Riwayat Sejarah Kisah Nabi Ibrahim AS
kisah Nabi Ibrahim AS, baiklah kali ini kita akan membahas kisah Nabi Ibrahim AS pada zaman rasul.
Nabi
 Ibrahim as mendapatkan tempat khusus di sisi Allah SWT. Ibrahim 
termasuk salah satu nabi ulul azmi di antara lima nabi di mana Allah SWT
 mengambil dari mereka satu perjanjian yang berat. Kelima nabi itu 
adalah Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad 
saw—sesuai dengan urutan diutusnya mereka. Ibrahim adalah seorang nabi 
yang diuji oleh Allah SWT dengan ujian yang jelas. Yaitu ujian di atas 
kemampuan manusia biasa. Meskipun menghadapi ujian dan tantangan yang 
berat, Nabi Ibrahim tetap menunjukkan sebagai seorang hamba yang 
menepati janjinya dan selalu menunjukan sikap terpuji. Allah SWT 
berfirman:
وَإِبْرَاهِيمَ الَّذِي وَفَّى
Wa-ibraahiimal-ladzii waff(a)
"Dan Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji. " (QS. an-Najm: 37)
Allah
 SWT menghormati Ibrahim dengan penghormatan yang khusus. Allah SWT 
menjadikan agamanya sebagai agama tauhid yang murni dan suci dari 
berbagai kotoran, dan Dia menjadikan akal sebagai alat penting dalam 
menilai kebenaran bagi orang-orang yang mengikuti agama-Nya. Allah SWT 
berfirman:
وَمَنْ
 يَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ إِبْرَاهِيمَ إِلا مَنْ سَفِهَ نَفْسَهُ وَلَقَدِ 
اصْطَفَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا وَإِنَّهُ فِي الآخِرَةِ لَمِنَ 
الصَّالِحِينَ
Waman yarghabu 'an millati ibraahiima ilaa man 
safiha nafsahu walaqadiish-thafainaahu fiiddunyaa wa-innahu 
fii-aakhirati laminash-shaalihiin(a)
"Dan
 tidak ada yang bend kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang 
memperbodoh dirinya sendiri dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia 
dan sesungguhnya Dia di akhirat benar-benar termasuk orang yang saleh."
 (QS. al-Baqarah: 130)
Allah SWT memuji Ibrahim dalam flrman-Nya:
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Inna ibraahiima kaana ummatan qaanital(n)-lillahi haniifan walam yaku minal musyrikiin(a)
"Sesungguhnya
 Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh 
kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk 
orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan). " (QS. an-Nahl: 120)
Termasuk
 keutamaan Allah SWT yang diberikan-Nya kepada Ibrahim adalah, Dia 
menjadikannya sebagai imam bagi manusia dan menganugrahkan pada 
keturunannya kenabian dan penerimaan kitab (wahyu). Oleh karena itu, 
kita dapati bahwa setiap nabi setelah Nabi Ibrahim as adalah 
anak-anak dan cucu-cucunya. Ini semua merupakan bukti janji Allah SWT 
kepadanya, di mana Dia tidak mengutus seorang nabi kecuali datang dari 
keturunannya. Demikian juga kedatangan nabi yang terakhir, yaitu Nabi 
Muhammad saw, adalah sebagai wujud dari terkabulnya doa Nabi Ibrahim 
yang diucapkannya kepada Allah SWT di mana ia meminta agar diutus di 
tengah-tengah kaum yang umi seorang rasul dari mereka. Ketika kita 
membahas keutamaan Nabi Ibrahim dan penghormatan yang Allah SWT berikan 
kepadanya, niscaya kita akan mendapatkan hal-hal yang menakjubkan.
Kita
 di hadapan seorang manusia dengan hati yang suci. Manusia yang ketika 
diperintahkan untuk menyerahkan diri ia pun segera berkata, bahwa aku 
telah menyerahkan diriku kepada Pengatur alam semesta. Ia adalah seorang
 Nabi yang pertama kali menama kan kita sebagai al-Muslimin (orang-orang
 yang menyerahkan diri). Seorang Nabi yang doanya terkabul dengan 
diutusnya Muhammad bin Abdillah saw. la adalah seorang Nabi yang 
merupakan kakek dan ayah dari pada nabi yang datang setelahnya. Ia 
seorang Nabi yang lembut yang penuh cinta kasih kepada manusia dan 
selalu kembali kepada jalan kebenaran. Allah SWT berfirman:
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَحَلِيمٌ أَوَّاهٌ مُنِيبٌ
Inna ibraahiima lahaliimun au-waahun muniibun
 
"Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah." (QS. Hud: 75)
"(Yaitu): Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim." (QS. as-Shaffat: 109)
Demikianlah
 Allah SWT sebagai Pencipta memperkenalkan hamba-Nya Ibrahim. Tidak kita
 temukan dalam kitab Allah SWT penyebutan seorang nabi yang Allah SWT 
angkat sebagai kekasih-Nya kecuali Ibrahim. Hanya ia yang Allah SWT 
khususkan dengan firman-Nya:
"Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya." (QS. an-Nisa': 125)
Para
 ulama berkata bahwa al-Hullah adalah rasa cinta yang sangat. 
Demikianlah pengertian dari ayat tersebut. Allah SWT mengangkat Ibrahim 
sebagai kekasih-Nya. Ini merupakan suatu kedudukan yang mulia dan sangat
 tinggi. Di hadapan kedudukan yang tinggi ini, Ibrahim duduk dan 
merenung: aku telah memperoleh dan apa yang aku peroleh. Hati apakah 
yang ada di dalam diri Nabi Ibrahim, rahmat apa yang diciptakan, dan 
kemuliaan apa yang dibentuk, dan cinta apa yang diberikan. Sesungguhnya 
puncak harapan para pejalan rohani dan tujuan akhir para sufi adalah 
"merebut" cinta Allah SWT. Bukankah setiap orang membayangkan dan 
mengangan-angankan untuk mendapatkan cinta dari Allah SWT? Demikianlah 
harapan setiap manusia.
Nabi
 Ibrahim adalah seorang harnba Allah SWT yang berhak diangkat-Nya 
menjadi al-Khalil (kekasih Allah SWT). Itu adalah derajat dari 
derajat-derajat kenabian yang kita tidak mengetahui nilainya. Kita juga 
tidak mengetahui bagaimana kita menyifatinya. Berapa banyak 
pernyataan-pernyataan manusia berkaitan dengan hal tersebut, namun 
rasa-rasanya ia laksana penjara yang justru menggelapkannya. Kita di 
hadapan karunia Ilahi yang besar yang terpancar dari cahaya langit dan 
bumi. Adalah hal yang sangat mengagumkan bahwa setiap kali Nabi Ibrahim 
mendapatkan ujian dan kepedihan, beliau justru menciptakan permata. 
Adalah hal yang sangat mengherankan bahwa hati yang suci ini justru 
menjadi matang sejak usia dini.
Al-Qur'an
 al-Karim tidak menceritakan tentang proses kelahirannya dan masa 
kecilnya. Kita mengetahui bahwa di masa Nabi Ibrahim manusia terbagi 
menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama menyembah patung-patung yang 
terbuat dari kayu dan batu. Kelompok kedua menyembah bintang dan bulan 
dan kelompok ketiga menyembah raja-raja atau penguasa. Cahaya akal saat 
itu padam sehingga kegelapan memenuhi segala penjuru bumi. Akhirnya, 
kehausan bumi untuk mendapatkan rahmat dan kelaparannya terhadap 
kebenaran pun semakin meningkat. Dalam suasana yang demikianlah Nabi 
Ibrahim dilahirkan. Ia dilahirkan dari keluarga yang mempunyai keahlian 
membuat patung atau berhala. Disebutkan bahwa ayahnya meninggal sebelum 
ia dilahirkan kemudian ia diasuh oleh pamannya di mana pamannya itu 
menduduki kedudukan ayahnya. Nabi Ibrahim pun memanggil dengan 
sebutan-sebutan yang biasa ditujukan kepada seorang ayah. Ada juga ada 
yang mengatakan bahwa ayahnya tidak meninggal dan Azar adalah 
benar-benar ayahnya. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Azar adalah
 nama salah satu patung yang cukup terkenal yang dibuat oleh ayahnya. 
Alhasil, Ibrahim berasal dari keluarga semacam ini.
Kepala
 keluarga Ibrahim adalah salah seorang seniman yang terbiasa memahat 
patung-patung sehingga profesi si ayah mendapatkan kedudukan istimewa di
 tengah-tengah kaumnya. Keluarga Nabi Ibrahim sangat dihormati. Dalam 
bahasa kita saat ini bisa saja ia disebut dengan keluarga aristokrat. 
Dari keluarga semacam ini lahir seorang anak yang mampu menentang 
penyimpangan dari keluarganya sendiri, dan menentang sistem masyarakat 
yang rusak serta melawan berbagai macam ramalan para dukun, dan 
menentang penyembahan berhala dan bintang, serta segala bentuk 
kesyirikan. Akhirnya, beliau mendapatkan ujian berat saat beliau 
dimasukkan ke dalam api dalam keadaan hidup-hidup. Kita tidak ingin 
mendahului peristiwa tersebut. Kami ingin memulai kisah Nabi Ibrahim 
sejak masa kecilnya. Nabi Ibrahim adalah seseorang yang akalnya 
cemerlang sejak beliau berusia muda. Allah SWT menghidupkan hatinya dan 
akalnya dan memberinya hikmah sejak masa kecilnya.
Nabi
 Ibrahim mengetahui saat beliau masih kecil bahwa ayahnya seseorang yang
 membuat patung-patung yang unik.[1] Pada suatu hari, ia bertanya 
terhadap ciptaan ayahnya kemudian ayahnya memberitahunya bahwa itu 
adalah patung-patung dari tuhan-tuhan. Nabi Ibrahim sangat keheranan 
melihat hal tersebut, kemudian timbul dalam dirinya—melalui akal 
sehatnya—penolakan terhadapnya. Uniknya, Nabi Ibrahim justru 
bermain-main dengan patung itu saat ia masih kecil, bahkan terkadang ia 
menunggangi punggung patung-patung itu seperti orang-orang yang biasa 
menunggang keledai dan binatang tunggangan lainya. Pada suatu hari, 
ayahnya melihatnya saat menunggang punggung patung yang bernama Mardukh.
 Saat itu juga ayahnya marah dan memerintahkan anaknya agar tidak 
bermain-main dengan patung itu lagi.
Ibrahim
 bertanya: "Patung apakah ini wahai ayahku? Kedua telinganya besar, 
lebih besar dari telinga kita." Ayahnya menjawab: "Itu adalah Mardukh, 
tuhan para tuhan wahai anakku, dan kedua telinga yang besar itu sebagai 
simbol dari kecerdasan yang luar biasa." Ibrahim tampak tertawa dalam 
dirinya padahal saat itu beliau baru menginjak usia tujuh tahun.
Injil
 Barnabas melalui lisan Nabi Isa menceritakan kepada kita, bahwa Nabi 
Ibrahim mengejek ayahnya saat beliau masih kecil. Suatu hari, Ibrahim 
bertanya kepada ayahnya: "Siapa yang menciptakan manusia wahai ayahku?" 
Si ayah menjawab: "Manusia, karena akulah yang membuatmu dan ayahku yang
 membuat aku." Ibrahim justru menjawab: "Tidak demikian wahai ayahku, 
karena aku pernah mendengar seseorang yang sudah tua yang berkata: 
"Wahai Tuhanku mengapa Engkau tidak memberi aku anak."
