Minggu, 11 Agustus 2013

TAFSIR AL QUR'AN SURAH AN-NUUR AYAT 61 - 64 ( 04 )

Cari dalam "TAFSIR" Al Qur'an
Bahasa Indonesia    English Translation    Dutch    nuruddin

No. Pindah ke Surat Sebelumnya... Pindah ke Surat Berikut-nya... [TAFSIR] : AN-NUUR
Ayat [64]   First Previous Next Last Balik Ke Atas  Hal:4/4
61 Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu sendiri atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah saudara bapakmu yang perempuan, di rumah saudaramu yang perempuan, di rumah saudara bapakmu yang laki-laki, di rumah saudara ibumu yang laki-laki, di rumah saudara ibumu yang perempuan, di rumah yang kamu miliki kuncinya (zzzz) atau di rumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian. Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada penghuninya, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat (Nya) bagimu, agar kamu memahaminya.(QS. 24:61)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah An Nuur 61 

لَيْسَ عَلَى الْأَعْمَى حَرَجٌ وَلَا عَلَى الْأَعْرَجِ حَرَجٌ وَلَا عَلَى الْمَرِيضِ حَرَجٌ وَلَا عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَنْ تَأْكُلُوا مِنْ بُيُوتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ آبَائِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أُمَّهَاتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ إِخْوَانِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَخَوَاتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَعْمَامِكُمْ أَوْ بُيُوتِ عَمَّاتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَخْوَالِكُمْ أَوْ بُيُوتِ خَالَاتِكُمْ أَوْ مَا مَلَكْتُمْ مَفَاتِحَهُ أَوْ صَدِيقِكُمْ لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَأْكُلُوا جَمِيعًا أَوْ أَشْتَاتًا فَإِذَا دَخَلْتُمْ بُيُوتًا فَسَلِّمُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُبَارَكَةً طَيِّبَةً كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (61

Menurut kebiasaan orang Arab semenjak masa Jahiliah mereka tidak merasa keberatan apa-apa meskipun tanpa diundang di rumah kaum kerabat dan kadang-kadang mereka membawa serta famili yang bercacat makan bersama-sama. Setelah turun ayat 4 surat An Nisa' yang melarang memakan harta sesama muslim dengan cara yang batil, mereka merasa keberatan melakukan hal tersebut dan menghindarinya sedapat mungkin karena takut kalau-kalau tuan rumah walaupun menyatakan tidak keberatan, tetapi siapa tahu apa yang tersimpan dalam hati. Mungkin pernyataan tidak keberatan itu hanya semata-mata tenggang rasa atau karena segan menolak dengan terang-terangan. Maka akan terjadilah yang tersebut dalam ayat 4 surat An Nisa' itu dengan pernyataan ^ bahwa mereka telah makan harta yang tidak halal. Apalagi bagi orang yang bercacat dia lebih halus lagi perasaannya dan takut kalau-kalau tuan rumah merasa jijik atau merasa tidak senang, karena orang yang bercacat seperti buta mungkin saja di waktu makan bersama itu terjadi hal-hal yang tidak menyenangkan. Maka turunlah ayat ini. Di dalam ayat ini telah disusun urutan kaum kerabat itu dimulai dari yang paling dekat, lalu yang terdekat kemudian yang dekat bahkan termasuk pula pemegang kuasa atau harta dan teman-teman akrab, karena tidak jarang seorang teman dibiarkan di rumah kita tanpa diundang atau diminta izin lebih dahulu. Urutan susunan kaum kerabat itu adalah sebagai berikut:
1. Yang paling dekat kepada seseorang ialah anak dan istrinya tetapi dalam ayat ini tidak ada disebutkan anak dan istri karena cukuplah dengan menyebut "di rumah kamu" karena biasa seorang tinggal bersama anak dan istrinya. Maka di rumah anak istri tidak perlu ada izin atau ajakan untuk makan lebih dahulu. baru boleh makan. Demikian pula kalau anak itu telah mendirikan rumah tangga sendiri maka bapaknya boleh saja datang ke rumah anaknya untuk makan tanpa undangan atau ajakan, karena rumah anak itu sebenarnya rumah bapaknya juga karena Nabi Muhammad saw pernah bersabda:


