| 61 | untuk menggantikan kamu dengan orang-orang  yang seperti kamu (dalam dunia) dan menciptakan kamu kelak (di akhirat)  dalam keadaan yang tidak kamu ketahui.(QS. 56:61) | 
   |  | 
   | 
 | 
| Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Waaqi'ah 60 - 61 
 
 نَحْنُ  قَدَّرْنَا بَيْنَكُمُ الْمَوْتَ وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوقِينَ (60) عَلَى  أَنْ نُبَدِّلَ أَمْثَالَكُمْ وَنُنْشِئَكُمْ فِي مَا لَا تَعْلَمُونَ (61 Ayat ini menjelaskan, bahwa sesungguhnya Allah SWT menentukan  kematian manusia, dan bahkan Ia telah menetapkan waktu tertentu bagi  kematian setiap manusia, yang semuanya itu ditentukan dan ditetapkan  menurut kehendak-Nya, suatu hal yang mengandung hikmah dan kebijaksanaan  yang tak dapat diketahui oleh manusia. Ketentuan dan ketetapan Allah  SWT dalam menciptakan atau mematikan seseorang tidaklah dapat  dipengaruhi atau dihalang-halangi oleh siapa pun. Demikian juga Allah  SWT Maha kuasa untuk menggantikan suatu umat dengan umat yang lain yang  serupa dan Maha Kuasa melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh  manusia, antara lain membangkitkan manusia kembali dari kuburnya, tak  dapat manusia mengetahui kapan terjadinya.
 |  | 
   | 62 | Dan sesungguhnya kamu telah mengetahui  penciptaan yang pertama, maka mengapakah kamu tidak mengambil pelajaran  (untuk penciptaan yang kedua)?(QS. 56:62) | 
   |  | 
   | 
 | 
| Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Waaqi'ah 62 
 
 وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ النَّشْأَةَ الْأُولَى فَلَوْلَا تَذَكَّرُونَ (62 Ayat  ini menjelaskan bahwa sesungguhnya manusia itu mengetahui bahwa  Allahlah yang menciptakan mereka dari semula dari sejak tidak ada, dan  tak pernah menjadi sebutan sebelumnya.
 Cobalah mereka pikirkan dan  renungkan bahwa Allah SWT yang Maha Kuasa menciptakan mereka pada  penciptaan yang pertama, pastilah Ia Maha kuasa pula menciptakan mereka  lagi pada penciptaan yang kedua, yakni bahwa Allah Maha Kuasa  menghidupkan mereka dari tulang-belulang, yang sekian lamanya berada di  alam kubur, Allah maha kuasa untuk menghidupkan kembali seperti keadaan  sebelum mati.
 Bahkan dinyatakan dalam ayat lain bahwa menghidupkan  orang yang telah mati dari kuburnya itu lebih mudah daripada  menciptakannya pada pertama kali, sebagaimana Firman Nya:
 
 
 
 وهو الذي يبدء الخلق ثم يعيده وهو أهون عليه Artinya: Dan  Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan kemudian mengembalikan  (menghidupkan)nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih  mudah bagi Nya.
 (Q.S. Ar Rum: 27)
 Dalam hubungan ini Rasulullah  saw bersabda; yang artinya Alangkah anehnya orang yang mengingkari  kebangkitan manusia dan alangkah anehnya pula orang yang mempercayai  kebangkitan kedua, padahal ia hanya berusaha untuk kepentingan dirinya  saja.
 |  | 
   | 63 | Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam?(QS. 56:63) | 
   |  | 
   | 
 | 
| Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Waaqi'ah 63 - 64 
 
 أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَحْرُثُونَ (63) أَأَنْتُمْ تَزْرَعُونَهُ أَمْ نَحْنُ الزَّارِعُونَ (64 Dalam  ayat ini, dengan cara mengemukakan pertanyaan, Allah SWT mengungkapkan  kepada manusia, yang sebagian besar dari mereka lupa akan keagungan  nikmat yang diungkapkan tersebut, walaupun mereka merasakan kelezatan  nikmat-nikmat tersebut sepanjang masa.
 Allah SWT menyampaikan  pertanyaan kepada manusia, untuk dipikirkan dan direnungkan mengenai  berbagai tanaman yang ditanam oleh manusia, baik tanaman yang di sawah,  di ladang, maupun bibit pohon-pohonan yang ditanam di perkebunan.  Diungkapkan bahwa bagi semua tanaman tersebut di atas, kedudukan manusia  hanya sekadar sebagai penanamnya, pemupuk dan memeliharanya dari  berbagai gangguan yang membawa kerugian.
 Tetapi, kebanyakan manusia  lupa terhadap siapakah yang menumbuhkan tanaman tersebut. Siapakah yang  menambah panjang akarnya menembus ke dalam tanah. sehingga pohon  tersebut dapat berdiri tegak? Siapakah yang menumbuhkan daun dan  dahannya? Siapa pulakah yang menumbuhkan bunga dan buahnya?
 Pertanyaan-pertanyaan yang dikumpulkan dalam ayat ini adalah soal-soal yang penting yang sering diabaikan oleh manusia.
 Bukankah  manusia sekadar mencangkul dan menggemburkan tanahnya? Bukankah manusia  sekadar menanamkan bibit yang telah dipilihnya sebagai bibit yang  terbaik? Dan bukankah manusia sekadar menyiram, mengairinya, dan  membersihkannya dari berbagai rumput dan hama yang mengganggu  pertumbuhannya dan bukankah manusia sekadar memupuknya?
 Tetapi yang terang dan jelas serta tidak ragu-ragu lagi adalah:
 1. Allahlah yang menumbuhkan tanaman tersebut.
 2. Allahlah yang menumbuhkan tunas, membesarkan pohon-pohonnya, dan menambah dahan serta rantingnya.
 3.  Allahlah yang memekarkan bunga dan membesarkan buahnya, sejak buah itu  muda dan tidak enak rasanya sampai menjadi buah yang besar dan dinikmati  manusia.
 |  | 
   | 64 | Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya?(QS. 56:64) | 
   |  | 
   | 
 | 
| Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Waaqi'ah 64 
 
 أَأَنْتُمْ تَزْرَعُونَهُ أَمْ نَحْنُ الزَّارِعُونَ (64 (Kaliankah yang menumbuhkannya) suatu pertanyaan, apakah kalian yang telah menumbuhkannya (ataukah Kami yang menumbuhkannya?)
 |  | 
   | 65 | Kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan dia kering dan hancur; maka jadilah kamu heran tercengang.(QS. 56:65) | 
   |  | 
   | 
 | 
| Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Waaqi'ah 65 - 67 
 
 لَوْ نَشَاءُ لَجَعَلْنَاهُ حُطَامًا فَظَلْتُمْ تَفَكَّهُونَ (65) إِنَّا لَمُغْرَمُونَ (66) بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ (67 Kemudian  dijelaskan pula oleh Allah SWT bahwa walaupun tanaman tersebut sangat  baik pertumbuhannya dan buahnya menimbulkan harapan untuk mendatangkan  keuntungan berlimpah-limpah, namun apabila Allah Taala menghendaki yang  lain dari pada itu, maka tanaman yang diharapkan itu dapat berubah  menjadi tanaman yang tidak berbuah, hampa atau terserang berbagai macam  penyakit dan hama, seperti hama wereng, hama tikus, dan sebagainya,  sehingga pemiliknya tertegun dan merasa sedih, karena keuntungannya  dalam sekejap mata menjadi kerugian yang luar biasa, sedang untuk  membayar berbagai macam pengeluaran seperti ongkos-ongkos mencangkul,  menanam, menyiram, memupuk, dan membersihkan rumput merupakan beban  berat dan merugikan baginya.
 |  | 
   | 66 | (Sambil berkata): `Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian`,(QS. 56:66) | 
   |  | 
   | 
 | 
| Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Waaqi'ah 66 
 
  إِنَّا لَمُغْرَمُونَ (66 (-Seraya mengatakan-, "Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian,) biaya yang telah kami tanamkan buat tanaman kami.
 
 
 |  | 
   | 67 | bahkan kami menjadi orang yang tidak mendapat hasil apa-apa.(QS. 56:67) | 
   |  | 
   | 
 | 
| Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Waaqi'ah 67 
 
  بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ (67 (Bahkan kami menjadi orang-orang yang tidak mendapat hasil apa-apa") kami tidak mendapatkan rezeki apa-apa.
 |  | 
   | 68 | Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum.(QS. 56:68) | 
   |  | 
   | 
 | 
| Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Waaqi'ah 68 - 70 
 
