Jumat, 31 Mei 2013

Istreri Pertama Rosululloh SAW


1. Khadijah binti Khuwailid (3 H)

Written By Redaksi Islam-Newz on Saturday, April 20, 2013 | 11:17 AM

Khadijah binti Khuwailid adalah sebaik-baik wanita ahli surga. Ini sebagaimana sabda Rasulullah,
“Sebaik-baik wanita ahli surga adalah Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid.”
Khadijah adalah wanita pertama yang hatinya tersirami keimanan dan dikhususkan Allah untuk memberikan keturunan bagi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam., menjadi wanita pertama yang menjadi Ummahatul Mukminin, serta turut merasakan berbagai kesusahan pada fase awal jihad pcnyebaran agarna Allah kepada seluruh umat manusia.

Khadijah adalah wanita yang hidup dan besar di lingkungan Suku Quraisy dan lahir dari keluarga terhormat pada 15 tahun sebelum Tahun Gajah, sehingga banyak pemuda Quraisy yang ingin mempersuntingnya.

Sebelum menikah dengan Rasulullah, Khadijah pernah dua kali menikah. Suami pertama Khadijah adalah Abu Halah at-Tamimi, yang wafat dengan meninggalkan kekayaan yang banyak, juga jaringan perniagaan yang luas dan berkembang. Pernikahan kedua Khadijah adalah dengan Atiq bin Aidz bin Makhzum, yang juga wafat dengan meninggalkan harta dan perniagaan. Dengan demikian, Khadijah menjadi orang terkaya di kalangan suku Quraisy.
A. Wanita Suci

Sayyidah Khadijah dikenal dengan julukan wanita suci sejak perkawinannya dengan Abu Halah dan Atiq bin Aidz karena keutamaan ãkhlak dan sifat terpujinya. Karena itu, tidak heran jika kalangan Quraisy memberikan penghargaan dan berupa penghormatan yang tinggi kepadanya.

Kekayaan yang berlimpahlah yang menjadikan Khadijah tetap berdagang. Akan tetapi, Khadijah merasa tidak mungkin jika sernua dilakukan tanpa bantuan orang lain. Tidak mungkin jika dia harus terjun langsung dalam berniaga dan bepergian membawa barang dagangan ke Yaman pada musim dingin dan ke Syam pada musim panas. Kondisi itulah yang menyebabkan Khadijah mulai mempekerjakan beberapa karyawan yang dapat menjaga amanah atas harta dan dagangannya. Untuk itu, para karyawannya menerima upah dan bagian keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Walaupun pekerjaan itu cukup sulit, bermodalkan kemampuan intelektual dan kecemerlangan pikiran yang didukung oleh pengetahuan dasar tentang bisnis dan bekerja sama, Khadijah mampu menyeleksi orang-orang yang dapat diajak berbisnis. Itulah yang mengantarkan Khadilah menuju kesuksesan yang gemilang.
B. Pemuda yang Jujur

Khadijah memiliki seorang pegawai yang dapat dipercaya dan dikenal dengan nama Maisarah. Dia dikenal sebagai pemuda yang ikhlas dan berani, sehingga Khadijah pun berani melimpahkan tanggung jawab untuk pengangkatan pegawai baru yang akan mengiring dan menyiapkan kafilah, menentukan harga, dan memilih barang dagangan. Sebenarnya itu adalah pekerjaan berat, namun penugasan kepada Maisarah tidaklah sia-sia.
C. Pemuda Pemegang Amanah

Kaum Quraisy tidak mengenal pemuda mana pun yang wara, takwa, dan jujur selain Muhammad bin Abdullah, yang sejak usia 15 tahun telah diajak oleh Maisarah untuk menyertainya berdagang.

Seperti biasanya, Maisarah menyertai Muhammad ke Syam untuk membawa dagangan Khadijah, karena memang keduanya telah sepakat untuk bekerja sama. Perniagaan mereka ketika itu memberikan keuntungan yang sangat banyak sehingga Maisarah kembali membawa keuntungan yang berlipat ganda. Maisarah mengatakan bahwa keuntungan yang mereka peroleh itu berkat Muhammad yang berniaga dengan penuh kejujuran. Maisarah menceritakan kejadian aneh selama melakukan perjalanan ke Syam dengan Muhammad. Selama perjalanan, dia melihat gulungan awan tebal yang senantiasa mengiringi Muhammad yang seolah-olah melindungi beliau dari sengatan matahari. Dia pun mendengar seorang rahib yang bernama Buhairah, yang mengatakan bahwa Muhammad adalah laki-laki yang akan menjadi nabi yang ditunggu-tunggu oleh orang Arab sebgaimana telah tertulis di dalam Taurat dan Injil.

Cerita-cerita tentang Muhammad itu meresap ke dalam jiwa Khadijah, dan pada dasarnya Khadijah pun telah merasakan adanya kejujuran, amanah, dan cahaya yang senantiasa menerangi wajah Muhammad. Perasaan Khadijah itu menimbulkan kecenderungan terhadap Muhammad di dalam hati dan pikirannya, sehingga dia menemui anak pamannya, Waraqah bin Naufal, yang dikenal dengan pengetahuannya tentang orang- orang terdahulu. Waraqah mengatakan bahwa akan muncul nabi besar yang dinanti-nantikan manusia dan akan mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya Allah. Penuturan Waraqah itu menjadikan niat dan kecenderungan Khadijah terhadap Muhammad semakin bertambah, sehingga dia ingin menikah dengan Muhammad. Setelah itu dia mengutus Nafisah, saudara perempuan Ya’la bin Umayyah untuk meneliti lebih jauh tentang Muhammad, sehingga akhirnya Muhammad diminta menikahi dirinya.

Ketika itu Khadijah berusia empat puluh tahun, namun dia adalah wanita dari golongan keluarga terhormat dan kaya raya, sehingga banyak pemuda Quraisy yang ingin menikahinya. Muhammad pun menyetujui permohonan Khadijah tersebut. Maka, dengan salah seorang pamannya, Muhammad pergi menemui paman Khadijah yang bernama Amru bin As’ad untuk meminang Khadijah.
D. Khadijah binti Khuwailid = Istri Pertama Rasulullah

Allah menghendaki pernikahan hamba pilihan-Nya itu dengan Khadijah. Ketika itu, usia Muhammad baru menginjak dua puluh lima tahun, sementara Khadijah empat puluh tahun. Walaupun usia mereka terpaut sangat jauh dan harta kekayaan mereka pun tidak sepadan, pernikahan mereka bukanlah pernikahan yang aneh, karena Allah Subhanahu wa ta’ala telah memberikan keberkahan dan kemuliaan kepada mereka.

Khadijah adalah istri Nabi yang pertama dan menjadi istri satu-satunya sebelum dia rneninggal. Allah menganugerahi Nabi Shallallahu alaihi wassalam. melalui rahirn Khadijah beberapa orang anak ketika dibutuhkan persatuan dan banyaknya keturunan. Dia telah mernberikan cinta dan kasih sayang kepada Rasuluflah Shallallahu alaihi wassalam. pada saat-saat yang sulit dan tindak kekerasan dan kekejaman datang dari kerabat dekat. Bersama Khadijah, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. mernperoleh perlakuan yang baik serta rumah tangga yang tenteram damai, dan penuh cinta kasih, setelah sekian lama beliau merasakan pahitnya menjadi anak yatirn piatu dan miskin.

E. Putra-putri Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam dari Khadijah binti Khuwailid

Khadijah melahirkan 2 orang anak laki-laki, yaitu Qasim dan Abdullah serta 4 orang anak perempuan, yaitu Zainab, Ruqayah, Ummu Kultsum dan Fatimah. Seluruh putra dan putrinya lahir sebelum masa kenabian, kecuali Abdullah. Karena itulah, Abdullah kemudian dijuluki ath-Thayyib (yang baik) dan ath-Thahir (yang suci).

Zainab banyak rnenyerupai ibunya. Setelah besar, Zainab dinikahkan dengan anak bibinya, Abul Ash ibnur Rabi’. Pernikahan Zainab ini merupakan peristiwa pertama Rasulullah rnenikahkan putrinya, dan yang terakhir beliau menikahkan Ummu Kultsum dan Ruqayah dengan dua putra Abu Lahab, yaitu Atabah dan Utaibah. Ketika Nabi Shallallahu alaihi wassalam. diutus menjadi Rasul, Fathimah az-Zahra, putri bungsu beliau rnasih kecil.

Selain mereka ada juga Zaid bin Haritsah yang sering disebut putra Muhammad. Semula, Zaid dibeli oleh Khadijah dari pasar Mekah yang kemudian dijadikan budaknya. Ketika Khadijah menikah dengan Muhammad, Khadijah memberikan Zaid kepada Muhammad sebagai hadiah. Rasulullah sangat mencintai Zaid karena dia memiliki sifat-sifat yang terpuji. Zaid pun sangat mencintai Rasulullah. Akan tetapi di tempat lain, ayah kandung Zaid selalu mencari anaknya dan akhirnya dia mendapat kabar bahwa Zaid berada di tempat Muhammad dan Khadijah. Dia mendatangi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam untuk memohon agar beliau mengembalikan Zaid kepadanya walaupun dia harus membayar mahal. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam memberikan kebebasan penuh kepada Zaid untuk memilih antara tetáp tinggal bersamanya dan ikut bersama ayahnya. Zaid tetap memilih hidup bersama Rasulullah, schingga dan sinilah kita dapat mengetahui sifat mulia Zaid.

Agar pada kemudian hari nanti tidak menjadi masalah yang akan memberatkan ayahnya, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. dan Zaid bin Haritsah menuju halaman Ka’bah untuk mengumumkan kebebasan Zaid dan pengangkatan Zaid sebagai anak. Setelah itu, ayahnya merelakan anaknya dan merasa tenang. Dari situlah mengapa banyak yang menjuluki Zaid dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Akan tetapi, hukum pengangkatan anak itu gugur setelah turun ayat yang membatalkannya, karena hal itu merupakan adat jahiliah, sebagaimana firman Allah berikut ini:

فَإِذَا انْسَلَخَ الأشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Fa-idzaaansalakhal asyhurul hurumu faaqtuluul musyrikiina haitsu wajadtumuuhum wakhudzuuhum waahshuruuhum waaq'uduu lahum kulla marshadin fa-in taabuu wa-aqaamuush-shalaata waaatawuuzzakaata fakhalluu sabiilahum innallaha ghafuurun rahiimun

” Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. Jika mereka bertobat dan mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ” (QS. At-Taubah:5)
F. Khadijah binti Khuwailid Pada Masa Kenabian Muhammad Shallallahu alaihi wassalam.

