
Sharing
 berupa nasihat untuk menyikapi kelemahan dan kekalahan umat Islam di 
masa sekarang. Mengapa dan bagaimana kaum muslimin hendaknya berjuang 
untuk mengembalikan kemuliaan mereka? Semoga bermanfaat.
—
Pelajaran dari Jalur Gaza
Petaka yang sedang menimpa umat Islam secara umum, dan yang sedang 
diderita oleh saudara-saudara kita di Jalur Gaza adalah menuntut kita 
untuk berpikir serius nan tulus. Kita mencari sumber permasalahan, 
kelemahan dan kekalahan, lalu kita membenahinya, satu demi satu.
Betapa tidak, jumlah umat Islam pada zaman ini telah mencapai 
seperlima dari penduduk dunia. Akan tetapi mengapa di berbagai belahan 
dunia, umat Islam senantiasa tertindas, terampas hak-haknya? Bukankah 
Allah 
ta’ala telah berjanji akan melimpahkan kejayaan, kemakmuran, dan kedamaian kepada mereka?
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا 
مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ 
كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ 
دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ 
خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَن 
كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di 
antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia 
sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia
 telah menjadikan orang-orang sebelum mereka sebagai penguasa, dan Dia 
akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah di ridhai-Nya untuk mereka,
 dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, sesudah mereka 
berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka
 tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan 
Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka
 itulah orang yang fasik.” (QS. An Nur: 55)
Mengapa sekarang ini, umat Islam di seluruh belahan bumi tidak mampu 
berbuat apa-apa untuk menghentikan kebengisan dan kekejaman zionis 
terhadap saudara kita di Jalur Gaza? Mengapa umat Islam saat ini hanya 
bisa berteriak, mengutuk? Bahkan karena merasa putus asa, mereka malah 
ikut menambah derita dengan demonstrasi yang mereka adakan? Jalan-jalan 
menjadi macet, berbagai sarana umum menjadi rusak. Tidak cukup sampai di
 situ, demonstrasi mereka semakin menambah lemah pemerintahan mereka 
sendiri. Pemerintah-pemerintahan negeri Islam saat ini menjadi 
disibukkan dengan kegiatan meredam berbagai aksi demonstrasi 
masyarakatnya.
Tidakkah ini semua menggugah hati nurani kita untuk berpikir dan 
mencari akar permasalahan?! Akankah hingga saat ini, kita hanya mampu 
menyalahkan musuh, dan mencari bukti tentang adanya permusuhan dan 
kekejaman mereka?! Kapankah kita dapat mempercayai kabar Allah 
ta’ala bahwa orang-orang Yahudi dan 
Nasrani tidak akan pernah tenteram menyaksikan umat Islam hidup di dunia?
مَّا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُواْ 
مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَلاَ الْمُشْرِكِينَ أَن يُنَزَّلَ عَلَيْكُم 
مِّنْ خَيْرٍ مِّن رَّبِّكُمْ
“Orang-orang kafir dari ahlul kitab dan orang-orang musyrikin 
tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari 
Tuhanmu.” (QS. Al Baqarah: 105)
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin berkata: 
“Andai 
orang-orang kafir, dari kalangan Yahudi, Nasrani dan kaum musyrikin 
mampu untuk menghalangi turunnya hujan dari umat Islam, niscaya akan 
mereka lakukan. Itu karena mereka tidak senang bila kita mendapatkan 
kebaikan, walau hanya sedikit. Andai mereka mampu menghalangi kita dari 
memperoleh ilmu yang bermanfaat, niscaya pasti mereka melakukannya. 
Perangai buruk ini bukan hanya ada ahlul kitab dan kaum musyrikin yang 
hidup semasa dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saja, akan 
perangai ini senantiasa ada pada mereka di sepanjang zaman. Oleh karena 
itu pada ayat ini Allah ta’ala mengungkapkan fakta ini dengan fi’il 
mudhari’ (ما يود ) yang berartikan bahwa perangai ini bersifat “terus menerus”.
Pada ayat lain Allah berfirman:
وَلَن تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu, hingga kamu mengikuti agama mereka.” (QS. Al Baqarah 120)
Oleh karena itu pada kesempatan ini saya mengajak saudara-saudaraku 
untuk bersama-sama mencari akar permasalahan yang sedang kita hadapi:
Permasalahan Pertama: Lalai Akan Kehidupan Akhirat
Pada suatu hari Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan fakta yang sedang kita alami ini kepada para sahabatnya:
(يوشك الأمم أن تداعى عليكم كما 
تداعى الأكلة إلى قصعتها ، فقال قائل: و من قلة نحن يومئذ ؟ قال: بل أنتم 
يومئذ كثير و لكنكم غثاء كغثاء السيل و لينزعن الله من صدور عدوكم المهابة 
منكم و ليقذفن الله في قلوبكم الوهن ، فقال قائل: يا رسول الله و ما الوهن ؟
 قال حب الدنيا و كراهية الموت ). روا أحمد وأبو داود وغيرهما.