Si
 ayah berkata: "Benar wahai anakku, Allah yang membantu manusia untuk 
membuat manusia namun Dia tidak meletakkan tangan-Nya di dalamnya. Oleh 
karena itu, manusia harus menunjukkan kerendahan di hadapan Tuhannya dan
 memberikan kurban untuk-Nya." Kemudian Ibrahim bertanya lagi: "Berapa 
banyak tuhan-tuhan itu wahai ayahku?" Si ayah menjawab: "Tidak ada 
jumlahnya wahai anakku." Ibrahim berkata: "Apa yang aku lakukan wahai 
ayahku jika aku mengabdi pada satu tuhan lalu tuhan yang lain membenciku
 karena aku tidak mengabdi pada-Nya? Bagaimana terjadi persaingan dan 
pertentangan di antara tuhan? Bagaimana seandainya tuhan yang membenciku
 itu membunuh tuhanku? Boleh jadi ia membunuhku juga."
Si
 ayah menjawab dengan tertawa: "Kamu tidak perlu takut wahai anakku, 
karena tidak ada permusuhan di antara sesama tuhan. Di dalam tempat 
penyembahan yang besar terdapat ribuan tuhan dan sampai sekarang telah 
berlangsung tujuh puluh tahun. Meskipun demikian, belum pernah kita 
mendengar satu tuhan memukul tuhan yang lain." Ibrahim berkata: "Kalau 
begitu terdapat suasana harmonis dan kedamaian di antara mereka."Si ayah
 menjawab: "Benar."
Ibrahim
 bertanya lagi: "Dari apa tuhan-tuhan itu diciptakan? Orang tua itu 
menjawab: "Ini dari kayu-kayu pelepah kurma, itu dari zaitun, dan 
berhala kecil itu dari gading. Lihatlah alangkah indahnya. Hanya saja, 
ia tidak memiliki nafas." Ibrahim berkata: "Jika para tuhan tidak 
memiliki nafas, maka bagaimana mereka dapat memberikan nafas? Bila 
mereka tidak memiliki kehidupan bagiamana mereka memberikan kehidupan? 
Wahai ayahku, pasti mereka bukan Allah." Mendengar ucapan Ibrahim itu, 
sang ayah menjadi berang dan marah sambil berkata: "Seandainya engkau 
sudah dewasa niscaya aku pukul dengan kapak ini."
Ibrahim
 berkata: "Wahai ayahku, jika para tuhan mambantu dalam penciptaan 
manusia, maka bagaimana mungkin manusia menciptakan tuhan? Jika para 
tuhan diciptakan dari kayu, maka membakar kayu merupakan kesalahan 
besar, tetapi katakanlah wahai ayahku, bagaimana engkau menciptakan 
tuhan-tuhan dan membuat baginya tuhan yang cukup baik, namun bagaimana 
tuhan-tuhan membantumu untuk membuat anak-anak yang cukup banyak 
sehingga engkau menjadi orang yang paling kuat di dunia?"
Selesailah
 dialog antara Ibrahim dan ayahnya dengan terjadinya pemukulan oleh si 
ayah terhadap Ibrahim. Kemudian berlalulah hari demi hari dan Ibrahim 
menjadi besar. Sejak usia anak-anak, hati Ibrahim menanam rasa benci 
terhadap patung-patung yang dibuat oleh ayahnya sendiri. Ibrahim tidak 
habis mengerti, bagaimana manusia yang berakal membuat patung-patung 
dengan tangannya sendiri kemudian setelah itu ia sujud dan menyembah 
terhadap apa yang dibuatnya.
Ibrahim
 memperhatikan bahwa patung-patung tersebut tidak makan dan minum dan 
tidak mampu berbicara, bahkan seandainya ada seseorang yang membaliknya 
ia tidak mampu bangkit dan berdiri sebagaimana asalnya. Bagaimana 
manusia membayangkan bahwa patung-patung tersebut dapat mendatangkan 
bahaya dan memberikan manfaat? Pemikiran ini banyak merisaukan Ibrahim 
dalam tempo yang lama. Apakah mungkin semua kaumnya bersalah sementara 
hanya ia yang benar? Bukankah yang demikian ini sangat mengherankan?
Kaum
 Nabi Ibrahim mempunyai tempat penyembahan yang besar yang dipenuhi 
berbagai macam berhala. Di tengah-tengah tempat penyembahan itu terdapat
 mihrab yang diletakkan di dalamnya patung-patung yang paling besar. 
Ibrahim mengunjungi tempat itu bersama ayahnya saat ia masih kecil. 
Ibrahim memandang berhala-berhala yang terbuat dari batu-batuan dan kayu
 itu dengan pandangan yang menghinakan. Hal ini sangat mengherankan 
masyarakat pada saat itu karena saat memasuki tempat penyembahan itu, 
mereka menampakkan ketundukan dan kehormatan di hadapan patung-patung. 
Bahkan mereka mengangis dan memohon berbagai macam hal. Seakan-akan 
patung-patung itu mendengar apa yang mereka keluhkan dan bicarakan.
Mula-mula
 pemandangan tersebut membuat Ibrahim tertawa kemudian lama-lama Ibrahim
 marah. Hal yang mengherankan baginya bahwa manusia-manusia itu semuanya
 tertipu, dan yang semakin memperumit masalah adalah, ayah Ibrahim ingin
 agar Ibrahim menjadi dukun saat ia besar. Ayah Ibrahim tidak 
menginginkan apa-apa kecuali agar Ibrahim memberikan penghormatan kepada
 patung-patuung itu, namun ia selalu mendapati Ibrahim menentang dan 
meremehkan patung-patung itu.
Pada
 suatu hari Ibrahim bersama ayahnya masuk di tempat penyembahan itu. 
Saat itu terjadi suatu pesta dan perayaan di hadapan patung-patung, dan 
di tengah-tengah perayaan tersebut terdapat seorang tokoh dukun yang 
memberikan pengarahan tentang kehebatan tuhan berhala yang paling besar.
 Dengan suara yang penuh penghayatan, dukun itu memohon kepada patung 
agar menyayangi kaumnya dan memberi mereka rezeki. Tiba-tiba keheningan 
saat itu dipecah oleh suara Ibrahim yang ditujukan kepada tokoh dukun 
itu: "Hai tukang dukun, ia tidak akan pernah mendengarmu. Apakah engkau 
meyakini bahwa ia mendengar?" Saat itu manusia mulai kaget. Mereka 
mencari dari mana asal suara itu. Ternyata mereka mendapati bahwa suara 
itu suara Ibrahim. Lalu tokoh dukun itu mulai menampakkan kerisauan dan 
kemarahannya. Tiba-tiba si ayah berusaha menenangkan keadaan dan 
mengatakan bahwa anaknya sakit dan tidak mengetahui apa yang dikatakan.
Lalu
 keduanya keluar dari tempat penyembahan itu. Si ayah menemani Ibrahim 
menuju tempat tidurnya dan berusaha menidurkannya dan meninggalkannya 
setelah itu. Namun, Ibrahim tidak begitu saja mau tidur ketika beliau 
melihat kesesatan yang menimpa manusia. Beliau pun segera bangkit dari 
tempat tidurnya. Beliau bukan seorang yang sakit. Beliau merasa 
dihadapkan pada peristiwa yang besar. Beliau menganggap mustahil bahwa 
patung-patung yang terbuat dari kayu-kayu dan batu-batuan itu menjadi 
tuhan bagi kaumnya. Ibrahim keluar dari rumahnya menuju ke gunung. 
Beliau berjalan sendirian di tengah kegelapan. Beliau memilih salah satu
 gua di gunung, lalu beliau rnenyandarkan punggungnya dalam keadaan 
duduk termenung. Beliau memperhatikan langit. Beliau mulai bosan 
memandang bumi yang dipenuhi dengan suasana jahiliyah yang bersandarkan 
kepada berhala.
Tidak
 lama setelah Nabi Ibrahim memperhatikan langit kemudian beliau 
melihat-lihat berbagai bintang yang disembah di bumi. Saat itu hati Nabi
 Ibrahim—sebagai pemuda yang masih belia— merasakan kesedihan yang luar 
biasa. Lalu beliau melihat apa yang di belakang bulan dan bintang. Hal 
itu sangat mengagumkannya. Mengapa manusia justru menyembah ciptaan 
Tuhan? Bukankah semua itu muncul dan tenggelam dengan izin-Nya. Nabi 
Ibrahim mengalami dialog internal dalam dirinya. Allah SWT menceritakan 
keadaan ini dalam surah al-An'am:
"Dan
 (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Azar: 'Pantaskah 
kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku 
melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.' Dan demikianlah 
Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang 
terdapat) di langit dan di bumi, dan Kami (memperlihatkannya) agar 
Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam menjadi gelap,
 dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: 'Inilah Tuhanku,' tetapi
 tatkala bintang itu tenggelam, dia berkata: 'Saya tidak suka kepada 
yang tenggelam.'" (QS. al-An'am: 74-76)
Al-Qur'an
 tidak menceritakan kepada kita peristiwa atau suasana yang dialami 
Ibrahim saat menyatakan sikapnya dalam hal itu, tapi kita merasa dari 
konteks ayat tersebut bahwa pengumuman ini terjadi di antara kaumnya. 
Dan tampak bahwa kaumnya merasa puas dengan hal tersebut. Mereka mengira
 bahwa Ibrahim menolak penyembahan berhala dan cenderung pada 
penyembahan bintang. Kita ketahui bahwa di zaman Nabi Ibrahim manusia 
menjadi tiga bagian. Sebagian mereka menyembah berhala sebagian lagi 
menyembah bintang, dan sebagian yang lain menyembah para raja. Namun di
 saat pagi, Nabi Ibrahim mengingatkan kaumnya dan membikin mereka 
terkejut di mana bintang-bintang yang diyakininya kemarin kini telah 
tenggelam. Ibrahim mengatakan bahwa ia tidak menyukai yang tenggelam. 
Allah SWT berfirman:
"Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: 'Inilah Tuhanku.'" (QS. al-An'am: 76)
Ibrahim
 kembali merenung dan memberitahukan kaumnya pada malam kedua bahwa 
bulan adalah tuhannnya. Kaum Nabi Ibrahim tidak mengetahui atau tidak 
memiliki kapasitas logika yang cukup atau kecerdasan yang cukup, bahwa 
sebenarnya Ibrahim ingin menyadarkan dengan cara sangat lembut dan dan 
penuh cinta. Bagaimana mereka menyembah tuhan yang terkadang tersembunyi
 dan terkadang muncul atau terkadang terbit dan terkadang tenggelam. 
Mula-mula kaum Nabi Ibrahim tidak mengetahui yang demikian itu. 
Pertama-tama Ibrahim menyanjung bulan tetapi ternyata bulan seperti 
bintang yang lain, ia pun muncul dan tenggelam: Allah SWT berfirman:
"Kemudian
 tatkala dia melihat sebuah bulan terbit dia berkata: 'Inilah Tuhanku.'
 Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: 'Sesungguhnya jika 
Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk 
orang-orang yang sesat.'" (QS. al-An'am: 77)
Kita
 perhatikan di sini bahwa beliau berbicara dengan kaumnya tentang 
penolakan penyernbahan terhadap bulan. Ibrahim berhasil "merobek" 
keyakinan terhadap penyernbahan bulan dengan penuh kelembutan dan 
ketenangan. Bagaimana manusia menyembah tuhan yang terkadang tersembunyi
 dan terkadang muncul. Sungguh, kata Ibrahim, betapa aku membayangkan 
apa yang terjadi padaku jika Tuhan tidak membimbingku. Nabi Ibrahim 
mengisyaratkan kepada mereka bahwa beliau memiliki Tuhan, bukan seperti 
tuhan-tuhan yang mereka sembah. Namun lagi-lagi mereka belum mampu 
menangkap isyarat Nabi Ibrahim. Beliau pun kembali menggunakan 
argumentasi untuk menundukkan kelompok pertama dari kaumnya, yaitu 
penyembah bintang. Allah SWT berfirman:
"Kemudian
 tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: 'Inilah Tuhanku. 
Inilah yang lebih besar.' Maka tatkala matahari itu terbenam, dia 
berkata: 'Hai kaumkku, sesungguhnya aku berlepas dirt dari apa yang kamu
 persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang 
menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, 
dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.'" (QS.
 al-An'am: 78-79)
Ibrahim
 berdialog dengan penyembah matahari. Beliau memberitahukan bahwa 
matahari adalah tuhannya karena dia yang terbesar. Lagi-lagi Ibrahim 
memainkan peran yang penting dalam rangka menggugah pikiran mereka. Para
 penyembah matahari tidak mengetahui bahwa mereka menyembah makhluk. 
Jika mereka mengira bahwa ia adalah besar, maka Allah SWT Maha Besar.
Setelah
 Ibrahim memberitahukan bahwa matahari adalah tuhannya, beliau menunggu 
saat yang tepat sehingga matahari itu tenggelam dan ternyata benar dia 
bagaikan sembahan-sembahan yang lain yang suatu saat akan tenggelam. 
Setelah itu Ibrahim memploklamirkan bahwa beliau terbebas dari 
penyernbahan bintang.
Ibrahim
 mulai memandang dan memberikan pengarahan kepada kaumnya bahwa di sana 
ada Pencipta langit dan bumi. Argumentasi Ibrahim mampu memunculkan 
kebenaran, tetapi sebagaimana biasa kebatilan tidak tunduk begitu saja. 
Mereka mulai menampakkan taringnya dan mulai menggugat keberadaan dan 
kenekatan Ibrahim as. Mereka mulai menentang Nabi Ibrahim dan mulai 
mendebatnya dan bahkan mengancamnya. Allah SWT berfirman:
"Dan
 dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata: "Apakah kamu hendak membantahku
 tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk 
kepadaku. Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan
 yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali jika Tuhanku mengendaki 
sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala 
sesuatu. Maka apahah kamu tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) ?
 Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu persekutukan 
(dengan Allah) padahal kamu tidak takut mempersekutukan Allah dengan 
sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu 
untuk mempersekutukan-Nya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang 
lebih berhak mendapat keamanan (dari malapetaka), jika kamu 
mengetahui)?'" (QS. al-An'am: 80-81)
Kita
 tidak mengetahui sampai sejauh mana ketajaman pergulatan antara Nabi 
Ibrahim dan kaumnya, dan bagaimana cara mereka menakut-nakuti Nabi 
Ibrahim. Al-Qur'an tidak menyinggung hal tersebut. Namun yang jelas, 
tempat mereka yang penuh kebatilan itu mampu dilumpuhkan oleh Al-Qur'an.
 Dari cerita tersebut, Al-Qur'an mengemukakan Nabi bahwa Ibrahim 
menggunakan logika seorang yang berpikir sehat. Menghadapi berbagai 
tantangan dan ancaman dari kaumnya, Nabi Ibrahim justru mendapatkan 
kedamaian dan tidak takut kepada mereka. Allah SWT berfirman:
"Orang-orang
 yang beriman dan tidak mencampur adukan iman mereka dengan kelaliman 
(syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka 
itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. " (QS. al-An'am: 82)
Allah
 SWT selalu memberikan hujah atau argumentasi yang kuat kepada Nabi 
Ibrahim sehingga beliau mampu menghadapi kaumnya. Allah SWT berfirman:
"Dan
 itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi 
kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. 
Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. " (QS. 
al-An'am: 83)
Ibrahim
 didukung oleh Allah SWT dan diperlihatkan kerajaan langit dan bumi. 
Demikianlah Nabi Ibrahim terus melanjutkan penentangan pada penyembahan 
berhala. Tentu saat ini pergulatan dan pertentangan antara beliau dan 
kaumnya semakin tajam dan semakin meluas. Beban yang paling berat adalah
 saat beliau harus berhadapan dengan ayahnya, di mana profesi si ayah 
dan rahasia kedudukannya merupakan biang keladi dari segala penyembahan 
yang diikuti mayoritas kaumnya. Nabi Ibrahim keluar untuk berdakwah 
kepada kaumnya dengan berkata:
"Patung-patung
 apakah ini yang kamu tekun beribadah kepadanya? Mereka menjawab: 'Kami 
mendapati bapak-bapak Kami menyembahnya." Ibrahim berkata: 'Sesungguhnya
 kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata.' Mereka 
menjawab: 'Apakah kamu datang kepada kami sungguh-sungguh ataukah kamu 
termasuk orang yang bermain-main?' Ibrahim berkata: 'Sebenarnya tuhan 
kamu adalah Tuhan langit dan burnt yang telah menciptakan-Nya; dan aku 
termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian 
itu.'" (QS. al-Anbiya': 52-56)
Selesailah
 urusan. Mulailah terjadi pergulatan antara Nabi Ibrahim dan kaumnya. 
Tentu yang termasuk orang yang paling menentang beliau dan marah kepada 
sikap beliau itu adalah ayahnya dan pamannya yang mendidiknya laksana 
seorang ayah. Akhirnya, si ayah dan si anak terlibat dalam pergulatan 
yang sengit di mana kedua-duanya dipisahkan oleh prinsip-primsip yang 
berbeda. Si anak bertengger di puncak kebenaran bersama Allah SWT 
sedangkan si ayah berdiri bersama kebatilan. Si ayah berkata kepada 
anaknya: "Sungguh besar ujianku kepadamu wahai Ibrahim. Engkau telah 
berkhianat kepadaku dan bersikap tidak terpuji kepadaku." Ibrahim 
menjawab:
"Wahai
 bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak dapat mendengar, 
tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun? Wahai bapakku, 
sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak 
datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan 
kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah 
setan, sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. 
Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab 
dan Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi setan.'" (QS. 
Maryam: 42-45)
Sang ayah segera bangkit dan ia tak kuasa lagi untuk meledakkan amarahnya kepada Ibrahim:
"Bencikah
 kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka 
niscaya kamu akan aku rajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang 
lama." (QS. Maryam: 46)
Jika
 engkau tidak berhenti dari dakwahmu ini, sungguh aku akan merajammu. 
Aku akan membunuhmmu dengan pukulan batu. Demikian balasan siapa pun 
yang menentang tuhan. Keluarlah dari rumahku! Aku tidak ingin lagi 
melihatmu. Keluar!
Akhirnya,
 pertentangan itu membawa akibat pengusiran Nabi Ibrahim dari rumahnya, 
dan beliau pun terancam pembunuhan dan perajaman. Meskipun demikian, 
sikap Nabi Ibrahim tidak pernah berubah. Beliau tetap menjadi anak yang 
baik dan Nabi yang mulia. Beliau berdialog dengan ayahnya dengan 
menggunakan adab para nabi dan etika para nabi. Ketika mendengar 
penghinaan, pengusiran, dan ancaman pembunuhan dari ayahnya, beliau 
berkata dengan lembut:
"Semoga
 keselamatan dilimpahkan hepadamu, aku akan meminta ampun bagimu kepada 
Tuhanku, sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan 
diri darimu dan dari apa yang kamu sent selain Allah, dan aku akan 
berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa
 kepada Tuhanku.'" (QS. Maryam: 47-48)
Nabi
 Ibrahim pun keluar dari rumah ayahnya. Beliau meninggalkan kaumnya dan 
sesembahan-sembahan selain Allah SWT. Beliau menetapkan suatu urusan 
dalam dirinya, beliau mengetahui bahwa di sana ada pesta besar yang 
diadakan di tepi sungai di mana manusia-manusia berbondong-bondong 
menuju kesana. Beliau menunggu sampai perayaan itu datang di mana saat 
itu kota menjadi sunyi karena ditinggalkan oleh manusia yang hidup di 
dalamnya dan mereka menuju ke tempat itu. Jalan-jalan yang menuju tempat
 penyembahan menjadi sepi dan tempat penyembahan itu pun ditinggalkan 
oleh penjaganya. Semua orang mengikuti pesta itu.
Dengan
 penuh hati-hati, Ibrahim memasuki tempat penyembahan dengan membawa 
kapak yang tajam. Ibrahim melihat patung-patung tuhan yang terukir dari 
batu-batu dan kayu-kayu. Ibrahim pun melihat makanan yang diletakkan 
oleh manusia di depannya sebagai hadiah dan nazar. Ibrahim mendekat pada
 patung-patung itu. Kepada salah satu patung—dengan nada bercanda—ia 
berkata: "Makanan yang ada di depanmu hai patung telah dingin. Mengapa 
engkau tidak memakannya. Namun patung itu tetap membisu." Ibrahim pun 
bertanya kepada patung-patung lain di sekitarnya:
"Kemudian
 ia pergi dengan diam-diam kepada berhala-berhala mereka; lalu ia 
berkata" Mengapa kalian tidak makan?" (QS. ash-Shaffat: 91)
Ibrahim
 mengejek patung-patung itu. Ibrahim mengetahui bahwa patung itu memang 
tidak dapat memakannya. Ibrahim bertanya kepada patung-patung itu:
"Mengapa kamu tidak menjawab?" (QS. ash-Shaffat: 92)
Ibrahim
 pun langsung mengangkat kapak yang ada di tangannya dan mulai 
menghancurkan tuhan-tuhan yang palsu yang disembah oleh manusia. Ibrahim
 menghancurkan seluruh patung-patung itu dan hanya menyisakan satu 
patung, lalu beliau menggantungkan kapak itu dilehernya. Setelah 
melaksanakan tugas itu, beliau pergi menuju ke gunung. Beliau telah 
bersumpah untuk membawa suatu bukti yang jelas, bahkan bukti praktis 
tentang kebodohan kaumnya dalam menyembah selain Allah SWT.
Akhirnya,
 pesta perayaan itu selesai dan manusia kembali ke tempat mereka 
masing-masing. Dan ketika salah seorang masuk ke tempat sembahan itu ia 
pun berteriak. Manusia-manusia datang menolongnya dan ingin mengetahui 
apa sebab di balik teriakan itu. Dan mereka mengetahui bahwa tuhan-tuhan
 semuanya telah hancur yang tersisa hanya satu. Mereka mulai berpikir 
siapa penyebab semua ini. Akhirnya mereka pun mengetahui dan menyadari 
bahwa ini adalah ulah Ibrahim yang telah mengajak mereka untuk 
menyembah Allah SWT:
"Mereka berkata: "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim"." (QS. al-Anbiya': 60)
Mereka segera mendatangi Ibrahim. Ketika Ibrahim datang mereka bertanya kepadanya:
"Mereka bertanya: "Apakah benar engkau yang melakukan semua ini terhadap tuhan kami wahai Ibrahim?" (QS. al-Anbiya': 62)
Ibrahim
 membalas dengan senyuman lalu ia menunjuk kepada tuhan yang paling 
besar yang tergantung di lehernya sebuah kapak. "Tidak!"