Muhammad bin Abdullah hidup berumah tangga dengan Khadijah binti Khuwailid dengan tenterarn di bawah naungan akhlak mulia dan jiwa suci sang suami. Ketika itu, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. menjadi tempat mengadu orang-orang Quraisy dalam menyelesaikan perselisihan dan pertentangan yang terjadi di antara mereka. Hal itu menunjukkan betapa tinggi kedudukan Rasulullah di hadapan mereka pada masa prakenabian. Beliau menyendiri di Gua Hira, menghambakan din kepada Allah yang Maha Esa, sesuai dengan ajaran Nabi Ibrahim a.s.

Khadijah sangat ik.hlas dengan segala sesuatu yang dilakukan suaminya dan tidak khawatir selama ditinggal suaminya. Bahkan dia menjenguk serta menyiapkan makanan dan minuman selama beliau di dalam gua, karena dia yakin bahwa apa pun yang dilakukan suaminya merupakan masalah penting yang akan mengubah dunia. Ketika itu, Nabi Muhammad berusia empat puluh tahun.

Suatu ketika, seperti biasanya beliau menyendiri di Gua Hira –waktu itu bulan Ramadhan–. Beliau sangat gemetar ketika mendengar suara gaib Malaikat Jibril memanggil beliau. Malaikat Jibril menyuruh beliau membaca, namun beliau hanya menjawab, “Aku tidak dapat membaca.” Akhirnya, Malaikat Jibril mendekati dan mendekap beliau ke dadanya, seraya berkata, “Bacalah, wahai Muhammad!” Ketika itu Muhammad sangat bingung dan ketakutan, seraya menjawab, “Aku tidak dapat membaca.” Mendengar itu, Malaikat Jibril mempererat dekapannya, dan berkata, “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia. Dia mengajari manusia dengan perantaraan pena. Dia mengajarkan segala sesuatu yang belum mereka ketahui.” Rasulullah Muhammad mengikuti bacaan tersebut. Keringat deras mengucur dari seluruh tubuhnya sehingga beliau kepayahan dan tidak menemukan jalan menuju rumah. Khadijah melihat beliau dalam keadaan terguncang seperti itu, kemudian memapahnya ke rumah, serta berusaha menghilangkan ketakutan dan kekhawatiran yang memenuhi dadanya. “Berilah aku selimut, Khadijah!” Beberapa kali beliau meminta istrinya menyelimuti tubuhnya. Khadijah memberikan ketenteraman kepada Rasulullah dengan segala kelembutan dan kasih sayang sehingga beliau merasa tenteram dan aman. Beliau tidak langsung menceritakan kejadian yang menimpa dirinya kepada Khadijah karena khawatir Khadijah menganggapnya sebagai ilusi atau khayalan beliau belaka.
G. Pribadi Khadijah binti Khuwailid yang Agung

Setelah rasa takut beliau hilang, Khadilah berupaya agar Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. mengutarakan apa yang telah dialaminya, dan akhirnya beliau pun menceritakan peristiwa yang baru dialaminya. Khadijah mendengarkan cerita suaminya dengan penuh minat dan mempercayai semuanya, sehingga Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. merasa bahwa istrinya pun menduga akan terjadinya hal-hal seperti itu.

Sejak semula Khadijah telah yakin bahwa suaminya akan menerima amanat Allah Yang Maha Besar untuk seluruh alam semesta. Kejadian tersebut merupakan awal kenabian dan tugas Muhammad menyampaikan amanat Allah kepada manusia. Hal itu pun merupakan babak baru dalam kehidupan Khadijah yang dengannya dia harus mempercayai dan meyakini ajaran Rasulullah Muhammad, sehingga Rasulullah mengatakan, “Aku rnengharapkannya menjadi benteng yang kuat bagi diriku.”

Di sinilah tampak kebesaran pribadi serta kematangan dan kebijaksanaan pemikiran Khadijah. Khadijah telah mencapai derajat yang tinggi dan sempurna, yang belum pernah dicapai oleh wanita mana pun. Dia telah berkata kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, “Demi Allah, Allah tidak akan menyia nyiakanrnu Engkau selalu menghubungkan silaturahim, berbicara benar, memikul beban orang lain, menolong orang papa, menghorrnati tamu, dan membantu meringankan derita dan musibah orang lain.”

Setelah Rasulullah merasa tenteram dan dapat tidur dengan tenang, Khadijah mendatangi anak pamannya, Waraqah bin Naufal, yang tidak terpengaruhi tradisi jahiliah. Khadijah menceritakan kejadian yang dialami suaminya. Mendengar cerita mengenai Rasulullah, Waraqah berseru, “Maha Mulia…Maha Mulia…. Demi yang jiwa Waraqah dalam genggaman-Nya, kalau kau percaya pada ucapanku, maka apa yang diihat Muhammad di Gua Hira itu merupakan suratan yang turun kepada Musa dan Isa sebelumnya, dan Muhammad adalah nabi akhir zaman, dan namanya tertulis dalam Taurat dan Injil.” Mendengar kabar itu, Khadijah segera menemui suaminya (Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam) dan menyampaikan apa yang dikatakan oleh Waraqah.
H. Khadijah binti Khuwailid di Awal Masa Jihad di Jalan Allah

Khadijah meyakini seruan suaminya dan menganut agarna yang dibawanya sebelum diumumkan kepada rnasyarakat. Itulah langkah awal Khadijah dalam menyertai suaminya berjihad di jalan Allah dan turut menanggung pahit getirnya gangguan dalam menyebarkan agama Allah.

Beberapa waktu kemudian Jibril kembali mendatangi Muhammad Shallallahu alaihi wassalam. untuk membawa wahyu kedua dari Allah:

“Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan dan Tuhanmu agungkanlah dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleb (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah” (QS. Al-Muddatstir:1-7)

Ayat di atas merupakan perintah bagi Rasulullah untuk mulai berdakwah kepada kalangan kerabat dekat dan ahlulbait beliau. Khadijah adalah orang pertama yang menyatakan beriman pada risalah Rasulullah Muhammad dan menyatakan kesediaannya menjadi pembela setia Nabi. Kemudian menyusul Ali bin Abi Thalib, anak paman Rasulullah yang sejak kecil diasuh dalam rumah tangga beliau. Ali bin Abi Thalib adalah orang pertama yang masuk Islam dari kalangan anak-anak, kemudian Zaid bin Haritsah, hamba sahaya Rasulullah yang ketika itu dijuluki Zaid bin Muhammad. Dari kalangan laki-laki dewasa, mulailah Abu Bakar masuk Islam, diikuti Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqash, az-Zubair ibnu Awam, Thalhah bin Ubaidilah, dan sahabat-sahat lainnya. Mereka masuk menyatakan Islam secara sembunyi-sembunyi sehingga harus melaksanakan shalat di pinggiran kota Mekah.
I. Khadijah binti Khuwailid pada Masa Berdakwah secara Terang-terangan

Setelah berdakwah secara sembunyi- sembunyi, turunlah perintah Allah kepada Rasulullah untuk memulai dakwah secara terang-terangan. Karena itu, datanglah beliau ke tengah-tengah umat seraya berseru lantang, “Allahu Akbar, Allahu Akbar… Tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, Dia tidak melahirkan, juga tidak dilahirkan.” Seruan beliau sangat aneh terdengar di telinga orang-orang Quraisy. Rasulullah Muhammad memanggil manusia untuk beribadah kepada Tuhan yang satu, bukan Laata, Uzza, Hubal, Manat, serta tuhan-tuhan lain yang mernenuhi pelataran Ka’bah. Tentu saja mereka menolak, mencaci maki, bahkan tidak segan-segan menyiksa Rasulullah. Setiap jalan yang beliau lalui ditaburi kotoran hewan dan duri.

Khadijah tampil mendampingi Rasulullah dengan penuh kasih sayang, cinta, dan kelembutan. Wajahnya senantiasa membiaskan keceriaan, dan bibirnya meluncur kata-kata jujur. Setiap kegundahan yang Rasulullah lontarkan atas perlakuan orang-orang Quraisy selalu didengarkan oleh Khadijah dengan penuh perhatian untuk kemudian dia memotivasi dan rnenguatkan hati Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassalam. Bersama Rasulullah, Khadijah turut menanggung kesulitan dan kesedihan, sehingga tidak jarang dia harus mengendapkan perasaan agar tidak terekspresikan pada muka dan mengganggu perasaan suaminya. Yang keluar adalah tutur kata yang lemah lembut sebagai penyejuk dan penawar hati.

Orang yang paling keras menyakiti Rasulullah adalah paman beliau sendiri, Abdul Uzza bin Abdul Muthalib, yang lebih dikenal dengan sebutan Abu Lahab, beserta istrinya, Ummu Jamil. Mereka memerintah anak-anaknya untuk memutuskan pertunangan dengan kedua putri Rasulullah, Ruqayah dan Ummu Kultsum. Walaupun begitu, Allah telah menyediakan pengganti yang lebih mulia, yaitu Utsman bin Affan bagi Ruqayah. Allah mengutuk Abu Lahab lewat firman-Nya :

تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ 1 

مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ 2
سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ 3  
وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ 4   
5 فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَد  
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dan sabut. “ (QS. Al-Lahab:1-5)

Khadijah adalah tempat berlindung bagi Rasulullah. Dari Khadijah, beliau memperoleh keteduhan hati dan keceriaan wajah istrinya yang senantiasa menambah semangat dan kesabaran untuk terus berjuang menyebarluaskan agama Allah ke seluruh penjuru. Khadijah pun tidak memperhitungkan harta bendanya yang habis digunakan dalam perjuangan ini. Sementara itu, Abu Thalib, parnan Rasulullah, menjadi benteng pertahanan beliau dan menjaga beliau dari siksaan orang-orang Quraisy, sebab Abu Thalib adalah figur yang sangat disegani dan diperhitungkan oleh kaum Quraisy.
J. Khadijah binti Khuwailid di Masa Pemboikotan Kaum Quraisy terhadap Kaum Muslimin

Setelah berbagai upaya gagal dilakukan untuk menghentikan dakwah Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, baik itu berupa rayuan, intimidasi, dan penyiksaan, kaum Quraisy memutuskan untuk memboikot dan mengepung kaum muslimin dan menulis deklarasi yang kemudian digantung di pintu Ka’bah agar orang-orang Quraisy memboikot kaum muslimin, termasuk Rasulullah, istrinya, dan juga pamannya. Mereka terisolasi di pinggiran kota Mekah dan diboikot oleh kaum Quraisy dalam bentuk embargo atas transportasi, komunikasi, dan keperluan sehari-hari lainnya.

