Shalat sunah istikharah merupakan 
shalat sunah yang dilakukan seorang muslim dengan harapan 
mendapatkan petunjuk dari 
Allah SWT antara dua pilihan yang berbeda perkara di dunia. 
Shalat sunah istikharah banyak manfaat yang bisa anda dapatkan seperti 
kematangan pilihan yang terbaik untuk masa depan anda.
Niat shalat sunah istikharah
Ushalli Sunnatal Istikharaati Rak’ataini Lillahi Ta’aala
Artinya: “Aku niat shalat sunah istikharah dua rakaat karena Allah”.
Bacaan surah yang harus dibaca dalam 
rakaat pertama shalat sunah istikharah adalah 
surah Al-Fatihah dan surah 
Al-Khafirun, sedangkan untuk 
rakaat kedua shalat sunah istikharah dianjurkan untuk membaca 
surah Al-Fatihah dan surat Al-Iklas.
Doa shalat sunah istikharah
Allaahumma inni astakhiiruka bi’ilmika , wa astaqdiruka  
biqudratika wa as aluka min fadhlikal azhiim. Fa innaka taqdiru wa laa  
aqdiru, wata’lamu wa laa a’lamu, wa anta allaamul ghuyuub
Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku mohon pilihan-Mu  
dengan ilmu-Mu, dan aku mohon kepastian kepada-Mu dengan kekuasaan-Mu,  
sesungguhnya Engkau Maha Kuasa, Engakau Maha Tahu dan Maha Mengetahui  
segala yang gaib”.
Allaahumma inkunta ta’lamu anna 
haadzal amra khairun lii fii  diinii wama’aasyii wa ‘aaqibati amrii, 
‘aajili amrii wa aajilihi  faqdurhu lii wa yassirhu lii tsumma 
baarikliifiihi. Wa inkunta ta’lamu  anna haadzal amra syarrun lii fii 
diinii wa ma’aasyii wa ‘aaqibatu amrii  ‘aajili amrii wa aajilihi 
fashrif annii washrifni ‘anhu waqdur liyal  khairahaytsu kaana tsumma 
ardhinii bihi, innaka ‘alaa kulli syai-in  qadiir
Artinya: “Ya Allah, jika Engkau mengetahui urusan ini  baik 
bagiku, untuk agamaku, untuk penghidupanku dan akhir kesudahannya  
kelak, maka takdirkanlah dia bagiku dan mudahkanlah dia bagiku, kemudian
  berilah dia berkah bagiku.
Dan apabila Engkau mengetahui pekerjaan itu buruk bagiku, untuk agamaku,
  untuk penghidupanku dan akhir kesudahannya kelak, maka singkirkanlah  
dia daripadaku dan hindarkanlah aku daripadanya.. Takdirkanlah hal-hal  
yang baik bagiku dimana kebajikan itu berada, kemudian berilah aku  
menyenanginya”.
Sesungguhnya manusia adalah makhluk yang 
lemah dan sangat butuh pada  pertolongan Allah dalam setiap urusan-Nya. 
Yang mesti diyakini bahwa  manusia tidak mengetahui perkara yang ghoib. 
Manusia tidak mengetahui  manakah yang baik dan buruk pada kejadian pada
 masa akan datang. Oleh  karena itu, di antara hikmah Allah 
Ta’ala
 kepada hamba-Nya, Dia  mensyariatkan do’a supaya seorang hamba dapat 
bertawasul pada Rabbnya  untuk dihilangkan kesulitan dan diperolehnya 
kebaikan.