أنت ومالك لأبيك
Artinya:
Engkau sendiri dan harta kekayaanmu adalah milik bapakmu.
2. Di rumah bapak sendiri, maka tidaklah perlu meminta izin lebih dahulu kepada bapak untuk makan, karena memang sudah menjadi kewajiban bagi bapak untuk menafkahi anaknya. Bila anak sudah berkeluarga dan berpisah rumah dengan bapaknya tidak juga perlu meminta izin akan makan meskipun tidak berada di rumah.
3. Di rumah ibu, kita sudah mengetahui bagaimana kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya. Walaupun anaknya sudah besar dan sudah beranak cucu sekalipun, namun kasih ibu tetap seperti sediakala. Benarlah pepatah yang mengatakan, "Kasih anak sepanjang penggalah dan kasih ibu sepanjang jalan". Tidaklah menjadi soal baginya bila anaknya makan di rumahnya tanpa ajakan, bahkan dia akan sangat bahagia melihat anaknya bertingkah laku seperti dahulu di kala masih belum dewasa.
4. Di rumah saudara laki-laki. Hubungan antara seorang dengan saudaranya adalah hubungan darah yang susah diputuskan, kecuali bila terjadi perselisihan dan pertengkaran. Maka sebagai memupuk rasa saudara di dalam hati masing-masing maka janganlah hendaknya hubungan itu dibatasi dengan formalitas etika dan protokol yang berlaku bagi orang lain. Alangkah akrabnya hubungan sesama saudara bila sewaktu-waktu seseorang datang ke rumah saudaranya dan makan bersama di sana.
5. Di rumah saudara perempuan hal ini sama dengan makan di rumah saudara laki-laki.
6. Di rumah saudara bapak (paman).
7. Di rumah saudara ibu (bibi).
8. Di rumah saudara laki-laki dari ibu.
9. Di rumah saudara perempuan dari ibu.
10. Di rumah orang yang diberi kuasa memelihara harta benda seseorang.
11. Di rumah teman akrab.
Demikianlah Allah menyatakan janganlah seseorang baik di dalam keadaan sehat wal afiat atau mempunyai cacat tubuh merasa keberatan makan di rumah kaum kerabatnya selama kaum kerabatnya itu benar-benar tidak merasa keberatan atas hal itu, karena hubungan kerabat harus dipupuk dan disuburkan. Sedang hubungan dengan orang lain seperti dengan tetangga baik yang dekat maupun yang jauh harus dijaga sebaik-baiknya, apalagi hubungan dengan kaum kerabat.
Meskipun demikian seseorang janganlah berbuat semaunya terhadap kaum kerabatnya apalagi bila dilihatnya kaum kerabatnya itu dalam kesulitan dalam melayarkan bahtera rumah tangganya dan hidup serba kekurangan kemudian karena kita ada hubungan kerabat beramai-ramai makan di rumahnya. Rasa tenggang menenggang dan rasa bantu membantu haruslah dibina sebaik-baiknya. Bila kita melihat salah seorang kerabat dalam kekurangan hendaklah kaum kerabatnya bergotong royong menolong dan membantunya. Lalu Allah menerangkan lagi tidak mengapa seorang makan bersama-sama atau sendiri-sendiri.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Ad Dahhaq dan Qatadah ayat ini turun berkenaan dengan Bani Lais bin Amr bin Kinanah, mereka merasa keberatan sekali makan sendiri-sendiri. Pernah terjadi seseorang di antara mereka tidak makan sepanjang hari karena tidak ada tamu yang akan makan bersama dia. Selama belum ada orang yang akan menemaninya makan dia tidak mau makan. Kadang-kadang ada pula di antara mereka yang sudah tersedia makanan di hadapannya tetapi dia tidak mau menyinggung makanan itu sampai sore hari. Ada pula di antara mereka yang tidak mau meminum susu untanya pada hal untanya sedang banyak air susunya karena tidak ada tamu yang akan minum bersama dia. Barulah apabila hari sudah malam dan tidak juga ada tamu dia mau makan sendirian.
Hatim At Tai seorang yang paling terkenal sangat pemurah mengucapkan satu bait syair:
\s \s1 إذا صنعت الزاد فالتمسي له اكيلا فإني لست أكله وحدي \s
Artinya:
(Dia berkata kepada istrinya) apabila engkau memasak makanan, maka carilah seseorang yang akan memakannya bersamaku, aku tidak akan memakan makanan itu sendirian.
Maka untuk menghilangkan kebiasaan yang mungkin tampaknya baik karena menunjukkan sifat pemurah pada seseorang. tetapi kadang-kadang tidak sesuai dengan keadaan Semua orang, Allah menerangkan bahwa seseorang boleh makan bersama dan boleh makan sendirian.
Janganlah seseorang memberatkan dirinya dengan kebiasaan makan bersama tamu, lalu karena tidak ada tamu dia tidak mau makan. Kemudian Allah menyerukan kepada setiap orang mukmin agar apabila dia masuk ke rumah salah seorang dari kaum kerabatnya, hendaklah dia mengucapkan salam lebih dahulu kepada seisi rumah itu, yaitu salam yang ditetapkan oleh Allah, salam yang penuh berkat dan kebaikan yaitu "Assalamu 'alaikum warohmatullahi wabarokatuh" Dengan demikian karib kerabat yang ada di rumah itu akan senang dan gembira dan menerimanya dengan hati terbuka.
Diriwayatkan oleh Al Hafiz, Abu Bakar Al Bazzar bahwa Anas berkata: Rasulullah mengajarkan kepadaku lima hal. Rasulullah bersabda, "Hai Anas! Berwadulah dengan sempurna tentu umurmu akan panjang, beri salamlah kepada siapa yang kamu temui di antara umatku, tentu kebaikanmu akan bertambah banyak, apabila engkau memasuki rumahmu, ucapkan salam kepada keluargamu; tentu rumahmu itu akan penuh dengan berkah, kerjakan salat duha karena salat duha itu adalah salat orang-orang saleh di masa dahalu. Hai Anas kasihanilah anak-anak dan hormatilah orang tua, niscaya engkau akan termasuk teman-temanku pada Hari Kiamat nanti. Demikianlah Allan menerangkan ayat-ayat-Nya sebagai petunjuk bagi hamba-Nya, bukan saja petunjuk mengenai hal-hal yang besar, juga petunjuk mengenai hal-hal yang kecilpun diberikan-Nya juga kepadamu. Semoga dengan mengamalkan petunjuk itu kita dapat memikirkan bagaimana baik dan berharganya petunjuk itu.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah An Nuur 61 