 أَفَرَأَيْتُمُ  الْمَاءَ الَّذِي تَشْرَبُونَ (68) أَأَنْتُمْ أَنْزَلْتُمُوهُ مِنَ  الْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُونَ (69) لَوْ نَشَاءُ جَعَلْنَاهُ  أُجَاجًا فَلَوْلَا تَشْكُرُونَ (70 Dalam ayat-ayat ini, kembali  Allah SWT mengungkapkan salah satu dari pada nikmat Nya yang agung,  untuk direnungkan dan dipikirkan oleh manusia apakah mereka mengetahui  tentang fungsi air yang mereka minum.
 Apakah mereka yang menurunkan air itu dari langit yaitu air hujan ataukah Allah SWT yang menurunkannya.
 Air  hujan itu manakala direnungkan oleh manusia, tahulah mereka bahwa ia  berasal dari uap air yang terkena panas matahari. Setelah menjadi awan  dan kemudian menjadi mendung yang sangat hitam bergumpal-gumpal, maka  turunlah uap air itu sebagai air hujan yang sejuk dan tawar, tidak asin  seperti air laut. Air tawar tersebut menyegarkan badan serta  menghilangkan haus.
 Bila tak ada hujan, pasti tak ada sungai yang  mengalir, tak akan ada mata air dan berapa meter pun dalamnya orang  menggali sumur, niscaya tak akan keluar airnya. Dan bila tak ada air,  rumputpun tidak akan tumbuh, apalagi tanaman yang ditanam orang.
 Apabila  tidak ada hujan, pasti tidak ada air yang dapat dimanfaatkan oleh  manusia. Kalau tanaman dan tumbuh-tumbuhan tidak tumbuh, maka binatang  ternakpun tak ada. Tak akan ada ayam, tak akan ada kerbau dan sapi, tak  akan ada kambing dan domba. Sebab hidup memerlukan makan dan minum.  Kalau tak ada yang dimakan, dan tak ada yang diminum, bagaimana bisa  hidup? Dan kalau tak ada tanaman dan tumbuh-tumbuhan, dan tak ada air  tawar untuk diminum, bagaimana manusia bisa hidup? Apakah mesti makan  tanah? Dan apakah yang akan diminum? Kalau ada air, jika air tersebut  dijadikan Tuhan asin rasanya, pasti tidak bisa menghilangkan haus dan  tak dapat dipergunakan untuk menyiram atau mengairi tanaman.
 Dan  siapakah yang menurunkan hujan tersebut? Bukankah hanya Allah SWT saja  yang dapat menurunkan hujan sehingga mengalir dan sumur dapat  mengeluarkan air?
 Mengapakah manusia tidak bersyukur kepada Allah?  Padahal Dialah yang menurunkan hujan yang demikian banyak manfaatnya  sebagaimana firman-Nya:
 
 
 
 هو الذي أنزل من السماء ماء لكم منه شراب  ومنه شجر فيه تسيمون ينبت لكم به الزرع والزيتون والنخيل والأعناب ومن كل  الثمرات إن في ذلك لآية لقوم يتفكرون Artinya: Dialah yang telah  menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebahagiannya menjadi  minuman dan sebahagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada  (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. Dia menumbuhkan bagi  kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman zaitun, kurma, anggur, dan  segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu  benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.
 (Q.S. An Nahl: 10, 11)
 Dalam hubungan ini terdapat hadis yang berbunyi:
 
 
 
 إن النبي صلى الله عليه وسلم كا إذا شرب الماء قال: الحمد لله الذي سقانا عذبا فراتا برحمته ولم يجعله ملحا أجاجا بذنوبنا Artinya: Sesungguhnya  Nabi saw apabila beliau selesai minum air, beliau mengucapkan: "Segala  puji adalah bagi Allah yang telah memberikan minuman kepada kita air  tawar yang menyegarkan dengan rahmat-Nya dan tidak dijadikannya air asin  disebabkan dosa-dosa kita".
 (H.R. Ibnu Abi Hatim dari Abu Ja'far)
 |  | 
   | 69 | Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan?(QS. 56:69) | 
   |  | 
   | 
 | 
| Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Waaqi'ah 69 
 