Seorang muslim sangat yakin dan tidak ada keraguan sedikit pun bahwa yang mengatur segala urusan adalah Allah 
Ta’ala. Dialah yang menakdirkan dan menentukan segala sesuatu sesuai yang Dia kehendaki pada hamba-Nya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ  
وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ سُبْحَانَ اللَّهِ وَتَعَالَى  
عَمَّا يُشْرِكُونَ (68) وَرَبُّكَ يَعْلَمُ مَا تُكِنُّ صُدُورُهُمْ وَمَا
  يُعْلِنُونَ (69) وَهُوَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ لَهُ الْحَمْدُ 
 فِي الْأُولَى وَالْآَخِرَةِ وَلَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ 
(70)
“
Dan Rabbmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan 
memilihnya.  Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha suci Allah 
dan Maha  Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia). Dan 
Tuhanmu  mengetahui apa yang disembunyikan (dalam) dada mereka dan apa 
yang  mereka nyatakan. Dan Dialah Allah, tidak ada Rabb (yang berhak 
disembah)  melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di 
akhirat, dan  bagi-Nyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu 
dikembalikan.” (QS. Al Qashash: 68-70)
Al ‘Allamah Al Qurthubi 
rahimahullah mengatakan, “
Sebagian 
 ulama menjelaskan: tidak sepantasnya bagi orang yang ingin menjalankan 
 di antara urusan dunianya sampai ia meminta pada Allah pilihan dalam  
urusannya tersebut yaitu dengan melaksanakan shalat istikhoroh.”
[1]
Yang dimaksud istikhoroh adalah memohon kepada Allah manakah yang terbaik dari urusan yang mesti dipilih salah satunya.
[2]
Dalil Disyariatkannya Shalat Istikhoroh
Dari Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه  
وسلم – يُعَلِّمُ أَصْحَابَهُ الاِسْتِخَارَةَ فِى الأُمُورِ كُلِّهَا ،  
كَمَا يُعَلِّمُ السُّورَةَ مِنَ الْقُرْآنِ يَقُولُ « إِذَا هَمَّ  
أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ
  ثُمَّ لِيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ ،  
وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ ، فَإِنَّكَ  
تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ 
 الْغُيُوبِ ، اللَّهُمَّ فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ هَذَا الأَمْرَ – ثُمَّ  
تُسَمِّيهِ بِعَيْنِهِ – خَيْرًا لِى فِى عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ –  
قَالَ أَوْ فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – فَاقْدُرْهُ لِى ،
  وَيَسِّرْهُ لِى ، ثُمَّ بَارِكْ لِى فِيهِ ، اللَّهُمَّ وَإِنْ كُنْتَ  
تَعْلَمُ أَنَّهُ شَرٌّ لِى فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى –  
أَوْ قَالَ فِى عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ – فَاصْرِفْنِى عَنْهُ ،  
وَاقْدُرْ لِىَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ، ثُمَّ رَضِّنِى بِهِ »
“Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
 mengajari  para sahabatnya shalat istikhoroh dalam setiap urusan. 
Beliau mengajari  shalat ini sebagaimana beliau mengajari surat dari Al 
Qur’an. Kemudian  beliau bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian 
bertekad untuk  melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat dua 
raka’at selain  shalat fardhu, lalu hendaklah ia berdo’a: “
Allahumma
 inni  astakhiruka bi ‘ilmika, wa astaqdiruka bi qudratika, wa as-aluka 
min  fadhlika, fa innaka taqdiru wa laa aqdiru, wa ta’lamu wa laa 
a’lamu, wa  anta ‘allaamul ghuyub. Allahumma fa-in kunta ta’lamu hadzal 
amro (sebut  nama urusan tersebut) khoiron lii fii ‘aajili amrii wa 
aajilih (aw fii  diinii wa ma’aasyi wa ‘aqibati amrii) faqdur lii, wa 
yassirhu lii,  tsumma baarik lii fiihi. Allahumma in kunta ta’lamu 
annahu syarrun lii  fii diini wa ma’aasyi wa ‘aqibati amrii (fii ‘aajili
 amri wa aajilih)  fash-rifnii ‘anhu, waqdur liil khoiro haitsu kaana 
tsumma rodh-dhinii  bih”
Ya Allah, sesungguhnya aku beristikhoroh pada-Mu dengan ilmu-Mu, aku  
memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta kepada-Mu  
dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan dan aku  
tidaklah mampu melakukannya. Engkau yang Maha Tahu, sedangkan aku tidak.