“Tidak lama lagi umat-umat lain akan saling menyeru untuk 
menggerogoti kalian bak para penyantap makanan saling menyeru sesama 
mereka untuk menyantap hidangannya.” Salah seorang sahabat bertanya: 
Apakah dikarenakan kita berjumlah sedikit kala itu? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
 Bahkan kalian kala itu berjumlah banyak, akan tetapi kalian buih bak 
buih air bah. Allah sungguh akan menyirnakan rasa segan terhadap kalian 
dari jiwa musuh-musuhmu, dan Ia akan menimpakan penyakit “al wahanu” pada jiwa kalian. Salah seorang sahabat bertanya: Ya Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan penyakit “al wahanu”? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Cinta kepada kehidupan dunia dan benci terhadap kematian.” (Riwayat Ahmad, Abu Dawud dan lain-lain)
Pada hadits lain, Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(إذا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ 
وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ 
الْجِهَادَ سَلَّطَ الله عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لَا يَنْزِعُهُ حتى تَرْجِعُوا 
إلى دِينِكُمْ.) رواه أحمد وأبو داود والبيهقي وصححه الألباني
“Bila kalian telah berjual beli dengan cara ‘Inah, membuntuti 
ekor sapi, merasa puas dengan hasil pertanian, dan meninggalkan jihad, 
niscaya Allah akan menimpakan kepada kalian kehinaan yang tidak pernah 
Ia angkat hingga kalian kembali kepada agama kalian.” (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Al Baihaqy dan dishohihkan oleh Al Albani)
Gambaran transaksi 
‘inah adalah: A menjual barang dagangan, 
misalnya, seekor sapi, kepada B yang sedang membutuhkan uang, seharga Rp
 2.000.000,- dengan pembayaran di hutang selama 5 bulan. Setelah 
transaksi jual beli
 ini selesai, dan sapi telah berpindah tangan kepada pembeli, yaitu B, 
pada gilirannya B menjual kembali sapi tersebut kepada A seharga Rp. 
1.500.000,- dengan pembayaran kontan. Sehingga pada gambaran transaksi 
ini, A berhasil mendapatkan kembali sapinya, dan mendapatkan bunga/riba 
sebesar Rp. 500.000,- atas piutangnya.
Inilah akar permasalahan pertama, kita terlalu disibukkan dengan 
urusan dunia sehingga lalai dengan urusan akhirat kita. Untuk sedikit 
membuktikan akan penyakit ganas yang sedang menggerogoti kita ini, saya 
mengajak saudara-saudaraku seiman untuk bersama-sama menjawab pertanyaan
 berikut:
- Setiap kali adzan dikumandangkan, berapakah jumlah orang yang 
menghentikan kegiatannya dan mendirikan shalat berjama’ah di masjid?
- Berapakah jumlah penonton konser suatu klub musik dan pertandingan sepak bola?
- Berapakah wanita yang berjilbab dengan baik dan benar?
- Pernahkah kita memikirkan bagaimana dan dengan apa kita memperjuangkan kemajuan dan kejayaan umat Islam?
- Berapa banyak jumlah bar, pabrik rokok, tempat “remang-remang” di negeri Islam?
- Pernahkah kita tatkala sedang menyendiri lalu memanjatkan doa kepada Allah untuk saudara-saudara kita seiman dan seakidah?
Tidak heran bila salah seorang ahli ibadah mendengar berbagai pemberitaan tentang kebengisan kaum Zionis di Jalur Gaza, berkata:
أي نصر يرجى لأمة عند صلاة الفجر نائمون وعند صلاة العصر لاعبون وعند صلاة العشاء أمام المسلسلات ساهرون.
“Kemenangan bagaimanakah, yang kita 
harapkan akan terwujud bagi umat yang bila shalat subuh tiba, larut 
dalam tidur nyenyak, bila shalat ashar tiba, sedang hanyut dalam 
permainan, dan bila shalat ‘Isya’ tiba, asyik menonton sinetron.”
Singkat kata, umat islam saat ini belum memenuhi persyaratan Allah 
ta’ala, karenanya Allah 
ta’ala belum memenuhi janji-Nya pada ayat di atas:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا 
مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ 
كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ 
دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ 
خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَن 
كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di 
antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia 
sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia
 telah menjadikan orang-orang sebelum mereka sebagai penguasa, dan Dia 
akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, 
dan Dia benar-benar akan merobah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada
 dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan 
tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang 
(tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang yang fasik.” (QS. An Nur: 55)
Ibnu Katsir 
rahimahullah berkata: “Karena para sahabat 
-semoga Allah meridhoi mereka- sepeninggal Nabi 
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang paling banyak menegakkan perintah-perintah Allah, dan paling taat kepada Allah 
azza wa Jalla, maka
 pertolongan yang mereka dapatkan sesuai dengan amalan mereka. Mereka 
menegakkan kalimat Allah di belahan bumi bagian timur dan barat, maka 
Allah benar-benar meneguhkan mereka. Sehingga mereka berhasil menguasai 
umat manusia dan berbagai negeri. Dan tatkala umat Islam sepeninggal 
mereka melakukan kekurangan dalam sebagian syari’at, maka kejayaan 
mereka berkurang selaras dengan amalan mereka.”
Permasalahan Kedua: Terperdaya Oleh Kemajuan Musuh
Tidak kita pungkiri bahwa musuh-musuh umat Islam berhasil mencapai 
kemajuan dalam hal materi, ilmu pengetahuan dan persenjataan. 
Sebagaimana, kita juga mengakui bahwa saat ini umat Islam dalam 
keterbelakangan dalam berbagai aspek kehidupan. Begitu jauhnya 
keterbelakangan umat Islam, sampai-sampai jarum jahitpun harus 
didatangkan dari negeri kafir.
Fenomena ini menjadikan banyak dari kita ditimpa 
down mental, sehingga
 kita berusaha mengais kemuliaan dengan membeo dan bahkan “mengabdi” 
kepada mereka. Berbagai lapisan masyarakat Islam menyerukan agar kita 
meneladani berbagai peradaban barat. Kita senantiasa siap untuk 
mengorbankan berbagai prinsip dan akidah kita demi mengais apa yang 
disebut dengan kemajuan dan teknologi. Kita beranggapan bahwa kejayaan 
pasti tercapai bila kita meniru mereka.