  أَأَنْتُمْ أَنْزَلْتُمُوهُ مِنَ   الْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُونَ (69 (Kaliankah yang menurunkannya dari awan) lafal Muzni adalah bentuk jamak  dari lafal Muznatun, artinya awan yang membawa air hujan (ataukah Kami  yang menurunkannya).
 
 
 |  | 
   | 70 | Kalau Kami kehendaki niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur?(QS. 56:70) | 
   |  | 
   | 
 | 
| Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Waaqi'ah 70 
 
  لَوْ نَشَاءُ جَعَلْنَاهُ   أُجَاجًا فَلَوْلَا تَشْكُرُونَ (70 (Kalau Kami kehendaki niscaya Kami jadikan dia asin) berasa asin  hingga tidak dapat diminum (maka mengapa tidak) kenapa tidak (kalian  bersyukur?
 |  | 
   | 71 | Maka terangkanlah kepadaku tentang api yang kamu nyalakan (dari gosokan-gosokan kayu).(QS. 56:71) | 
   |  | 
   | 
 | 
| Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Waaqi'ah 71 - 74 
 
 أَفَرَأَيْتُمُ  النَّارَ الَّتِي تُورُونَ (71) أَأَنْتُمْ أَنْشَأْتُمْ شَجَرَتَهَا أَمْ  نَحْنُ الْمُنْشِئُونَ (72) نَحْنُ جَعَلْنَاهَا تَذْكِرَةً وَمَتَاعًا  لِلْمُقْوِينَ (73) فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ (74 Dalam ayat ini, Allah mengungkapkan tentang nikmat yang hampir dilupakan manusia.
 Ungkapan  tersebut berbentuk pertanyaan untuk dipikirkan dan direnungkan oleh  manusia, apakah mengetahui tentang pentingnya fungsi api? Cara membuat  api yang dilakukan pada zaman purba adalah dengan cara  menggosok-gosokkan dua batang kayu, hingga menyala, atau dengan cara  menggoreskan baja di atas batu, sehingga memercikkan api dan ditampung  percikan tersebut pada kawul tersebut, yang kemudian dapat dipergunakan  untuk menyalakan api di dapur guna memasak berbagai masakan yang akan  dihidangkan untuk dinikmati oleh manusia, atau api yang dinyalakan  menurut cara sekarang, menggoreskan batang geretan pada korek api, maka  nyalalah ia, atau dengan korek yang mempergunakan roda baja kecil  sebagai alat pemutar untuk diputarkan pada batu api, dan kemudian  percikannya ditampung pada sumbu yang dibasahi dengan bensin, sehingga  nyalalah sumbu tersebut.
 Baik membuat api itu dengan cara zaman  dahulu maupun menurut cara zaman sekarang, yang menjadi pertanyaan ialah  siapakah yang menyediakan kayunya, atau batu apinya, bajanya, dan  kawulnya? Juga siapakah yang menyediakan bahan bensin dan sebagainya?  Bukankah bahan-bahan yang menjadi sebab api menyala baik berupa kayu  bakar maupun minyak tanah, hanyalah Allah saja yang menjadikan Nya?
 Meskipun tersedia beras, sayur-mayur dan lauk-pauknya, bila tidak ada api, tidak dapat kita memakannya karena masih mentah.
 Alangkah  tidak enaknya, kalau makanan serba mentah: Daging mentah, dan nasinya  masih berupa beras. Bagaimanakah timbul selera, kalau segala-galanya  serba mentah?
 Dengan gambaran tersebut, jelaslah bagaimana  pentingnya api bagi keperluan manusia. Dan karena api itu didapat dengan  mudah setiap hari, maka hampir-hampir tak terpikirkan oleh manusia  betapa api itu memberi kenikmatan. Hampir-hampir jarang orang bersyukur  dan berterima kasih atas adanya api. Karena pentingnya api itu, Allah  menegaskan bahwa api dijadikan untuk peringatan bagi manusia dan bahan  yang berguna bagi musafir di padang pasir, dan wajarlah manusia  bertasbih dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Besar.
 |  | 
   | 72 | Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kamikah yang menjadikannya?(QS. 56:72) | 
   |  | 
   | 
 | 
| Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Waaqi'ah 72 
 