  Engkaulah yang mengetahui perkara yang ghoib. Ya Allah, jika Engkau  
mengetahui bahwa perkara ini (sebut urusan tersebut) baik bagiku dalam  
urusanku di dunia dan di akhirat, (atau baik bagi agama, penghidupan,  
dan akhir urusanku), maka takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah
  untukku dan berkahilah ia untukku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui  
bahwa perkara tersebut jelek bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku
  (baik bagiku dalam urusanku di dunia dan akhirat), maka palingkanlah 
ia  dariku, takdirkanlah yang terbaik bagiku di mana pun itu sehingga 
aku  pun ridho dengannya.”
[3]
Faedah Mengenai Shalat Istikhoroh
Pertama: Hukum shalat istikhoroh adalah sunnah dan bukan wajib. Dalil dari hal ini adalah sabda Nabi 
shallallahu ‘alaihi wa sallam, 
إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ
“
Jika
 salah seorang di antara kalian bertekad untuk melakukan  suatu urusan, 
maka kerjakanlah shalat dua raka’at selain shalat fardhu”
Begitu pula Nabi 
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah didatangi seseorang, lalu ia bertanya mengenai Islam. Kemudian Nabi 
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Shalat lima waktu sehari semalam.”  Lalu ia tanyakan pada Nabi 
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهَا قَالَ « لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَّوَّعَ » 
“Apakah aku memiliki kewajiban shalat lainnya?” Nabi 
shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab, “Tidak ada, kecuali jika engkau ingin menambah dengan shalat sunnah.”
[4]
Kedua: Dari hadits di atas, shalat istikhoroh boleh  
dilakukan setelah shalat tahiyatul masjid, setelah shalat rawatib,  
setelah shalat tahajud, setelah shalat Dhuha dan shalat lainnya.
[5]
  Bahkan jika shalat istikhoroh dilakukan dengan niat shalat sunnah  
rawatib atau shalat sunnah lainnya, lalu berdoa istikhoroh setelah itu, 
 maka itu juga dibolehkan. Artinya di sini, dia mengerjakan shalat  
rawatib satu niat dengan shalat istikhoroh karena Nabi 
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ
“
Jika
 salah seorang di antara kalian bertekad untuk melakukan  suatu urusan, 
maka kerjakanlah shalat dua raka’at selain shalat fardhu.” Di sini cuma dikatakan, yang penting lakukan shalat dua raka’at apa saja selain shalat wajib. 
[6]
Al ‘Iroqi mengatakan, “Jika ia bertekad melakukan suatu perkara  sebelum
 ia menunaikan shalat rawatib atau shalat sunnah lainnya, lalu ia  
shalat tanpa niat shalat istikhoroh, lalu setelah shalat dua rakaat  
tersebut ia membaca doa istikhoroh, maka ini juga dibolehkan.”
[7]
Ketiga: Istikhoroh hanya dilakukan untuk  
perkara-perkara yang mubah (hukum asalnya boleh), bukan pada perkara  
yang wajib dan sunnah, begitu pula bukan pada perkara makruh dan haram. 
 Alasannya karena Nabi 
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يُعَلِّمُ أَصْحَابَهُ الاِسْتِخَارَةَ فِى الأُمُورِ كُلِّهَا
“
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengajari para sahabatnya shalat istikhoroh dalam setiap urusan.” Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abi Jamroh bahwa yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah khusus walaupun lafazhnya umum.
[8] Ibnu Hajar Al Asqolani 
rahimahullah mengatakan,
  “Yang dimaksud dengan hadits tersebut bahwa istikhoroh hanya khusus  
untuk perkara mubah atau dalam perkara sunnah (mustahab) jika ada dua  
perkara sunnah yang bertabrakan, lalu memilih manakah yang mesti  
didahulukan.”
[9]
Contohnya, seseorang tidak perlu istikhoroh untuk melaksanakan shalat  
Zhuhur, shalat rawatib, puasa Ramadhan, puasa Senin Kamis, atau mungkin 
 dia istikhoroh untuk minum sambil berdiri ataukah tidak, atau mungkin  
ia ingin istikhoroh untuk mencuri.  Semua contoh ini tidak perlu lewat  
jalan istikhoroh.