Dalam kondisi seperti itu, Rasulullah dan istrinya dapat bertahan, walaupun kondisi fisiknya sudah tua dan lemah. Ketika itu kehidupan Khadijah sangat jauh dan kehidupan sebelumnya yang bergelimang dengan kekayaan, kemakmuran, dan ketinggian derajat. Khadijah rela didera rasa haus dan lapar dalam mendampingi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. dan kaum muslimin. Dia sangat yakin bahwa tidak lama lagi pertolongan Allah akan datang. Keluarga mereka yang lain, sekali-kali dan secara sembunyi-sembunyi, mengirimkan makanan dan minuman untuk mempertahankan hidup. Pemboikotan itu berlangsung selama tiga tahun, tetapi tidak sedikit pun menggoyahkan akidah mereka, bahkan yang mereka rasakan adalah bertambah kokohnya keimanan dalam hati. Dengan demikian, usaha kaum Quraisy telah gagal, sehingga mereka mengakhiri pemboikotan dan membiarkan kaum muslimin kembali ke Mekah. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. pun kembali menyeru nama Allah Yang Mulia dan melanjutkan jihad beliau.
K. Wafatnya Khadijah binti Khuwailid

Beberapa hari setelah pemboikotan, Abu Thalib jatuh sakit, dan semua orang meyakini bahwa sakit kali ini merupakan akhir dari hidupnya. Dalam keadaan seperti itu, Abu Sufjan dan Abu Jahal membujuk Abu Thalib untuk menasehati Muhammad agar menghentikan dakwahnya, dan sebagai gantinya adalah harta dan pangkat. Akan tetapi, Abu Thalib tidak bersedia, dan dia mengetahui bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam tidak akan bersedia menukar dakwahnya dengan pangkat dan harta sepenuh dunia.

Abu Thalib meninggal pada tahun itu pula, maka tahun itu disebut sebagai ‘Aamul Huzni (tahun kesedihan) dalam kehidupan Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. Sebaliknya, orang-orang Quraisy sangat gembira atas kematian Abu Thalib itu, karena mereka akan lebih leluasa mengintimidasi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. dan pengikutnya. Pada saat kritis menjelang kematian pamannya, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. membisikkan sesuatu, Secepat ini aku kehilangan engkau?

Pada tahun yang sama, Sayyidah Khadijah sakit keras akibat beberapa tahun menderita kelaparan dan kehausan karena pemboikotan itu. Semakin hari, kondisi badannya semakin menurun, sehingga Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. semakin sedih. Bersama Khadijahlah Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. membangun kehidupan rumah tangga yang bahagia. Dalam sakit yang tidak terlalu lama, dalam usia 65 tahun, Khadijah meninggal, menyusul Abu Thalib. Khadijah dikuburkan di dataran tinggi Mekah, yang dikenal dengan sebutan al-Hajun. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. sendiri yang mengurus jenazah istrinya, dan kalimat terakhir yang beliau ucapkan ketika melepas kepergiannya adalah: “Sebaik-baik wanita penghuni surga adalah Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid.”

Khadijah meninggal setelah mendapatkan kemuliaan yang tidak pernah dimiliki oleh wanita lain, Dia adalah Ummul Mukminin istri Rasulullah yang pertama, wanita pertama yang mernpercayai risalah Rasulullah, dan wanita pertama yang melahirkan putra-putri Rasulullah. Dia merelakan harta benda yang dimilikinya untuk kepentingan jihad di jalan Allah. Dialah orang pertama yang mendapat kabar gembira bahwa dirinya adalah ahli surga. Kenangan terhadap Khadijah senantiasa lekat dalam hati Rasulullah sampai beliau wafat. Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Sayyidah Khadijah binti Khuwailid dan semoga Allah memberinya tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.

Selasa, 28 Mei 2013

Kesetiaan Para Sahabat Terhadap RosulullohSAW


 Pembelaan Abu Bakar ra. terhadap Nabi SAW 


Dalam peristiwa yang diberitakan oleh Abi Ya'la dari Anas bin Malik ra. katanya: Suatu kali, pernah kaum Quraisy memukul Nabi SAW sehingga beliau jatuh pingsan. Ada orang yang memberitahu Abu Bakar ra. lalu segera dia meleraikan mereka, seraya berkata: Celaka kamu sekalian! Apakah kamu hendak membunuh orang yang mengatakan 'Tuhanku Allah!' Kemudian orang-orang jahat bertanya: Siapa orang ini? Jawab mereka: Inilah Abu Bakar yang sudah gila itu! Mereka pun meninggalkan Nabi SAW lalu berkelahi dengan Abu Bakar.
(Majma'uz Zawa'id 6:17; Hakim 3:67)

Bazzar memberitakan di dalam Musnadnya dari Muhammad bin Aqil dari Ali ra. bahwa pada suatu hari, dia berdiri berpidato kepada orang ramai, katanya: 'Siapakah orang yang paling berani?' 'Engkaulah, wahai Amirul Mukminin!' jawab orang-orang yang mendengarnya. 'Memang barangkali aku, kerana tiada siapa yang bertanding pedang denganku, melainkan aku membelahnya menjadi dua!' Ali lalu berdiam sebentar. Kemudian dia menyambung kata-katanya lagi: 'Tetapi yang benar-bena rberani adalah Abu Bakar ra. Pada suatu hari kita memdirikan untuk Nabi SAW sebuah pondok, lalu kita berkata: Siapa yang akan menjaga Nabi SAW supaya jangan ada orang musyrik mengapa-apakannya?! Demi Allah, tiada seorang pun yang maju ke depan, melainkan Abu Bakar ra. sedang dia menghunuskan pedangnya di kepala Rasulullah SAW tiada seorang musyrik yang coba mendekati beliau, melainkan diayunkan pedang itu kepadanya. Inilah orang yang paling berani!' ujar Ali ra.

Kemudian dia bercerita lagi: 'Pernah aku melihat kaum Quraisy mengancam Rasulullah SAW yang satu mengganggunya, dan yang lain menarik-nariknya seraya mengatakan: Engkaukah orangnya yang menjadikan tuhan-tuhan itu hanya Satu Tuhan saja? Demi Allah aku tidak melihat siapa pun datang untuk menolong beliau, selain Abu Bakar semata, dia memukul si fulan, menghadapi si fulan serta mendorong si fulan dan dia terus-menerus berkata: Celaka kamu! Celaka kamu! Apakah kamu mau membunuh orang yang mengatakan'Tuhanku Allah!?...'

Kemudian Ali ra. menngambil kain burdah yang ada pada badannya, seraya dia menangis terisak-isak hingga membasahi janggutnya. Kemudian Ali ra. menanyai orang-orang yang mendengar pidatonya tadi dengan berkata: 'Aku meminta kepada kamu sekalian dengan nama Allah, tolongl beritahub aku, apakah orang Mukmin kaum Fir'aun itu yang lebih baik, atau dia (yakni Abu Bakar)? jawablah tuan-tuan sekalian!' Majlis itu senyap-sunyi, tiada siapa yang mahu menjawabnya, sehingga dia sendiri yang menjawabnya, katanya: 'Demi Allah, satu detik saja dari Abu Bakar adalah lebih baik dari seisi bumi yang dipenuhi oleh orang Mukmin kaum Fir'aun itu! Mereka itu menyembunyikan imannya! Namun Abu Bakar menampakkan imannya!' demikianlah Ali ra. mengenalkan kepada orang tentang keutamaan Abu Bakar ra.
(Al-Bidayah Wan-Nihayah 3:271; Majma'uz Zawa'id 9:47)
Sumber : Al Hadits

Kisah Perang Badar

Kisah Perang Badar 







 Sahabat muda yang budiman tentunya masih ingat bahwa pada zaman Rosululloh ada yang namanya Perang Badar, kali ini kami akan kembali menulis Kisah Perang Badar
Perang Badar terjadi pada 7 Ramadhan, dua tahun setelah hijrah. Ini adalah peperangan pertama yang mana kaum Muslim (Muslimin) mendapat kemenangan terhadap kaum Kafir dan merupakan peperangan yang sangat terkenal karena beberapa kejadian yang ajaib terjadi dalam peperangan tersebut. Rasulullah Shallalaahu 'alayhi wa sallam telah memberikan semangat kepada Muslimin untuk menghadang khafilah suku Quraish yang akan kembali ke Mekkah dari Syam. Muslimin keluar dengan 300 lebih tentara tidak ada niat untuk menghadapi khafilah dagang yang hanya terdiri dari 40 lelaki, tidak berniat untuk menyerang tetapi hanya untuk menunjuk kekuatan terhadap mereka. Khafilah dagang itu lolos, tetapi Abu Sufyan telah menghantar pesan kepada kaumnya suku Quraish untuk datang dan menyelamatkannya. Kaum Quraish maju dengan pasukan besar yang terdiri dari 1000 lelaki, 600 pakaian perang, 100 ekor kuda, dan 700 ekor unta, dan persediaan makanan mewah yang cukup untuk beberapa hari.

Kafir Quraish ingin menjadikan peperangan ini sebagai kemenangan bagi mereka yang akan meletakkan rasa takut di dalam hati seluruh kaum bangsa Arab. Mereka hendak menghancurkan Muslimin dan mendapatkan keagungan dan kehebatan. Banyangkan, pasukan Muslimin dengan jumlah tentara yang kecil (termasuk 2 ekor kuda), keluar dengan niat mereka hanya untuk menghadang 40 lelaki yang tidak bersenjata akan tetapi harus menghadapi pasukan yang dipersiapkan dengan baik -3 kali- dari jumlah mereka. Rasulullah SAW dengan mudah meminta mereka Muslimin untuk perang dan mereka tidak akan menolak, akan tetapi, beliau SAW ingin menekankan kepada pengikutnya bahwa mereka harus mempertahankan keyakinan dan keimanan dan untuk menjadi pelajaran bagi kita. Beliau SAW mengumpulkan para sahabatnya untuk mengadakan musyawarah. Banyak di antara sahabat Muhajirin yang memberikan usulan, dengan menggunakan kata-kata yang baik untuk menerangkan dedikasi mereka. Tetapi ada seorang sahabat yaitu Miqdad bin Al-Aswad ra., dia berdiri dihadapan mereka yang masih merasa takut dan berkata kepada Rasulullah SAW,

"Ya Rasulullah (SAW)!, Kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti apa yang dikatakan oleh bani Israel kepada Musa (AS), 'Pergilah kamu bersama Tuhanmu, kami duduk (menunggu) di sini'( Dalam surah Al-Maidah). Pergilah bersama dengan keberkahan Allah dan kami akan bersama dengan mu !".