"Ibrahim
 menjawab: "Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka 
tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara". " (QS. 
al-Anbiya': 63)
Para
 dukun berkata: "Siapa yang harus kita tanya?" Ibrahim menjawab: 
"Tanyalah kepada tuhan kalian." Kemudian mereka berkata: "Bukankah 
engkau mengetahui bahwa tuhan-tuhan itu tidak berbicara." Ibrahim 
membalas: "Mengapa kalian menyembah sesuatu yang tidak mampu berbicara,
 sesuatu yang tidak mampu memberikan manfaat dan sesuatu yang tidak 
mampu memberikan mudarat. Tidakkah kalian mau berpikir sebentar di mana 
letak akal kalian. Sungguh tuhan-tuhan kalian telah hancur sementara 
tuhan yang paling besar berdiri dan hanya memandanginya. Tuhan-tuhan itu
 tidak mampu menghindarkan gangguan dari diri mereka, dan bagaimana 
mereka dapat mendatangkan kebaikan buat kalian. Tidakkah kalian mau 
berpikir sejenak. Kapak itu tergantung di tuhan yang paling besar tetapi
 anehnya dia tidak dapat menceritakan apa yang terjadi. Ia tidak mampu 
berbicara, tidak mendengar, tidak bergerak, tidak melihat, tidak 
memberikan manfaat, dan tidak membahayakan. Ia hanya sekadar batu, lalu 
mengapa manusia menyembah batu? Di mana letak akal pikiran yang sehat?" 
Allah SWT menceritakan peristiwa tersebut dalam firman-Nya:
"Dan
 sesungguhnya telah kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran 
sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui keadaannya. 
(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: 
'Patung-patung itu apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya ?' 
Mereka menjawab: "Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya.' Ibrahim
 menjawab: 'Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan 
yang nyata.' Mereka menjawab: 'Apakah kamu datang kepada kami dengan 
sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main?' 
Ibrahim berkata: 'Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang
 telah menciptakannya; dan aku termasuk orang-orang yang dapat 
memberikan bukti atas apa yang demikian itu. Demi Allah, sesungguhnya 
aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu 
pergi meninggalkannya.' Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur 
berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang 
lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. Mereka berkata: 
'Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, 
sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang lalim.' Mereka berkata: 'Kami
 mendengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang 
bernama Ibrahim.' Mereka berkata: '(Kalau demikian) Bawalah dia dengan 
cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikannya.' 
Mereka bertanya: 'Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap 
tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?' Ibrahim menjawab: 'Sebenarnya patung 
yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala 
itu, jika mereka dapat berbicara.' Maka mereka telah kembali kepada 
kesadaran mereka dan lalu berkata: 'Sesungguhnya kamu sekalian adalah 
orang-orang yang menganiaya (diri sendiri).' Kemudian kepala mereka jadi
 tertunduk (lalu berkata): Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah 
mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara.' Ibrahim 
berkata:, maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak
 dapat memberi manfaat sedikit pun tidak dapat pula memberi mudarat 
kepada kamu?' Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah.
 Maka apakah kamu tidak memahaminya? Mereka berkata: 'Bakarlah dia dan 
bantulah tuhan-tuhan kami jika kamu benar-benar hendak bertindak.'" (QS.
 al-Anbiya': 51-68)
Nabi
 Ibrahim mampu menundukkan mereka dengan argumentasi dan logika berpikir
 yang sehat. Tetapi mereka membalasnya dengan menetapkan akan 
menggantungnya di dalam api. Sungguh ini sangat mengherankan. Suatu 
mahkamah yang mengerikan digelar di mana si tertuduh akan dihukum dengan
 pembakaran.
Demikianlah
 masalah pergulatan antara pemikiran, atau antara nilai-nilai, atau 
antara prinsip-prinsip selalu terjadi dan selalu membara di 
tengah-tengah masyarakat. Nabi Ibrahim sudah berusaha untuk menggugah 
hati dan pikiran Ketika beliau mengisyaratkan kepada tuhan yang paling 
besar dan menuduhnya bahwa ialah yang menghancurkan tuhan-tuhan yang 
lain. Nabi Ibrahim meminta kepada mereka untuk bertanya kepada para 
tuhan itu, tentang siapa yang membuatnya hancur. Tetapi para tuhan itu 
ddak mampu berbicara lalu mengapa manusia menyembah sesuatu yang tidak 
mampu berbicara dan tidak mengerti apa-apa.
Ketika
 Nabi Ibrahim berhasil merobohkan argumentasi mereka, maka orang-orang 
yang sombong bangkit untuk menenangkan suasana. Para penentang itu tidak
 mau manusia akan menyembah selain berhala. Mereka pun mengatakan akan 
menggantung dan akan membakar Ibrahim hidup-hidup. Nabi Ibrahim pun 
ditangkap lalu disiapkanlah tempat pembakaran. Para penentang itu 
berkata kepada pengikutnya: "Bakarlah Ibrahim, dan tolonglah tuhan 
kalian jika kalian benar-benar menyembahnya." Mereka pun terpengaruh 
dengan ucapan tersebut. Mereka pun menyiapkan alat-alat untuk membakar 
Nabi Ibrahim.
Tersebarlah
 berita itu di kerajaan dan di seluruh negeri. Manusia-manusia 
berdatangan dari berbagai pelosok, dari gunung-gunung, dari berbagai 
desa, dan dari berbagai kota untuk menyaksikan balasan yang diterima 
bagi orang yang berani menentang tuhan, bahkan menghancurkannya. Mereka 
menggali lobang besar yang dipenuhi kayu-kayu, batu-batu, dan 
pohon-pohon lalu mereka menyalakan api di dalamnya. Kemudian mereka 
mendatangkan manjaniq, yaitu suatu alat yang dapat digunakan untuk 
melempar Nabi Ibrahim ke dalam api sehingga ia jatuh ke dalam lubang 
api. Mereka meletakkan Nabi Ibrahim setelah mereka mengikat kedua 
tangannya dan kakinya pada manjaniq itu. Api pun mulai menyala dan 
asapnya mulai membumbung ke langit. Manusia yang melihat peristiwa itu 
berdiri agak jauh dari galian api itu karena saking panasnya. Lalu, 
seorang tokoh dukun memerintahkan agar Ibrahim dilepaskan ke dalam api. 
Tiba-tiba malaikat Jibril berdiri di hadapan Nabi Ibrahim dan bertanya 
kepadanya: "Wahai Ibrahim, tidakkah engkau memiliki keperluan?" Nabi 
Ibrahim menjawab: "Aku tidak memerlukan sesuatu darimu." Nabi Ibrahim 
pun dilepaskan lalu dimasukkan ke dalam kubangan api. Nabi Ibrahim 
terjatuh dalam api. Api pun mulai mengelilinginya, lalu Allah SWT 
menurunkan perintah kepada api, Allah SWT berkata:
"Kami berfirman: Wahai api jadilah engkau dingin dan membawa keselamatan kepada Ibrahim." (QS. al-Anbiya': 69)
Api
 pun tunduk kepada perintah Allah SWT sehingga ia menjadi dingin dan 
membawa keselamatan bagi Nabi Ibrahim. Api hanya membakar tali-tali yang
 mengikat Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim dengan tenang berada di 
tengah-tengah api seakan-akan beliau duduk di tengah-tengah taman. 
Beliau memuji Allah SWT, Tuhannya dan mengagungkan-Nya. Yang ada di 
dalam hatinya hanya cinta kepada sang Kekasih, yaitu Allah SWT.
Hati
 Nabi Ibrahim tidak dipenuhi rasa takut atau menyesal atau berkeluh 
kesah. Yang ada dalam hati beliau hanya cinta semata. Api pun menjadi 
damai dan menjadi dingin. Sesungguhnya orang-orang yang cinta kepada 
Allah SWT tidak akan merasakan ketakutan. Para pembesar dan para dukun 
mengamat-amati dari jauh betapa panasnya api itu. Bahkan api terus 
menyala dalam tempo yang lama, sehingga orang-orang kafir mengira bahwa 
api itu tidak pernah padam. Ketika api itu padam, mereka dibuat terkejut
 ketika melihat Nabi Ibrahim keluar dari kubangan api dalam keadaan 
selamat. Wajah mereka menjadi hitam karena terpengaruh asap api 
sementara wajah Nabi Ibrahim berseri-seri dan tampak diliputi dengan 
cahaya dan kebesaran. Bahkan pakaian yang dipakai Nabi Ibrahim pun tidak
 terbakar, dan beliau tidak tersentuh sedikit pun oleh api. Nabi Ibrahim
 pun keluar dari api itu bagaikan beliau keluar dari taman. Lalu 
orang-orang kafir pun berteriak keheranan. Mereka pun mendapatkan 
kekalahan dan kerugian. Allah SWT berfirman:
"Mereka
 hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu 
orang-orang yang paling rugi." (QS. al-Anbiya': 70)
Al-Qur'an
 tidak menceritakan kepada kita tentang usia Nabi Ibrahim saat 
menghancurkan berhala-berhala kaumnya. Al-Qur'an juga tidak menceritakan
 berapa usia beliau saat memikul tanggung jawab dakwah dan menyeru di 
jalan Allah SWT. Melalui pelacakan nas-nas dapat diketahui bahwa Nabi 
Ibrahim saat itu masih muda belia, ketika melakukan peristiwa besar itu.
 Bukti hal itu adalah, ketika para kaumnya mendengar penghancuran 
berhala, mereka berkata:
"Mereka berkata: "Kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim." (QS. al-Anbiya': 60)
Injil
 Barnabas menceritakan bahwa Nabi Ibrahim menghancurkan patung-patung 
sebelum Allah SWT mewajibkannya berdakwah. Injil Barnabas mengatakan 
pada pasal ke 29 bahwa Nabi Ibrahim mendengar suatu suara yang 
memanggil-manggilnya. Nabi Ibrahim bertanya: "Siapa yang memanggilku?" 
Ketika itu Nabi Ibrahim mendengar suara yang berkata: "Aku adalah 
malaikat Jibril. Nabi Ibrahim menjadi takut, tetapi malaikat itu segera 
menenangkannya sambil berkata: "Jangan takut, hai Ibrahim karena engkau 
adalah kekasih Allah SWT, dan ketika engkau menghancurkan tuhan-tuhan 
sembahan manusia, Allah SWT memilihmu sebagai pemimpin para malaikat dan
 para nabi." Kemudian—masih kata Injil Barnabas: "Nabi Ibrahim bertanya 
apa yang harus dilakukan untuk menyembah tuhan para malaikat dan para 
nabi?" Jibril menjawab: "Bahwa hendaklah beliau pergi ke sumber ini dan 
mandi, agar dapat mendaki gunung sehingga Allah SWT berbicara 
dengannya."
Kemudian Nabi Ibrahim mendaki gunung,
 lalu Allah SWT menyerunya. Nabi Ibrahim menjawab: "Siapa yang 
memanggilku?" Allah SWT berkata: "Aku adalah Tuhanmu, hai Ibrahim." Nabi
 Ibrahim gemetar ketakutan dan sujud di atas bumi dan beliau berkata: 
"Wahai Tuhanku, bagaimana hamba-Mu mendengar seruan-Mu sementara ia 
adalah tanah dan abu." Di sanalah Allah SWT memerintahkannya agar beliau
 bangkit karena Allah SWT telah memilihnya sebagai hamba-Nya dan Dia 
telah memberkatinya dan orang-orang yang mengikutinya.