لَيْسَ عَلَى الْأَعْمَى حَرَجٌ وَلَا عَلَى الْأَعْرَجِ حَرَجٌ وَلَا عَلَى الْمَرِيضِ حَرَجٌ وَلَا عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَنْ تَأْكُلُوا مِنْ بُيُوتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ آبَائِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أُمَّهَاتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ إِخْوَانِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَخَوَاتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَعْمَامِكُمْ أَوْ بُيُوتِ عَمَّاتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَخْوَالِكُمْ أَوْ بُيُوتِ خَالَاتِكُمْ أَوْ مَا مَلَكْتُمْ مَفَاتِحَهُ أَوْ صَدِيقِكُمْ لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَأْكُلُوا جَمِيعًا أَوْ أَشْتَاتًا فَإِذَا دَخَلْتُمْ بُيُوتًا فَسَلِّمُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُبَارَكَةً طَيِّبَةً كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (61

(Tidak ada dosa bagi orang buta, tidak pula bagi orang pincang, dan tidak pula bagi orang sakit) untuk makan bersama dengan orang-orang selain mereka (dan tidak pula) dosa (bagi diri kalian sendiri untuk makan bersama mereka di rumah kalian sendiri) yaitu di rumah anak-anak kalian (atau rumah bapak-bapak kalian, di rumah ibu-ibu kalian, di rumah saudara-saudara kalian yang laki-laki, di rumah saudara-saudara kalian yang perempuan, di rumah saudara-saudara bapak kalian yang laki-laki, di rumah saudara-saudara bapak kalian yang perempuan, di rumah saudara-saudara ibu kalian yang laki-laki, di rumah saudara-saudara ibu kalian yang perempuan, di rumah yang kalian miliki kuncinya) yang khusus kalian sediakan buat orang lain (atau - di rumah - kawan-kawan kalian) yang dimaksud dengan kawan adalah orang-orang yang benar-benar setia kepada kalian. Makna ayat ini ialah, bahwa kalian diperbolehkan makan dari rumah-rumah orang-orang yang telah disebutkan tadi, sekalipun para pemiliknya tidak hadir atau sedang tidak ada di rumah, jika memang kalian telah yakin akan kerelaan mereka terhadap sikap kalian itu (Tidak ada dosa bagi kalian makan bersama-sama mereka) yakni berbarengan dengan mereka (atau sendirian) tidak bersama-sama. Lafal Asytaatan ini adalah bentuk jamak dari kata Syatta, artinya sendiri-sendiri atau berpisah-pisah. Ayat ini diturunkan berkenaan dengan seseorang yang merasa berdosa jika ia makan sendirian. Jika ia tidak menemukan seseorang yang mau makan bersamanya, maka ia tidak mau memakan makanannya (maka apabila kalian memasuki rumah-rumah) milik kalian sendiri yang tidak ada penghuninya (hendaklah kalian memberi salam kepada diri kalian sendiri) katakanlah! "Assalaamu 'Alainaa Wa Alaa `Ibaadillaahish Shaalihiin" yang artinya, "Keselamatan semoga dilimpahkan kepada diri kami dan hamba-hamba Allah yang saleh". Karena sesungguhnya para Malaikatlah yang akan menjawab salam kalian itu. Jika ternyata di dalam rumah-rumah itu terdapat penghuninya, maka berilah salam kepada mereka (sebagai salam) lafal Tahiyyatan menjadi Mashdar artinya sebagai penghormatan (yang ditetapkan di sisi Allah, yang diberkati lagi baik) yakni diberi pahala bagi orang yang mengucapkannya. (Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya bagi kalian) Dia merincikan tanda-tanda agama kalian (agar kalian memahaminya) supaya kalian mengerti hal tersebut.


