Tafsir surat Al-Falaq
Katakanlah:"Aku berlindung kepada Rabb yang  menguasai subuh
مِن شَرِّ مَاخَلَقَ
dari kejahatan makhluk-Nya
وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ
dan dari kejahatan malam apabila telah gelap  gulita
وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فيِ  الْعُقَدِ
dan dari kejahatan-kejahatan wanita tukang  sihir yang menghembus pada buhul-buhul
وَمِن شَرِّحاَسِدٍ إِذَا حَسَدَ
dan dari kejahatan orang yang dengki apabila  ia dengki." (QS.Al-Falaq: 1-5)
Keutamaan Surat  
Mengenai keutamaan surat ini dan surat an-Naas  terdapat banyak sekali hadits, di antaranya: 
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari  ‘Uqbah bin ‘Amir رضي الله  عنه, dia berkata, “Rasulullah صلي الله عليه وسلم., bersabda:
أَلَمْ تَر آيَاتٍ أُنْزِلَتْ هَذِهِ  اللَّيْلَةَ لَمْ يُرَ مِثلُهُن قَطُّ ؟ قُلْ أَعُوذُ برَبِّ الفَلَقِ ، وَقُلْ أَعُوذُ  بِرَبِّ النَّاسِ
“Tidakkah kamu mengetahui bahwa pada malam ini   telah diturunkan beberapa ayat yang tidak pernah sama sekali dilihat ada  yang  semisalnya; Qul `A’uudzu bi  rabbil falaq dan Qul `A’uudzu bi Rabbinnaas.’” (Shahih Muslim, hadits no.814)  
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari  ‘Uqbah bin ‘Amir  رضي الله عنه, di antara bunyinya menyatakan  bahwa Rasulullah صلي الله عليه وسلم., pernah bersabda, “Wahai ‘Uqaib! Maukah aku ajarkan kepadamu dua  surat yang merupakan sebaik-baik dua surat yang dibaca manusia.?” Lalu aku berkata, “Tentu saja, wahai Rasulullah. Maka beliau pun  membacakan kepadaku, ‘Qul  `A’uudzu bi rabbil falaq dan  Qul `A’uudzu bi  rabbinnaas’ kemudian shalat  pun didirikan, maka Rasulullah صلي الله عليه  وسلم., maju lantas membaca kedua surat tersebut,  kemudian memerintahkan kepadaku seraya bersabda, ‘Bagaimana pendapatmu, wahai ‘Uqaib.? Bacalah keduanya tatkala kamu  mau tidur dan bangun.’” (al-Musnad, Jld.IV, h.144; Sunan  an-Nasaa`i, Jld.VIII, h.153) 
Kapan Surat Ini Dibaca? 
- Ketika Mengeluhkan Sesuatu Yang Sakit
Hal ini berdasarkan riwayat Malik dengan  sanadnya dari ‘Aisyah  رضي الله عنها : bahwasanya bila Rasulullah  صلي الله عليه وسلم.,  mengeluhkan rasa sakit, beliau membacakan untuk dirinya dengan al-Mu’awwidzatain (Surat al-Falaq dan  an-Naas) dan  meludah kecil,  namun tatkala rasa sakitnya semakin parah, maka aku pun  membacakan untuknya dan  menyapunya dengan kedua tangannya karena  berharap ada keberkahannya.  (al-Muwaththa`, bab: at-Ta’awwudz wa ar-Ruqyah Fi  al-Mardla, h.943) 
- Ketika Akan Tidur 1
Salah satunya telah disebutkan ketika membahas   mengenai keutamaannya di atas. Hadits lainnya adalah sebagaimana  terdapat di  dalam Shahih al-Bukhary dari ‘Aisyah رضي  الله عنها:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ  وَسَلَّمَ  كَانَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ كُلَّ لَيْلَةٍ جَمَعَ كَفَّيْهِ   ثُمَّ نَفَثَ فِيهِمَا فَقَرَأَ فِيهِمَا قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ وَ قُلْ  أَعُوذُ  بِرَبِّ الْفَلَقِ وَ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ثُمَّ  يَمْسَحُ بِهِمَا مَا  اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى  رَأْسِهِ وَوَجْهِهِ وَمَا  أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ يَفْعَلُ ذَلِكَ  ثَلَاثَ مَرَّاتٍ