Riwayat
 tersebut menentukan waktu pemilihan Nabi Ibrahim dan waktu 
pengangkatannya sewaktu beliau menghancurkan berhala dan 
sesembahan-sesembahan manusia. Demikianlah yang diceritakan oleh 
Al-Qur'an al-Karim dalam firman-Nya:
إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
Idz qaala lahu rabbuhu aslim qaala aslamtu lirabbil 'aalamiin(a)
 
"Ketika
 Tuhannya berfirman kepadanya: Tunduh patuhlah!' Ibrahim menjawab: 'Aku 
tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam." (QS. al-Baqarah: 131)
Alhasil,
 masa pemilihan Allah SWT terhadap Nabi Ibrahim tidak ditentukan dalam 
Al-Qur'an, sehingga kita tidak dapat memberikan satu jawaban pasti 
tentang hal itu, tapi yang mampu kita utarakan adalah, bahwa Nabi 
Ibrahim mampu membuat argumen yang cukup jelas untuk menghancurkan 
argumen para penyembah berhala. Sebagaimana beliau mampu sebelumnya 
menghancurkan argumen para penyembah bintang, sehingga hanya tersisa 
satu argumen yang harus disampaikan kepada para penguasa dan para raja. 
Dengan demikian, orang-orang kafir telah mendapatkan seluruh argumen 
kebenaran.
Nabi
 Ibrahim pun akhirnya terlibat adu argumentasi dengan raja yang 
menyangka bahwa dirinya adalah tuhan kaumnya. Raja itu menyuruh mereka 
untuk menyembahnya. Dalam rangka menjaga kepentingannya, boleh jadi 
memang ia menyangka bahwa dirinya tuhan. Karena Allah SWT telah 
memberikannya suatu kerajaan yang besar, ia lupa bahwa ia hanya manusia 
biasa. Kita tidak mengetahui, apakah ia seorang raja atas kaum Nabi 
Ibrahim lalu ia mendengar kisah mukjizatnya kemudian ia memanggilnya 
untuk berdebat dengan beliau, atau mungkin ia raja dari daerah lain. 
Tapi yang kita ketahui bahwa pertemuan di antara keduanya menyebabkan 
jatuhnya argumen-argumen orang kafir. Allah SWT menceritakan hal 
tersebut dengan firman-Nya:
أَلَمْ
 تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللَّهُ 
الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ 
قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي
 بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ 
الَّذِي كَفَرَ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Alam tara ilaal-ladzii haajja ibraahiima fii 
rabbihi an aataahullahul mulka idz qaala ibraahiimu rabbiyal-ladzii 
yuhyii wayumiitu qaala anaa uhyii waumiitu qaala ibraahiimu fa-innallaha
 ya'tii bisy-syamsi minal masyriqi fa'ti bihaa minal maghribi 
fabuhital-ladzii kafara wallahu laa yahdiil qaumazh-zhaalimiin(a)
 
"Apakah
 kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya 
(Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan 
(kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: 'Tuhanku ialah Yang menghidupkan
 dan mematikan.' Orang itu berkata: 'Saya dapat menghidupkan dan 
mematikan.' Ibrahim berkata: 'Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari 
dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,' lalu heran terdiamlah 
orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang 
yang lalim. " (QS. al-Baqarah: 258)
Allah
 SWT sengaja tidak menyebut nama raja itu karena dianggap tidak penting,
 sebagaimana Al-Qur'an juga tidak menyebut dialog panjang yang terjadi 
antara Nabi Ibrahim dan dia. Barangkali raja itu berkata kepada Nabi 
Ibrahim: "Aku mendengar bahwa Anda mengajak manusia untuk menyembah 
Tuhan yang baru dan meninggalkan tuhan yang lama." Nabi Ibrahim 
menjawab: "Tiada Tuhan lain selain Allah Yang Maha Esa." Si Raja 
berkata: "Apa yang dilakukan oleh tuhanmu yang tidak dapat aku lakukan?"
 Raja yang terkena penyakit sombong dan bangga diri itu adalah raja yang
 tidak tahu diri. Penghormatan manusia dan ketertundukkan manusia 
kepadanya itu justru meningkatkan kesombongannya. Nabi Ibrahim mendengar
 apa yang dikatakan oleh si raja. Nabi Ibrahim mengetahui segala 
sesuatunya. Dalam ayat ini terjadilah perbincangan antara Ibrahim dengan si raja.Nabi Ibrahim berkata dengan lembut:
"Tuhanku adalah yang mampu menghidupkan dan mematikan." (QS. al-Baqarah: 258)
Si raja membalas:
"Aku pun menghidupkan dan mematikan." (QS. al-Baqarah: 258)
Nabi
 Ibrahim tidak bertanya bagaimana si raja menghidupkan dan mematikan. 
Nabi Ibrahim tahu bahwa sebenarnya ia berbohong. Raja berkata: "Aku 
mampu menghadirkan seseorang yang sedang berjalan lalu aku membunuhnya, 
dan pada kesempatan yang lain aku mampu memaafkan orang yang sudah 
dipastikan untuk dihukum gantung lalu aku menyelamatkannya dari 
kematian. Dengan demikian, aku mampu memberi kehidupan dan kematian."
Mendengar
 kebodohannya itu, Nabi Ibrahim tertawa dan pada saat yang sama beliau 
merasakan kesedihan. Tetapi Nabi Ibrahim ingin mematahkan argumen raja 
itu yang mengatakan bahwa ia mampu menghidupkan dan mematikan, padahal 
sebenarnya ia tidak mampu. Nabi Ibrahim berkata:
"Sesungguhnya
 Allah mampu mendatangkan matahari dari timur, maka kalau engkau mampu 
datangkanlah ia dari barat. " (QS. al-Baqarah: 258)
Mendengar
 tantangan Nabi Ibrahim itu, raja menjadi terpaku dan terdiam ia merasa 
tidak mampu. la tidak mampu berkata-kata lagi. Nabi Ibrahim berkata 
kepada raja bahwa Allah SWT mampu mendatangkan matahari dari timur, 
apakah ia mampu mendatangkan matahari dari barat. Tentu raja tidak mampu
 mendatangkannya. Alam mempunyai aturan dan undang-undang yang diatur 
dan diciptakan oleh Allah SWT di mana tiada makhluk yang lain yang mampu
 mengubahnya. Jika raja mengklaim bahwa ia benar-benar tuhan, maka tentu
 ia dapat mengubah hukum alam tersebut. Saat itu si raja merasa tidak 
mampu memenuhi tantangan itu. Ia justru membisu. Ia tidak mengetahui apa
 yang harus dikatakannya dan apa yang harus dilakukannya. Setelah 
orang-orang kafir diam membisu, Nabi Ibrahim meninggalkan istana raja. 
Kemudian ketenaran Nabi Ibrahim tersebar di segala penjuru negeri. 
Manusia mulai ramai-ramai membicarakan mukjizatnya dan keselamatanya 
dari api. Manusia menyinggung bagaimana sikap raja ketika mendengar 
tantangan Nabi Ibrahim, dan bagaimana si raja menjadi membisu dan tidak 
mengetahui apa yang harus dikatakannya.
Nabi
 Ibrahim tetap melanjutkan dakwahnya di jalan Allah SWT. Nabi Ibrahim 
mencurahkan tenaga dan upayanya untuk membimbing kaumnya. Nabi Ibrahim 
berusaha menyadarkan mereka dengan berbagai cara. Meskipun beliau sangat
 cinta dan menyayangi mereka, mereka malah justru marah kepadanya dan 
malah mengusirnya. Dan tiada yang beriman bersamanya kecuali seorang 
perempuan dan seorang lelaki. Perempuan itu bernama Sarah yang kemudian 
menjadi istrinya sedangkan laki-laki itu adalah Luth yang kemudian 
menjadi nabi setelahnya.
Ketika
 Nabi Ibrahim mengetahui bahwa tidak seorang pun beriman selain kedua 
orang tersebut, ia menetapkan untuk berhijrah. Sebelum beliau berhijrah,
 ia mengajak ayahnya beriman. Kemudian Nabi Ibrahim mengetahui bahwa 
ayahnya adalah musuh Allah SWT dan dia tidak akan beriman. Nabi Ibrahim 
pun berlepas diri darinya dan memutuskan hubungan dengannya.
Untuk
 kedua kalinya dalam kisah para nabi kita mendapati hal yang 
mengagetkan. Dalam kisah Nabi Nuh kita menemukan bahwa si ayah seorang 
nabi dan si anak seorang kafir, sedangkan dalam kisah Nabi Ibrahim 
justru sebaliknya: si ayah yang menjadi kafir dan si anak yang menjadi 
nabi. Dalam kedua kisah tersebut kita mengetahui bahwa seorang mukmin 
berlepas diri dari musuh Allah SWT, meskipun dia adalah anaknya dan 
ayahnya.
Melalui
 kisah tersebut, Allah SWT memberitahukan kepada kita bahwa hubungan 
satu-satunya yang harus dipelihara dan harus diperhatikan di antara 
hubungan-hubungan kemanusiaan adalah hubungan keimanan, bukan hanya 
hubungan darah. Allah SWT berflrman dalam surah at-Taubah:
"Dan
 permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain
 hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya 
itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh 
Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya. Sesungguhnya Ibrahim adalah 
seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. " (QS. at-Taubah: 
114)
Nabi
 Ibrahim keluar meninggalkan negerinya dan memulai petualangannya dalam 
hijrah. Nabi Ibrahim pergi ke kota yang bernama Aur dan ke kota yang 
lain bernama Haran, kemudian beliau pergi ke Palestina bersama istrinya,
 satu-satunya wanita yang beriman kepadanya. Beliau juga disertai Luth, 
satu-satunya lelaki yang beriman kepadanya. Allah SWT berfirman:
"Maka
 Luth membenarkan (kenabian)nya. Dan berkatalah Ibrahim: 'Sesungguhnya 
aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku (kepadaku); 
sesungguhnya Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.'" (QS. 
al-Ankabut: 26)
Setelah
 ke Palestina, Nabi Ibrahim pergi ke Mesir. Selama perjalanan ini Nabi 
Ibrahim mengajak manusia untuk menyembah Allah SWT, bahkan beliau 
berjuang dalam hal itu denqan gigih. Beliau mengabdi dan membantu 
orang-orang yang tidak mampu dan orang-orang yang lemah. Beliau 
menegakkan keadilan di tengah-tengah manusia dan menunjukkan kepada 
mereka jalan yang benar.
Istri
 Nabi Ibrahim, Sarah, tidak melahirkan, lalu raja Mesir memberikan 
seorang pembantu dari Mesir yang dapat membantunya. Nabi Ibrahim telah 
menjadi tua dan rambutnya memutih di mana beliau menggunakan usianya 
hanya untuk berdakwah di jalan Allah SWT. Sarah berpikir bahwa ia dan 
Nabi Ibrahim tidak akan mempunyai anak, lalu ia berpikir bagaimana 
seandainya wanita yang membatunya itu dapat menjadi istri kedua dari 
suaminya. Wanita Mesir itu bernama Hajar. Akhirnya, Sarah menikah-kan 
Nabi Ibrahim dengan Hajar, kemudian Hajar melahirkan anaknya yang 
pertama yang dinamakan oleh ayahnya dengan nama Ismail. Nabi Ibrahim 
saat itu menginjak usia yang sangat tua ketika Hajar melahirkan anak 
pertamanya, Ismail.