Tidak hanya berhenti pada meniru, bahkan pada saat-saat ditimpa 
musibah dan petaka seperti sekarang ini, umat Islam mengemis pertolongan
 dan pembelaan kepada mereka.
Kita lalai bahwa kejayaan, kemuliaan hidup dan pertolongan hanya dapat terwujud dengan iman dan ibadah kepada Allah 
ta’ala:
الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ 
الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاء مِن دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ 
عِندَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ العِزَّةَ لِلّهِ جَمِيعًا
“Orang-orang yang menjadikan orang-orang kafir sebagai teman 
penolong (pembela) dengan meninggalkan orang-orang yang beriman. Apakah 
mereka mencari kemuliaan di sisi orang-orang kafir itu? Maka 
sesungguhnya semua kemuliaan itu hanyalah kepunyaan Allah.” (QS. An Nisa 139)
Tidakkah umat Islam merenungkan pesan Khalifah Umar bin al-Khatthab 
radhiyallahu ‘anhu tatkala datang ke Baitul Maqdis untuk menerima langsung kunci pintu Baitul Maqdis dari para pendeta ?
Setiba Khalifah Umar bin al-Khatthab 
radhiyallahu ‘anhu di 
Palestina, beliau segera menuju ke Baitul Maqdis. Di tengah perjalanan, 
beliau melewati suatu parit. Tanpa pikir panjang, beliau segera menuntun
 untanya dan melepas kedua terompahnya lalu meletakkan keduanya di bahu 
beliau. Menyaksikan pemandangan yang demikian ini, sahabat Abu Ubaidah 
al-Jarrah berkomentar: Wahai Amirul Mukminin, Engkau melakukan hal ini, 
melepas kedua terompahmu, lalu meletakkan keduanya di atas bahumu, serta
 menyeberangi parit sambil menuntun unta. Sungguh aku mengkhawatirkan 
bila saat ini ada penduduk setempat yang menyaksikanmu. Mendengar ucapan
 ini, Khalifah Umar bin al-Khatthab menjadi tersentak dan berkata: Aduh!
 Andai yang berkata demikian adalah selain engkau, niscaya aku akan 
menghukumnya. Lalu beliau berkata:
إنا كنا أذل قوم فأعزنا الله بالإسلام فمهما نطلب العز بغير ما أعزنا الله به أذلنا الله . رواه الحاكم
“Sesungguhnya dahulu, kita adalah orang yang paling hina, lalu 
Allah memuliakan kita dengan menurunkan agama Islam, maka acapkali kita 
mencari kemuliaan dengan selain agama Islam, niscaya Allah akan 
menimpakan kehinaan kepada kita.” (HR. Al Hakim)
Saudaraku, tidakkah kita menyimak lalu mengamalkan wasiat pemimpin 
umat Islam pertama yang berhasil membebaskan Masjid Al Aqsha ini?
Sejarah telah menjadi bukti nyata akan wasiat Khalifah Umar 
radhiyallahu ‘anhu ini.
 Tatkala Shalahuddin al-Ayyubi hendak membebaskan Baitul Maqdis dari 
belenggu pasukan salib, beliau memulainya dengan mendidik pasukannya 
untuk meningkatkan iman dan amal saleh, terutama shalat malam. Setiap 
kali beliau melewati sebagian pasukannya yang sedang membaca Al Qur’an 
atau shalat malam beliau berkata:
من هنا يأتي النصر
“Dari sinilah kemenangan akan datang.”
Sebaliknya bila ia melewati sebagian pasukannya yang sedang terlelap tidur, beliau berkata:
من هنا تأتي الهزيمة
“Dari sinilah kekalahan akan datang.”
Permasalahan Ketiga: Mempercayai Setiap Penebar Semangat
Pada saat terjadi petaka atau kejadian besar semacam ini, setiap 
orang memberikan ulasan, dan pandangannya. Setiap pengamat dengan 
berbagai latar belakang, aliran, dan bahkan kepentingan, mengutarakan 
ulasannya. Hal ini tidak mengherankan, yang mengherankan adalah bila 
umat Islam mempercayai dan membeo dengan setiap pahlawan kesiangan 
tersebut. Akibat dari sikap tidak terpuji ini, umat Islam di mana saja 
sering menjadi kelinci percobaan, bahkan tumbal bagi berbagai kalangan 
untuk mewujudkan kepentingannya.
Terlebih-lebih di negeri seperti negeri kita tercinta, Indonesia, 
terlebih lagi pada saat-saat pemilu. Berbagai partai menggunakan nama 
Islam, dan mengesankan sebagai pahlawan yang siap hidup dan mati demi 
umat Islam. Berbagai slogan, semboyan, dan janji diumbar, sehingga 
kebanyakan umat Islam menjadi terbuai karenanya. Akan tetapi bila 
masa-masa kampanye telah berlalu, semuanya sirna bak fatamorgana. Bahkan
 dengan tanpa rasa malu sedikitpun, berbagai partai Islam atau tokoh 
muslim menikmati jabatannya, tanpa menengok sedikitpun kepada 
kepentingan umat islam.