Begitu pula tidak perlu istikhoroh dalam perkara apakah dia harus  
menikah ataukah tidak. Karena asal menikah itu diperintahkan sebagaimana
  dalam firman Allah Ta’ala,
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ
“
Dan
 kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan  orang-orang
 yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki  dan 
hamba-hamba sahayamu yang perempuan.” (QS. An Nur: 32)
Begitu pula Nabi 
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ
“
Wahai para pemuda, jika salah seorang di antara kalian telah mampu untuk memberi nafkah, maka menikahlah.”
[10] Namun dalam urusan memilih pasangan dan kapan tanggal nikah, maka ini bisa dilakukan dengan istikhoroh.
Sedangkan dalam perkara sunnah yang bertabrakan dalam satu waktu,  maka 
boleh dilakukan istikhoroh. Misalnya seseorang ingin melakukan  umroh 
yang sunnah, sedangkan ketika itu ia harus mengajarkan ilmu di  
negerinya. Maka pada saat ini, ia boleh istikhoroh.
Bahkan ada keterangan lain bahwa perkara wajib yang masih longgar  waktu
 untuk menunaikannya, maka ini juga bisa dilakukan istikhoroh.  Semacam 
jika seseorang ingin menunaikan haji dan hendak memilih di tahun  
manakah ia harus menunaikannya. Ini jika kita memilih pendapat bahwa  
menunaikan haji adalah wajib 
tarokhi (perkara wajib yang boleh diakhirkan).
[11]
Keempat: Istikhoroh boleh dilakukan berulang kali  jika
 kita ingin istikhoroh pada Allah dalam suatu perkara. Karena  
istikhoroh adalah do’a dan tentu saja boleh berulang kali. Ibnu Az  
Zubair sampai-sampai mengulang istikhorohnya tiga kali. Dalam shahih  
Muslim, Ibnu Az Zubair mengatakan,
إِنِّى مُسْتَخِيرٌ رَبِّى ثَلاَثًا ثُمَّ عَازِمٌ عَلَى أَمْرِى
“Aku melakukan istikhoroh pada Rabbku sebanyak tiga kali, kemudian aku pun bertekad menjalankan urusanku tersebut.”
[12]
Kelima: Do’a shalat istikhoroh yang lebih tepat dibaca setelah shalat dan bukan di dalam shalat. Alasannya adalah sabda Nabi 
shallallahu ‘alaihi wa sallam, 
إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ  
فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلِ  
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْتَخِيرُكَ … 
“Jika salah seorang di 
antara kalian bertekad untuk melakukan suatu  urusan, maka kerjakanlah 
shalat dua raka’at selain shalat fardhu, lalu  hendaklah ia berdo’a: “
Allahumma inni astakhiruka bi ‘ilmika …”
[13]
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi 
hafizhohullah mengatakan, “Aku  tidak
 mengetahui dalil yang shahih yang menyatakan bahwa do’a istikhoroh  
dibaca ketika sujud atau setelah tasyahud (sebelum salam) kecuali  
landasannya adalah dalil yang sifatnya umum yang menyatakan bahwa ketika
  sujud dan tasyahud akhir adalah tempat terbaik untuk berdo’a. Akan  
tetapi, hadits ini sudah cukup sebagai dalil tegas bahwa do’a istikhoroh
  adalah setelah shalat. ”
[14]
Keenam: Istikhoroh dilakukan bukan dalam kondisi ragu-ragu dalam satu perkara karena Nabi 
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ
““
Jika
 salah seorang di antara kalian bertekad untuk melakukan  suatu urusan, 
maka kerjakanlah shalat dua raka’at selain shalat fardhu”.  Begitu 
pula isi do’a istikhoroh menunjukkan seperti ini. Oleh karena  itu, jika
 ada beberapa pilihan, hendaklah dipilih, lalu lakukanlah  istikhoroh. 
Setelah istikhoroh, lakukanlah sesuai yang dipilih tadi.  Jika memang 
pilihan itu baik, maka pasti Allah mudahkan. Jika itu jelek,  maka nanti
 akan dipersulit.
[15]
Ketujuh: Sebagian ulama menganjurkan ketika raka’at  
pertama setelah Al Fatihah membaca surat Al Kafirun dan di rakaat kedua 
 membaca surat Al Ikhlas. Sebenarnya hal semacam ini tidak ada  
landasannya. Jadi terserah membaca surat apa saja ketika itu, itu  
diperbolehkan.
[16]
Kedelepan: Melihat dalam mimpi mengenai pilihannya  
bukanlah syarat dalam istikhoroh karena tidak ada dalil yang menunjukkan
  hal ini. Namun orang-0rang awam masih banyak yang memiliki pemahaman  
semacam ini. Yang tepat, istikhoroh tidak mesti menunggu mimpi. Yang  
jadi pilihan dan sudah jadi tekad untuk dilakukan, maka itulah yang  
dilakukan.
[17]
  Terserah apa yang ia pilih tadi, mantap bagi hatinya atau pun tidak,  
maka itulah yang ia lakukan karena tidak dipersyaratkan dalam hadits  
bahwa ia harus mantap dalam hati.
[18]
  Jika memang yang jadi pilihannya tadi dipersulit, maka berarti pilihan
  tersebut tidak baik untuknya. Namun jika memang pilihannya tadi adalah
  baik untuknya, pasti akan Allah mudahkan.
Tata Cara Istikhoroh
Pertama: Ketika  ingin 
melakukan suatu urusan yang mesti dipilih salah satunya, maka  terlebih 
dahulu ia pilih di antara pilihan-pilihan yang ada.
Kedua: Jika sudah  
bertekad melakukan pilihan tersebut, maka kerjakanlah shalat dua raka’at
  (terserah shalat sunnah apa saja sebagaimana dijelaskan di awal).
Ketiga: Setelah shalat dua raka’at, lalu berdo’a dengan do’a istikhoroh:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْتَخِيرُكَ  
بِعِلْمِكَ ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ ،
  فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ ،  
وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ ، اللَّهُمَّ فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ هَذَا  
الأَمْرَ – ثُمَّ تُسَمِّيهِ بِعَيْنِهِ – خَيْرًا لِى فِى عَاجِلِ أَمْرِى
  وَآجِلِهِ – قَالَ أَوْ فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى –  
فَاقْدُرْهُ لِى ، وَيَسِّرْهُ لِى ، ثُمَّ بَارِكْ لِى فِيهِ ، اللَّهُمَّ
  وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّهُ شَرٌّ لِى فِى دِينِى وَمَعَاشِى  
وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – أَوْ قَالَ فِى عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ –  
فَاصْرِفْنِى عَنْهُ ، وَاقْدُرْ لِىَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ، ثُمَّ  
رَضِّنِى بِهِ
Allahumma inni astakhiruka bi ‘ilmika, wa 
astaqdiruka bi  qudratika, wa as-aluka min fadhlika, fa innaka taqdiru 
wa laa aqdiru, wa  ta’lamu wa laa a’lamu, wa anta ‘allaamul ghuyub. 
Allahumma fa-in kunta  ta’lamu hadzal amro (sebut nama urusan tersebut) 
khoiron lii fii ‘aajili  amrii wa aajilih (aw fii diini wa ma’aasyi wa 
‘aqibati amrii) faqdur  lii, wa yassirhu lii, tsumma baarik lii fiihi. 
Allahumma in kunta  ta’lamu annahu syarrun lii fii diini wa ma’aasyi wa 
‘aqibati amrii (fii  ‘aajili amri wa aajilih) fash-rifnii ‘anhu, waqdur 
liil khoiro haitsu  kaana tsumma rodh-dhinii bih. 
[Artinya: Ya Allah, sesungguhnya aku beristikhoroh pada-Mu dengan  
ilmu-Mu, aku memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta 
 kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan dan
  aku tidaklah mampu melakukannya. Engkau yang Maha Tahu, sedangkan aku 
 tidak. Engkaulah yang mengetahui perkara yang ghoib. Ya Allah, jika  
Engkau mengetahui bahwa perkara ini (sebut urusan tersebut) baik bagiku 
 dalam urusanku di dunia dan di akhirat, (atau baik bagi agama,  
penghidupan, dan akhir urusanku), maka takdirkanlah hal tersebut  
untukku, mudahkanlah untukku dan berkahilah ia untukku. Ya Allah, jika  
Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut jelek bagi agama, penghidupan, 
 dan akhir urusanku (baik bagiku dalam urusanku di dunia dan akhirat),  
maka palingkanlah ia dariku, takdirkanlah yang terbaik bagiku di mana  
pun itu sehingga aku pun ridho dengannya]
Keempat: Lakukanlah  
pilihan yang sudah dipilih di awal tadi, terserah ia merasa mantap atau 
 pun tidak dan tanpa harus menunggu mimpi. Jika itu baik baginya, maka  
pasti Allah mudahkan. Jika itu jelek, maka pasti ia akan palingkan ia  
dari pilihan tersebut.