Nabi
 Ibrahim hidup di bumi Allah SWT dengan selalu menyembah-Nya, bertasbih,
 dan menyucikan-Nya. Kita tidak mengetahui, berapajauh jarak yang 
ditempuh Nabi Ibrahim dalam perjalanannya. Beliau adalah seorang musafir
 di jalan Allah SWT. Seorang musafir di jalan Allah SWT menyadari bahwa 
hari-hari di muka bumi sangat cepat berlalu, kemudian di tiupkan 
sangkakala lalu terjadilah hari kiamat dan kemudian hari kebangkitan.
Pada
 suatu hari, had Nabi Ibrahim dipenuhi rasa kedamian, cinta, dan 
keyakinan. Beliau ingin melihat kebesaran Allah SWT, Sang Pencipta. 
Beliau ingin melihat hari kiamat sebelum terjadinya. Allah SWT 
menceritakan sikapnya itu dalam firman-Nya:
وَإِذْ
 قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتَى قَالَ 
أَوَلَمْ تُؤْمِنْ قَالَ بَلَى وَلَكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي قَالَ 
فَخُذْ أَرْبَعَةً مِنَ الطَّيْرِ فَصُرْهُنَّ إِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ 
عَلَى كُلِّ جَبَلٍ مِنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِينَكَ 
سَعْيًا وَاعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Wa-idz qaala ibraahiimu rabbi arinii kaifa tuhyil 
mauta qaala awalam tu'min qaala bala walakin liyathma-inna qalbii qaala 
fakhudz arba'atan minath-thairi fashurhunna ilaika tsummaaj'al 'ala 
kulli jabalin minhunna juz-an tsummaad'uhunna ya'tiinaka sa'yan waa'lam 
annallaha 'aziizun hakiimun
 
"Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: 'Ya Rabb-ku, perlihatkanlah 
kepadaku, bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang yang mati'. Allah 
berfirman: 'Apakah kamu belum percaya'. Ibrahim menjawab: 'Saya telah 
percaya, akan tetapi agar bertambah tetap hati saya'. Allah berfirman: 
'(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu jinakkanlah 
burung-burung itu kepadamu, kemudian letakkanlah tiap-tiap seekor 
darinya (di) atas tiap-tiap bukit. Sesudah itu panggillah dia, niscaya 
dia akan datang kepada kamu dengan segera'. Dan ketahuilah bahwa Allah 
Maha Perkasa, lagi Maha Bijaksana." – (QS.2:260)
Hasrat
 Nabi Ibrahim terhadap hal tersebut dipengaruhi oleh keimanan yang luar 
biasa; keimanan yang dipenuhi cinta kepada Allah SWT.
Nabi
 Ibrahim melakukan apa saja yang diperintahkan oleh Allah SWT. Beliau 
menyembelih empat ekor burung lalu memisah-misahkan bagiannya di atas 
gunung, kemudian ia memamanggilnya dengan nama Allah SWT. Tiba-tiba 
bulu-bulu dan burung itu bangkit dan bergabung dengan sayap-sayapnya, 
kemudian dada dari burung itu mencari kepalanya. Akhirnya, bagian-bagian
 burung yang terpisah kembali bergabung. Burung itu pun kembali 
mendapatkan kehidupan lalu burung itu terbang dengan cepat dan kembali 
ke pangkuan Nabi Ibrahim.
Para
 ahli tafsir meyakini bahwa eksperimen ini berangkat dari kehausan ilmu 
yang ada pada Nabi Ibrahim, dan sebagian lagi mengatakan bahwa beliau 
ingin melihat kebesaran Allah SWT saat menciptakan makhluk-Nya. Beliau 
memang sudah mengetahui hasilnya, tapi beliau tidak melihat cara 
pembuatan penciptaan makhluk. Sebagian mufasir lain mengatakan bahwa 
beliau merasa puas atas apa yang dikatakan oleh Allah SWT dan beliau 
tidak jadi menyembelih burung. Kami sendiri menilai bahwa eksperimen ini
 menunjukkan tingkat cinta yang tinggi yang dicapai oleh seorang musafir
 di jalan Allah SWT, yaitu Nabi Ibrahim. Seorang pecinta akan selalu 
timbul dalam dirinya hasrat, rasa tunduk, dan rasa ingin menambah 
cintanya. Demikianlah cinta Nabi Ibrahim. Inilah petualangan Nabi 
Ibrahim di mana setiap kali ia melalui perjalanannya, maka kehausan 
cintanya pun meningkat. Pada suatu hari Nabi Ibrahim bangun lalu beliau 
memerintahkan istrinya, Hajar, untuk membawa anaknya bersiap-siap untuk 
melalui perjalanan panjang. Setelah beberapa hari, dimulailah perjalanan
 Nabi Ibrahim ber-sama istrinya Hajar beserta anak mereka, Ismail. Saat 
itu Ismail masih menyusu pada ibunya.
Nabi
 Ibrahim berjalan di tengah-tengah tanah yang penuh dengan tanaman, 
melewati gurun dan gunung-gunung. Kemuudian beliau memasuki tanah Arab. 
Nabi Ibrahim menuju ke suatu lembah yang di dalamnya tidak ada tanaman, 
tidak ada buah-buahan, tidak ada pepohonan, tidak ada makanan dan tidak 
ada air. Lembah itu kosong dari tanda-tanda kehidupan. Nabi Ibrahim 
sampai ke lembah, lalu beliau turun dari atas punggung hewan 
tunggangannya. Lalu beliau menurunkan istrinya dan anaknya dan 
meninggalkan mereka di sana. Mereka hanya dibekali dengan makanan dan 
sedikit air yang tidak cukup untuk kebutuhan dua hari.
Ketika
 beliau mulai meninggalkan mereka dan berjalan, tiba-tiba istrinya 
segera menyusulnya dan berkata kepadanya: "Wahai Ibrahim, ke mana engkau
 pergi? Mengapa engkau meninggalkan kami di lembah ini, padahal di 
dalamnya tidak terdapat sesuatu pun." Nabi Ibrahim tidak segera menjawab
 dan ia tetap berjalan. Istrinya pun kembali mengatakan perkataan yang 
dikatakan sebelumnya. Namun Nabi Ibrahim tetap diam. Akhirnya, si istri 
memahami bahwa Nabi Ibrahim tidak bersikap demikian kecuali mendapat 
perintah dari Allah SWT. Kemudian si istri bertanya: "Apakah Allah SWT 
memerintahkannya yang demikian ini?" Nabi Ibrahim menjawab: "Benar." 
Istri yang beriman itu berkata: "Kalau begitu, kita tidak akan 
disia-siakan." Nabi Ibrahim menuju ke tempat di suatu gunung lalu beliau
 mengangkat kedua tangannya untuk berdoa kepada Allah SWT:
"Ya
 Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di 
lembah yang tidak mempuyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau 
(Baitullah) yang dihormati. " (QS. Ibrahim: 37)
Saat
 itu Baitullah belum dibangun. Terdapat hikmah yang tinggi dalam 
perjalanan yang penuh dengan misteri ini. Ismail ditinggalkan bersama 
ibunya di tempat ini. Ismail-lah yang akan bertanggung jawab bersama 
ayahnya dalam pembangunan Ka'bah. Hikmah Allah SWT menuntut untuk 
didirikannya suatu bangunan di lembah itu dan dibangun di dalamnya 
Baitullah, di mana kita akan menuju ke sana dan menghadap kepadanya saat
 kita salat.
Nabi
 Ibrahim meninggalkan istrinya dan anaknya yang masih menyusu di padang 
sahara. Ibu Ismail menyusui anaknya dan mulai merasakan kehausan. Saat 
itu matahari bersinar sangat panas dan membuat manusia mudah merasa 
haus. Setelah dua hari, habislah air dan keringlah susu si ibu. Hajar 
dan Ismail merasakan kehausan, dan makanan telah tiada sehingga saat itu
 mereka merasakan kesulitan yang luar biasa. Ismail mulai menangis 
kehausan dan ibunya meninggalkannya untuk mencarikan air. Si ibu 
berjalan dengan cepat hingga sampai di suatu gunung yang bernama Shafa. 
Ia menaikinya dan meletakkan kedua tangannya di atas keningnya untuk 
melindungi kedua matanya dari sengatan matahari. Ia mulai mencari-cari 
sumber air atau sumur atau seseorang yang dapat membantunya atau kafilah
 atau musafir yang dapat menolongnya atau berita namuii semua harapannya
 itu gagal. Ia segera turun dari Shafa dan ia mulai berlari dan melalui 
suatu lembah dan sampai ke suatu gunung yang bernama Marwah. Ia pun 
mendakinya dan melihat apakah ada seseorang tetapi ia tidak melihat ada 
seseorang.
Si
 ibu kembali ke anaknya dan ia masih mendapatinya dalam keadaan menangis
 dan rasa hausnya pun makin bertambah. Ia segera menuju ke Shafa dan 
berdiri di atasnya, kemudian ia menuju ke Marwah dan melihat-lihat. Ia 
mondar-mandir, pulang dan pergi antara dua gunung yang kecil itu 
sebanyak tujuh kali. Oleh karenanya, orang-orang yang berhaji 
berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali. Ini 
adalah sebagai peringatan terhadap ibu mereka yang pertama dan nabi 
mereka yang agung, yaitu Ismail.
Setelah
 putaran ketujuh, Hajar kembali dalam keadaan letih dan ia duduk di sisi
 anaknya yang masih menangis. Di tengah-tengah situasi yang sulit ini, 
Allah SWT menurunkan rahmat-Nya. Ismail pun memukul-mukulkan kakinya di 
atas tanah dalam keadaan menangis, lalu memancarlah di bawah kakinya 
sumur zamzam sehingga kehidupan si anak dan si ibu menjadi 
terselamatkan. Si ibu mengambil air dengan tangannya dan ia bersyukur 
kepada Allah SWT. Ia pun meminum air itu beserta anaknya, dan kehidupan
 tumbuh dan bersemi di kawasan itu. Sungguh benar apa yang dikatakannya 
bahwa Allah SWT tidak akan membiarkannya selama mereka berada di 
jalan-Nya.
Kafilah
 musafir mulai tinggal di kawasan itu dan mereka mulai mengambil air 
yang terpancar dari sumur zamzam. Tanda-tanda kehidupan mulai 
mengepakkan sayapnya di daerah itu. Ismail mulai tumbuh dan Nabi Ibrahim
 menaruh kasih sayang dan perhatian padanya, lalu Allah SWT mengujinya 
dengan ujian yang berat. Allah SWT menceritakan ujian tersebut dalam 
firman-Nya:
"Dan
 Ibrahim berkata: Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan 
Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Tuhanku, anugerahkan kepadaku 
(seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka Kami beri dia 
kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu
 sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim. Ibrahim 
berkata: 'Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku 
menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawab: 'Hai 
bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah kamu 
akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.' Tatkala keduanya 
telah berserah din dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, 
(nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggilah dia: 'Hai Ibrahim, 
sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya 
demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. 
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak
 itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim 
itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, 
(yaitu) "Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim". Demikianlah Kami 
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia 
termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. " (QS. ash-Shaffat: 99-111)
Perhatikanlah,
 bagaimana Allah SWT menguji hamba-hamba-Nya. Renungkanlah bentuk ujian 
tersebut. Kita sekarang berada di hadapan seorang nabi yang hatinya 
merupakan hati yang paling lembut dan paling penyayang di muka bumi. 
Hatinya penuh dengan cinta kepada Allah SWT dan cinta kepada 
makhluk-Nya. Nabi Ibrahim mendapatkan anak saat beliau menginjak usia 
senja, padahal sebelumnya beliau tidak membayangkan akan memperoleh 
karunia seorang anak.