 أَأَنْتُمْ أَنْشَأْتُمْ شَجَرَتَهَا  أَمْ  نَحْنُ الْمُنْشِئُونَ (72 (Kaliankah yang menjadikan kayu itu) yang dimaksud adalah pohon Marakh  dan pohon 'Affar yang kayunya dapat dijadikan sebagai pemantik api (atau  Kamikah yang menjadikannya?).
 
 
 |  | 
   | 73 | Kami menjadikan api itu untuk peringatan dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir.(QS. 56:73) | 
   |  | 
   | 
 | 
| Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Waaqi'ah 73 
 
 نَحْنُ جَعَلْنَاهَا تَذْكِرَةً  وَمَتَاعًا  لِلْمُقْوِينَ (73 (Kami menjadikan api itu untuk peringatan) yakni mengingatkan  tentang neraka Jahanam (dan sebagai bekal) dalam perjalanan (bagi  orang-orang yang mengadakan perjalanan) diambil dari lafal Aqwal Qaumu,  yakni kaum itu kini berada di padang pasir yang tandus, tiada  tumbuh-tumbuhan dan air padanya.
 
 
 |  | 
   | 74 | Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Besar.(QS. 56:74) | 
   |  | 
   | 
 | 
| Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Waaqi'ah 74 
 
  فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ (74 (Maka bertasbihlah) artinya, Maha Sucikanlah (dengan menyebut nama)  huruf Ba di sini adalah Zaidah (Rabbmu Yang Maha Besar) yakni Allah  Yang Maha Besar.
 |  | 
   | 75 | Maka Aku bersumpah dengan masa turunnya bagian-bagian Al quran,(QS. 56:75) | 
   |  | 
   | 
 | 
| Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Waaqi'ah 75 - 76 
 
 فَلَا أُقْسِمُ بِمَوَاقِعِ النُّجُومِ (75) وَإِنَّهُ لَقَسَمٌ لَوْ تَعْلَمُونَ عَظِيمٌ (76 \h091  Sebagian ahli tafsir \x menjelaskan ayat ini bahwa Allah bersumpah  dengan masa turunnya bahagian-bahagian Alquran adalah menunjukkan betapa  pentingnya hal tersebut.
 Alquran diturunkan sekaligus dari  Lohmahfuz ke langit paling dekat pada malam Lailatulkadar (malam yang  sangat mulia). Kemudian, diturunkanlah lagi secara berangsur-angsur  menurut keperluannya dari langit dunia kepada Nabi Muhammad saw hingga  selesai seluruhnya dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari.
 Masa  turunnya bagian-bagian Alquran tersebut mengandung arti penting,  kebijaksanaan turunnya sebagian-sebagian yaitu sesuatu surah atau  sesuatu ayat antara lain ialah agar tiap surah atau ayat itu dapat  dijangkau paham pengertiannya secara lebih luas dan lebih mendalam.  Allah SWT menegaskan lagi bahwa sumpah turunnya bahagian-bahagian  Alquran tersebut sangat besar artinya karena hal itu mengandung isyarat  terhadap agungnya kekuasaan Allah dan kesempurnaan hikmah  kebijaksanaan-Nya dan keluasan rahmat-Nya dan tidak menyia-nyiakan  hamba-Nya.
 |  | 
   | 76 | Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui,(QS. 56:76) | 
   |  | 
   | 
 | 
| Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Waaqi'ah 76 
 
 وَإِنَّهُ لَقَسَمٌ لَوْ تَعْلَمُونَ عَظِيمٌ (76 (Sesungguhnya sumpah itu) sumpah dengan memakai namanya ita (adalah  sumpah yang besar kalau kalian mengetahui) jika kalian termasuk  orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan niscaya kalian mengetahui  besarnya sumpah ini.
 |  | 
   | 77 | sesungguhnya Al quran ini adalah bacaan yang sangat mulia,(QS. 56:77) | 
   |  | 
   | 
 | 
| Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Waaqi'ah 77 - 80 
 