Demikian penjelasan kami mengenai panduan shalat istikhoroh. Semoga bermanfaat.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Diselesaikan di Pangukan-Sleman, di sore hari menjelang Maghrib, 15 Rabi’ul Awwal 1431 H (01/03/2010)
26- DOA SHALAT ISTIKHARAH74. Jabir bin Abdillah Radhiallahu’anhu  
berkata: Adalah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mengajari kami  
shalat Istikharah utk memutuskan segala sesuatu sebagaimana mengajari  
surah Al-Quran. Beliau bersabda: “Apabila seseorang di antara kamu  
mempunyai rencana utk mengerjakan sesuatu hendaknya melakukan shalat  
sunnah dua rakaat kemudian bacalah doa ini:74- {{اَللَّهُمَّ إِنِّيْ  
أَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ  
مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ، وَتَعْلَمُ
  وَلاَ أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ. اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ
  تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ -وَيُسَمَّى حَاجَتَهُ- خَيْرٌ لِيْ فِيْ
  دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ -أَوْ قَالَ: عَاجِلِهِ  
وَآجِلِهِ- فَاقْدُرْهُ لِيْ وَيَسِّرْهُ لِيْ ثُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْهِ، 
 وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ شَرٌّ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ  
وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ -أَوْ قَالَ: عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ-  
فَاصْرِفْهُ عَنِّيْ وَاصْرِفْنِيْ عَنْهُ وَاقْدُرْ لِيَ الْخَيْرَ حَيْثُ
  كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِيْ بِهِ}}.“Ya Allah sesungguhnya aku meminta  
pilihan yg tepat kepadaMu dgn ilmu pengetahuanMu dan aku mohon  
kekuasaanMu dengan kemahakuasaanMu. Aku mohon kepadaMu sesuatu dari  
anugerahMu Yang Maha Agung sesungguhnya Engkau Mahakuasa sedang aku  
tidak kuasa Engkau mengetahui sedang aku tidak mengetahuinya dan Engkau 
 adl Maha Mengetahui hal yg ghaib. Ya Allah apabila Engkau mengetahui  
bahwa urusan ini {orang yg mempunyai hajat hendaknya menyebut  
persoalannya} lbh baik dalam agamaku dan akibatnya terhadap diriku atau 
 -Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: …di dunia atau akhirat-  
sukseskanlah untukku mudahkan jalannya kemudian berilah berkah. Akan  
tetapi apabila Engkau mengetahui bahwa persoalan ini lbh berbahaya  
bagiku dalam agama perekonomian dan akibatnya kepada diriku maka  
singkirkan persoalan tersebut dan jauhkan aku daripadanya takdirkan  
kebaikan untukku di mana saja kebaikan itu berada kemudian berilah  
kerelaanMu kepadaku.” (89)Tidak menyesal orang yg beristikharah kepada  
Al-Khaliq dan bermusyawarah dengan orang-orang mukmin dan berhati-hati  
dalam menangani persoalannya. Allah Ta’ala berfirman: “… dan  
bermusyawarahlah kepada mereka dalam urusan itu . Bila kamu telah  
membulatkan tekad bertawakkallah kepada Allah…” (89) HR. Al-Bukhari  
7/162. sumber : 
Kitab Hisnul Muslim - Kumpulan Doa dan Dzikir Dari Al Quran dan As Sunnah, Said bin Ali Al Qathani dalam ebook DzikirWirid.chm oleh 
akhukum fillah La Adri At Tilmidz