Nabi
 Ibrahim tidur, dan dalam tidurnya beliau melihat dirinya sedang 
menyembelih anaknya, anak satu-satunya yang dicintainya. Timbullah 
pergolakan besar dalam dirinya. Sungguh salah kalau ada orang mengira 
bahwa tidak ada pergolakan dalam dirinya. Nabi Ibrahim benar-benar diuji
 dengan ujian yang berat. Ujian yang langsung berhubungan dengan emosi 
kebapakan yang penuh dengan cinta dan kasih sayang. Nabi Ibrahim 
berpikir dan merenung. Kemudian datanglah jawaban bahwa Allah SWT 
melihatkan kepadanya bahwa mimpi para nabi adalah mimpi kebenaran. Dalam
 mimpinya, Nabi Ibrahim melihat bahwa ia menyembelih anak satu-satunya. 
Ini adalah wahyu dari Allah SWT dan perintah dari-Nya untuk menyembelih 
anaknya yang dicintainya.
Sebagai
 pecinta sejati, Nabi Ibrahim tidak merasakan kegelisahan dari hal 
tersebut. Ia tidak "menggugat" perintah Allah SWT itu. Nabi Ibrahim 
adalah penghulu para pecinta. Nabi Ibrahim berpikir tentang apa yang 
dikatakan kepada anaknya ketika ia menidurkannya di atas tanah untuk 
kemudian menyembelihnya. Lebih baik baginya untuk memberitahu anaknya 
dan hal itu lebih menenangkan hatinya daripada memaksanya untuk 
menyembelih. Akhirnya, Nabi Ibrahim pergi untuk menemui anaknya.
"Ibrahim
 berkata: 'Wahai anakku sesungguhnya aku melihat di dalam mimpi, aku 
menyembelihmu, maka bagaimana pendapatmu. " (QS. ash-Shaffat: 102)
Perhatikanlah
 bagaimana kasih sayang Nabi Ibrahim dalam menyampaikan perintah kepada 
anaknya. la menyerahkan urusan itu kepada anaknya; apakah anaknya akan 
menaati perintah tersebut. Bukankah perintah tersebut adalah perintah 
dari Tuhannya? Ismail menjawab sama dengan jawaban dari ayahnya itu 
bahwa perintah itu datangnya dari Allah SWT yang karenanya si ayah harus
 segera melaksanakannya:
"Wahai
 ayahku kerjakanlah yang diperintahkan Tuhanmu. Insya Allah engkau 
mendapatiku sebagai orang-orang yang sabar." (QS. ash-Shaffat: 102)
Perhatikanlah
 jawaban si anak. Ia mengetahui bahwa ia akan disembelih sebagai 
pelaksanaan perintah Tuhan, namun ia justru menenangkan hati ayahnya 
bahwa dirinya akan bersabar. Itulah puncak dari kesabaran. Barangkali si
 anak akan merasa berat ketika harus dibunuh dengan cara disembelih 
sebagai pelaksanaan perintah Allah SWT. Tetapi Nabi Ibrahim merasa 
tenang ketika mendapati anaknya menantangnya untuk menunjukkan kecintaan
 kepada Allah SWT.
Kita
 tidak mengetahui perasaan sesungguhnya Nabi Ibrahim ketika mendapati 
anaknya menunjukkan kesabaran yang luar biasa. Allah SWT menceritakan 
kepada kita bahwa Ismail tertidur di atas tanah dan wajahnya 
tertelungkup di atas tanah sebagai bentuk hormat kepada Nabi Ibrahim 
agar saat ia menyembelihnya Ismail tidak melihatnya, atau sebaliknya. 
Kemudian Nabi Ibrahim mengangkat pisaunya sebagai pelaksanan perintah 
Allah SWT:
"Tatkala
 keduanya telah berserah din dan Ibrahim, membaringkan anaknya atas 
pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya)." (QS. ash-Shaffat: 103)
Al-Qur'an
 menggunakan ungkapan tersebut ketika keduanya menyerahkan diri terhadap
 pertintah Allah SWT. Ini adalah wujud Islam yang hakiki. Hendaklah 
engkau memberikan sesuatu untuk Islam sehingga tidak ada sesuatu pun 
yang tersisa darimu. Pada saat pisau siap untuk digunakan sebagai 
perintah dari Allah SWT, Allah SWT memanggil Ibrahim. Selesailah 
ujiannya, dan Allah SWT menggantikan Ismail dengan suatu kurban yang 
besar.
Peristiwa
 tersebut kemudian diperingati sebagai hari raya oleh kaum Muslim, yaitu
 hari raya yang mengingatkan kepada mereka tentang Islam yang hakiki 
yang dibawa dan di amalkan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail. Demikianlah 
kisah Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim meninggalkan anaknya dan kembali 
berdakwah di bumi Allah SWT. Nabi Ibrahim berhijrah dari tanah Kaldanin,
 tempat kelahirannya di Irak, dan melalui Yordania dan tinggal di negeri
 Kan'an. Saat berdakwah, beliau tidak lupa bertanya tentang kisah Nabi 
Luth bersama kaumnya. Nabi Luth adalah orang yang pertama kali beriman 
kepadanya. Allah SWT telah memberinya pahala dan telah mengutusnya 
sebagai Nabi kepada kaum yang menentang kebenaran.
Nabi
 Ibrahim duduk di luar kemahnya dan memikirkan tentang anaknya Ismail, 
dan kisah mimpinya serta tentang tebusan dari Allah SWT berupa kurban 
yang besar. Hatinya penuh dengan gelora cinta. Nabi Ibrahim tidak mampu 
menghitung pujian yang harus ditujukan kepada Tuhannya. Matanya 
berlinangan air mata sebagai bukti rasa terima kasih dan syukur kepada 
Allah SWT. Mulailah butiran-butiran air matanya bercucuran. Nabi Ibrahim
 mengingat Ismail dan mulai rindu kepadanya.
Dalam
 situasi seperti itu, turunlah malaikat (Jibril, Israfil, dan Mikail) ke
 bumi Jibril. Mereka berubah wujud menjadi manusia yang indah dan 
tampan. Mereka memegang misi dan tugas khusus. Mereka berjalan di depan 
Nabi Ibrahim dan menyampaikan berita gembira padanya, kemudian mereka 
akan mengunjungi kaum Nabi Luth dan memberikan hukum atas kejahatan 
kaumnya. Melihat wajah-wajah yang bersinar itu, Nabi Ibrahim tercengang 
dan mengangkat kepalanya. Nabi Ibrahim tidak mengenal mereka. Mereka 
mengawali ucapan salam. Dan Nabi Ibrahim membalas salam mereka. Nabi 
Ibrahim bangkit dari tempatnya dan menyambut mereka. Nabi Ibrahim 
mempersilakan mereka masuk ke dalam rumahnya. Nabi Ibrahim mengira bahwa
 mereka adalah tamu-tamu asing. Nabi Ibrahim mempersilahkan mereka 
duduk, dan kemudian ia meminta izin kepada mereka untuk keluar dan 
menemui keluarganya. Sarah, istrinya, bangun ketika Nabi Ibrahim masuk 
menemuinya. Saat itu Sarah sudah mulai tua dan rambutnya mulai memutih.
Nabi
 Ibrahim berkata kepada istrinya: "Aku dikunjungi oleh tiga orang 
asing." Istrinya bertanya: "Siapakah mereka?" Nabi Ibrahim menjawab: 
"Aku tidak mengenal mereka. Sungguh wajah mereka sangat aneh. Tak ragu 
lagi, mereka pasti datang dari tempat yang jauh, tetapi pakaian mereka 
tidak menunjukkan mereka berasal dari daerah yang jauh. Oh iya, apakah 
ada makanan yang dapat kita berikan kepada mereka?" Sarah berkata: 
"Separo daging kambing." Nabi Ibrahim berkata: "Hanya separo daging 
kambing. Kalau begitu, sembelihlah satu kambing yang gemuk. Mereka 
adalah tamu-tamu yang istimewa. Mereka tidak memiliki hewan tunggangan 
atau makanan. Barangkali mereka lapar, atau barangkali mereka 
orang-orang yang tidak mampu."
Nabi
 Ibrahim memilih satu kambing besar dan memerintahkan untuk disembelih 
serta menyebut nama Allah SWT saat menyembelihnya. Kemudian disiapkanlah
 makanan. Setelah siap, Nabi Ibrahim memanggil tamu-tamunya untuk makan.
 Istrinya membantu untuk melayani mereka dengan penuh kehormatan. Nabi 
Ibrahim mengisyaratkan untuk menyebut nama Allah SWT, kemudian Nabi 
Ibrahim mulai mengawali untuk memakan agar mereka juga mulai makan.
Nabi
 Ibrahim adalah orang yang sangat dermawan dan beliau mengetahui bahwa 
Allah SWT pasti membalas orang-orang yang dermawan. Barangkali di 
rumahnya tidak ada hewan lain selain kambing itu, tetapi karena 
kedermawanannya, beliau pun menghidangkan kambing itu untuk tamunya. 
Nabi Ibrahim memperhatikan sikap tamu-tamunya, namun tak seorang pun di 
antara tamunya yang mengulurkan tangan. Nabi Ibrahim mendekatkan makanan
 itu kepada mereka sambil berkata: "Mengapa kalian tidak makan?" Nabi 
Ibrahim kembali ke tempatnya sambil mencuri pandangan, tapi lagi-lagi 
mereka masih tidak memakannya. Saat itu Nabi Ibrahim merasakan 
ketakutan.
Dalam
 tradisi kaum Badui diyakini bahwa tamu yang tidak mau makan hidangan 
yang disajikan oleh tuan rumah, maka ini berarti bahwa ia hendak berniat
 jelek pada tuan rumah. Nabi Ibrahim kembali berpikir dengan penuh 
keheranan melihat sikap tamu-tamunya. Nabi Ibrahim kembali berpikir, 
bagaimana tamu-tamu itu secara mendadak menemuinya di mana ia tidak 
melihat mereka sebelumnya kecuali setelah mereka ada di hadapannya. 
Mereka tidak memiliki binatang tunggangan yang mengantarkan mereka. 
Mereka juga tidak membawa bekal perjalanan. Wajah-wajah mereka sangat 
aneh baginya. Mereka adalah para musafir, tetapi anehnya tidak ada bekas
 debu perjalanan. Kemudian Nabi Ibrahim mengajak mereka makan, lalu 
mereka duduk di atas meja makan tetapi mereka tidak makan sedikit pun. 
Bertambahlah ketakutan Nabi Ibrahim.
Beliau
 mengangkat pandangannya, lalu beliau mendapati istrinya Sarah berdiri 
di ujung kamar. Melalui pandangannya yang membisu, Nabi Ibrahim hendak 
mengatakan bahwa ia merasa takut terhadap tamu-tamunya, namun wanita itu
 tidak memahaminya. Nabi Ibrahim berpikir bahwa tamu-tamunya itu 
berjumlah tiga orang dan mereka tampak masih muda-muda sedangkan ia 
sudah tua. Para malaikat dapat membaca pikiran yang bergolak dalam diri 
Nabi Ibrahim. Salah seorang malaikat berkata padanya: "Janganlah engkau 
takut." Nabi Ibrahim mengangkat kepalanya dan dengan penuh kejujuran ia 
berkata: "Aku mengakui bahwa aku merasa takut. Aku telah mengajak kalian
 untuk makan dan telah menyambut kalian, tapi kalian tidak mau 
memakannya. Apakah kalian mempunyai niat buruk kepadaku?" Salah seorang 
malaikat tersenyum dan berkata: "Kita tidak makan wahai Ibrahim, karena 
kita adalah malaikat-malaikat Allah SWT dan kami telah diutus kepada 
kaum Luth."
Mendengar
 semua itu, istri Nabi Ibrahim tertawa. Ia berdiri mengikuti dialog yang
 terjadi antara suaminya dan rnereka. Salah seorang malaikat menoleh 
kepadanya dan memberinya kabar gembira tentang kelahiran Ishak. Allah 
SWT memberimu kabar gembira dengan kelahiran Ishak. Wanita tua itu 
dengan penuh keheranan berkata:
قَالَتْ يَا وَيْلَتَا أَأَلِدُ وَأَنَا عَجُوزٌ وَهَذَا بَعْلِي شَيْخًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عَجِيبٌ
Qaalat yaa wailataa aalidu wa-anaa 'ajuuzun wahadzaa ba'lii syaikhan inna hadzaa lasyayun 'ajiibun
"Sungguh
 mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah 
seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan yang sangat tua
 pula?" (QS. Hud: 72)
Dan salah seorang malaikat kembali berkata kepadanya:
وَامْرَأَتُهُ قَائِمَةٌ فَضَحِكَتْ فَبَشَّرْنَاهَا بِإِسْحَاقَ وَمِنْ وَرَاءِ إِسْحَاقَ يَعْقُوبَ
Waamra-atuhu qaa-imatun fadhahikat fabasy-syarnaahaa biishaaqa wamin waraa-i ishaaqa ya'quub(a)
 
"Dan sesudah Ishak (lahir pula) Ya'qub." (QS. Hud: 71)
Engkau
 akan menyaksikan kelahiran cucumu. Bergolaklah berbagai perasaan dalam 
had Nabi Ibrahim dan istrinya. Suasana di kamar pun berubah dan 
hilanglah rasa takut dari Nabi Ibrahim. Kemudian hatinya dipenuhi dengan
 kegembiraan. Istrinya yang mandul berdiri dalam keadaan gemetar, karena
 berita gembira yang dibawa oleh para malaikat itu cukup menggoncangkan 
jiwanya. Ia adalah wanita yang tua dan mandul dan suaminya juga 
laki-laki tua, maka bagaimana mungkin, padahal dia adalah wanita tua. Di
 tengah-tengah berita yang cukup menggoncangkan tersebut, Nabi Ibrahim 
bertanya:
"Apakah
 kamu memberi kabar gembira kepadaku padahal usiaku ielah lanjut, maka 
dengan cara bagaimanakah (terlaksananya) berita gembira yang kamu 
kabarkan ini?" (QS. al-Hijr: 54)
Apakah
 beliau ingin mendengarkan kabar gembira untuk kedua kalinya, ataukah ia
 ingin agar hatinya menjadi tenang dan mendengar kedua kalinya karunia 
dari Allah SWT padanya? Ataukah Nabi Ibrahim ingin menampakkan 
kegembiraannya kedua kalinya? Para malaikat menegaskan padanya bahwa 
mereka membawa berita gembira yang penuh dengan kebenaran.
"Mereka
 menjawab: 'Kami menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan benar, maka 
janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa.'" (QS. al-Hijr: 
55)
"Ibrahim berkata: 'Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat.'" (QS. al-Hijr: 56)
Para
 malaikat tidak memahami perasaan kemanusiaannya, maka mereka 
melarangnya agar jangan sampai berputus asa. Nabi Ibrahim memahamkan 
mereka bahwa ia tidak berputus asa tetapi yang ditampakkannya hanya 
sekadar kegembiraan. Kemudian istri Nabi Ibrahim turut bergabung dalam 
pembicaraan bersama mereka. la bertanya dengan penuh keheranan: "Apakah
 aku akan melahirkan sementara aku adalah wanita yang sudah tua. Sungguh
 hal ini sangat mengherankan." Para malaikat menjawab:
"Para
 malaikat itu berkata: 'Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan 
Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahhan atas 
kamu, hai Ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha 
Pemurah.'" (QS. Hud: 73)
Berita
 gembira itu bukan sesuatu yang sederhana dalam kehidupan Nabi Ibrahim 
dan istrinya. Nabi Ibrahim tidak mempuyai anak kecuali Ismail di mana ia
 meninggalkannya di tempat yang jauh, di Jazirah Arab. Istrinya Sarah 
selama puluhan tahun bersamanya dan tidak memberinya anak. Ia sendiri 
yang menikahkan Nabi Ibrahim dengan pembantunya, Hajar. Maka dari Hajar 
lahirlah Ismail, sedangkan Sarah tidak memiliki anak. Oleh karena itu, 
Sarah memiliki kerinduan besar terhadap anak.
Para
 malaikat berkata padanya: "Sesungguhnya itu terjadi dengan kehendak 
Allah SWT. Demikianlah yang diinginkan-Nya kepadanya dan pada suaminya."
 Kemudian saat ia berusia senja, ia mendapatkan kabar gembira di mana ia
 akan melahirkan seorang anak, bukan anak biasa tetapi seorang anak yang
 cerdas. Bukan ini saja, para malaikat juga menyampaikan kepadanya bahwa
 anaknya akan mempunyai anak (cucunya) dan ia pun akan menyaksikannya. 
Wanita itu telah bersabar cukup lama kemudian ia memasuki usia senja dan
 lupa. Lalu datanglah balasan Allah SWT dengan tiba-tiba yang menghapus 
semua ini. Air matanya berlinang saat ia berdiri karena saking 
gembiranya. Sementara itu Nabi Ibrahim as merasakan suatu perasaan yang 
mengherankan. Hatinya dipenuhi dengan kasih sayang dan kedekatan. Nabi 
Ibrahim mengetahui bahwa ia sekarang berada di hadapan suatu nikmat yang
 ia tidak mengetahui bagaimana harus mensyukurinya.
Nabi
 Ibrahim segera bersujud. Saat itu anaknya Ismail ada di sana namun ia 
jauh darinya sehingga tidak melihatnya. Ismail ada di sana atas perintah
 Allah SWT di mana Dia memerintahkannya untuk membawa anaknya bersama 
ibunya dan meninggalkan mereka di suatu lembah yang tidak memiliki 
tanaman dan air. Demikianlah perintah tersebut tanpa ada keterangan 
yang lain. Nabi Ibrahim melaksanakan perintah tersebut dengan tulus, dan
 beliau hanya berdakwah dan menyembah Allah SWT. Allah SWT memberinya 
kabar gembira saat beliau menginjak usia tua dengan kelahiran Ishak dari
 istrinya Sarah, dan setelah kelahirannya disusul dengan kelahiran 
Yakub. Nabi Ibrahim bangun dari sujudnya lalu pandangannya tertuju pada 
makanan. Ia merasa tidak rnarnpu lagi melanjutkan makan karena saking 
gembiranya. Ia memerintahkan pembantunya untuk mengangkat makanan, lalu 
beliau menoleh kepada para malaikat. Hilanglah rasa takut Nabi Ibrahim 
dan keresahannya menjadi tenang. Nabi Ibrahim mengetahui bahwa mereka 
diutus pada kaum Luth sedangkan Luth adalah anak saudaranya yang tinggal
 bersamanya di tempat kelahirannya.
Nabi
 Ibrahim mengetahui maksud pengutusan para malaikat pada Luth dan 
kaumnya. Ini berarti akan terjadi suatu hukuman yang mengerikan. 
Karakter Nabi Ibrahim yang penyayang dan lembut menjadikannya tidak 
mampu menahan kehancuran suatu kaum. Barangkali kaum Luth akan bertaubat
 dan masuk Islam serta menaati perintah rasul mereka. Nabi Ibrahim mulai
 mendebat para malaikat tentang kaum Luth. Nabi Ibrahim berbicara kepada
 mereka, bahwa boleh jadi mereka akan beriman dan keluar dari jalan 
penyimpangan. Namun para malaikat memahamkannya bahwa kaum Luth adalah 
orang-orang yang jahat, dan bahwa tugas mereka adalah mengirim 
batu-batuan yang panas dari sisi Tuhan bagi orang-orang yang melampaui 
batas.
Setelah
 para malaikat menutup pintu dialog itu, Nabi Ibrahim kembali berbicara 
kepada mereka tentang orang-orang mukmin dari kaum Luth. Ia bertanya 
kepada mereka: "Apakah kalian akan menghancurkan suatu desa yang di 
dalamnya terdapat tiga ratus orang mukmin?" Para malaikat menjawab: 
"Tidak." Nabi Ibrahim mulai mengurangi jumlah orang-orang mukmin dan ia 
bertanya lagi kepada mereka: "Apakah desa itu akan dihancurkan sementara
 masih ada sejumlah orang-orang mukmin ini." Para malaikat menjawab: 
"Kami lebih mengetahui orang-orang yang ada di dalamnya." Kemudian 
mereka memahamkannya bahwa perkara tersebut telah ditetapkan dan bahwa 
kehendak Allah SWT telah diputuskan untuk menghancurkan kaum Luth. Para 
malaikat memberi pengertian kepada Nabi Ibrahim agar beliau tidak 
terlibat lebih jauh dalam dialog itu karena Allah SWT telah memutuskan 
perintah-Nya untuk mendatangkan azab yang tidak dapat ditolak, suatu 
azab yang tidak dapat dihindari dengan pertanyaan Nabi Ibrahim. Namun 
pertanyaan Nabi Ibrahim itu berangkat dari seorang Nabi yang sangat 
penyayang dan penyantun. Allah SWT berfirman:
"Dan
 sesungguhnya utusan-utusan kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada
 Ibrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: 'Salamun' 
(Selamatlah), maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak 
sapi yang dipanggang. Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak 
menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut 
kepada mereka. Malaikat itu berkata: 'Janganlah kamu takut, sesungguhnya
 kami adalah (malaikat-malaikat) yang diutus kepada kaum Luth. Dan 
istrinya berdiri (di balik tirai) lalu dia tersenyum. Maka kami 
sampaikan kepadanya kabar gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari 
Ishak (akan lahir putranya) Yakub. Istrinya berkata: 'Sungguh 
mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang
 perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan yang sudah tua pula? 
Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh.' Para malaikat itu 
berkata: 'Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah)
 rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait! 
Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Maha Terpuji.' Maka tatkala rasa 
takut itu hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya,
 dia pun bersoal jawab dengan (malaikat-malaikat) Kami tentang kaum 
Luth. Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi 
penghiba dan suka kembali kepada Allah. Hai Ibrahim, tinggalkanlah 
soaljawab ini sesungguhnya telah datang ketetapan Tuhanmu, dan 
sesungguhnya mereka itu akan didatangi azab yang tidak dapat ditolak." 
(QS. Hud: 69-76)
Pernyataan
 malaikat itu sebagai syarat untuk mengakhiri perdebatan itu. Ibrahim 
pun terdiam. Marilah kita tinggalkan Nabi Ibrahim dan kita beralih pada 
Nabi Luth dan kaumnya.
______________________________ 
[1]
 Terdapat perbedaan pendapat dalam menafsirkan kata "ab" dalam kisah 
Nabi Ibrahim as dalam al-Quran. Sebagian mengartikannya dengan arti 
lahiriahnya, yaitu ayah. Tapi, kelompok yang lain berasumsi bahwa yang 
dimaksud dengan kata tersebut adalah paman. (Peng.)
Demikian kisah Nabi Ibrahim AS semoga bermanfaat.
Sumber | Al Qur'anul karim surat, 
 








 
 
 



Tidak ada komentar:
Posting Komentar