Saudaraku, pada saat-saat seperti ini, Allah 
ta’ala telah mengajarkan agar umat Islam senantiasa menyerahkan urusan mereka kepada 
waliyul amri di antara mereka
. Waliyul amri dari kalangan ulama’ dan juga 
waliyul amri dari kalangan pemimpin mereka. Allah 
ta’ala berfirman:
وَإِذَا جَاءهُمْ أَمْرٌ مِّنَ 
الأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُواْ بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ
 وَإِلَى أُوْلِي الأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَهُ
 مِنْهُمْ وَلَوْلاَ فَضْلُ اللّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاَتَّبَعْتُمُ
 الشَّيْطَانَ إِلاَّ قَلِيلاً
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan 
ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalaulah mereka 
menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri diantara mereka, tentulah 
orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) 
mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil amri). Kalau tidaklah karena 
karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikuti syetan, 
kecuali sebagian sedikit saja (diantaramu).” (QS. An Nisa’: 83)
Ibnu Katsir mengomentari ayat ini dengan berkata: “
Ayat ini mengingkari perbuatan sebagian orang yang terburu-buru dalam mempublikasikan setiap kejadian, padahal ia belum mendapatkan kejelasan dan duduk perkaranya dengan baik.”
Permasalahan Keempat: Perpecahan Umat Islam Biang Kehinaan
Menjaga persatuan dan kesatuan umat Islam di atas 
al haq (kebenaran) adalah salah satu prinsip pokok dalam syariat Islam, sebagaimana telah ditegaskan dalam firman Allah 
ta’ala:
واعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرقوا واذكروا الله نعمة الله عليكم إذ كنتم أعداء فألف بينكم فأصبحتم بنعمته إخوانا
“Dan berpegang teguhlah kamu semua dengan tali (agama) Allah, dan
 janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu 
ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, 
lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara.” (QS. Ali Imran: 103)
Lebih detil, Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan persatuan yang seyogyanya dibina oleh umat islam melalui sabdanya,
عن النعمان بن بشير قال : قال رسول 
الله (مثل المؤمنين في توادهم وتراحمهم وتعاطفهم مثل الجسد إذا اشتكى منه 
عضو تداعى له سائر الجسد بالسهر والحمى) رواه مسلم
“Dari sahabat Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu ia
 menuturkan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 
Perumpamaan kaum mukminin dalam hal kecintaan, kasih sayang, dan 
bahu-membahu sesama mereka, bagaikan satu tubuh, bila ada anggota tubuh 
itu yang menderita, niscaya anggota tubuh lainnya akan sama-sama 
merasakan susah tidur dan demam.” (Riwayat Muslim)
Sebaliknya, perpecahan dan perselisihan adalah suatu hal yang terlarang dalam 
syari’at Islam, sebagaimana ditegaskan pada ayat di atas, dan juga pada firman Allah berikut:
ولا تكونوا كالذين تفرقوا واختلفوا من بعد ما جاءهم البينات وألئك لهم عذاب عظيم يوم تبيض وجوه وتسود وجوه
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai berai 
dan berselisih sesudah datang kepada mereka keterangan yang jelas. 
Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat pada hari yang 
di waktu itu ada muka yang putih berseri dan ada pula muka yang hitam 
muram.” (QS Ali Imran: 105)
Ayat-ayat yang melarang perpecahan dan memerintahkan persatuan 
sangatlah banyak. Ini menunjukkan akan betapa pentingnya persatuan bagi 
kelangsungan umat Islam dan betapa besar kerusakan yang akan menimpa 
mereka bila mereka berpecah-belah. Bahkan Allah 
ta’ala telah menegaskan bahwa perpecahan adalah sumber utama bagi kehancuran dan runtuhnya kejayaan umat Islam:
وَأَطِيعُواْ اللّهَ وَرَسُولَهُ 
وَلاَ تَنَازَعُواْ فَتَفْشَلُواْ وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُواْ إِنَّ
 اللّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya, serta janganlah engkau saling 
berselisih, akibatnya engkau akan mengalami kegagalan dan akan sirna 
kekuatanmu serta bersabarlah, sesungguhnya Allah beserta orang-orang 
yang sabar.” (QS. Al Anfal: 46)
Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak 
kesempatan juga senantiasa mengingatkan umatnya akan kewajiban bersatu 
di atas kebenaran dan haramnya segala macam bentuk perpecahan.
Walau demikian adanya, umat Islam di segala penjuru dunia kurang 
mengindahkan syari’at Allah ini. Kita dapatkan bahwa umat Islam 
terpetak-petak ke dalam berbagai kelompok, partai dan sekte. Ini semua 
membuktikan akan kebenaran sabda Nabi 
shallallahu ‘alaihi wa sallam:
(إن هذه الملة ستفترق على ثلاث 
وسبعين ثنتان وسبعون في النار وواحدة في الجنة وهي الجماعة) رواه أحمد وأبو
 داود وابن أبي عاصم والحاكم وصححه الألباني
“Dan (pemeluk) agama ini akan berpecah belah menjadi tujuh puluh 
tiga golongan, tujuh puluh dua golongan akan masuk neraka, dan (hanya) 
satu golongan yang masuk surga, yaitu Al Jama’ah.” (HRS Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Abi ‘Ashim dan Al Hakim, dan dishohihkan oleh Al Albani)
Inilah di antara penyebab utama bagi terjadinya petaka yang menimpa 
saudara kita di Jalur Gaza. Dalam satu negara ada dua kepemimpinan, dan 
dua partai yang saling bertentangan dan berperang.
Oleh karena itu, solusi pertama yang harus kita tempuh untuk 
mengentaskan penderitaan saudara kita adalah dengan menyatukan mereka. 
Sudah saatnya bagi umat Islam untuk menempuh segala macam cara untuk 
menyatukan berbagai kekuatan dan aliran yang ada di Palestina. Sudah 
saatnya bagi segala kekuatan yang ada di Palestina untuk meninggalkan 
segala kepentingan pribadi dan golongan, serta mendahukan kepentingan 
umat islam.