Bahwasanya bila Nabi صلي الله عليه وسلم.,  beranjak ke tempat  tidurnya (untuk tidur) setiap malamnya beliau  mengumpulkan kedua telapak  tangannya kemudian [meniupnya- meludah  kecil] lalu membaca ‘Qul huwallaahu Ahad, Qul `A’uudzu birabbil falaq dan Qul `A’uudzu birabbinnaas,’  kemudian  membasuh dengan kedua telapak tangannya bagian badan yang  mampu disapunya,  dimulai dari atas kepala, wajah, bagian badan  selanjutnya. Beliau melakukan hal  itu hingga tiga kali. (Shahih  al-Bukhari, Jld.IX, h.63, hadits no.5017)  
Kosa Kata  
Makna lafazh `A’uudzu : Aku berlindung dan meminta  perlindungan kepada-Mu, wahai Allah 
Makna lafazh al-Falaq : Shubuh/pagi atau makhluk,  artinya, Allah Ta’ala  memerintahkan kepada Nabi-Nya agar berlindung dari semua makhluk 
Makna lafazh Ghaasiq : Malam apabila telah memasuki  kegelapan 
Makna lafazh Idza  Waqab : Bila matahari sudah terbit dan kegelapan malam  telah menjelang 
Makna lafazh an-Naffaatsaat : Wanita-wanita tukang  sihir bila mereka menjampi dan meludah kecil pada buhul-buhul lalu menyihir  manusia 
Makna lafazh Haasid : Orang yang dengki dan hasad  (dengki) adalah bercita-cita hilangnya nikmat dari orang lain 
Surat ini mengandung al-Isti’aadzah  (minta perlindungan) dari semua  kejahatan baik secara umum maupun  khusus, berlindung (kembali) kepada Allah dan  berlindung dengan naungan  rahmat-Nya dari segala keburukan serta berpegang teguh  dengannya dari  kejahatan semua makhluk-Nya. 
Beberapa Pesan  
- Wajib hanya meminta perlindungan kepada Allah semata dari semua hal yang membahayakan, khususnya dari kegelapan, sihir dan pelakunya, hasad dan pelakunya karena besarnya keburukan tersebut
- Surat ini banyak keutamaannya dan sangat berguna sekali, terutama di dalam mengobati sakit, ‘ain (semacam hipnotis) dan sihir
- Surat ini menunjukkan hakikat sihir
- Larangan berbuat hasad (iri hati) dan bahwa ia merupakan sifat yang tercela
1 Surat Al-Ikhlas dan Surat Al-Mu'awwidzatain juga dianjurkan di baca pada pagi dan sore hari, Rasulullah bersabda: “Barangsiapa membaca tiga surat tersebut [Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas] tiga kali setiap pagi dan sore hari, maka itu (tiga surat tersebut) cukup baginya dari segala sesuatu.” HR. Abu Dawud 4/322, At-Tirmidzi 5/567 dan lihat Shahih At-Tirmidzi 3/182.
Ketiga surat tersebut juga di anjurkan dibaca setiap setelah selesai shalat fardhu. HR. Abu Dawud no.1523, an-Nasa'i III/68, Ibnu Khuzaimah no. 755 dan Hakim I/253. Lihat Pula Shahih at-Tirmidzi. Ketiga Surat ini dinamakan al-Mu'awwidzaat -Ibnu Majjah\
Memahami Tafsir Surat Al Falaq
 Segala  puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita  Muhammad, keluarga dan para sahabatnya. Saat ini kita masuk dalam  pembahasan tafsir surat Al Falaq. Semoga bermanfaat.
Segala  puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita  Muhammad, keluarga dan para sahabatnya. Saat ini kita masuk dalam  pembahasan tafsir surat Al Falaq. Semoga bermanfaat.      Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ (1) مِنْ  شَرِّ مَا خَلَقَ (2) وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ (3) وَمِنْ شَرِّ  النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ (4) وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ (5
(yang artinya) :
1. Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh,
2. dari kejahatan makhluk-Nya,
3. dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
4. dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul ,
5. dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki”.