Rasulullah SAW merasa sangat suka, akan tetapi Rasulullah hanya diam, beliau menunggu dan beberapa orang dari sahabat dapat mengetahui keinginan Beliau SAW. Sejauh ini hanya sahabat Muhajirin yang telah menyatakan kesungguhan mereka, akan tetapi Beliau menuggu para sahabat Anshor yang sebagian besar tidak hadir dalam baiat 'Aqaabah untuk turut serta dalam berperang melawan kekuatan musuh bersama-sama Rasulullah SAW di luar kawasan mereka. Maka, pemimpin besar sahabat Anshor, Sa'ad bin Muadh angkat bicara, "Ya Rasulullah (SAW) mungkin yang engkau maksudkan adalah kami". Rasulullah SAW menyetujuinya. S'ad kemudian menyampaikan pidatonya yang sangat indah yang mana dia berkata,

"Wahai utusan Allah, kami telah mempercayai bahwa engkau berkata benar, Kami telah memberikan kepadamu kesetiaan kami untuk mendengar dan thaat kepadamu... Demi ALlah, Dia yang telah mengutusmu dengan kebenaran, jika engkau memasuki laut, kami akan ikut memasukinya bersamamu dan tidaka ada seorangpun dari kami yang akan tertinggal di belakang... Mudah-mudahan Allah akan menunjukkan kepadamu yang mana tindakan kami akan menyukakan mu. Maka Majulah bersama-sama kami, letakkan kepercayaan kami di dalam keberkahan Allah".




Rasulullah sangat menyukai apa yang disampaikan dan kemudian beluai bersabda, "Majulah ke depan dan yakinlah yang Allah telah menjajikan kepadaku satu dari keduanya (khafilah dagang atau perang), dan demi Allah, seolah olah aku telah dapat melihat pasukan musuh terbaring kalah". Pasukan Muslimin bergerak maju dan kemudian berhenti sejenak di tempat yang berdekatan dengan Badar (tempat paling dekat ke Madinah yang berada di utara Mekkah). Seorang sahabat bernama, Al-Hubab bin Mundhir ra., bertanya kepada Rasulullah SAW, " Apakah ALlah mewahyukan kepadamu untuk memilih tempat ini atau ianya strategi perang hasil keputusan musyawarah?". Rasulullah SAW bersabda, "Ini adalah hasil strategi perang dan keputusan musyawarah". Maka Al-Hubab telah mengusulkan kembali kepada Rasulullah SAW agar pasukan Muslimin sebaiknya bermarkas lebih ke selatan tempat yang paling dekat dengan sumber air, kemudian membuat kolam persediaan air untuk mereka dan menghancurkan sumber air yang lain sehingga dapat menghalang orang kafir Quraish dari mendapatkan air. Rasulullah SAW menyetujui usulan tersebut dan melaksanakannya [*]. Kemudian Sa'ad bin Muadh mengusulkan untuk membangun benteng untuk Rasulullah SAW untuk melindungi beliau dan sebagai markas bagi pasukan Muslimin. Rasulullah SAW dan Abu Bakar ra. tinggal di dalam benteng sementara Sa'ad bin Muadh dan sekumpulan lelaki menjaganya.

Rasulullah SAW telah menghabiskan sepanjang-panjang malam dengan berdoa dan beribadah walaupun beliau SAWmengetahui bahwa Allah ta'ala telah menjanjikannya kemenangan. Ianya melebihi cintanya dan penghambaannya dan penyerahandiri kepada Allah ta'ala dengan ibadah yang Beliau SAW kerjakan. Dan ianya telah dikatakan sebagai bentuk tertinggi dari ibadah yang dikenal sebagai 'ainul yaqiin.

Demikian kawan semoga artikel ini bermanfaat dan menyegarkan kembali ingatan kita akan kisah beasr yakni Perang Badar yang langsung di pimpin oleh Rosululloh SAW.

Minggu, 26 Mei 2013

Biografi Ali Bin Abi Thalib ra.


Bibliografi dan Latar Belakang Saiyidina Ali bin Abi Talib Karamallahu Wajhah

SAIYIDINA ALI BIN ABI TALIB KARAMALLAHU WAJHAH
 
Saiyidina Ali R.A. bukan sahaja seorang sahabat besar Rasullullah S.A.W. serta yang paling dicintai oleh baginda bahkan beliau juga seorang manusia luarbiasa yang memiliki ilmu bagaikan lautan, kefasihan lidahnya yang tiada bandingan sebagai seorang ahli sastera dan pidato, di samping seorang pahlawan yang tiada seorangpun dapat menafikan kehandalannya di antara barisan pahlawan-pahlawan yang terbilang.
Beliau telah memeluk Islam ketika berumur 8 tahun dan merupakan kanak-kanak yang mula-mula sekali memeluk Islam. Setengah riwayat menyatakan bahawa beliaulah yang paling dahulu Islam dari Saiyidina Abu Bakar Al-Siddiq R.A. Saiyidina Ali Bin Abu Talib termasuk ahli keluarga Rasulullah S.A.W. sendiri kerana beliau adalah sepupu baginda yang membesar dalam asuhan dan pemeliharaan Nabi S.A.W. Saiyidina Ali R.A. dilahirkan dalam Kaabah, kiblat yang menjadi kerinduan ummat Islam. Mula-mula yang dilihatnya ialah Muhammad S.A.W. dan Siti Khadijah sedang sembahyang. Ketika beliau ditanyakan kenapa memeluk Islam tanpa lebih dahulu mendapat izin ayahnya, Ali R.A. menjawab, "Apa perlunya aku bermesyuarah dengan ayah demi untuk mengabdi kepada Allah?
Pada mulanya agama Islam hanya berkembang di sekitar lingkungan rumah Rasulullah S.A.W. sahaja, yakni berkisar pada diri Rasulullah S.A.W., isterinya Siti Khadijah, Ali dan Zaid Bin Haritsah. Pada suatu hari Nabi Muhammad S.A.W. telah mengundang sekelian sanak saudaranya pada satu jamuan di rumahnya. Setelah mereka itu datang maka Rasulullah S.A.W. pun menerangkan kepada mereka itu tentang agama Islam yang dibawanya itu. Maka Abu Lahab memutuskan pembicaraannya serta menyuruh hadirin yang lain supaya meninggalkan jamuan makan itu. Pada keesokan harinya Rasulullah S.A.W. mengadakan pula jamuan makan, dan setelah selesai bensantap, maka bersabdalah Rasul S.A.W.
"Saya rasa tak ada seorang yang membawa sesuatu yang lebih mulia daripada yang ku bawa sekarang. Maka siapakah di antara kalian yang akan menolongku? Tatkala mendengarkan rayuan Rasul itu mereka semua marah lalu bangkit untuk meninggalkan rumah itu. Tetapi Ali yang masih lagi belum baligh ketika itu lantas bangun seraya berkata, "Hai Rasulullah, akulah yang akan menolongmu. Aku akan memerangi sesiapa sahaja yang akan memerangimu , lalu disambut oleh hadirin dengan tertawa sambil melihat-lihat Abu Talib dan anaknya itu. Kemudian meneka meninggalkan rumah Rasul itu sambil mengejek-ejek.
Saiyidina Ali R.A. pernah benkata, "Aku telah menyembah Allah S.W.T. lima tahun sebelum disembah sesiapapun dari ummat Muhammad ini. Bahkan beliau adalah salah seorang yang pertama bersembahyang bersama Rasulullah S.A.W. Dalam hubungan ini Anas Bin Malik R.A. pernah berkata, "Muhammad diangkat menjadi Rasulullah pada hari Isnin, sedang Ali Bin Abu Talib sudah ikut sembahyang bersama baginda Rasul pada keesokan harinya.
Abu Talib, bapa saudara Rasul adalah seorang yang miskin lagi susah hidupnya serta mempunyai ramai anak. Maka dengan maksud untuk meringankan beban Abu Talib itulah atas fikiran. Nabi S.A.W., Saiyidina Abbas Bin Abu Muttalib telah mengambil Ja'afar menjadi tanggungannya sedang Rasul sendiri mengambil Ali. Dengan hal demikian tumbuhlah Ali Bin Abu Talib sebagai seorang pemuda di tengah-tengah keluarga Rasulullah dan langsung memperoleh asuhan dan baginda. Saiyidina Ali R.A. banyak mengambil tabi'at Nabi S.A.W. dan beliaulah yang terdekat sekali hubungannya dengan Rasul serta yang paling dicintainya. Demikian akrabnya Saiyidina Ali R.A. dengan Rasulullah S.A.W. hinggakan beliau hampir-hampir tidak pernah berpisah sejengkal pun dari Rasulullah S.A.W. baik di waktu suka mahupun di waktu susah. Pergonbanannya terhadap Islam dan Rasulnya adalah demikian besar sekali dan akan selamanya menjadi contoh keutamaan yang tiada bandingannya dalam sejarah ummat Islam.
Tatkala Rasulullah S.A.W. melakukan hijrah ke Madinah di atas penintah Allah S.W.T. bagi menyelamatkan dirinya dari rencana pihak musyrikin Quraisy yang bertujuan hendak membunuhnya, maka kepada Saiyidina Ali R.A. ditugaskan oleh baginda untuk tidur di tempat tidurnya pada malam yang sangat genting itu. Walaupun tugas itu sangat berat dan merbahaya sekali namun Saiyidina Ali R.A. sebagai sifatnya seorang pejuang yang sejati, telah menyanggupi tugas tersebut dengan hati yang ikhlas dan gembira, kerana beliau mengerti bahawa berpeluang menyerahkan nyawanya demi untuk menebus seorang Rasul. Bahkan beliau juga mengerti bahawa tugas yang dilaksanakannya itu akan merupakan pengorbanan yang tidak ada tolok bandingannya di kemudian hani.
Setelah Rasulullah S.A.W. selamat sampai ke Madinah, tidak lama kemudiannya tibalah pula rombongan Saiyidina Ali R.A. Apakala ramai kaum Muhajinin sampai di kota Madinah itu, Rasullullah S.A.W. telah mempersaudarakan antana golongan Muhajirin dengan golongan Ansar. Tetapi anihnya dalam hubungan ini Rasulullah tidak mempersaudarakan Saiyidina Ali R.A. dengan sesiapapun juga, hanya baginda berkata kepada Saiyidina Ali, demikian sabdanya, "Wahai Ali, engkau adalah saudaraku di dunia dan saudaraku juga di Akhirat. Demikian jelaslah bahawa baginda telah mempersaudarakan Saiyidina Ali dengan diri baginda sendiri. Kesayangan Rasulullah S.A.W. terbukti dengan menjodohkan Saiyidina Ali R.A. dengan puteri yang paling disayanginya iaitu Fatimah AzZahrah, seorang wanita yang paling utama di syurga, padahal sebelum itu Fatimah sudah pernah dilamar oleh Saiyidina Abu Bakar dan Saiyidina Umar Al Khattab R.A. tetapi Rasul menolaknya dengan lemah lembut dan dengan cara yang bijaksana.
Sebagai seorang yang gagah berani dan sahabat yang paling disayangi baginda Rasul, Saiyidina Ali R.A. tidak pernah ketinggalan dalam mana-mana peperangan baik besar mahupun kecil yang dilakukan oleh Rasulullah S.A.W. Beliau telah melakukan peranan yang penting dalam Peperangan Badar yang terkenal itu. Ketika itu beliau merupakan seorang pemuda yang gagah dan tampan masih dalam lingkungan 20an  lagi. Dalam peperangan itulah buat pertama kalinya Rasulullah S.A.W. telah menyerahkan panji-panji peperangan kepada Saiyidina Ali R.A. dimana beliau telah menjalankan tugasnya dalam peperangan tersebut dengan cemerlang sekali. Setelah peperangan tamat para sahabat tidak menemui Nabi S.A.W. di tengah-tengah mereka. Dalam keadaan mereka tertanya-tanya itu tiba-tiba muncul Rasulullah S.A.W. bersama Saiyidina Ali R.A. seraya baginda bersabda, "Saya sebenarnya ada di belakang kalian sedikit kerana merawati perut Ali yang luka. Dari peristiwa ini dapatlah dilihat betapa besarnya kecintaan baginda tenhadap Saiyidina Ali R.A. dan bagaimana pula besarnya pengorbanan Ali R.A. dalam menegakkan kemuliaan Agama Islam.
Dalam apa jua peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah S.A.W., Saiyidina Ali R.A. tetap berada di samping baginda. Pada suatu ketika iaitu dalam Perang Tabuk, tiba-tiba Rasulullah S.A.W. tidak membenarkan Saiyidina Ali R.A. untuk menyertai baginda hingga sikap Rasulullah S.A.W. itu telah dijadikan modal fitnah oleh pihak musuh-musuh Islam serta kaum munafik konon baginda tidak senang hati terhadap Saiyidina Ali R.A. Jika tidak demikian masakan baginda menegahnya menyertai perang. Sebagai seorang yang benar dan mencintai kebenaran Saiyidina Ali R.A. kurang berasa senang mendengar desas-desus yang kurang menyenangkan itu lantas beliau terus menjumpai Rasul untuk meminta penjelasan. Sebagai menghilangkan keraguan beliau itu, Rasul lalu bersabda kepadanya, "Tidakkah engkau rela hai Ali, kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa ?" Mendengankan kata-kata Rasulullah s.a.w yang menyejukkan jiwanya itu maka barulah puas Saiyidina Ali R.A.
Perkataan Rasul itu terang memperlihatkan betapa besarnya kecintaan dan penghormatan baginda terhadap dirinya.
Dalam Perang Khaibar pula di mana sebuah ibu kota kaum Yahudi sukar dapat ditakluki oleh angkatan tentera Islam, Saiyidina Ali R.A. telah memainkan peranannya yang utama sekali. Pada mulanya pihak Islam gagal untuk menakluki kota tersebut sekalipun telah dilakukan pengepungan beberapa hari lamanya. Dalam detik-detik yang sukar itulah akhirnya Rasulullah S.A.W. bersabda"Saya akan menyerahkan panji-panji peperangan esok pada seorang lelaki yang mencintai Allah dan RasulNya dan dicintai oleh Allah dan RasulNya".
Sekelian panglima pasukan masing-masing mengharapkan agar dirinya akan diserahkan panji-panji tersebut kerana setiap mereka bercita-cita hendak mendapatkan kemuliaan yang begitu besar sebagai seorang yang mencintai Allah dan RasulNya dan dicintai pula oleh Allah dan RasulNya. Pada  keesokan harinya, setelah selesai sembahyang subuh Rasulullah S.A.W. lantas mencari-cari Saiyidina Ali R.A. Nyatalah bahawa Saiyidina Ali R.A. tidak ada di situ kenana ketika itu Ali R.A. mengidap sakit mata. Kemudian bersabdalah Rasul "Panggillah Ali ke mari menjumpai saya, Saiyidina Ali R.A. yang sedang sakit kedua matanya itu lalu datang mengadap Rasulullah S.A.W. seraya baginda pun meludah kepada mata beliau yang sakit itu. Maka dengan serta merta sahaja sembuhlah mata beliau. Kemudian Rasul pun menyerahkan panji-panji kepada Saiyidina All R.A. Maka benteng yang sudah berhani-hari tidak dapat ditembus itu akhirnya dapat dikalahkan  di bawah pimpinan panglima Ali Bin Abu Talib R.A.
Satu lagi peperangan di mana Saiyidina Ali Bin Abu Talib R.A. memperlihatkan kegagahan dan keberaniannya yang luarbiasa ialah tatkala berlakunya Perang Khandak atau Ahzab. Perang ini adalah antara pihak Islam dengan angkatan musyrik Mekah yang mendapat bantuan dari puak-puak Arab yang lain serta orang-orang Yahudi. Orang-orang Islam telah menggali parit-parit yang digelarkan Khandak di sekeliling kota Madinah sebagai jalan untuk membendung kemaraan pihak musuh danipada memasukinya. Jumlah pihak musuh adalah kira-kira 10,000 orang tetapi mereka tidak dapat masuk kerana tenhalang oleh parit-parit. Namun begitu mereka terus mengepung kota itu selama 15 hari lamanya. Kemudian Allah S.W.T. turunkan angin ribut dari tentera Allah yang tak kelihatan memukul dan menerbangkan khemah-khemah serta alat perang musuh sehingga mereka pun mengundurkan diri dengan penuh kekecewaan.
Semasa peperangan inilah diriwayatkan bahawa beberapa pahlawan musynik Quraisy telah dapat menyeberangi parit dengan mengenderai kuda. Di antara mereka ialah Amru Bin Abdi Wid, Ikrimah Bin Abu Jahal dan Dhiraar Ibnul Khattab. Apakala mereka itu telah berada di seberang parit, tiba-tiba Amru Bin Wid telah bertempik meminta lawan untuk beradu kekuatan dengan pihak pahlawan-pahlawan Islam. Dia mencabar seraya berkata, "Siapa di antara kalian yang berani berlawan  denagan aku, silakan! Cabaran itu lantas disambut oleh Saiyidma Ali R.A. yang kemudiannya terus meminta izin dari Rasulullah S.A.W. untuk melawan pahlawan musyrik itu. Kata Ali R.A., "Saya akan melawan dia, ya Nabi Allah, Izinkanlah saya. Tetapi Rasulullah S.A.W. telah menahannya dengan sabdanya, "Duduklah engkau hai Ali! Tidakkah engkau tahu dia Amru.
Amru kemudian minta lawan lagi berulang-ulang hingga dua kali. Setiap ia mencabar, Saiyidina Ali R.A. telah berdiri menyahutnya tetapi Rasulullah senantiasa menyuruhnya duduk sambil mengingatkan bahawa lawannya itu bukan padannya kenana Amru itu memang terkenal gagah lagi perkasa. Namun begitu Saiyidina Ali R.A. tetap juga mengatakan, "Sekalipun dia itu Amru, hai Nabi Allah, saya tidak takut melawannya. Izinkanlah saya menemuinya. Akhinnya Rasulullah S.A.W. mengizinkannya untuk melawan musuh yang keadaan orangnya lebih tua, lebih besar lagi lebih berpengalaman dari dirinya itu. Sebelum Saiyidina Ali R.A. pergi mendapatkan musuhnya yang menanti itu, Rasulullah S.A.W. telah membekalnya dengan pedangnya lalu kemudian berdoa ke hadrat Allah S.W.T. untuk keselamatan Saiyidina Ali Bin Abu Talib R.A.
Tidak lama kemudian tampillah Saiyidina Ali R.A. ke hadapan. Manakala Amru melihatnya dia tidak dapat mengenalinya kerana muka dan kepala Saiyidina Ali R.A. bertopeng besi lalu ditanyainya:
“Siapa engkau, hai pahlawan?”
Jawapnya, "Ali!”
Tanya Amru lagi, "Ali, anak Abdul Manaf?”
Jawab Ali R.A. "Ali, anak Abu Talib”
Mendengar nama itu Amru enggan hendak melawannya seraya katanya untuk memperkecilkan kehandalan Ali R.A. "Wahai anak saudaraku! Lebih baik orang lain sahaja engkau suruh melawan aku. Panggillah paman-pamanmu yang lebih kuat daripadamu. Aku benci menumpahkan darahmu, kerana aku memandang ayahmu seorang sahabat baikku.
Saiyidina Ali R.A. lalu menjawab, "Tetapi aku, demi Allah, tak benci menumpahkan darahmu. Demi mendengarkan jawapan itu maka menjadi marahlah Amru dan mulalah ia hendak menyerangnya. Tetapi Saiyidina Ali R.A. lalu benkata, "Macamana aku hendak bertempur denganmu padahal engkau di atas kuda. Turunlah ke mari sama-sama aku di bawah.”
Mendengar itu Amru telah menghambur dari kudanya, dihunusnya pedangnya itu dan untuk menunjukkan garangnya ditetak kudanya dicencangnya mukanya supaya tak boleh lari. Kemudian ía mara ke hadapan mendapatkan Saiyidina Ali R.A. yang disambut pula olehnya dengan mengacukan perisainya yang dibuat daripada kulit. Amru telah menetaknya, perisainya tersiat sedang pedangnya pula melekat di situ dan mengenai kepala Saiyidina Ali R.A. Maka Saiyidina Ali R.A. pun membalas menetak bahu Amru. Ia lalu tersungkur rebah serta mati di situ juga. Saiyidina Ali R.A. lantas memekikkan takbir, "Allahu Akbar yang disambut pula dengan pekikan takbir yang bengemuruh di angkasa oleh kaum Muslimin yang menyasikannya, sebagai tanda kesyukunan di atas kemenangannya. Dan dengan kematian Amru itu kawan-kawannya yang lain bertempiaran lari mengundurkan diri.
Rasulullah S.A.W. selalu memilih Saiyidina Ali R.A. untuk diberikan tugas dalam pekerjaan-pekerjaan yang amat berat, yang memerlukan keberanian yang luarbiasa serta ketabahan yang besar. Pada suatu masa, Rasulullah S.A.W. telah mengutus pahlawan Islam Khalid Bin Walid ke negeri Yaman untuk melaksanakan tugas sebagai pemenintah dan mubaligh Islam di negeri itu. Setelah bekerja selama enam bulan ternyata Khalid tidak berjaya memperoleh hasil yang diharapkan walaupun setelah bekerja bertungkus lumus. Kemudian Rasulullah S.A.W. pun mengutus pula Saiyidina Ali R.A. untuk menggantikan tempat Khalid Bin Walid sebagai mubaligh dan pemenintah di sana. Demi apakala penduduk Yaman mendengar bahawa Saiyidina Ali R.A. yang telah mereka kenal Sebagai Harimau Padang Pasir itu ditugaskan sebagai pemerintah yang baru maka bersegeralah mereka berkumpul hingga akhirnya Saiyidina Ali R.A. dapat melakukan sembahyang subuh bersama-sama mereka itu.
Setelah selesai sembahyang subuh, Saiyidina Ali R.A. pun membacakan surat dakwah di hadapan para hadirin. Maka seluruh penduduk dan kaum Hamdan sekeliannya memeluk Islam pada hari itu. Dalam laporan yang dikirimkan oleh beliau kepada Rasulullah S.A.W. Saiyidina Ali R.A. telah mengisahkan peristiwa yang telah terjadi itu. Setelah Rasul S.A.W. membaca laporan tersebut segeralah baginda sujud menyembah Allah sebagai tanda syukur atas kejadian itu senaya bersabda, "Sejahteralah penduduk Hamdan.
Selaku pemerintah dan mubaligh di Yaman, Saiyidina Ali R.A. juga telah diperintahkan untuk menjadi hakim dalam bidang pengadilan. Oleh kenana beliau berasa dirinya kurang ahli dalam bidang pengadilan itu maka dengan terus-terang dan ikhlas beliau berkata kepada Rasul S.A.W., "Ya Rasul Allah, saya tidak mengerti dan tidak mempunyai keahlian yang cukup mengenai hal pengadilan ini.
Mendengar perkataan Saiyidina Au R.A. itu segeralah Rasulullah S.A.W. menyapu dada beliau dengan tangan Rasulullah S.A.W. sendiri sambil bersabda, "Ya Allah, bukalah dada Ali untuk menerima ilmu dan lapangkanlah ucapannya dalam soal pengadilan". Adalah diriwayatkan bahawa berkat doa Nabi Muhammad S.A.W. itu Saiyidina Ali Bin Abu Talib R.A. kemudiannya menjadi seorang hakim yang bijak lagi adil hukumannya. Baik di zaman Saiyidina Abu Bakar Al-Siddiq R.A. mahupun di zaman Saiyidina Umar Al Khattab R.A. selalulah Saiyidina Ali R.A. diajak bermesyuarah dalam memutuskan sesuatu masalah yang dihadapi oleh Khalifah-Khalifah itu. Bahkan Saiyidina Umar Al Khattab R.A. biasanya enggan memutuskan sesuatu keputusan sebelum lebih dahulu Saiyidina Ali R.A. diajaknya berunding.
Demikianlah beberapa kisah riwayat tentang peranan yang pernah dilakukan oleh Saiyidina Ali Bin Abu Talib di zaman hidupnya Rasulullah S.A.W. Ketika Rasulullah S.A.W. wafat, Saiyidina Ali R.A. tidak mempunyai kesempatan untuk menyertai pertemuan para sahabat dan golongan Muhajirin dan Ansar di Balai Bani Saidah hingga terpilihnya Saiyidina Abu Bakar Al-Siddiq sebagai Khalifah. Sebabnya ialah ketika itu beliau sibuk menguruskan jenazah Rasulullah S.A.W. Pada hari yang penuh dukacita itu, beliau sama sekali tidak menghiraukan permesyuaratan yang berlangsung di Balai Bani Saidah itu kerana beliau sibuk dengan tugas-tugas pengkebumian jenazah Rasulullah S.A.W. serta mententeramkan sekelian keluarga Rasul S.A.W.
Permesyuaratan di Balai Bani Saidah hampir-hampir sahaja menimbulkan keadaan yang kacau tetapi akhirnya dapat ditenteramkan dengan terpilihnya Saiyidina Abu Bakar R.A. sebagai Khalifah pertama sesudah Rasulullah S.A.W. Pada mulanya Saiyidina Ali R.A. enggan memberikan persetujuannya terhadap pemilihan Abu Bakar Al-Siddiq R.A. sebagai Khalifah, bukan kerana benci atau kurang senang terhadap Saiyidina Abu Bakar R.A. bahkan kerana rasa hati beliau yang sedang remuk redam disebabkan hilangnya Rasulullah S.A.W.  Enam bulan kemudian setelah isteri beliau iaitu Siti Fatimah meninggal dunia, maka baharulah Saiyidina Ali Bin Abu Talib R.A. memberikan persetujuannya secara rasmi terhadap pengangkatan Saiyidina Abu Bakar R.A. sebagai Khalifah. Saiyidina Abu Bakar R.A. pun selaku pemerintah ummat yang agung, tidak pernah meninggalkan Saiyidina Ali R.A. di dalam permesyuaratan penting.
Apakala Saiyidina Umar Al Khattab menjadi Khalifah yang kedua, Saiyidina Ali R.A. tetap memperoleh kemuliaan dan penghormatan dan Saiyidina Umar R.A. sepertimana yang dinikmatinya semasa pemenintah Abu Bakar R.A. Walaupun diketahui bahawa Umar Al Khattab terkenal sebagai sahabat yang sangat ahli dan bijak dalam bidang hukum, namun baginda sering minta bantuan kepada Saiyidina Ali R.A. di dalam menyelesaikan beberapa hal yang sulit-sulit bahkan pernah diriwayatkan orang bahawa Saiyidina Umar Al Khattab R.A. tidak suka merundingkan soal-soal yang sulit tanpa dihadiri oleh Saiyidina Ali Bin Abu Talib.
Setelah wafat Saiyidina Umar Al Khattab jawatan Khalifah akhirnya jatuh pula ke tangan Saiyidina Uthman Bin Affa'n R.A. Namun begitu Saiyidina Ali R.A. tetap memberikan persetujuannya serta ketaatannya kepada Khalifah Uthman R.A. sekalipun dirinya juga bercita-cita agar terpilih sebagai Khalifah. Sungguhpun demikian, kesayangan Khalifah Uthman yang berlebih-lebihan terhadap kaum kerabatnya sendiri menyebabkan pandangan Saiyidina Ali R.A. dalam beberapa hal berubah terhadap Khalifah. Bahkan sebahagian danipada penduduk melihat seolah-olah terdapat keretakan dalam hubungan antara dua tokoh besar itu. Keadaan inilah yang menyebabkan setengah-setengah pihak yang memusuhi Saiyidina Ali R.A. menuduh Saiyidina Ali R.A. terlibat dalam pembunuhan Saiyidina Uthman Bin Affan R.A. Padahal yang sebenarnya Saiyidina Ali R.A. sama sekali tidak bertanggungjawab dalam perkara yang terjadi ke atas Khalifah Uthman R.A. Bahkan beliaulah sahabat yang paling mengambil berat terhadap keselamatan Khalifah. Ketika rumah Khalifah Uthman R.A. dikepung oleh puak pemberontak, Saiyidina Ali R.A. segera mengirim puteranya Saiyidina Hasan R.A. supaya menjaga keselamatan Khalifah. Tetapi ketika Saiyidina Hasan Bin Ali R.A. datang ke rumahnya untuk menawarkan bantuan, Khalifah Uthman R.A. menolak bantuannya serta menyuruhnya pulang. Lebih dari itu, apakala Saiyidina Ali R.A. mendengar khabar tentang pembunuhan Khalifah Uthman R.A. beliau telah memukul anaknya Hasan R.A. serta mengancam Muhammad Bin Talhah kerana dianggapnya kurang rapi menjalankan tugas menjaga keselamatan Saiyidina Uthman R.A.
Saiyidina Ali R.A. akhinnya telah dipilih kemudiannya sebagai Khalifah selepas kewafatan Khalifah Uthman R.A. sedang ketika itu sebahagian besar para sahabat Rasulullah S.A.W. sudah berselerak di pelusok kota-kota di seluruh wilayah Islam. Yang masih tinggal di Madinah hanya sebahagian kecil sahaja.
Setelah jawatan Khalifah jatuh kepadanya maka baharulah Saiyidina Ali R.A. cuba bemtindak untuk membawa garis politik seperti yang pernah dijalankan oleh Rasulullah S.A.W.,  Khalifah Abu Bakar R.A. dan Khalifah Umar Al Khattab R.A. Tetapi keadaan masyarakat dan ummat sudah jauh berubah disebabkan perkembangan ekonomi dan pembangunan yang diakibatkan oleh perluasan takluk Islam. Cita-cita Saiyidina Ali R.A. untuk membawa kembali dasar pemerintahan ummat sebagaimana zaman Rasulullah dan Saiyidina Abu Bakan R.A. dan Umar R.A. telah menghadapi rintangan dari pihak-pihak yang bersimpati dengan Saiyidina Uthman R.A. yang menuduhnya bentanggungjawab dalam penistiwa pembunuhan itu.
Disebabkan adanya golongan yang keras rnenentang sikapnya itu seperti Muawiyah Bin Abu Sufyan dan pembantunya Amru Bin Al As maka tenjadilah satu penbalahan yang sengit antana dua golongan itu.  Satu pertelingkahan yang panjang yang mengakibatkan pertumpahan darah di antana sesama ummat Islam. Muawiyah berkeras enggan mengakui Saiyidina Ali Bin Abu Talib sebagai Khalifah senta menuntut baginda mengenakan hukuman tenhadap orang-orang yang bertanggungjawab dalam pembunuhan Saiyidina Uthman R.A. Sedang Saiyidina Ali R.A. pula terlebih dahulu telah memecat Muawiyah sebagai gabenor Syam dan juga tokoh-tokoh yang pemnah dilantik oleh Khalifah Uthman R.A. atas dasan kekeluargaan. Akibatnya maka berlakulah peperangan yang berpanjangan antara pihak Khalifah Ali R.A. dengan pihak penyokong Muawiyah Bin Abu Sufyan yang terdiri dari penduduk negeri Syam. Kesudahan dari perbalahan yang panjang itu Saiyidina Ali Bin Abu Talib akhirnya telah mati terbunuh oleh pengikut golongan Khawarij.

Sekian dulu kawan, semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua.. Amin..................

sumber  : Al Hadits

Biografi Saiyidina Utsman



Bibliografi dan Latar Belakang Saiyidina Utsman ibn Affan ra.




SAIYIDINA UTsMAN BIN AFFAN ra.

Di zaman kebangkitan Islam dahulu terdapat beberapa sahabat yang terkenal kerana banyak mengorbankan harta-benda dan kekayaannya untuk membela Agama Allah. Salah seorang di antara mereka yang paling terkemuka sekali ialah Saiyidina Uthman Bin Affan R.A. Selain daripada beliau ialah Saiyidina Abu Bakar Al Siddiq, Abdul Rahman Bin Auf dan lain-lain lagi. Apatah lagi memang Saiyidina Uthman R.A. baik sebelum memeluk Islam mahupun setelah Islam, merupakan satu-satunya tokoh saudagar dan peniaga yang paling berjaya sekali. Dialah sahabat Rasul yang banyak mengorbankan harta-bendanya bagi menegakkan perjuangan Islam.
Saiyidina Uthman Bin Affan R.A. adalah Khalifah Islam yang ketiga sesudah Saiyidina Umar Al Khattab R.A. Beliau telah memerintah Kerajaan Islam hampir sebelas tahun lamanya dan tahun Masihi 644 hingga 655 Masihi. Beliau memperoleh gelaran "Zun Nurain yang ertinya yang memiliki dua cahaya. Sebabnya ialah kerana Rasulullah s.a.w. telah mengahwinkannya dengan dua orang puterinya iaitu yang pertama kali dengan Rugayyah dan sesudah wafatnya semasa Perang Badar, maka Rasulullah s.a.w. telah mengahwinkannya pula dengan Kalthum. Demikian besarnya kecintaan dan penghormatan Rasulullah s.a.w. terhadap Saiyidina Uthman R.A. Tatkala isterinya yang kedua itu pula meninggal, Rasulullah s.a.w. telah berkata kepadanya, "Jika ada anak perempuanku lagi hai Uthman, tentu engkau ku ambil sebagai menantu.
Sahabat besar ini termasuk orang-orang pertama yang masuk Islam. Beliau datangnya dan suku atau puak Quraisy yang paling keras sekali tentangannya terhadap agama Islam dan Rasulullah s.a.w., iaitu puak Umaiyah. Menurut catatan sejarah, Saiyidina Uthman Bin Affan termasuk orang kelima diajak oleh Saiyidina Abu Bakar Al Siddiq untuk memeluk Islam. Setelah memeluk Islam, Uthman R.A. termasuk orang yang sangat dicintai oleh Rasulullah s.a.w. kerana kemuliaan dan kehalusan budipekertinya. Memang sesungguhnya Saiyidma Uthman Bin Affan R.A. terkenal sebagai seorang sahabat yang sangat tinggi budiperkertinya, sangat penyantun, lemah lembut lagi pemalu. Sebagai memperlihatkan kecintaan dan penghargaan Rasulullah s.a.w. kepadanya itulah maka beliau telah menjadi pilihan baginda untuk dikahwinkan dengan puteri-puterinya seorang demi seorang selepas meninggal seorang lepas satunya. Sebagai memuji keluhuran budi akhlaknya itulah Rasulullah s.a.w. pernah bersabda kepadanya, "Malaikat sangat malu kepadamu hai Uthman. Memang Rasulullah s.a.w. biasanya tidak keberatan menerima kedatangan para sahabatnya dalam berpakaian yang biasa sahaja, tetapi apakala diketahui bahawa Saiyidina Uthman R.A. akan datang mengunjunginya, maka baginda pun mengenakan pakaiannya yang sewajarnya sebagai menghormati sahabatnya yang disegani sendiri oleh para malaikat.
Dalam suatu riwayat lain adalah dikisahkan bahawa Rasulullah s.a.w. pernah bersabda, "Saya bermohon kepada Tuhanku supaya tidak ada seorangpun yang pernah menjadi menantuku atau menjadi mertuaku dimasukkan ke dalam neraka. Hal yang demikian itu tercapai oleh Saiyidina Uthman R.A. kerana Rasulullah s.a.w. pernah bersabda, "Tiap-tiap Nabi mempunyai teman, dan Uthman adalah temanku di dalam syurga.
Ketika suasana pergolakan di Mekah menjadi tegang dan meruncing disebabkan kaum musyrikin Quraisy melakukan tekanan yang hebat terhadap kaum Muslimin, Saiyidina Uthman termasuk orang-orang yang turut melakukan hijrah ke Abyssinia. Saiyidina Uthman R.A. berserta isterinya adalah termasuk rombongan yang menjalankan hijrah yang bersejarah itu. Beliau tidak pernah memikirkan kerugian perniagaannya yang ditinggalkannya itu kerana beliau sedar bahawa hijrah tersebut adalah termasuk dalam usaha untuk menegakkan agama Allah. Sekembalinya beliau dan Abyssinia, beliau pun tinggallah di kota Mekah buat sementara waktu. Kemudian beliau telah melakukan hijrah pula ke Madinah untuk menyusul Rasulullah s.a.w. yang telahpun lebih dahulu berhijrah di kota tersebut.
Setelah berada di Madinah, Saiyidina Uthman R.A. pun mulalah menjalankan usaha perniagaannya hingga beliau berjaya menjadi saudagar yang kaya. Namun demikian beliau tidak teragak-agak sedikitpun bagi mempergunakan seluruh kekayaan dan harta bendanya bagi menyahut seruan jihad bagi menegakkan kesucian Islam. Sebagai seorang sahabat besar, banyak sekali pengorbanan Saiyidina Uthman Bin Affan terhadap Islam. Di zaman permulaan perjuangan Islam di Madinah, pernah kaum Muslimin menghadapi kekurangan air, lalu Saiyidina Uthman Bin Affan telah membeli sebuah kolam yang bernama Bir Ruma dan seorang Yahudi. Pada saat itulah Rasulullah s.a.w. bersabda, "Barangsiapa yang antara kamu yang membeli sumur Ruma lalu dijadikannya wakaf bagi keperluan kaum Muslimin serta ia menimba air sumur tersebut maka orang yang berbuat demikian itu Allah akan menyediakan tempat minuman baginya dalam syurga. Begitu juga tatkala Masjid Madinah rnenjadi terasa sempit sebab semakin banyaknya orang yang bersyalat di dalamnya, maka dengan spontan Saiyidina Uthman membeli lima rumah yang sederet di samping masjid untuk dibongkar, kemudian dibangunkan tambahan masjid agar menjadi lebih luas dan besar lagL
Selain daripada pengorbanan harta benda, Saiyidina Uthman Bin Affan R.A. juga adalah sahabat yang paling banyak membantu Rasulullah s.a.w. dalam berbagai masalah. Beliau adalah salah seorang penulis wahyu dan juga pernah menjadi utusan Rasul untuk menemui kaum Quraisy pada tahun keenam hijrah. Disebabkan besarnya pengorbanannya terhadap Islam maka tidaklah menghairankan kiranya beliau tergolong salah seorang yang paling diridhai oleh Rasulullah s.a.w. pada waktu wafat baginda.
Selain memiliki sifat pemalu, Saiyidina Uthman R.A. ialah seorang sahabat akrab Rasulullah s.a.w. yang masyhur dengan sifat waraknya, kuat beribadat dan amat taqwa kepada Allah, dia mengerjakan segala perintah Allah dan sekali-kali tidak melanggar larangan Allah. Pada tiap-tiap tahun beliau menunaikan ibadah Haji dan dalam sepanjang tahun pula beliau berpuasa setiap hari kecuali pada hari-hari yang ditegah berpuasa. Beliau sangat mengambil berat terhadap kaum keluarganya dan sangat bertimbangrasa dan kasih mesra kepada mereka. Beliaulah juga seorang sahabat yang sangat pemurah dan sangat takut akan kemurkaan Allah, bila beliau mendengar bacaan Qur'an darihal azab api neraka maka air matanya bercucuran keluar oleh rasa takutnya.
Khalifah Uthman Bin Affan R.A. telah dipilih sebagai Khalifah apabila wafatnya Saiyidina Umar Ibnul Khattab apakala beliau menyatakan kesanggupannya secara tegas kepada AbduIl Rahman Bin Auf yang bertindak sebagai formatir. Beliau ialah seorang sahabat yang tua tatkala dilantik menjadli Khalifah iaitu ketika berumur 70 tahun. Beliau seorang yang bersifat lemah lembut, tidak gemar menggunakan kekerasan dalam menjalankan pemerintahannya, hal ini berbeza sekali dengan Saiyidina Abu Bakar dan Saiyidina Umar R.A. yang menjadi Khalifah sebelum daripadanya, mereka kedua-duanya mempunyai sifat tegas dalam menghadapi sesuatu masalah dalam zaman pemerintahannya. Pada masa zaman pemerintahannya, keadaan pemerintahan Islam dan semasa ke semasa mula menjadi bertambah luas dan mula menempuh satu zaman peralihan dan kehidupan asal orang-orang Arab menuju suatu kehidupan baharu dan pada zamannyalah bermulanya zaman kemewahan hidup yang timbul daripada hasil penaklukan negeri-negeri yang baharu.
Dalam zaman pemerintahannyalah orang-orang Islam mula merasa hidup mewah dan menerima kemakmuran. Mereka yang menghadiri majlis-majlis jamuan Khalifah Uthman pada zaman itu melihat perbezaan besar jika dibandingkan dengan jamuan yang diadakan pada zaman Khalifah Umar. Sebagai seorang Khalifah beliau merasa bahawa rakyatnya berhak menikmati hidup yang makmur itu, tetapi beliau tidak membenarkan kepada orang-orang Islam bersenang-senang dengan nikmat kemakmuran itu hingga melanggar hukum Allah. Pada zaman beliau ramai daripada para sahabat Rasul keluar meninggalkan bandar Madinah hermastautin di wilayah-wilayah yang baharu diperintah oleh pemerintah Islam. Pemergian mereka itu tidak dilarang oleh Saiyidina Uthman. Jikalau pada zaman pemerintahan Khalifah Umar para sahabat tidak dihenarkan keluar dan bermastautin di negeri-negeri yang baharu diperintah oleh orang-orang Islam, tetapi pada zaman Khalifah Uthman R.A. tegahan itu dihapuskan. Saiyidina Uthman tidak begitu mengambil berat terhadap gabenor-gabenor Islam yang memerintah di wilayah-wilayah Islam khususnya mengenai perjalanan mereka, untuk menjaga nama baik mereka dan untuk mengelakkan daripada perkara-perkara yang mungkin menimbulkan fitnah. Berlainan dengan Saiyidina Umar R.A. yang sangat mengambil berat tentang kedudukan wakil-wakilnya yang memerintah.
Pada zaman peinerintahan Saiyidina Uthman Bin Affan inilah mulai timbulnya beberapa masalah yang belum pernah berlaku sebelumnya. Timbulnya peristiwa-peristiwa yang baharu itu bukanlah disebabkan oleh kecuaian Saiyidina Uthman ataupun kerana beliau sengaja meringan-ringankan hukum, bahkan hukuman-hukuman yang sewajarnya tetap dikenakan ke atas siapa juga yang bersalah yang melanggar larangan Agama Islam. Tetapi bagaimanapun percubaan-percubaannya itu tidak menghasilkan hasil yang baik berlainan dengan apa yang dijalankan oleh Saiyidina Umar Ibnul Khattab dalam masa pemerintahannya dan mi menyebabkan fitnah-fitnah makin banyak berlaku antara pihak pemerintah dengan orang ramai.
Satu perkara yang mungkin menjadi punca kelemahan pemerintahan Saiyidina Uthman ialah sifatnya yang mudah dipengaruhi oleh cakap-cakap orang lain terutama oleh kaum keluarganya sendiri. Mereka itu pernah mencampuri urusan pemerintahan terutama salah seorang keluarganya yang hernama Marwan Bin Hakkam. Perbuatannya yang membiarkan keluarganya campur tangan dalam pemerintahan serta perlantikannya ke atas ramai anggota keluarganya dalam pemerintahan itulah yang selalunya menimbulkan rasa tak puashati di kalangan penduduk Madinah khasnya dan rakyat Islam umumnya.
Selain daripada itu ada lagi beberapa perkara yang dilakukan oleh Saiyidina Uthman yang telah menimbulkan rasa tak puashati orang-orang Islam pada masa itu. Salah satu danpada perkara-perkara itu ialah keputusan membenarkan bapa saudaranya Al Hakam Bin Abi Al As dan beberapa orang keluarganya kembali semula ke Madinah, padahal Al Hakam telah dipenintah keluar dari Madinah kenana sikap penmusuhannya terhadap Rasulullah s.a.w. dan Saiyidina Uthman telah merayu kepada Rasulullah pada masa hayatnya lagi meminta baginda membenarkan bapa saudaranya itu kembali tetapi Rasulullah s.a.w. tidak membenarkan permintaannya itu hingga pada zaman Saiyidina Abu Bakar R.A. dan Saiyidina Umar R.A. dia tidak dibenarkan juga kembali. Apabila Saiyidma Uthman dilantik menjadi Khalifah bapa saudaranya itu dihenarkan kembali ke Madinah., bukan setakat itu sahaja namun apabila ia mati kuburnya dibina dengan indahnya dan anaknya yang bernama Al Hanith dilantik pula menjadi pegawai menjaga tempat-tempat perniagaan di Madinah. Sementara perlantikan Saiyidina Uthman ke atas anaknya Al Hakam yang bernama Marwan menjadi sebagai menteni kepadanya itu dikecam hebat juga oleh orang-orang Islam. Beberapa orang sahabat yang terkemuka telah membantah perlantikan itu tetapi tidak dipedulikan oleh Saiyidina Uthman. Mengenai pengkembalian bapa saudaranya ke Madinah, Saiyidina Uthman memberitahu sahabat-sahabatnya bahawa beliau telah memohon persetujuan Rasulullah s.a.w. dan itulah sebabnya beliau berani melakukan demikian.
Selain daripada itu orang-orang Islam merasa tak puas hati juga tenhadap pemecatan yang dilakukan oleh Saiyidina Uthman ke atas pegawai-pegawai yang dilantik pada zaman Saiyidina Umar Ibnul Khattab dan digantikan dengan orang-orang baru dari kaum keluarganya. Perkara-perkara seperti yang tersebut itu berlakunya di Madinah pusat pemerintahan Islam pada masa itu. Sementara di lain-lain wilayah Islam tak sunyi juga daripada adanya golongan-golongan yang menaruh rasa curiga dan tak puas hati terhadap Saiyidina Uthman R.A. Pemenintahan Saiyidina Uthman itu mula menempuh satu percubaan yang besar iaitu dengan tumbuhnya punca fitnah di Madinah yang akhirnya menjalar ke seluruh wilayah-wilayah Islam yang lain. Tatkala itulah seorang musuh Islam bernama Abdullah Bin Saba, seorang Yahudi yang mengaku dirinya memeluk Islam telah membangkitkan kemarahan rakyat terhadap Khalifah Uthman R.A. dengan tujuan untuk memecah belahkan kaum Muslimin sesama sendini.
Seonang sahabat yang tenkenal bennama Abu Zar juga telah menentang hebat pemerintahan Saiyidina Uthman R.A. dengan membuat cabaran ke atas Khalifah itu dan juga ke atas Muawiyah yang pada masa itu sebagai wakil Khalifah memerintah kota Damshik. Di negeri Syam Abu Zar telah termakan hasutan dan Abdullah Bin Saba lalu menentang Muawiyah kerana menurut pendapatnya pernah Mauwiyah mendakwa bahawa harta Baitulmal semuanya adalah kepunyaan Allah bukan kepunyaan onang-orang Islam seolah-olah dia bercadang tidak akan membahagikan harta baitulmal kepada orang ramai. Inilah hasutan yang dibuat oleh Abdullah Bin Saba kepada sahabat tenkenal iaitu Abu Zar yang memang berjiwa militan dan keras itu. Memandangkan bahaya dan pengaruh Abu Zar itulah maka akhinnya Saiyidina Uthman Bin Affan mengambil tindakan untuk mengasingkan Abu Zar Al Ghifari dari orang ramai lalu dibuangnya ke satu tempat bernama Raudah. Di tempat pembuangannya itu beliau terus-menerus juga membuat kecaman ke atas Saiyidina Uthman R.A. hingga akhin hayatnya beliau meninggal dunia pada tahun 31 Hijrah.
Sementara itu kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara gigih oleh Abdullah Bin Saba untuk memecah-belahkan ummat Islam telah mendapat kejayaannya di Mesir, Kufah dan Basrah. Beliau telah benjaya mempengaruhi jiwa orang ramai dengan menyebarkan satu fahaman yang belum pernah dibawa oleh sesiapa sebelum itu bahawa kononnya Nabi Muhammad s.a.w. ada menetapkan seorang penggantinya iaitu Saiyidina Ali Bin Abu Talib R.A. Di Mesir Muhammad Bin Abu Bakar, iaitu anak Khalifah Abu Bakar Al-Siddiq telah menyokong gerakan Abdullah Bin Saba itu kerana didorong oleh pertalian kerabat antaranya dengan Saiyidina Ali R.A. iaitu sebagai anak tiri kepada Saiyidina Ali Bin Abu Talib yang beristerikan balu Saiyidina Abu Bakar R.A. iaitu Asma Binti Umais ibu Muhammad Bin Abu Bakar. Muhammad Bin Abu Bakar menentang keras pemerintahan Saiyidina Uthman kerana sepucuk surat yang dihantar oleh Marwan Bin Hakkam dari Madinah kepada Abdullah Bin Saba, gabenor Mesir menyuruhnya membunuh Muhammad Bin Abu Bakar dan juga membunuh sekelian orang yang menyokong Muhammad sama ada dan golongan Muhajirin ataupun dan Ansar.
Kesudahannya golongan-golongan yang menentang Khalifah Uthman Bin Affan yang datangnya dan wilayah Mesir, Kufah dan Basrah itu membuat satu pakatan menuju Madinah untuk mengemukakan tuntutan-tuntutan meneka kepada Khalifah. Apakala mereka dapati tuntuntan-tuntutan mereka itu tidak dapat ditunaikan sepenuhnya oleh Khalifah maka mereka pun melakukan kepungan terhadap istana Khalifah Uthman Bin Affan. Setelah beberapa hari melakukan kepungan, mereka akhirnya merempuh masuk lalu membunuh Khalifah Uthman Bin Affan yang tenkenal kenana sifat sabar dan santunnya itu. Ketua pemberontakan itu bernama Al Ghiffari telah memukul Saiyidina Uthman dan kemudiannya diiringi pula oleh tetakan dengan pedang dari seorang pemberontak lain, pukulan mana disanggah oleh isteni Saiyidina Uthman bernama Naelah dan kena pada jari tangannya lalu putus. Akhinnya Saiyidina Uthman mati terbunuh pada 35 Zulhijjah tahun 35 Hijrah dan akibat dan kewafatannya itu maka bermulalah babak-babak yang mendukacitakan dalam lembaran sejarah Islam.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger... Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Edy_Hari_Yanto's  album on Photobucket
TPQ NURUDDIN NEWS : Terima kasih kepada donatur yang telah menyisihkan sebagian rezekinya untuk pembangunan TPQ Nuruddin| TKQ-TPQ "NURUDDIN" MENERIMA SANTRI DAN SANTRIWATI BARU | INFORMASI PENDAFTARAN DI KANTOR TPQ "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN-WONOAYU