 إِنَّهُ  لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ (77) فِي كِتَابٍ مَكْنُونٍ (78) لَا يَمَسُّهُ إِلَّا  الْمُطَهَّرُونَ (79) تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ (80  Dalam  ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa Alquran ini adalah Wahyu Ilahi,  yang mengandung faedah dan kemanfaatan yang tiada terhingga, yang berisi  ilmu dan petunjuk pasti yang membawa kebahagiaan kepada manusia untuk  kehidupan dunia dan akhirat, dan yang membacanya ialah termasuk ibadah.
 Alquran adalah sumber ilmu tauhid, dan ilmu fikih, ilmu tasauf, dan lain-lain.
 Alquran  itu terjamin kesuciannya; hanyalah Malaikat Al Muqarrabin yang pernah  menyentuhnya dari Lohmahfuz, di antaranya Jibril as saja yang ditugaskan  menyampaikannya kepada Nabi Besar Muhammad saw.
 Mengenai ayat 79, sebahagian Ahli Tafsir berpendapat tentang Alquran itu:
 
 
 
 لا يمسه إلا المطهرون Artinya: Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan.
 (Q.S. Al-Waqi'ah: 79)
 Sebagian  ulama Fikih berpendapat bahwa ayat 79 ini melarang orang-orang yang  berhadas, baik hadas kecil maupun hadas besar, menyentuh atau memegang  mushaf Alquran. Pendapat inilah yang dianut oleh sebagian besar, umat  Indonesia.
 Selanjutnya Allah menjelaskan bahwa Alquran ini sesungguhnya diturunkan dari Tuhan yang menguasai alam semesta.
 Maka sungguh sesatlah orang-orang yang menuduh bahwa Alquran ini sihir atau syair.
 |  | 
   | 78 | pada kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuzh),(QS. 56:78) | 
   |  | 
   | 
 | 
| Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Waaqi'ah 78 
 
 فِي كِتَابٍ مَكْنُونٍ (78 (Pada Kitab) yang tertulis dalam Kitab (yang terpelihara) yang dijaga, maksudnya Mushhaf Alquran.
 |  | 
   | 79 | tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.(QS. 56:79) | 
   |  | 
   | 
 | 
| Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Waaqi'ah 79 
 
  لَا يَمَسُّهُ إِلَّا  الْمُطَهَّرُونَ (79 079. (Tidak menyentuhnya) adalah kalimat berita, tetapi mengandung makna  perintah, yakni jangan menyentuhnya (kecuali orang-orang yang telah  bersuci) yakni orang-orang yang telah menyucikan dirinya dari  hadas-hadas.
 
 Yakni  tidak ada yang menyentuh Al Qur’an selain hamba-hamba yang disucikan,  yaitu para malaikat yang yang mulia, dimana Allah Subhaanahu wa Ta'aala  menyucikan mereka dari dosa-dosa dan cacat. Menurut sebagian ulama, ayat  ini mengingatkan, bahwa tidak boleh menyentuh Al Qur’an kecuali orang  yang suci. Oleh karena itu, ada yang berpendapat, bahwa ayat ini  meskipun bentuknya berita, namun terdapat larangan, yaitu tidak boleh  menyentuh Al Qur’an kecuali orang yang suci.
 
 
 |  | 
   | 80 | Diturunkan dari Tuhan Semesta Alam.(QS. 56:80) | 
   |  | 
   |  | 
| Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Waaqi'ah 80 
 
  تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ (80 (Diturunkan) ia diturunkan (dari Rabb semesta alam).
 
 Maksudnya, Al Qur’an yang telah disebutkan sifatnya itu turun dari   Allah Tuhan Yang Mengurus seluruh alam; Dia mengurus hamba-hamba-Nya   dengan nikmat-nikmat dunia dan agama, dimana di antara kepengurusan-Nya   kepada mereka yang paling besarnya adalah dengan menurunkan Al Qur’an   ini yang di dalamnya terdapat petunjuk bagi mereka agar mereka dapat   hidup bahagia di dunia dan akhirat. Hal ini menunjukkan, bahwa Allah   Subhaanahu wa Ta'aala setelah menciptakan mereka, maka Dia tidak   membiarkan mereka begitu saja, bahkan tetap mengurus mereka dengan   nikmat-nikmat-Nya baik nikmat dunia berupa rezeki maupun nikmat agama   berupa petunjuk. Dengan Al Qur’an Allah berikan rahmat kepada   hamba-hamba-Nya yang mereka tidak sanggup untuk mensyukurinya. Oleh   karena itu, mereka harus menjunjung tinggi isi Al Qur’an, mengamalkannya   dan mendakwahkannya.
 |  | 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar