makam lalu beliau menangis sehingga menyebabkan orang-orang yang berada di sekitarnya pun menangis pula, kemudian beliau bersabda: "Aku telah meminta izin kepada Allah untuk memohonkan ampun untuk ibuku tetapi Allah tidak mengizinkan, dan aku meminta izin untuk mengunjungi makam ibuku, maka Allah telah mengizinkan. Oleh sebab itu kamu boleh mengunjungi makam, karena hal itu akan mengingatkan kamu kepada kematian."
Dengan adanya larangan Allah dalam ayat ini kepada Nabi dan orang-orang mukmin untuk memintakan ampun bagi orang-orang musyrik, dapatlah diambil kesimpulan bahwa kenabian dan keimanan yang sejati tidak membolehkan seseorang untuk memanjatkan doa ke hadirat Allah swt. untuk mengampuni orang-orang musyrik itu dalam keadaan bagaimana juga walaupun mereka adalah termasuk kaum kerabat yang dicintai. Hal itu disebabkan karena bagi Nabi dan orang-orang mukmin sudah cukup jelas dari berbagai bukti kenyataan, bahwa orang-orang musyrik itu telah mati dalam kekafiran sehingga dengan demikian mereka adalah merupakan calon-calon penghuni neraka, maka tidaklah selayaknya untuk dimintakan ampun kepada Allah, karena perbuatan mereka tidak diridai-Nya.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 113

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ (113

Ayat ini diturunkan berkenaan dengan permohonan ampunan Nabi saw. buat pamannya, yaitu Abu Thalib dan sekaligus berkenaan pula dengan permohonan ampunan sebagian para sahabat terhadap kedua orang-orang tua mereka masing-masing yang musyrik. (Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun kepada Allah bagi orang-orang musyrik walaupun orang-orang musyrik itu kaum kerabat)nya, yakni familinya sendiri (sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang yang musyrik itu adalah penghuni-penghuni Jahim) yakni neraka, lantaran mereka mati dalam keadaan kafir.


114 Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.(QS. 9:114)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN - PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 114 

وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ (114

Dari keterangan-keterangan yang terdapat dalam ayat di atas mungkin terlintas pertanyaan dalam pikiran kita, apakah sebabnya Allah melarang Nabi Muhammad saw. dan kaum muslimin untuk memohon ampun bagi orang-orang yang telah mati dalam kemusyrikan dan kekafiran itu, walaupun kaum kerabat dan ibu bapaknya sendiri padahal Nabi Ibrahim pernah memohonkan ampun bagi bapaknya yang juga seorang musyrik yang mati dalam kemusyrikan dan kekafiran.
Maka dalam ayat ini Allah swt. memberikan jawaban-Nya bahwa benar Nabi Ibrahim pernah memohonkan ampun kepada Allah bagi bapaknya yang bernama Azar dengan mengucapkan doa sebagai berikut:


وَاغْفِرْ لِأَبِي إِنَّهُ كَانَ مِنَ الضَّالِّينَ
Artinya:
Dan ampunilah bapakku karena sesungguhnya dia adalah termasuk golongan orang-orang yang sesat.
(Q.S. Asy Syura: 86)
Akan tetapi Nabi Ibrahim berbuat demikian itu adalah karena ia pernah menjanjikan ke bapaknya untuk mendoakannya dengan harapan agar Allah swt. memberikan taufik kepadanya untuk beriman, dan memberikan petunjuk kepadanya jalan yang benar yang telah dibentangkannya. Janjinya itu menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim sudah meyakini bahwa kemampuannya hanyalah sekadar mendoakan kepada Allah sedang ia sendiri tidak berwenang memberikan petunjuk atau pun keselamatan, apalagi mengampuni dosanya.
Dengan demikian, Ibrahim telah memenuhi janjinya akan tetapi hanya sekadar pemenuhan janji. Hal ini juga disebutkan Allah dalam firman-Nya:


وَإِبْرَاهِيمَ الَّذِي وَفَّى
Artinya:
Dan (lembaran-lembaran) Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji.
(Q.S. An Najm: 37)
Dalam ayat ini selanjutnya, Allah swt. menjelaskan bahwa walaupun Ibrahim telah memohonkan ampunan bagi ayahnya sebagai pemenuhan janjinya namun kemudian setelah nyata baginya bahwa bapaknya benar-benar memusuhi Allah dan mati dalam kemusyrikan, maka Ibrahim tidak lagi mendoakan bapaknya itu setelah matinya, dan ia telah berlepas tangan. Jadi Nabi Ibrahim mendoakan bapaknya itu adalah di kala bapaknya itu masih hidup dengan harapan semoga bapaknya mendapat hidayah dan taufik dari Allah dan meninggalkan kemusyrikannya dan bertobat kepada Allah dan doa yang semacam ini tidaklah terlarang.
Keimanan seseorang kepada Allah dan hari akhir tidak akan membiarkannya mengasihi orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya. Hal ini telah ditegaskan Allah dalam firman-Nya pada ayat-ayat lain:


لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
Artinya:
Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka.
(Q.S. Al-Mujadalah: 22)
Pada masa bapaknya masih hidup, Nabi Ibrahim sudah tahu juga tentang tingkah lakunya yang tidak diridai Allah, sehingga ia sendiri pernah diancamnya dengan kata-kata yang kasar yang tersebut dalam ayat sebagai berikut:


قَالَ أَرَاغِبٌ أَنْتَ عَنْ آلِهَتِي يَا إِبْرَاهِيمُ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ لَأَرْجُمَنَّكَ وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا
Artinya:
Berkata bapaknya: "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama."
(Q.S. Maryam: 46)
Namun demikian Ibrahim juga berjanji kepada bapaknya untuk mendoakannya kepada Allah agar memberi ampun dan rahmat serta petunjuk. Akan tetapi, setelah bapaknya ini meninggal, nyatalah bagi Ibrahim bahwa dia benar-benar memusuhi Allah pada masa hidupnya. Dan setelah meyakini hal itu, maka Ibrahim segera berlepas diri dari dia, dan tidak lagi berdoa untuknya. Apakah gerangan sebab yang demikian?
Maka dalam akhir ayat ini Allah swt. menerangkan jawaban atas pertanyaan tersebut, yaitu karena Ibrahim adalah manusia yang amat takut kepada Allah, serta taat dan patuh kepada-Nya, ia juga terkenal sebagai seorang penyantun dan kokoh pendiriannya dalam segala hal.
Itulah sebabnya ia segera menghentikan doanya untuk bapaknya setelah ia mengetahui bahwa dia benar-benar seorang musyrik yang dalam hatinya telah tertanam dengan kuat kepercayaan syirik dan permusuhan terhadap Allah swt. Nabi Ibrahim berhati lembut karena sangat takutnya kepada Allah, dan di samping itu ia sangat menyesalkan sikap orang-orang musyrik di kalangan kaumnya termasuk bapaknya sendiri.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 114 

وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ (114

(Dan permintaan ampun dari Ibrahim kepada Allah untuk bapaknya (pamannya) tidak lain hanya karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu) melalui perkataan Nabi Ibrahim sendiri, seperti apa yang diungkapkan oleh firman-Nya, "Aku akan mintakan ampun bagimu kepada Rabbku." (Q.S. Maryam 47) Nabi Ibrahim menjanjikan demikian dengan harapan semoga bapak (paman)nya itu mau masuk Islam. (Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya/pamannya itu adalah musuh Allah) lantaran ia mati dalam keadaan kafir (maka Ibrahim berlepas diri daripadanya) kemudian Nabi Ibrahim berhenti dari memintakan ampunannya. (Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut) banyak merendahkan diri dan berdoa kepada Allah (lagi penyantun) sangat sabar di dalam menahan derita.


115 Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka hingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.(QS. 9:115)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN - PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 115 

وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِلَّ قَوْمًا بَعْدَ إِذْ هَدَاهُمْ حَتَّى يُبَيِّنَ لَهُمْ مَا يَتَّقُونَ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (115

Dalam ayat ini Allah swt. menegaskan bahwa apabila satu kaum benar-benar telah diberinya petunjuk, dan telah dilapangkan-Nya dada mereka untuk menerima agama Islam, maka Dia sekali-kali tidak akan menganggap kaum tersebut sebagai orang-orang yang sesat, lalu Dia memperlakukan mereka sama dengan orang-orang yang benar-benar sesat, yang patut dicela dan disiksa. Allah swt. tidak akan berbuat demikian apabila mereka hanya semata-mata berbuat suatu kesalahan, baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan yang disebabkan kesalahan ijtihad mereka. Allah swt. tidak akan mencela dan menyiksa mereka karena kesalahan semacam itu sampai jelas benar bagi mereka hal-hal apa yang harus mereka hindari, baik ucapan maupun perbuatan.
Pada Akhir ayat ini Allah swt. kembali menegaskan, bahwa Dia amat mengetahui segala sesuatu, antara lain kebutuhan manusia terhadap keterangan dan penjelasan. Oleh sebab itu Allah telah menjelaskan masalah-masalah yang penting dalam agama dengan nas yang pasti dalam firman-Nya sehingga kaum Muslimin akan dapat mencapai kebenaran dalam ijtihad mereka dan tidak akan tergoda oleh hawa nafsu mereka.
Itulah sebabnya Allah tidak menyalahkan Nabi Ibrahim ketika ia memohon ampun untuk bapaknya sebab hal itu dilakukan sebelum ia mendapat bukti dan keterangan yang jelas tentang keadaan ayahnya itu. Lagi pula setelah ia mendapat keterangan dan bukti-bukti yang jelas, maka ia segera menghentikan doanya itu.
Demikian pula Allah swt. tidak akan menimpakan hukuman terhadap Nabi Muhammad saw. dan orang-orang mukmin yang telah memohonkan ampun kepada Allah untuk ibu bapak, kaum kerabat mereka yang telah mati dalam kekafiran apabila hal itu dilakukan akibat belum memperoleh keterangan yang jelas mengenai ketentuan Allah dalam masalah tersebut.


116 Sesungguhnya kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan. Dan sekali-kali tidak ada pelindung dan penolong bagimu selain Allah.(QS. 9:116)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN - PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 116 

إِنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ (116

Allah swt. menjelaskan bahwa Dialah yang memiliki kekuasaan, baik di langit maupun di bumi. Dialah yang menguasai semua yang ada di alam ini. Dia pulalah yang mematikan hamba-Nya bila ajalnya sudah sampai. Dan sunah-Nyalah yang berlaku di alam semesta ini. Tidak ada yang mengurus dan menguasai kepentingan orang-orang mukmin, dan tidak ada pula yang akan menolong mereka terhadap musuh, kecuali Allah swt.
Sebab itu, tidaklah selayaknya bagi orang-orang mukmin menyimpang dari ketentuan Allah, terutama mengenai larangan-Nya untuk memohonkan ampun bagi orang musyrik, walaupun ia termasuk kaum kerabat yang patut diurus dan ditolong. Demikian pulalah dalam ketentuan-ketentuan yang lain, baik berupa larangan maupun perintah-perintah-Nya.


117 Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar, yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka,(QS. 9:117)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN - PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 117 

لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ مِنْ بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ إِنَّهُ بِهِمْ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (117

Ayat ini merupakan lanjutan dari ayat-ayat yang terdahulu, mengenai masalah tobat dari orang-orang yang mangkir dari perang Tabuk. Adalah menjadi suatu kebiasaan dalam Alquran untuk menghentikan suatu pembicaraan, lalu mengemukakan pembicaraan yang lain, tetapi kemudian kembali lagi membicarakan masalah yang semula. Cara semacam ini akan memberikan pengertian yang lebih mantap dan kesan lebih kuat dalam hati dan pikiran orang-orang yang mendengar atau membacanya, dan tidak membosankan. Selain itu juga ada hubungan dengan larangan tentang memohonkan ampunan bagi orang-orang musyrik yang tersebut dalam ayat yang lalu, karena dalam kedua masalah ini terdapat kesalahan yang perlu ditebus dengan bertobat, dan kekeliruan yang perlu dimintakan maaf dan ampunan dari Allah swt.
Dalam ayat ini, Allah swt. menegaskan bahwa Dia telah menerima tobat Nabi Muhammad saw. dan kaum Muhajirin serta Ansar dan orang-orang mukmin lainnya yang telah mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, yaitu saat perang Tabuk itu, karena perang Tabuk itu terjadi dalam saat kesukaran. Kesukaran tentang makanan karena saat itu musim paceklik, sehingga sebutir kurma dimakan oleh satu atau dua orang. Kesukaran tentang air, sehingga ada yang menyembelih untanya agar dapat mengambil air dari lambungnya untuk diminum, padahal unta itu amat mereka perlukan untuk pengangkutan yang di saat itu pun amat sukar, sehingga seekor unta dipakai untuk keperluan sepuluh orang. Ditambah lagi udara di waktu itu (waktu terjadi perang Tabuk) amat panas. Penerimaan tobat tersebut terjadi setelah hampir berpalingnya hati segolongan dari kaum Ansar dan Muhajirin tersebut, sehingga mereka pergi berperang itu dengan perasaan yang enggan dan berat, bahkan ada yang dengan sengaja telah mangkir dari peperangan. Tetapi kemudian Allah menerima tobat mereka setelah mereka menyadari kesalahan mereka lalu bertobat kepada Allah swt.
Pada akhir ayat ini, Allah menegaskan pula, bahwa Dia Maha Pengasih dan Penyayang kepada Nabi dan para pengikutnya. Oleh sebab itu Dia senantiasa menerima tobat orang-orang yang benar-benar bertobat kepada-Nya.
Menurut penafsiran Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan menerima tobat Nabi oleh Allah ialah tobat yang dilakukan Nabi atas kesalahan beliau lantaran mengizinkan beberapa orang tidak ikut berperang, padahal mereka tidak mempunyai uzur yang dapat dibenarkan. Dan yang dimaksud dengan penerimaan tobat kaum Muhajirin dan Ansar ialah tobat yang mereka lakukan dari kesalahan mereka ketika mereka merasa berkeberatan untuk keluar ke medan perang, padahal mereka adalah orang-orang yang dipandang paling kuat imannya. Sebagian dari mereka mempunyai kesalahan lantaran mereka suka mendengarkan pembicaraan orang-orang munafik padahal pembicaraan itu dimaksud untuk menimbulkan fitnah di kalangan kaum Muslimin.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 117

لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ مِنْ بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ إِنَّهُ بِهِمْ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (117

(Sesungguhnya Allah telah menerima tobat) artinya Dia menerima tobat untuk selamanya (Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Ansar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan) yakni sewaktu keadaan sedang sulit-sulitnya. Hal ini terjadi sewaktu perang Tabuk; sebiji buah kurma dimakan oleh dua orang, dan sepuluh orang pasukan saling bergantian menaiki satu hewan kendaraan di antara sesama mereka, dan panas pada saat itu terik sekali sehingga mereka meminum air yang ada dalam perut unta karena persediaan air habis (setelah hampir berpaling) dapat dibaca yaziighu atau taziighu, artinya cenderung (hati segolongan dari mereka) dari mengikuti Nabi kemudian mereka bermaksud untuk kembali dan tidak ikut berperang lantaran kesulitan yang sedang mereka alami pada saat itu (kemudian Allah menerima tobat mereka itu) dengan memberikan keteguhan dan kesabaran kepada mereka. (Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang).


118 dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka,, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.(QS. 9:118)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN - PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 118 

وَعَلَى الثَّلَاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّى إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لَا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلَّا إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (118

Dalam ayat ini kembali diungkapkan hal-ihwal tiga orang di antara orang-orang mukmin yang mangkir dari perang Tabuk, yaitu Ka'ab Ibnu Malik, Hilal Ibnu Umayyah dan Murarah Ibnu Rabi'. Mereka ini semula dengan sengaja tidak ikut berperang bersama Rasulullah saw., tetapi kemudian mereka mengalami tekanan jiwa, dan merasa alam bagi mereka menjadi sempit, karena orang-orang mukmin lainnya memandang mereka sebagai orang-orang yang tidak terhormat. Dan mereka merasa yakin, bahwa hanya Allahlah tempat berlindung dari segala siksaan-Nya. Setelah datang kesadaran dan rasa penyesalan, maka tobatlah mereka kepada Allah. Maka Allah pun menerima tobat itu agar mereka tetap berada dalam keinsafan kembali kepada agama Allah dan bimbingan Rasul-Nya. Setelah telanjur melakukan pelanggaran terhadap perintah-Nya.
Pada akhir ayat ini, Allah swt. menegaskan kembali bahwa Dialah yang Maha Penerima Tobat serta Maha Pengasih kepada hamba-Nya. Dia senantiasa menerima tobat hamba-Nya yang benar-benar bertobat kepada-Nya dan mengampuni dosa serta melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya kepada mereka, walaupun mereka itu telah telanjur melakukan kesalahan yang menyebabkan mereka berhak untuk dijatuhi azab dan siksa.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 118 

وَعَلَى الثَّلَاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّى إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لَا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلَّا إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (118

(Dan) Allah menerima tobat pula (terhadap tiga orang yang ditangguhkan) penerimaan tobat mereka melalui bukti yang menunjukkan hal itu (sehingga apabila bumi terasa sempit oleh mereka padahal bumi itu luas) sekalipun kenyataannya bumi itu luas lantaran mereka tidak dapat menemukan tempat yang dapat mengganti hati mereka (dan jika hati mereka pun terasa sempit pula) yakni hati mereka menjadi sempit lantaran susah dan asing disebabkan tobat mereka ditangguhkan penerimaannya sehingga hati mereka tidak gembira dan selalu tidak tenteram (serta mereka menduga) dan merasa yakin (bahwasanya) dibaca dengan takhfif, yaitu an (tidak ada tempat lari dari siksa Allah melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima tobat mereka) Allah memberikan taufik dan kekuatan kepada mereka untuk bertobat (agar mereka tetap dalam tobatnya. Sesungguhnya Allahlah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang).


119 Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.(QS. 9:119)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN - PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 119 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ (119

Dalam ayat ini, Allah swt. menunjukkan seruan-Nya dan memberikan bimbingan kepada orang-orang yang beriman kepada-Nya dan Rasul-Nya, agar mereka tetap dalam ketakwaan serta mengharapkan rida-Nya, dengan cara menunaikan segala kewajiban yang telah ditetapkan-Nya, dan menjauhi segala larangan yang telah ditentukan-Nya, dan hendaklah senantiasa bersama orang-orang yang benar dan jujur, mengikuti ketakwaan, kebenaran dan kejujuran mereka. Dan jangan bergabung kepada kaum munafik, yang selalu menutupi kemunafikan mereka dengan kata-kata dan perbuatan bohong serta ditambah pula dengan sumpah palsu dan alasan-alasan yang tidak benar.
Al-Baihaqi meriwayatkan suatu hadis yang langsung diterima dari Rasulullah saw., bahwa beliau bersabda:


إن الصدق ليهدي إلى البر وإن البر يهدي إلى الجنة وإن الكذب يهدي إلى الفجور وإن الفجور يهدي إلى النار، إنه يقال للصادق: صدق وبر، ويقال للكاذب: كذب وفجور، وإن الرجل ليصدق حتى يكتب عند الله صديقا ويكذب حتى عند الله كذابا
Artinya:
Sesungguhnya kejujuran itu menuntun kepada kebajikan, dan kebajikan menuntun kepada surga, dan sebenarnya kebohongan itu menuntun kepada kefasikan, dan kefasikan membawa kepada neraka. Terhadap orang yang jujur dikatakan: "Ia berlaku benar dan berbuat baik." Sedang kepada orang yang bohong dikatakan: "Ia berbohong dan berlaku fasik." Dan seorang yang jujur segera dituliskan di sisi Allah sebagai seseorang yang sangat jujur; sedang orang yang berbohong segera pula dituliskan di sisi Allah sebagai orang yang sangat pembohong.
Berdusta selamanya terlarang kecuali bila terpaksa sebagai tipu muslihat dalam peperangan, atau untuk mendamaikan antara pihak-pihak yang bersengketa, atau kebohongan seorang lelaki kepada istrinya yang dimaksudkan untuk menyenangkan hatinya, misalnya dalam memuji kecantikannya; akan tetapi bukan kebohongan dalam masalah keuangan dan kepentingan kehidupan rumah tangga atau lainnya. Dalam hal ini Rasulullah saw. telah bersabda:


كل الكذب يكتب على ابن آدم إلا رجل كذب في خديعة حرب أو إصلاح بين اثنين أو رجل يحدث امرأته ليرضيها
Artinya:
Setiap kebohongan yang dilakukan oleh seseorang selalu dituliskan sebagai dosanya kecuali bagi seorang lelaki yang berbohong sebagai tipu muslihat dalam peperangan, atau kebohongan untuk mendamaikan dua orang yang bersengketa atau kebohongan yang dilakukan seseorang terhadap istrinya dengan maksud untuk menyenangkan hatinya.
(H.R. Ibnu Abi Syaibah dan Ahmad dari Asmak binti Yazid, dari Nabi saw.)


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 119 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ (119

(Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah) dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat (dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang benar) dalam hal iman dan menepati janji untuk itu kalian harus menetapi kebenaran.


120 Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (pergi berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik,(QS. 9:120)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN - PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 120 

مَا كَانَ لِأَهْلِ الْمَدِينَةِ وَمَنْ حَوْلَهُمْ مِنَ الْأَعْرَابِ أَنْ يَتَخَلَّفُوا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ وَلَا يَرْغَبُوا بِأَنْفُسِهِمْ عَنْ نَفْسِهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ لَا يُصِيبُهُمْ ظَمَأٌ وَلَا نَصَبٌ وَلَا مَخْمَصَةٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَطَئُونَ مَوْطِئًا يَغِيظُ الْكُفَّارَ وَلَا يَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّ نَيْلًا إِلَّا كُتِبَ لَهُمْ بِهِ عَمَلٌ صَالِحٌ إِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ (120

Dalam ayat ini Allah swt. menjelaskan bahwa kaum Muslimin yang berdiam di kota Madinah, dan kaum Muslimin Badui yang berdiam di sekitar kota Madinah tidaklah sepantasnya mereka untuk tidak menyertai Rasulullah saw. ke medan perang dan tidak pula patut bagi mereka untuk tidak mencintai Rasulullah saw. karena lebih mencintai diri sendiri. Bila mereka tidak ikut ke medan perang dan hanya tinggal di rumah, ini berarti mereka tidak bersedia menahan bermacam-macam penderitaan untuk membela agama Allah, mereka tidak merasakan haus, payah dan lapar, dan tidak pula menginjak daerah yang dipertahankan oleh orang-orang kafir, dan tidak pula ikut menimpakan suatu bencana kepada musuh sebagai yang dirasakan dan dilaksanakan oleh orang-orang yang ikut berperang. Padahal jika mereka mengalami dan melaksanakan hal-hal tersebut niscaya akan dituliskan bagi mereka di sisi Allah sebagai amal saleh setiap kali mereka mengalami dan melaksanakannya, dan akan diberi ganjaran yang amat besar sebagai yang dilakukan terhadap orang-orang yang ikut berperang bersama Rasulullah. Setiap kebajikan yang dilakukan oleh orang-orang mukmin baik yang berupa pengorbanan lahir maupun batin tidak akan disia-siakan Allah, apalagi kebajikan untuk membela agama-Nya.
Orang-orang yang tinggal di rumah tanpa alasan-alasan yang dibenarkan Allah, sesungguhnya hanya orang-orang yang mementingkan diri sendiri, tidak bersedia memberikan pengorbanan dan penderitaan untuk kepentingan bersama, dan untuk membela agama Allah. Padahal kenikmatan yang mereka peroleh dalam rumah tangga mereka adalah semata-mata karunia dan rahmat dari Allah swt.
Kesetiaan dan ketaatan Rasulullah haruslah dilakukan dalam segala situasi dan keadaan, baik pada waktu suka maupun pada saat duka dan bahaya, yang memerlukan pengorbanan atas kesenangan diri, kenikmatan hidup, harta benda dan jiwa raga. Sebab itu bila datang suatu bahaya yang mengancam kepentingan bersama, kehormatan bangsa dan agama, maka setiap orang mukmin harus bangkit berjuang bersama-sama, tanpa memperhitungkan laba rugi bagi diri sendiri. Ini adalah lebih mulia daripada yang hidup dalam kemewahan, tetapi kehilangan kehormatan diri, agama bangsa dan tanah airnya.
Allah swt. tidak menyia-nyiakan setiap amal kebajikan dan pengorbanan yang diberikan oleh setiap orang mukmin. Ganjaran pahala yang amat besar disediakan-Nya untuk orang-orang mukmin yang telah berjuang bersama Rasulullah, dan selanjutnya untuk orang-orang mukmin yang berjuang di jalan Allah sesudah Rasulullah hingga hari kiamat kelak. Balasan setiap kebajikan adalah kebajikan pula. Inilah ketentuan dari Allah swt.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 120 

مَا كَانَ لِأَهْلِ الْمَدِينَةِ وَمَنْ حَوْلَهُمْ مِنَ الْأَعْرَابِ أَنْ يَتَخَلَّفُوا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ وَلَا يَرْغَبُوا بِأَنْفُسِهِمْ عَنْ نَفْسِهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ لَا يُصِيبُهُمْ ظَمَأٌ وَلَا نَصَبٌ وَلَا مَخْمَصَةٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَطَئُونَ مَوْطِئًا يَغِيظُ الْكُفَّارَ وَلَا يَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّ نَيْلًا إِلَّا كُتِبَ لَهُمْ بِهِ عَمَلٌ صَالِحٌ إِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ (120
(Tidaklah patut bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab badui yang berdiam di sekitarnya tidak turut menyertai Rasulullah) bilamana beliau pergi berperang (dan tidak patut pula bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul) yaitu dengan cara mendahulukan kepentingan apa yang menjadi keridaannya daripada kemaslahatan diri sendiri di dalam menghadapi saat-saat yang sulit. Ungkapan ayat ini merupakan nahi atau larangan, akan tetapi diungkapkan dalam bentuk kalimat khabar atau kalimat berita. (Yang demikian itu) yaitu larangan untuk tidak pergi bersama Rasulullah ke medan perang (ialah karena mereka) disebabkan (tidak ditimpa kehausan) rasa dahaga (kepayahan) keletihan (dan kelaparan) yakni rasa lapar (pada jalan Allah dan tidak pula menginjak suatu tempat) lafal mauthi'an adalah mashdar akan tetapi maknanya sama dengan lafal wath'an (yang membangkitkan amarah) artinya yang membuat marah (orang-orang kafir dan tidak menimpakan kepada musuh) Allah (sesuatu bencana) membunuh, menawan atau membegal musuh (melainkan dituliskan bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh) dimaksud supaya mereka mau melaksanakan hal tersebut. (Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik) pahala mereka tidak akan disia-siakan-Nya, bahkan Dia akan memberi mereka pahala.


Halaman  First Previous Next Last Balik Ke Atas   Total [7]
Ayat 101 s/d 120 dari [129]


Sumber Tafsir dari :

1. Tafsir DEPAG RI, 2. Tafsir Jalalain Indonesia.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger... Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Edy_Hari_Yanto's  album on Photobucket
TPQ NURUDDIN NEWS : Terima kasih kepada donatur yang telah menyisihkan sebagian rezekinya untuk pembangunan TPQ Nuruddin| TKQ-TPQ "NURUDDIN" MENERIMA SANTRI DAN SANTRIWATI BARU | INFORMASI PENDAFTARAN DI KANTOR TPQ "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN-WONOAYU