Sudah saatnya umat Islam untuk kembali meneladani uswah kaum Aus dan 
Khajraj. Dahlu, kaum Aus dan Khajraj senantiasa berperang dan bertikai 
demi merebutkan kepemimpinan. Akan tetapi setelah mereka memeluk agama 
Islam, mereka bersatu dan melupakan segala perbedaan, dendam kabilah dan
 kepentingan. Mereka bersatu padu, seiya dan sekata, tiada kepentingan 
yang mereka perjuangkan selain keridhaan Allah.
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ 
جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ وَاذْكُرُواْ نِعْمَتَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ
 كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم 
بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَىَ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ 
فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ 
لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Dan berpeganglah kamu semua kepada tali (agama) Allah, dan 
janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu 
ketika kamu dahulu (masa jahiliyyah) bermusuh-musuhan, maka Allah 
mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah 
orang-orang yang bersaudara. Dan kamu telah berada di tepi jurang 
neraka. Lalu Allah menyelamatkan kamu darinya. Demikianlah Allah 
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran 103)
Tidakkah tiba saatnya bagi umat Islam untuk mengambil pelajaran dari 
jatuhnya kembali bumi Andalus yang indah nan permai ke tangan 
penyembah salib?
 Perpecahan antara umat Islam, dan masing-masing kelompok berusaha 
menjatuhkan kelompok lainnya. Bahkan masing-masing kelompok tidak 
segan-segan untuk bersekongkol dengan kaum nasrani guna meruntuhkan 
saudaranya sesama muslim. Suatu fenomena yang memilukan, sampai-sampai 
salah seorang penyair berkata:
مما يزهدني في أرض أندلس * سماع معتصم فيها ومعتضد
ألقاب مملكة في غير موضعها * كالهر يحكي انتفاخا صولة الاسد
Diantara yang menjadikanku meninggalkan bumi Andalusia
Adanya julukan Mu’tashim dan Mu’tadhid.
Julukan para raja yang tidak pada tempatnya
Bak Kucing yang meniru kegagahan singa.
Demikianlah yang kita rasakan di negeri Islam saat ini, berbagai 
organisasi yang menamakan dengan nama-nama Islam, partai islam, pembela 
islam, pejuang islam, persatuan mujahidin dan lainnya. Akan tetapi bila 
kita periksa dengan seksama, niscaya kita dapatkan tak lebih dari para 
pengais jabatan dan uang.
Bila ada yang tidak percaya, maka silakan mengoreksi berbagai partai 
islam dan ormas islam yang ada. Semuanya dipimpin oleh orang yang tidak 
berilmu, atau kalaupun ada yang berilmu, maka itu hanya sedikit. 
Penampilan anggotanya tidak mencerminkan sebagai seorang muslim, bahkan 
tidak jarang sebagian anggotanya dari penganut agama lain, terutama di 
cabang-cabang yang ada di wilayah Indonesia timur.
Permasalahan Kelima: Berperang Tanpa Mempersiapkan Kekuatan
Andai Allah menghendaki agar para nabi dan pengikutnya berjaya dan 
menguasai dunia tanpa harus berperang melawan musuh, niscaya hal itu 
akan terjadi. Akan tetapi Allah 
ta’ala telah menentukan bahwa dunia adalah alam percobaan dan 
ujian.
 Para nabi dan pengikutnya diuji dengan adanya orang-orang yang kufur, 
orang yang kaya di uji dengan yang miskin, dan demikianlah seterusnya.
وَلَوْ شَاء رَبُّكَ لآمَنَ مَن فِي الأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا
“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya.” (QS. Yunus: 99)
Pada ayat lain Allah berfirman:
ذَلِكَوَلَوْ يَشَاء اللَّهُ لَانتَصَرَ مِنْهُمْ وَلَكِن لِّيَبْلُوَ بَعْضَكُم بِبَعْضٍ
“Demikianlah, andai Allah menghendaki, niscaya Allah akan 
mengalahkan/membinasakan mereka, akan tetapi Allah hendak menguji 
sebagian kalian dengan sebagian yang lain.” (QS. Muhammad: 4)
Bila demikian adanya, tidak heran bila pada ayat selanjutnya Allah 
ta’ala memberikan umat Islam resep yang manjur untuk mengalahkan musuh-musuhnya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu, dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad: 7)
Inilah sumber kekuatan pertama yang harus 
dipersiapkan oleh umat Islam. Umat Islam berjuang dan berperang dengan 
menggunakan kekuatan iman dan amal sholeh mereka. Mereka senantiasa 
bertawakkal dan mengharapkan pertolongan kepada Allah.
Inilah yang mendasari Kholifah Umar bin Abdul Aziz untuk berpesan kepada salah seorang panglima perangnya sebagaimana berikut:
“Hendaknya engkau senantiasa bertakwa kepada Allah dalam setiap 
situasi yang engkau hadapi, karena ketakwaan kepada Allah adalah senjata
 paling ampuh, taktik paling bagus, dan kekuatan paling hebat. 
Janganlah engkau dan kawan-kawanmu lebih waspada dalam menghadapi musuh dibanding menghadapi perbuatan maksiat kepada Allah. Karena perbuatan dosa lebih aku khawatirkan atas masyarakat dibanding tipu daya musuh mereka. 
Kita memusuhi musuh kita dan mengharapkan kemenangan atas mereka berkat tindak kemaksiatan mereka. Kalaulah
 bukan karena itu, niscaya kita tidak kuasa menghadapi mereka, karena 
jumlah kita tidak seimbang dengan jumlah mereka, kekuatan kita tidak 
setara dengan kekuatan mereka. Bila kita tidak mendapat pertolongan atas
 mereka berkat kebencian kita terhadap kemaksiatan mereka, niscaya kita 
tidak dapat mengalahkan mereka hanya dengan kekuatan kita.
Jangan sekali-kali kalian lebih mewaspadai permusuhan seseorang 
dibanding kewaspadaanmu terhadap dosa-dosamu sendiri. Janganlah kalian 
lebih serius menghadapi mereka dibanding menghadapi dosa-dosa kalian.
Ketahuilah bahwa kalian senantiasa diawasi oleh para malaikat 
pencatat amalan. Mereka mengetahui setiap perilaku kalian sepanjang 
perjalanan dan peristirahatan kalian. Hendaknya kalian merasa malu dari 
mereka, dan berlaku santun dihadapan mereka. Jangan sekali-kali 
menyakiti mereka dengan tindak kemaksiatan kepada Allah, padahal kalian 
mengaku sedang berjuang di jalan Allah.
Janganlah sekali-kali kalian beranggapan bahwa: 
“Sesungguhnya
 (perbuatan) musuh-musuh kita lebih jelek dibanding kita, sehingga tidak
 mungkin mereka dapat mengalahkan kita, walaupun kita berbuat dosa. 
Betapa banyak kaum yang telah dikuasai oleh orang-orang yang lebih 
jelek, akibat dari perbuatan dosa kaum tersebut.”
Mohonlah pertolongan kepada Allah dalam menghadapi diri kalian, 
sebagaimana kalian memohon pertolongan kepada-Nya dalam menghadapi musuh
 kalian. Sebagaimana kamipun turut memohon hal tersebut untuk diri kita 
dan juga untuk kalian.” (
Hilyatul Auliya’, oleh Abu Nu’aim Al Ashbahaany 5/303)
Kekuatan kedua yang belum dipersiapkan oleh umat 
Islam saat ini ialah kekuatan materi, persenjataan, dan teknologi. Tidak
 dapat dipungkiri bahwa umat Islam dimanapun mereka berada 
menggantungkan diri kepada musuh-musuh mereka dalam hal persenjataan. 
Saat ini, Negara Islam terkuat dalam hal persenjataan adalah negara 
kafir terlemah. Betapa tidak, sebagian besar atau bahkan seluruh 
persenjataan yang dimiliki oleh negara Islam adalah hasil beli atau 
bahkan piutang dari negara kafir.
Kita semua ingat tatkala negara kita dikenai embargo persenjataan 
oleh Amerika dan Inggris, hampir setiap bulan, satu demi satu pesawat 
tempur kita jatuh, dan yang tidak jatuh pun tidak dapat digunakan.
Dan saya juga yakin bahwa antum juga mengetahui bahwa berbagai radar 
yang dipasang di negeri kita adalah hasil hibah atau bahkan piutang dari
 negara-negara kafir.
Sebagaimana kita juga tidak dapat pungkiri bahwa negara kita adalah 
negara Islam terbesar dan termasuk negara Islam yang cukup kuat bila 
dibanding dengan negara-negara Islam lainnya.
Saya juga yakin bahwa kita semua tahu bahwa negara kafir tetangga, 
yaitu Singapura, yang penduduknya tidak sampai satu juta, jauh lebih 
canggih dan lebih kuat persenjataannya bila dibanding dengan negara 
Islam manapun.
Bila demikian adanya, maka mana mungkin bagi umat Islam mampu menakut-nakuti negara kafir, apalagi mengalahkannya.
Semua ini kita alami, padahal Allah 
ta’ala telah 
memerintahkan kita agar senantiasa membekali diri dengan persenjataan 
yang dapat menjadikan musuh segan atau takut terhadap kita:
وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا 
اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ 
عَدْوَّ اللّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لاَ 
تَعْلَمُونَهُمُ اللّهُ يَعْلَمُهُمْ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka, kekuatan apa saja yang 
kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang dipersiapkan untuk berperang (yang
 dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan 
orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedangkan Allah
 mengetahuinya.” (QS. Al Anfaal: 60)
Syaikh Abdurrahman As Sa’dy berkata: 
“Apabila pada zaman sekarang
 telah ada persenjataan yang lebih menakutkan musuh dibanding kuda dan 
memanah, misalnya: kendaraan tempur darat ataupun udara (pesawat tempur)
 yang dipersiapkan untuk berperang. Dengan senjata-senjata itu kita 
lebih mudah untuk meruntuhkan musuh, maka kita diperintahkan untuk 
mempersiapkan dan berusaha untuk memilikinya. Sampai pun bila 
persenjataan itu tidak dapat diperoleh melainkan dengan terlebih dahulu 
mempelajari ilmu perindustrian, maka mempelajari ilmu itu wajib 
hukumnya. Yang demikian itu berdasarkan kaidah:
ما لا يتم الواجب إلا به، فهو واجب
“Apabila ada suatu hal yang suatu amalan wajib tidak dapat terlaksana melainkan dengannya, maka hal tersebut adalah wajib.”
Apalah gunanya senapan, bebatuan bila berhadapan dengan pesawat 
tempur, tank lapis baja, kapal perang dan berbagai persenjataan canggih 
lainnya. Mungkinkah musuh akan merasa takut dan gentar bila berhadapan 
dengan umat Islam yang hanya berbekalkan senapan, katapel, dan beberapa 
jenis kendaraan perang ringan?
Berdasarkan penjelasan ini, kita semua dapat menyimpulkan bahwa 
kejayaan umat Islam bukan hanya menjadi tanggung jawab kelompok tertentu
 saja. Agama Islam bukan hanya milik para ustadz, atau negara arab saja,
 akan tetapi agama Islam adalah milik dan tanggung jawab kita bersama. 
Masing-masing dari kita wajib untuk memperjuangkan agamanya, dan 
berkorban untuk akidahnya. Kita semua berjuang sesuai dengan potensi 
kita masing-masing, tanpa perlu saling mendahului, atau berebut.
Para da’i berjuang dengan 
ilmu
 agamanya, para konglomerat muslim berjuang dengan hartanya, para 
ilmuwan berjuang dengan ilmunya, para pejabat berjuang dengan 
jabatannya, wartawan muslim berjuang dengan penanya, dan demikian 
seterusnya.
Betapa indahnya gambaran yang diberikan oleh Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kerjasama yang saling melengkapi ini. Beliau 
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(إن الله عز وجل يدخل بالسهم الواحد ثلاثة نفر الجنة صانعه يحتسب في صنعته الخير والرامي به ومنبله) رواه أحمد وأبو داود وغيرهما.
“Sesungguhnya Allah azza wa Jalla dengan satu anak panah, 
memasukkan tiga orang ke dalam surga: pembuatnya yang mengharapkan 
pahala ketika ia membuatnya, pemanahnya, dan orang yang membantu pemanah
 dengan mengambilkan anak panahnya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan lainnya)
Kabar Gembira
Sedahsyat apapun musibah yang menimpa umat Islam, sekejam apapun 
kejahatan musuh-musuh Islam, dan dengan cara apapun mereka berusaha 
menumpas umat Islam, kejayaan pasti menghampiri umat Nabi Muhammad 
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
يُرِيدُونَ لِيُطْفِؤُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
“mereka menginginkan untuk memadamkan cahaya (agama) Allah dengan
 mulut (ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya, 
meskipun orang-orang kafir benci.” (QS. As Shaff: 8)
Dan Nabi 
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(لا تزال طائفة من أمتي ظاهرين على الحق لا يضرهم من خذلهم حتى يأتي أمر الله وهم كذلك). رواه مسلم
“Akan terus ada sekelompok dari umatku yang akan berjaya di atas 
kebenaran, tiada membahayakan mereka perilaku orang-orang yang 
mengkhianati mereka. Mereka terus berjaya hingga datang urusan Allah 
(hari kiamat), sedangkan mereka tetap berjaya.” (HR. Muslim)
Berdasarkan ini semua, tidak ada alasan bagi umat Islam untuk 
berputus asa, atau keluar dari syariat Allah dalam mengupayakan kejayaan
 Islam. Marilah kita merajut kembali kejayaan dan kemenangan umat Islam 
dengan kembali mengobarkan iman dan amal saleh. Kita memulai rajutan ini
 dari diri kita, keluarga, kerabat, tetangga dan masyarakat sekitar. 
Hanya dengan demikian, kita dapat mempersiapkan diri bagi turunnya 
pertolongan Allah dan kerahmatan-Nya:
إِنَّا لَنَنصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ
“Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang
 beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi 
(hari kiamat).” (QS. Al Mukmin: 51)
Pada ayat lain Allah 
ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِن بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الْأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ
“Dan sungguh-sungguh telah Kami tuliskan (tetapkan) di dalam 
Zabur sesudah (Kami tuliskan dalam Lauh Mahfuzh) bahwasannya bumi ini 
akan di warisi oleh hamba-hambaKu yang saleh.” (QS. Al Anbiya’: 105)
Bila masing-masing kita benar-benar telah memulai rajutan iman dan 
amal saleh, niscaya pertolongan Allah akan segera turun. Tidak 
sepantasnya bagi umat yang beriman kepada Allah 
ta’ala untuk 
berputus asa, berkecil hati, sebagaimana tidak sepantasnya berlaku 
terburu-buru dalam perjuangan. Sikap terburu-buru hanyalah akan 
mendatangkan kegagalan.
من استعجل شيئا قبل أوانه عوقب بحرمانه
“Barang siapa yang tergesa-gesa dalam mencapai sesuatu, niscaya akan diganjar dengan kegagalan.”
Imam Bukhari meriwayatkan dari sahabat Khabbab bin Arat 
radhiyallahu ‘anhu, bahwa pada suatu hari beliau mendatangi Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sedang berbaring di bawah naungan Ka’bah berbantalkan selimutnya. Lalu sahabat Khabbab berkata kepada beliau: 
Tidakkah engkau memohonkan pertolongan untuk kami? Tidakkah engkau berdoa kepada Allah untuk kami? Maka
 beliau menjawab: Dahulu pada umat sebelum kalian ada orang yang 
ditimbun dalam tanah, kemudian didatangkan gergaji, lalu diletakkan di 
atas kepalanya hingga terbelah menjadi dua. Siksa itu tidaklah 
menjadikan ia berpaling dari agamanya. Dan ada yang disisir dengan sisir
 besi, hingga terkelupas daging, dan nampaklah tulang atau ototnya, akan
 tetapi hal itu tidaklah menjadikan ia berpaling dari agamanya. 
Sungguh
 demi Allah, urusan ini akan menjadi sempurna, sehingga akan ada 
penunggang kendaraan dari Sanaa’ hingga ke Hadramaut, sedangkan ia 
tidaklah merasa takut kecuali kepada Allah atau serigala atas dombanya. Akan tetapi kalian adalah orang-orang yang terburu-buru.”
Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam pada kisah ini kembali menggugah keimanan Khabbab kepada janji Allah. Sebagaimana Beliau 
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menegur sahabat Khabbab agar meninggalkan sikap terburu-buru dalam perjuangan di jalan Allah.
Sahabat Khabbab 
radhiyallahu ‘anhu yang hanya meminta agar Nabi 
shallallahu ‘alaihi wa sallam memohonkan
 pertolongan sebelum ada faktor pendukung terwujudnya kemenangan, 
dinyatakan sebagai sikap terburu-buru, maka bagaimana halnya dengan 
sikap banyak dari umat Islam pada zaman ini. Dari mereka ada yang 
menempuh jalan demonstrasi, pengeboman, pendirian partai politik, dan 
menggalang dukungan dari siapapun, serta berkoalisi dengan partai 
apapun, tanpa perduli dengan asas dan ideologinya. Semua ini mereka 
lakukan di bawah slogan: menyegerakan kejayaan bagi umat Islam?!! 