62 Sesungguhnya yang sebenar-benar orang mukmin ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah dalam sesuatu urusan yang memerlukan pertemuan, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu (Muhammad) mereka itulah orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena sesuatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara mereka, dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. 24:62)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah An Nuur 62 

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِذَا كَانُوا مَعَهُ عَلَى أَمْرٍ جَامِعٍ لَمْ يَذْهَبُوا حَتَّى يَسْتَأْذِنُوهُ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَأْذِنُونَكَ أُولَئِكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ فَإِذَا اسْتَأْذَنُوكَ لِبَعْضِ شَأْنِهِمْ فَأْذَنْ لِمَنْ شِئْتَ مِنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمُ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (62

(Orang-orang Mukmin yang sesungguhnya itu tidak lain hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama-sama dengannya) dengan Rasulullah (dalam sesuatu urusan yang memerlukan pertemuan) seperti khutbah Jumat (mereka tidak meninggalkan) Rasulullah karena hal-hal mendadak yang dialami mereka, dalam hal ini mereka dimaafkan (sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu, mereka itulah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena sesuatu keperluan mereka) karena mereka mempunyai urusan penting (berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara mereka) untuk pergi (dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).



63 Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.(QS. 24:63)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah An Nuur 63 

لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنْكُمْ لِوَاذًا فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (63

Kemudian sebagai penghormatan kepada Rasulullah, seorang muslim dilarang Allah memanggilnya dengan menyebut namanya saja seperti yang biasa dilakukan oleh orang-orang Arab antara sesama mereka. Maka tidak boleh seorang muslim memanggilnya hai Muhammad atau hai ayah si Kasim. Dan sebagai adab dan Sopan santun kepada beliau hendaklah beliau dipanggil sesuai dengan jabatan yang dikaruniakan Allah kepadanya yaitu Rasul Allah atau Nabi Allah. Kemudian Allah mengancam orang-orang yang keluar dari suatu pertemuan bersama Nabi dengan cara sembunyi-sembunyi karena takut akan dilihat orang. Perbuatan semacam ini walaupun tidak diketahui oleh Nabi, tetapi Allah mengetahuinya dan mengetahui sebab-sebab yang mendorong mereka meninggalkan pertemuan itu. Diriwayatkan oleh Abu Daud bahwa ada di antara orang-orang munafik yang merasa tidak senang mendengarkan khutbah. Apalagi dilihatnya ada seorang muslim meminta izin keluar dan diberi izin olah Rasulullah, dia pun ikut saja keluar bersama orang yang telah mendapat izin itu dengan berlindung kepadanya. Maka turunlah ayat ini. Allah memberi peringatan kepada orang-orang semacam itu yang suka melanggar perintah, bahwa mereka akan mendapat musibah atau siksa yang pedih. Meskipun di dunia mereka tidak ditimpa musibah apapun tetapi di akhirat mereka akan masuk neraka dan itulah seburuk-buruknya kesudahan.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah An Nuur 63 

لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنْكُمْ لِوَاذًا فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (63

(Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul di antara kalian seperti panggilan sebagian kalian kepada sebagian yang lain) umpamanya kalian mengatakan, "Hai Muhammad!" Tetapi ucapkanlah, "Hai Nabi Allah, hai Rasulullah!" Dengan suara yang lemah lembut dan penuh rendah diri. (Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang diam-diam pergi di antara kalian dengan sembunyi-sembunyi) mereka keluar dari mesjid pada waktu Nabi mengucapkan khutbahnya tanpa terlebih dahulu meminta izin kepadanya, secara diam-diam sambil menyembunyikan diri di balik sesuatu. Huruf Qad di sini menunjukkan makna Tahqiq yang artinya sesungguhnya (maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya merasa takut) menyalahi perintah Allah dan Rasul-Nya (akan ditimpa cobaan) malapetaka (atau ditimpa azab yang pedih) di akhirat kelak.


64 Ketahuilah sesungguhnya kepunyaan Allahlah apa yang di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia mengetahui keadaan yang kamu berada didalamnya (sekarang). Dan (mengetahui pula) hari (manusia) dikembalikan kepada-Nya, lalu diterangkan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.(QS. 24:64)
TKQ/TPQ/MADIN "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN, KEC. WONOAYU

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah An Nuur 64 

أَلَا إِنَّ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ قَدْ يَعْلَمُ مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ وَيَوْمَ يُرْجَعُونَ إِلَيْهِ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (64

Allah menutup surat An Nur ini setelah menerangkan bahwa Dialah Pemberi Cahaya bagi langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dan memberi petunjuk kepada hamba-Nya dengan perantaraan Rasul-rasul-Nya, dan mengancam orang-orang yang melanggar perintah-Nya dengan menegaskan bahwa milik-Nyalah semua yang ada di langit dan di bumi itu dan Dia mengetahui keadaan semua hamba-Nya dan akan memperhitungkan semua amal perbuatan mereka serta membalasnya. Perbuatan jahat diberi balasan yang setimpal dengan kejahatan yang dikerjakan dan perbuatan baik dibalas dengan berlipat ganda, seperti tersebut dalam firman-Nya:


وما تكون في شأن وما تتلو منه من قرآن ولا تعملوا من عمل إلا كنا عليكم شهودا إذ تفيضون فيه وما يعزب عن ربك من مثقال ذرة في الأرض ولا في السماء ولا أصغر من ذلك ولا أكبر إلا في كتاب مبين
Artinya:
Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Alquran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak pula yang lebih besar dari itu melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lohmahfuz) (Q.S. Yunus: 81)
Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir, "Aku melihat Rasulullah saw. di waktu sedang membaca ayat terakhir dari surat Nur ini, beliau meletakkan dua buah jari tangganya di bawah pelupuk matanya dan bersabda: Allah Maha Melihat segala sesuatu".


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah An Nuur 64 

أَلَا إِنَّ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ قَدْ يَعْلَمُ مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ وَيَوْمَ يُرْجَعُونَ إِلَيْهِ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (64

(Ketahuilah, sesungguhnya kepunyaan Allahlah apa yang di langit dan di bumi) sebagai milik, makhluk dan hamba-Nya. (Sesungguhnya Dia mengetahui keadaan yang kalian) hai orang-orang Mukallaf (berada di dalamnya) apakah kalian beriman atau munafik. (Dan) Dia mengetahui pula (hari manusia dikembalikan kepada-Nya) di dalam ungkapan ini terdapat iltifat dari mukhatab ke ghaib. Maksudnya, bila hal itu akan terjadi (lalu diterangkan-Nya kepada mereka) pada hari itu (apa yang telah mereka kerjakan) yaitu perbuatan baik dan perbuatan buruk yang telah mereka perbuat (Dan Allah terhadap segala sesuatu) terhadap semua perbuatan kalian dan selainnya (Maha Mengetahui.)

Halaman  First Previous Next Last Balik Ke Atas   Total [4]
Ayat 61 s/d 64 dari [64]


Sumber Tafsir dari :

1. Tafsir DEPAG RI, 2. Tafsir Jalalain Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger... Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Edy_Hari_Yanto's  album on Photobucket
TPQ NURUDDIN NEWS : Terima kasih kepada donatur yang telah menyisihkan sebagian rezekinya untuk pembangunan TPQ Nuruddin| TKQ-TPQ "NURUDDIN" MENERIMA SANTRI DAN SANTRIWATI BARU | INFORMASI PENDAFTARAN DI KANTOR TPQ "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN-WONOAYU