Riwayat Sejarah Kisah Nabi Syu'aib AS
Kisah Nabi Syu'aib AS
 pada zaman rasul,Banyak orang di zaman kita beranggapan bahwa agama 
hanya merupakan program-program yang kosong dan nilai-nilai akhlak 
semata. Ini adalah keyakinan klasik dan salah. Pada hakikatnya, agama 
adalah sistem dalam kehidupan dan pergaulan. Intinya ialah hubungan 
dengan Allah SWT. Oleh karena itu, usaha memisahkan antara 
problem-problem tauhid dan perilaku manusia dalam kehidupan mereka 
sehari-hari berarti memisahkan agama dari kehidupan dan mengubahnya 
menjadi adat-istiadat, tradis-tradisi, dan acara-acara ritual yang 
hampa. Kisah Nabi Syu'aib menampakkan hal yang demikian secara jelas.
Allah SWT mengutus Syu'aib pada penduduk Madyan:
"Dan
 kepada (penduduk) Madyan (kami utus) saudara mereka, Syu 'aib. Ia 
berkata: 'Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu 
selain Dia.'" (QS. Hud: 84)
Ini
 adalah dakwah yang sama yang diserukan oleh setiap nabi. Dalam hal ini 
tidak ada perbedaan antara satu nabi dan nabi yang lain. Ia merupakan 
dasar akidah dan tanpa dasar ini mustahil suatu bangunan akan berdiri. 
Setelah peletakan bangunan tersebut, Syu'aib mulai menyuarakan 
dakwahnya:
"Dan
 janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan. Sesungguhnya aku melihat 
kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir 
terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)." (QS. Hud: 84)
Setelah
 menjelaskan masalah tauhid secara langsung, Nabi Syu'aib berpindah pada
 masalah muamalah sehari-hari yang berkenaan dengan kejujuran dan 
keadilan. Adalah hal yang terkenal pada penduduk Madyan bahwa mereka 
mengurangi timbangan dan mereka tidak memberikan hak-hak manusia. Ini 
adalah suatu kehinaan yang menyentuh kesucian hati dan tangan 
sebagaimana menyentuh kesempurnaan harga diri dan kemuliaan.
Para
 penduduk Madyan beranggapan bahwa mengurangi timbangan adalah salah 
satu bentuk kelihaian dan kepandaian dalam jual-beli serta bentuk 
kelicikan dalam mengambil dan membeli. Kemudian nabi mereka datang dan 
mengingatkan bahwa hal tersebut merupakan hal yang hina dan termasuk 
pencurian. Nabi Syu'aib memberitahukan kepada mereka bahwa beliau 
khawatir jika mereka meneruskan perbuatan keji itu niscaya akan turun 
kepada mereka azab di mana manusia tidak akan dapat menghindar dari 
siksaan itu. Perhatikanlah bagaimana campur tangan Islam melalui Nabi 
Syu'aib yang diutus kepada manusia di mana ia memperhatikan persoalan 
jual-beli dan mengawasinya:
"Hai
 kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah 
kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu 
membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan." (QS. Hud: 85)
Nabi
 Syu'aib meneruskan misi dakwahnya. Beliau mengulang-ulangi nasihatnya 
kepada mereka dengan cara yang baik dan mengajak ke jalan yang baik, 
tidak ke jalan yang buruk; beliau menghimbau kepada mereka untuk 
menegakkan timbangan dengan keadilan dan kebenaran dan mengingatkan 
mereka agar jangan merampas hak-hak orang lain. Merampas hak-hak orang 
lain itu tidak terbatas pada jual-beli saja, namun juga berhubungan 
dengan perbuatan-perbuatan lainnya; beliau memerintahkan mereka untuk 
menegakkan timbangan keadilan dan kejujuran. Demikianlah seruan dari 
agama tauhid dan akidah tauhid di mana ia selalu menyuarakan kejujuran 
dan keadilan.
Agama
 selalu memerintahkan manusia untuk menjalin kerjasama sesama mereka 
dalam kehidupan sehari-hari dengan cara-cara yang bijaksana dan baik, 
baik menyangkut hubungan kerja, hubungan pribadi maupun hubungan 
lainnya. Al-Qur'an al-Karim mengatakan: "Dan janganlah kamu merugikan 
manusia terhadap hak-hak mereka. "Dan kata as-Syai' (sesuatu) dalam ayat
 tersebut diucapkan kepada hal-hal yang bersifat materi dan yang 
bersifat non-materi (rohani) di mana masuk dalam katagori itu 
perbuatan-perbuatan dan hubungan-hubungan yang menghasilkan. Al-Qur'an 
melarang segala bentuk kelaliman, baik kelaliman berkenaan dengan 
menimbang buah-buahan atau sayur-sayuran maupun kelaliman dalam bentuk 
tidak memberikan penghargaan terhadap usaha manusia dan pekerjaan 
mereka. Sebab, kelaliman terhadap manusia akan menciptakan suasana 
ketidakharmonisan yang berakibat pada timbulnya penderitaan, sikap putus
 asa, dan sikap tidak peduli, sehingga pada akhirnya hubungan sesama 
manusia berjalan tidak harmonis dan menimbulkan kegoncangan dalam 
kehidupan. Oleh katrena itu, Al-Qur'an mengingatkan agar jangan sampai 
ada manusia yang berbuat kerusakan di muka bumi:
"Dan
 janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.
 Sisa (keuntungan) dart Allah adalah lebih baik bagimu jika kamu 
orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorangpenjaga atas dirimu." 
(QS. Hud: 85-86)
Yang
 dimaksud al-'Atsu ialah sengaja membuat kerusakan dan bertujuan untuk 
membuat kerusakan. Janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi; 
janganlah kalian sengaja untuk menciptakan keonaran di muka bumi. Apa 
yang ada di sisi Allah SWT adalah hal yang terbaik buat kalian jika 
kalian benar-benar beriman. Kemudian Nabi Syu'aib memberitahu kepada 
mereka bahwa ia tidak memiki sesuatu kepada mereka; ia tidak dapat 
menguasai mereka tidak juga ia selalu mengawasi mereka. Beliau hanya 
sekadar seorang rasul atau utusan untuk menyampaikan ajaran Tuhannya:
"Dan aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu. " (QS. Hud: 86)
Dengan
 cara yang demikian, Nabi Syu'aib menjelaskan kaumnya bahwa masalah yang
 mereka hadapi saat ini sangat penting dan sangat serius, bahkan sangat 
berat. Beliau memberitahu mereka akibat yang bakal mereka terima jika 
mereka membuat kerusakan. Selesailah bagian pertama dari dialog Nabi 
Syu'aib bersama kaumnya. Nabi Syu'aib telah mengawali pembicaraan dan 
kaumnya mendengarkan. Kemudian beliau berhenti dari pembicaraannya dan 
sekarang kaum membuka pembicaraan:
"Mereka
 berkata: 'Hai Syu'aib, apakah agamamu yang menyuruh agar kami 
meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang hand 
berbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu 
adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal " (QS. Hud: 87)
Para
 penduduk Madyan yang kafir mereka biasa merampok dan menyembah 
al-Aikah, yaitu pohon dari al-Aik yang dikelilingi oleh dahan-dahan yang
 berputar di sekelilingnya. Mereka termasuk orang-orang yang menjalin 
hubungan sesama manusia dengan cara-cara yang sangat keji. Mereka suka 
mengurangi timbangan; mereka mengambil yang lebih darinya dan tidak 
menghiraukan kekurangannya. Perhatikanlah semua itu dalam dialog mereka 
bersama Syu'aib. Mereka berkata, "wahai Syu'aib apakah agamamu yang 
memerintahkanmu...?" Seakan-akan agama ini mendorong Syu'aib dan 
membisikinya serta memerintahnya sehingga ia menaati tanpa pertimbangan 
dan pemikiran. Sungguh Syu'aib telah berubah dengan agamanya itu menjadi
 alat yang bergerak dan alat yang tidak sadar. Demikianlah celaaan dan 
tuduhan keji yang dialamatkan oleh kaum Nabi Syu'aib kepadanya. Agama 
Syu'aib telah membuatnya gila dan membuatnya nekat untuk memerintahkan 
mereka meninggalkan apa yang selama ini mereka sembah dan disembah oleh 
kakek-kakek mereka. Kakek-kakek mereka telah menyembah tumbuh-tumbuhan 
dan pohon-pohonan sementara agama Syu'aib memerintahkan mereka untuk 
hanya menyembah Allah SWT. Kenekatan model apa dari Syu'aib ini?