Mengusahakan jaminan hidup bermartabat bagi umat Islam?! Memperjuangkan 
nasib kaum muslimin?!! Bahkan dari mereka ada yang berkata: Bila umat 
islam tidak masuk parlemen, maka siapakah yang akan menjamin nasib 
mereka?!
Seakan-akan mereka tidak pernah mendengar jaminan dan janji Allah di atas.
Seusai perjanjian Hudaibiyyah ditandatangani, sahabat Umar bin Khatthab 
radhiyallahu ‘anhu yang tidak kuasa melihat sahabat Abu Jandal 
radhiyallahu ‘anhu diserahkan kembali ke orang-orang Quraisy, berkata kepada Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam: Bukankah engkau adalah benar-benar Nabiyullah? Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
 Ya. Umar pun kembali berkata: Bukankah kita di atas kebenaran, 
sedangkan musuh kita di atas kebatilan? Nabi pun menjawab: Ya! Umar pun 
berkata: Lalu mengapa kita pasrah dengan kehinaan dalam urusan agama 
kita, bila demikian adanya? Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Sesungguhnya Aku adalah Rasulullah, dan 
aku tidak akan menyelisihi perintah-Nya, dan Allah adalah Penolongku. Umar
 kembali berkata: Bukankah engkau pernah mengabarkan kepada kami bahwa 
kita akan mendatangi Ka’bah, kemudian berthawaf di sekelilingnya? 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: 
Iya, dan apakah aku pernah mengabarkan bahwa kita akan mendatangi Ka’bah pada tahun ini?Umar pun menjawab: Tidak. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menimpalinya: 
Sesungguhnya engkau akan mendatanginya, dan akan bertawaf mengelilinginya. 
(Muttafaqun ‘alaih)
Pada kisah ini, Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam berusaha meneguhkan kembali keimanan Umar bin Khatthab kepada janji Allah agar tidak tergoyah. Dan mengingatkannya agar 
bersabar dalam menanti datangnya pertolongan Allah, yaitu dengan tetap taat kepada Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikianlah seyogyanya pertolongan Allah 
ta’ala digapai. Yaitu dengan keimanan yang benar dan kokoh dan kesabaran yang teguh. Allah 
ta’ala berfirman:
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
“Dan Kami jadikan dari mereka pemimpin-pemimpin yang memberi 
petunjuk dengan perintah Kami, ketika mereka bersabar dan adalah mereka 
selalu meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As Sajdah: 24)
Ibnul Qayyim berkata: “Pada ayat ini Allah 
ta’ala mengabarkan
 bahwa Ia telah menjadikan mereka (pengikut nabi Musa -pen) sebagai 
pemimpin-pemimpin yang dijadikan panutan oleh generasi setelah mereka, 
berkat kesabaran dan keyakinan mereka. 
Sebab dengan kesabaran dan keyakinan, kepemimpinan dalam hal agama dapat dicapai. Karena seorang penyeru kepada jalan Allah 
ta’ala,
 tidaklah akan terealisasi cita-citanya, melainkan bila ia benar-benar 
yakin akan kebenaran misi yang ia serukan, ia menguasai ilmu tentangnya.
 Ia juga bersabar dalam menjalankan dakwah menuju jalan Allah, yaitu 
dengan tabah menahan beban dakwah dan menahan diri dari segala hal yang 
akan meluluhkan tekad dan cita-citanya. Barang siapa demikian ini 
halnya, maka ia termasuk para pemimpin yang telah mendapat petunjuk dari
 Allah 
ta’ala.”
Pada akhir tulisan ini, saya hanya dapat berdoa kepada Allah 
ta’ala agar senantiasa melimpahkan taufik dan 
‘inayah-Nya kepada kita semua, sehingga kita dapat istiqamah di atas kebenaran.
اللهم ربَّ جبرائيلَ وميكائيلَ 
وإسرافيلَ فاطَر السَّماواتِ والأرضِ، عالمَ الغيبِ والشَّهادة، أنتَ 
تحْكُمُ بين عِبَادِك فيما كانوا فيه يَخْتَلِفُون، اهْدِنَا لِمَا 
اخْتُلِفَ فيه من الحق بإِذْنِكَ؛ إنَّك تَهْدِي من تَشَاء إلى صراط 
مستقيم. وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين. والله 
أعلم بالصَّواب، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين.
“Ya Allah, Tuhan malaikat Jibril, Mikail, Israfil, Dzat Yang 
telah Menciptakan langit dan bumi, Yang Mengetahui hal yang gaib dan 
yang nampak, Engkau mengadili antara hamba-hambamu dalam segala yang 
mereka perselisihkan. Tunjukilah kami –atas izin-Mu- kepada kebenaran 
dalam setiap hal yang diperselisihkan, sesungguhnya Engkau-lah Yang 
menunjuki orang yang Engkau kehendaki menuju kepada jalan yang lurus. 
Shalawat dan salam dari Allah semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi 
kita Muhammad, keluarga, dan seluruh sahabatnya. Shalawat dan salam 
semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga, sahabat 
dan seluruh pengikutnya. Dan Allah-lah Yang Lebih Mengetahui kebenaran, 
dan akhir dari setiap doa kami adalah: “segala puji hanya milik Allah, 
Tuhan semesta alam”. Amin
***
Penulis: Ustadz Muhammad Arifin bin Badri