Pengenalan1. Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh,
2. dari kejahatan makhluk-Nya,
3. dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
4. dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul ,
5. dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki”.
Surat ini dan surat sesudahnya (surat An Naas) diturunkan secara bersamaan sebagaimana dikatakan oleh Al Baihaqi dalam Dalailin Nubuwwah. Oleh karena itu, kedua surat ini dinamakan Al Maw’izatain. Surat ini merupakan surat Makkiyyah (turun sebelum hijrah) dan ada juga yang mengatakan bahwa surat ini adalah surat Madaniyyah. Surat ini turun sesudah surat Al Fiil. (Aysarut Tafasir, hal. 1503; At Ta’rif bi Suratil Qur’anil Karim)
Asbabun Nuzul
Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disihir oleh orang Yahudi yang bernama Labid bin Al A’shom di Madinah, Allah Ta’ala menurunkan Al Maw’izatain (surat Al Falaq dan An Naas). Lalu Jibril ’alaihis salam meruqyah (membaca kedua ayat tersebut) kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam. Berkat izin Allah, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sembuh. (Aysarut Tafasir, hal. 1503) [Namun, riwayat sabab nuzul untuk surat Al falaq dan An Naaas dinilai dhaif oleh Syaikh Muqbil dalam as Shahih al Musnad min Asbab anNuzul, lihat juga penjelasan Ibnu Katsir]
Tafsir Ayat Pertama
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ (1
1. Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh,
Yang dimaksud dengan ‘Robbil Falaq’ adalah Allah. Al Falaq berasal dari kata ‘falaqo’ yang berarti membelah. Dalam ilmu shorof ‘Al Falaq’ bermakna isim maf’ul sifat musyabbahah yang berarti terbelah.
Lebih khusus ‘Al Falaq’ bisa bermakna Al Ishbah (pagi/shubuh) karena Allah membelah malam menjadi pagi.
Secara umum ‘Al Falaq’ bermakna segala sesuatu yang muncul/keluar  dari yang lainnya. Seperti mata air yang keluar dari gunung, hujan dari  awan, tumbuhan dari tanah, anak dari rahim ibunya. Ini semua dinamakan  ‘Al Falaq’.
Perhatikan ayat-ayat berikut. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللّهَ فَالِقُ الْحَبِّ وَالنَّوَى
“Sesungguhnya Allah yang menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan.” (QS. Al An’am [6] : 95).
Allah juga berfirman,
فَالِقُ الإِصْبَاحِ
“Dia menyingsingkan pagi.” (QS. Al An’am [6] : 95) (Tafsir Juz ‘Amma, 294; Ruhul Ma’ani)
Pengertian Ta’awudz
Ta’awudz (isti’adzah) adalah meminta perlindungan kepada  Allah subhanahu wa ta’ala agar terhindar dari marabahaya. (I’anatul  Mustafid; Mutiara Faedah Kitab Tauhid, 95)
Meminta Perlindungan (Isti'adzah)  adalah Ibadah
Meminta perlindungan (isti’adzah) merupakan ibadah. Karena  menghilangkan marabahaya dan kejelekan tidak ada yang mampu melakukannya  selain Allah subhanahu wa ta’ala. Segala sesuatu yang tidak ada yang  mampu melakukannya kecuali Allah, maka hal yang demikian tidaklah boleh  dilakukan (ditujukan) kecuali pada Allah semata. Apabila hal semacam ini  diminta kepada selain Allah, termasuk perbuatan syirik.
Ayat yang menunjukkan bahwa meminta perlindungan hanya boleh kepada  Allah (karena Dia-lah yang mampu) dan bukan pada selain-Nya adalah  firman Allah Ta’ala,
وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Dan jika syetan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah  perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Mendengar lagi  Maha Mengetahui.” (QS. Fushshilat [41] : 36)
Allah juga memerintahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  untuk meminta perlindungan kepada-Nya sebagaimana pada awal surat Al  Falaq dan An Naas. Dan perintah untuk Rasulullah berarti juga perintah  untuk umatnya karena umatnya memiliki kewajiban untuk meneladani beliau.
Allah juga menyatakan bahwa meminta perlindungan kepada selain Allah termasuk kesyirikan sebagaimana pada ayat,
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْأِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقاً
“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia  meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka  jin-jin itu menambah bagi mereka rasa takut.” (QS. Al Jin [72] : 6)
Maksudnya adalah Allah akan menambahkan kepada manusia rasa takut.  Oleh karena itu, ini adalah hukuman dari perbuatan mereka sendiri yang  meminta perlindungan pada jin. Dan hukuman pasti diakibatkan karena  dosa. Maka ayat ini menunjukkan celaan bagi manusia semacam ini karena  telah meminta perlindungan kepada selain Allah.
Qotadah dan ulama salaf lainnya mengatakan bahwa makna ’rohaqo’ dalam ayat ini adalah ’itsman’ (dosa).
Oleh karena isti’adzah berakibat dosa, maka isti’adzah termasuk  ibadah dan bernilai syirik jika ditujukan kepada selain Allah yang mati  dan ghoib. (I’anatul Mustafid; At Tamhid li Syarhi Kitabit Tauhid)
Tafsir Ayat Kedua
مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ (2)
2. dari kejahatan makhluk-Nya,
مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ (2)
2. dari kejahatan makhluk-Nya,
Ayat ini mencakup seluruh yang Allah ciptakan baik manusia, jin, hewan, benda-benda mati yang dapat menimbulkan bahaya dan dari kejelekan seluruh makhluk. (Taysir Al Karimir Rahman; Aysarut Tafasir).
Ibnu Katsir mengatakan bahwa ayat ini berarti berlindung dari kejelekan  seluruh makhluk. Tsabit Al Bunani dan Al Hasan Al Bashri menafsirkan  berlindung dari jahannam dan iblis serta keturunannya. (Tafsir Al Qur’an  Al ‘Azhim)
Ayat ini juga mencakup meminta perlindungan pada diri sendiri. Ingatlah, nafsu selalu memerintahkan pada kejelekan. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي
“Karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan,  kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.” (QS. Yusuf [12] : 53).
Maka setiap kali seseorang mengucapkan ayat ini, maka yang pertama kali tercakup dalam ayat tersebut adalah dirinya sendiri.  Jadi dia berlindung dari kejelekan dirinya sendiri, yang mungkin sering  ujub (berbangga diri) atau yang lainnya. Sebagaimana yang terdapat  dalam khutbatul hajjah:
نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
“Aku berlindung kepada Allah dari kejelekan diriku sendiri.” (HR. At  Tirmidzi. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if  Sunan At Tirmidzi no. 1105) (Tafsir Juz ‘Amma, 294-295)Tafsir Ayat Ketiga
 وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ (3)
3. dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
3. dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
Ghosiq dalam ayat ini adalah Al Lail (malam) dan juga ada yang mengatakan Al Qomar (bulan). Sedangkan Idza Waqob bermakna apabila masuk (Tafsir Juz ‘Amma, 295; Adhwaul Bayan).
Mujahid mengatakan bahwa ‘ghosiq’  adalah Al Lail (malam) ketika matahari telah tenggelam sebagaimana  diriwayatkan oleh Bukhari dan Ibnu Abi Najih. Demikianlah yang dikatakan  oleh Ibnu Abbas, Muhammad bin Ka’ab Al Qurtubhy, Adh Dhohak, Khushoif,  dan Al Hasan. Qotadah mengatakan bahwa maksudnya adalah malam apabila  telah gelap gulita. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim)
Syaikh Asy  Syinqithi mengatakan bahwa pendapat yang kuat adalah tafsiran yang  pertama (ghosiq adalah malam) sebagaimana didukung dengan tafsiran Al  Qur’an.
أَقِمِ الصلاة لِدُلُوكِ الشمس إلى غَسَقِ الليل
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam.” (QS. Al Israa’ [17] : 78)
 Sedangkan bulan merupakan bagian dari malam. Dan di malam harilah  setan serta manusia dan hewan yang suka berbuat kerusakan bergentayangan  ke mana-mana (Adhwaul Bayan). Kepada Allah-lah kita meminta  perlindungan dari kejahatan dan kejelekan seperti ini.
Tafsir Ayat Keempat
وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ (4)
4. dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul,
وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ (4)
4. dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul,
Mujahid, Ikrimah, Al Hasan, dan Qotadah mengatakan bahwa yang  dimaksudkan adalah sihir. Mujahid mengatakan, ”Apabila membaca  mantera-mantera dan meniupkan (menyihir) di ikatan tali” (Tafsir Al  Qur’an Al ‘Azhim).
Dalam ayat ini disebut dengan ’An Nafatsaat’ yaitu tukang sihir wanita.  Karena umumnya yang menjadi tukang sihir adalah wanita. Namun ayat ini  juga dapat mencakup tukang sihir laki-laki dan wanita, jika yang  dimaksudkan adalah sifat dari nufus (jiwa atau ruh) (Ruhul Ma’ani;  Tafsir Juz ’Amma, 295)
Namun perlu diingat bahwa dalam syari’at ini  terdapat pula penyembuhan penyakit dengan do’a-do’a yang disyari’atkan  yang dikenal dengan ruqyah. Dari Abu Sa’id, beliau  menceritakan bahwa Jibril pernah mendatangi Rasulullah shallallahu  ’alaihi wa sallam. Lalu mengatakan,”Ya Muhammad, apakah engkau merasa  sakit?” Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengatakan,”Iya”. Kemudian  Jibril meruqyah Nabi dengan mengatakan,
بِاسْمِ  اللَّهِ أَرْقِيكَ مِنْ كُلِّ شَىْءٍ يُؤْذِيكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ  أَوْ عَيْنِ حَاسِدٍ اللَّهُ يَشْفِيكَ بِاسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ
”Bismillah arqika min kulli sya-in yu’dzika, min syarri kulli nafsin  aw ’aini hasidin. Allahu yasyfika. Bismillah arqika [Dengan menyebut  nama Allah, aku meruqyahmu dari segala sesuatu yang menyakitimu, dari  kejelekan (kejahatan) setiap jiwa atau ’ain orang yang hasad (dengki).  Semoga Allah menyembuhkanmu. Dengan menyebut nama Allah, aku  meruqyahmu].” (HR. Muslim no. 2186. Ada yang berpendapat bahwa kejelekan  nafs (jiwa) adalah ’ain, yakni pandangan hasad).
Tafsir Ayat Kelima
وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ (5)
5. dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki”.
وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ (5)
5. dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki”.
Hasad adalah berangan-angan hilangnya nikmat yang  ada pada orang lain baik agar pindah kepada diri kita ataupun tidak  (Aysarut Tafasir).
Allah menutup surat ini dengan hasad, sebagai peringatan bahayanya perkara ini. Hasad adalah memusuhi nikmat Allah.
Sebagian Ahli Hikmah mengatakan bahwa hasad itu dapat dilihat dari lima ciri :
Pertama, membenci suatu nikmat yang nampak pada orang lain;
Kedua, murka dengan pembagian nikmat Allah;
Ketiga, bakhil (kikir) dengan karunia Allah, padahal karunia Allah diberikan bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya;
Keempat, tidak mau menolong wali Allah (orang beriman) dan menginginkan hilangnya nikmat dari mereka;
Kelima, menolong musuhnya yaitu Iblis. (Al Jaami’ liahkamil Qur’an)
Salah satu dari bentuk hasad adalah ’ain (pandangan hasad).  Apabila seseorang melihat pada orang lain kenikmatan kemudian hatinya  merasa tidak suka, dia menimpakan ’ain (pandangan mata dengan penuh rasa  dengki) pada orang lain. ’Ain ini dapat menyebabkan seseorang mati,  sakit atau gila. ’Ain ini benar adanya dengan izin Allah Ta’ala.
Allah memerintahkan kepada kita untuk berlindung kepada-Nya dari  malam apabila gelap gulita, dari sihir yang ditiupkan pada buhul-buhul,  dan dari orang yang hasad apabila dia hasad, karena ketiga hal ini  adalah perkara yang samar. Banyak kejadian pada malam hari yang samar  yang dapat memberikan bahaya kepada kita. Begitu juga sihir adalah suatu  hal yang samar, jarang kita ketahui. Dan begitu juga hasad dari orang  lain, itu adalah hal yang samar. Dan ketiga kejelekan (kejahatan) ini  masuk pada keumuman ayat kedua,
مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ (2
“dari kejahatan makhluk-Nya.” (Tafsir Juz ’Amma, 296)Lalu bagaimana jalan keluar agar terbebas dari tiga kejelekan (kejahatan) ini?
Pertama, dengan bertawakkal pada Allah, yaitu menyerahkan segala urusan kepada Allah Ta’ala.
Kedua, membaca wirid-wirid (dzikir-dzikir)  yang dapat membentengi dan menjaga dari segala macam kejelekan. Perlu  diingat bahwasanya kebanyakan manusia dapat terkena sihir, ’ain, dan  berbagai kejelekan lainnya dikarenakan lalai dari dzikir-dzikir.  Ingatlah bahwa bacaan dzikir merupakan benteng yang paling kokoh dan  lebih kuat daripada benteng ’Ya’juj dan Ma’juj’. Namun, banyak dari  manusia yang melupakan hal ini. Banyak di antara mereka yang melalaikan  dzikir pagi dan petang, begitu juga dzikir ketika hendak tidur. Padahal  dzikir-dzikir tersebut mudah untuk dihafalkan dan dibaca. (Tafsir Juz  ’Amma, 296)
Sumber Rujukan
1.Adhwaul Bayan, Muhammad Al Amin Asy Syinqithiy, Maktabah Syamilah
2.Al Jaami’ liahkamil Qur’an (Tafsir Qurtubhy), Abu Abdillah Muhammad  bin Ahmad Al Anshory Al Qurtubhy, Jami’ Mawsu’ah Al Quranil Karim,  www.omelketab.net
3.At Tamhid li Syarhi Kitabit Tauhid, Syaikh Sholih Alu Syaikh, www.islamspirit.com
4.At Ta’rif bi Suratil Qur’anil Karim, Jami’ Mawsu’ah Al Quranil Karim, www.omelketab.net
5.Aysarut Tafasir likalamil ‘Aliyyil Karim, Syaikh Abu Bakr Jabir Al Jazairi, Maktabah Adhwail Manar
6.I’anatul Mustafid bi Syarhi Kitabit Tauhid, Syaikh Sholih bin Fauzan Al Fauzan, www.islamspirit.com
7.Mutiara Faedah Kitab Tauhid (edisi revisi), Abu Isa Abdullah bin Salam, Pustaka Muslim
8.Ruhul Ma’ani fi Tafsiril Qur’anil Azhim was Sab’il Matsani,  Syihabuddin Mahmud bin Abdillah Al Husaini Al Alusi, Mawqi’ut  Tafaasir-Maktabah Syamilah
9.Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Maktabah Syamilah
10.Shohih Muslim, Muslim bin Al Hajjaj ABul Husain Al Qusyairiy An  Naisabuiy, Pentahqiq : Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Dar Ihya’ At Turots Al  ‘Arobiy Beirut-Maktabah Syamilah
11.Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Abul Fada’ Isma’il bin ‘Umar bin Katsir Al Qurasyi Ad Dimasyqi, Maktabah Syamilah 5.
12.Tafsir Juz ‘Amma, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah
13.Taysir Al Karimir Rahman fi Tafsiril Kalamil Mannan, Syaikh Abdur  Rahman bin Nashir As Sa’di, Muassasah Ar Risalah-Maktabah Syamilah
Semoga Bermanfaat untuk kita semua..................Amiin 
 








 

 
 



Tidak ada komentar:
Posting Komentar