Dengan
 ejekan dan penghinaan ini, Nabi Syu'aib menghadapi dialog yang terjadi 
dengan mereka. Kemudian mereka kembali bertanya-tanya dengan penuh 
keheranan dan dengan nada mengejek: "Apakah agamamu yang menyuruh agar 
kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami." Tidakkah 
engkau sadar wahai Syu'aib bahwa agamamu ingin mencampuri keinginan kita
 dan cara kita menggunakan harta kita? Apakah hubungan keimanan dan 
salat dengan muamalah materi?
Dengan
 pertanyaan ini, kaum Nabi Syu'aib mengira bahwa mereka mencapai suatu 
tingkat kecerdasan. Mereka mengemukakan di hadapannya problem keimanan, 
dan mereka mengingkari adanya keterkaitan antara perilaku manusia dan 
muamalah mereka serta perekonomian mereka. Ini adalah masalah yang 
klasik; ini adalah usaha untuk memisahkan antara ekonomi dan Islam di 
mana setiap nabi justru di utus untuknya meskipun nama-nama mereka 
berbeda-beda; ini adalah masalah kuno yang diungkap oleh kaum Nabi 
Syu'aib di mana mereka mengingkari bahwa agama turut campur dalam 
kehidupan sehari-hari mereka, perekonomian mereka dan cara mereka 
menggunakan harta mereka. Mereka menganggap bahwa menginfakkan harta 
atau menggunakannya atau menghambur-hamburkannya adalah suatu yang tidak
 berhubungan dengan agama. Hal itu menyangkut kebebasan pribadi manusia.
 Bukankah itu hartanya yang khusus lalu mengapa agama turut campur di 
dalamnya?
Demikianlah
 pemahaman kaum Nabi Syu'aib kepada Islam yang dibawa oleh Nabi Syu'aib.
 Kami kira pemahaman demikian sedikit atau banyak tidak berbeda dengan 
pemahaman banyak masyarakat di zaman kita sekarang mereka menganggap 
bahwasannya Islam tidak memiliki kaitan dengan kehidupan pribadi manusia
 dan kehidupan perekonomian mereka. Oleh karena itu, manusia dapat 
menggunakan harta mereka sesuai dengan kemauan mereka: "Sesungguhnya 
kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal."
Mereka
 ingin mengatakan kepada Nabi Syu'aib, seandainya engkau seorang yang 
bijaksana dan memiliki pemikiran yang matang niscaya engkau tidak akan 
mengatakan apa yang telah engkau katakan. Mereka kembali mengejek Nabi Syu'aib
 dan merendahkan dakwahnya. Seandainya Anda bertanya kepada kaum Nabi 
Syu'aib tentang pemahaman agama mereka maka mereka pasti mengingkari 
bahwa agama adalah sebagai sistem dalam kehidupan yang menjadikan hidup 
lebih mulia, lebih suci, lebih adil dan lebih pantas manusia untuk 
menjabat sebagai khalifatullah di muka bumi; seandainya Anda bertanya 
kepada mereka tentang agama niscaya mereka memberitahumu bahwa ia hanya 
berupa kumpulan nilai-nilai rohani yang baik yang tidak mewarnai 
kehidupan sehari-hari. Dengan pemahaman seperti ini, agama hanya sekadar
 hiasan. Ini adalah pemahaman yang menggelikan karena Allah SWT mengutus
 para nabi dan ajaran-ajaran yang mereka bawa bukan untuk perhiasan dan 
main-mainan. Maha Suci Allah SWT dari semua itu. Allah SWT mengutus para
 nabi-Nya dengan membawa sistem baru dalam kehidupan, yaitu sistem yang 
mencakup nilai-nilai dan pemikiran-pemikiran yang itu semua tidak akan 
bermakna jika tidak berubah menjadi suatu sistem dalam kehidupan secara 
umum dan mengatur kehidupan secara khusus. Dengan pemahaman seperti 
inilah agama menjadi mulai dan agama menjadi benar adanya. Dan dengan 
asumsi seperti ini, kita memahami seberapa jauh campur tangan agama 
dalam persoalan-persoalan kehidupan sehari-hari: dimulai dari 
hubungan-hubungan cinta sampai undang-undang perkawinan, bahkan cara 
mengambil keputusan hidup sampai sistem dalam menginfakkan uang dan 
menggunakannya, juga sistem dalam cara menggunakan dan mendistribusikan 
kekayaan dan sebagainya. Jika manusia memahami agama seperti ini 
makajadilah agama sesuatu kebenaran. Dan kalau tidak, agama laksana 
puing-puing saja.
Nabi
 Syu'aib mengetahui bahwa kaumnya mengejeknya karena mereka menganggap 
agama tidak turut campur dalam kehidupan sehari-hari. Namun, beliau 
menghadapi semua itu dengan penuh kelembutan dan kasih sayang karena 
beliau yakin apa yang beliau bawa adalah kebenaran. Beliau tidak peduli 
dengan ejekan mereka dan tidak tersinggung dengannya dan tidak 
mempersoalkan hal itu; beliau memberi pengertian kepada mereka bahwa 
beliau berada di atas kebenaran dari Tuhannya; beliau adalah seorang 
nabi yang mengetahui kebenaran; beliau tidak melarang mereka untuk 
meninggalkan sesuatu yang di balik larangan itu mendatangkan keuntungan 
pribadi buatnya; beliau tidak ingin menasihati mereka dalam kejujuran 
agar pasar menjadi sepi dan karenanya beliau mengambil manfaat; beliau 
hanya sekadar seorang nabi di mana dakwah setiap nabi tergambar dalam 
ungkapan yang singkat:
"Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. " (QS. Hud: 88)
Yang
 beliau inginkan hanya al-Islah (usaha membuat perbaikan). Demikanlah 
kandungan dan inti dakwah para nabi yang sebenarnya. Mereka adalah 
al-Muslihun, yaitu orang-orang yang membuat perbaikan; mereka 
memperbaiki akal, memperbaiki hati dan memperbaiki kehidupan yang umum 
dan kehidupan yang khusus:
"Syu'aib
 berkata: 'Hai kaumku, bagaimana pikiranku jika aku mempunyai bukti yang
 nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari-Nya rezeki yang baik 
(patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak 
menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak 
bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih 
berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan 
(pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah bertawakal dan hanya 
kepada-Nya-lah aku kembali.'" (QS. Hud: 88)
Setelah
 Nabi Syu'aib menjelaskan tujuan-tujuannya kepada mereka dan 
menyingkapkan kebenaran dakwahnya, beliau mulai mengotak-atik akal-akal 
rnereka; beliau mengungkapkan kepada mereka bagaimana pergulatan 
orang-orang sebelum mereka dengan para nabi sebelumnya, yaitu kaum Nabi 
Nuh, kaum Nabi Hud, kaum Nabi Saleh, dan kaum Nabi Luth yang masa mereka
 ddak jauh dengan masa Nabi Syu'aib. Beliau mulai berdialog dengan 
mereka dan mengingatkan mereka bahwa sikap penentangan mereka justru 
akan mendatangkan siksaan bagi mereka. Nabi Syu'aib mengingatkan mereka 
bagaimana nasib orang-orang yang mendustakan kebenaran:
"Hai
 kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kamu) 
menyebabkan kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa azab seperti yang 
menimpah kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Saleh, sedang kaum Luth tidak 
(pula) jauh (tempatnya) dari kamu. Dan mohonlah ampun dari Tuhanmu 
kemudian bertaubatlah kepada-Nya, sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang 
lagi Maha Pengasih. " (QS. Hud: 89-90)
Usai
 Nabi Syu'aib berdakwah kepada Allah SWT dan menjelaskan al-ishlah 
(usaha memperbaiki masyarakat) dan mengingatkan mereka bahaya 
penentangan serta menakut-nakuti mereka dengan menceritakan kembali 
siksaan yang diterima orang-orang yang berbohong sebelum mereka. 
Meskipun demikian, Nabi Syu'aib tetap membukakan pintu pengampunan dan 
pintu taubat bagi mereka. Beliau menunjukkan kepada mereka kasih sayang 
Tuhannya Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Namun kaum Nabi Syu'aib 
memilih azab. Kekerasan hati mereka dan keinginan mereka untuk 
mendapatkan harta yang haram serta rasa puas dengan sistem yang mengatur
 mereka, semua itu menyebabkan mereka menolak kebenaran:
"Mereka berkata: 'Hai Syu'aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu.'" (QS. Hud: 91)
Kami tidak memahamimu. Engkau adalah seorang yang mengacau; engkau mengatakan sesuatu yang tidak dimengerti:
"Dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami." (QS. Hud: 91)
Beliau
 dikatakan sebagai orang yang lemah karena orang-orang fakir dan 
orang-orang yang rrienderita adalah orang-orang yang beriman padanya, 
sedangkan orang-orang kaya dan para pembesar telah menentang mereka. 
Demikianlah pertimbangan umumnya manusia yang tidak memiliki kekuatan 
cukup untuk menghadapi kebenaran dakwah Nabi Syu'aib di mana beliau 
dianggap sebagai orang yang lemah:
"Kalau tidaklah karena keluargamu tentulah kami akan merajammu."(QS. Hud: 91)
Seandainya
 kalau bukan karena keluargamu dan kaummu dan orang-orang yang 
mengikutimu niscaya kami akan menggali suatu lubang dan kami akan bunuh 
kamu dilubang itu dengan cara melempari kamu dengan batu:
"Sedang kamu pun bukanlah seorangyang berwibawa di sisi kami." (QS. Hud: 92)
Kaum
 Nabi Syu'aib berpindah dari cara mengejek pada cara menyerang. Nabi 
Syu'aib telah menyampaikan bukti kepada mereka setelah mereka 
mengejeknya, lalu mereka mengubah cara mereka berdialog. Mereka 
memberitahunya bahwa mereka tidak memahami apa yang beliau katakan dan 
mereka melihat bahwa Nabi Syu'aib sebagai orang yang lemah dan hina. Dan
 seandainya kalau bukan karena mereka takut (kasihan) kepada keluarganya
 niscaya mereka akan membunuhnya. Mereka menampakkan kebencian kepada 
Nabi Syu'aib dan ingin sekali untuk membunuhnya kalau bukan karena 
alasan-alasan yang berhubungan dengan keluarganya. Menghadapi ancaman 
itu, Nabi Syu'aib tetap menunjukkan sikap lembutnya lalu beliau bertanya
 kepada mereka dengan maksud untuk menggugah kesekian kalinya akal 
mereka:
"Syu 'aib menjawab: 'Hai kaumku, apakah keluargaku lebih terhormat menurut pandanganmu daripada Allah. " (QS. Hud: 92)
Apakah
 cukup rasional jika mereka membayangkan hal tersebut? Mereka melupakan 
hakikat kekuatan yang mengatur alam. Sesungguhnya hanya Allah SWT Yang 
Maha Mulia dan Maha Kuat. Seharusnya mereka mengingat hal itu; 
seharusnya seseorang tidak takut kepada apapun selain Allah SWT dan 
tidak membandingkan kekuatan di alam wujud ini dengan kekuatan Allah 
SWT. Hanya Allah SWT Yang Kuat dan hanya Dia yang mengatur 
hamba-hamba-Nya.
Tampak bahwa kaum Nabi Syu'aib mulai kesal dan semakin kesal dengannya, lalu berkumpullah para pembesar kaumnya:
"Pemuka-pemuka
 dari kaum Syu 'aib yang menyombongkan diri berkata: 'Sesungguhnya kami 
akan mengusir kamu hai Syu'aib dan dengan orang-orang yang beriman 
bersamamu dari kota kami, kecuali kamu kembali kepada agama kami.'" (QS.
 al-A'raf: 88)
Mereka
 menggunakan tahap baru dengan cara mengancam Nabi Syu'aib; mereka 
mengancamnya untuk membunuh dan mengusir dari desa mereka; mereka 
memberi pilihan kepada Nabi Syu'aib antara terusir dan kembali kepada 
agama mereka yang menyembah pohon-pohon dan benda-benda mati. Nabi 
Syu'aib memberitahu kepada mereka bahwa masalah kembalinya ia ke agama 
mereka adalah masalah yang tidak berhubungan dengan masalah-masalah yang
 disebutkan dalam perjanjian. Sungguh Allah SWT telah menyelamatkan 
beliau dari agama mereka lalu bagaimana beliau kembali lagi padanya? 
Beliau yang mengajak mereka pada agama tauhid lalu bagaimana beliau 
mengajak mereka untuk kembali pada kesyirikan dan kekufuran? Beliau 
mengajak mereka dengan cara yang lembut dan kasih sayang sementara 
mereka mengancamnya dengan kekuatan.
Demikianlah
 pertentangan antara Nabi Syu'aib dan kaumnya semakin berlanjut. Nabi 
Syu'aib memegang amanat dakwah untuk menghadapi para pembesar, para 
pendusta, dan para penguasa kaumnya. Akhirnya, Nabi Syu'aib mulai 
mengetahui bahwa mereka tidak lagi memiliki harapan karena mereka telah 
berpaling dari Allah SWT:
"Sedang
 Allah kamu jadikan sesuatu yang terbuang di belakangmu? Sesungguhnya 
pengetahuan Tuhanku meliputi apa yang kamu kerjakan. Dan (dia berkata): 
'Hai kaumku, berbuatlah menurut kemampuanmu, sesungguhnya aku pun 
berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab 
yang menghinakannya dan siapa yang berdusta. Dan tunggulah azab (Tuhan).
 Sesungguhnya aku pun menunggu bersama kamu." (QS. Hud: 92-93)
Nabi
 Syu'aib berlepas diri dari mereka. Mereka telah berpaling dari agama 
Allah SWT bahkan telah mendustakan nabi-Nya dan menuduhnya bahwa ia 
tersihir dan seorang pembohong. Maka, setiap orang hendaklah melakukan 
apa saja yang diinginkannya dan hendaklah mereka menunggu azab Allah 
SWT. Kemudian pergulatan antara Nabi Syu'aib dan kaumnya berakhir adanya
 fase baru. Mereka meminta kepada Nabi Syu'aib untuk mendatangkan azab 
dari langit jika beliau termasuk orang-orang yang benar. Dengan nada 
mencibir dan menantang, mereka berkata: "di mana azab itu, di mana 
siksaan yang dijanjikan itu? Mengapa terlambat datang?"
Mereka
 mengejek Nabi Syu'aib dan beliau dengan tenang menunggu datangnya azab 
Allah SWT. Allah SWT mewahyukan kepada beliau agar keluar bersama 
orang-orang mukmin dari desa tersebut. Akhirnya, Nabi Syu'aib keluar 
bersama para pengikutnya dan datanglah azab Allah SWT:
"Dan
 takkala datang azab Kami. Kami selamatkan Syu'aib dan orang-orang yang 
beriman bersama-sama dengan dia dengan rahmat dari kami, dan orang-orang
 lalim dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka 
mati bergelimpangan di rumahnya. Seolah-olah mereka belum pernah berdiam
 di tempat itu. Ingatlah, kebinasaan bagi penduduk Madyan sebagaimana 
kaum Tsamud telah binasa." (QS. Hud: 94-95)
Ia
 adalah teriakan sekali saja satu suara yang datang kepada mereka dari 
celah-celah awan yang menyelimuti. Mula-mula mereka barangkali 
bergembira karena membayangkan itu akan membawa hujan tetapi mereka 
dikagetkan ketika datang kepada mereka siksaan yang besar pada hari yang
 besar.
Selesailah
 masalah ini. Mereka menyadari bahwa teriakan itu membawa bencana buat 
mereka; teriakan itu menghanguskan setiap makhluk yang ada di dalam 
negeri itu. Mereka tidak mampu bergerak dan tidak mampu menyembunyikan 
diri dan tidak pula mereka dapat menyelamatkan diri mereka.
Demikian kisah Nabi Syu'aib AS semoga bermanfaat.
 








 
 
 



Tidak ada komentar:
Posting Komentar