Minggu, 02 Juni 2013

Meneladani Keluarga Nabi : Pernikahan Beda Keyakinan



Meneladani Keluarga Nabi




Syariat islam memiliki aturan yang jelas tentang menikah beda agama. Seorang wanita muslimdilarang menikah dengan laki-laki non muslim, dan pernikahannya dianggap tidak sah. Dan jika laki-laki muslim menikahi wanita non muslim, maka hukumnya ada dua macam yaitu :


  1. Laki-laki muslim dilarang menikahi wanita musrik dengan dasar dalil dalam surat Al-Baqarah ayat 22. Alloh berfirman  : 

    الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
    Al-ladzii ja'ala lakumul ardha firaasyan wassamaa-a binaa-an wa-anzala minassamaa-i maa-an faakhraja bihi minats-tsamaraati rizqan lakum falaa taj'aluu lillahi andaadan wa-antum ta'lamuun(a).
    "Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu (manusia), dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu, segala buah-buahan sebagai rejeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui." – (QS.2:22). Ayat ini turun setelah salah seorang sahabat meminta izin kepada Rosululloh SAW, untuk menikahi wanita cantik dari keluarga penyembah berhala. Maka turunlah ayat ini sebagai larangan untuk menikahinya.
  2.  Seorang laki-laki muslim dibolehkan untuk menikahi wanita ahli kitab. Maksud dari ahli kitab disini yaitu wanita yang beragama nasrani atau yahudi. Dalilnya berdasarkan Surat Al Maidah : 5.

    الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ وَمَنْ يَكْفُرْ بِالإيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
    Al-yauma uhilla lakumuth-thai-yibaatu watha'aamul-ladziina uutuul kitaaba hillun lakum watha'aamukum hillun lahum wal muhshanaatu minal mu'minaati wal muhshanaatu minal-ladziina uutuul kitaaba min qablikum idzaa aataitumuuhunna ujuurahunna muhshiniina ghaira musaafihiina walaa muttakhidzii akhdaanin waman yakfur bil-iimaani faqad habitha 'amaluhu wahuwa fii-aakhirati minal khaasiriin(a). 


    "Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberikan Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan, di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka, dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina, dan tidak (pula) menjadikan gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir. sesudah beriman, (tidak menerima hukum-hukum Islam). Maka hapuslah amalannya, dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi." – (QS.5:5).

     Dalam kitabnya, Imam Syafi’I mendefinisikan yang dimaksud dengan ahlul kitab adalah orang nasrani dan yahudi yang berketurunan bangsa Israel asli.

Para ulama sepakat meskipun dibolehkan menikahi wanita ahli kitab, hukumnya bisa berubah menjadi haram. Dikhawatirkan nanti anak-anaknya mengikuti agama ibunya atau berbeda keyakinan dapat berdampak buruk pada keharmonisan keluarga. Oleh karena itu pada tahun 1980, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah mengeluarkan fatwa haram menikah beda agama. Termasuk laki-laki muslim yang menikahi wanita ahli kitab, karena dianggap lebih banyak mudharatnya.



Dalam Islam, menikah memiliki tujuan mulia, tidak sekedar menyalurkan fitrah biologis, membangun keluarga, dan memperbanyak keturunan. Tetapi membangun keluarga yang berkah dan juga abadi, tidak hanya didunia, tetapi juga di akhirat. Rasulullah mengingatkan dalam sabdanya, “Wanita dinikahi karena empat hal, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Maka, pilihlah karena agamanya maka engkau akan beruntung”.



Jika ada enggota keluarga kita yang berlainan agama, kita wajib menghormatinya. Di dunia mereka ialah bagian dari keluarga kita. Namun ingatah kisah Nabi Nuh as yang menyuruh anaknya untuk naik bersama bahtera agar selamat dalam bencana banjir besar sebagai azab Allah. Namun ia lebih memilih berlindung ke atas gunung. Namun tetap saja banjir tersebut melanda siapa saja yang ada diluar kapal yang dibuat oleh Nabi Nuh. Kisah Nabi  Nuh ini ada di dalam Surat Hud : 42-46. Kisah ini mengingatkan kita bahwa hubungan darah bukanlah hubungan yang hakiki bagi seorang muslim. Karena jika bukan karena agama, setiap keluarga tidak akan utuh bersatu hingga hari akhir.



Alangkah indahnya keluarga yang dibangun dengan visi dan misi yang sama. Sebuah keluarga yang dibangun dengan pondasi iman, sehingga melahirkan generasi yang beriman. Seperti generasi para Nabi Ibrahim, yang telahirkan generasi orang-orang shaleh. 



Ketika kita memilih tempat tinggal untuk keluarga kita, sebaiknya yang pertama dipilih yaitu apakah rumah kita dekat dengan masjid atau tidak. Sehingga cahaya ibadah akan menungi rumah kita. Namun kebanyakan diantara kita lebih mengutamakan kediaman kita yang dekat dengan pusat perbelanjaan atau tempat hiburan. Padahal jika rumah kita dekat dengan masjid, sejak dini kita bisa mengajari anak-anak kita untuk encintai masjid dan sering sholat berjamaah.



Generasi yang beriman, akan lahir dari orang-orang yang beriman.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger... Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Edy_Hari_Yanto's  album on Photobucket
TPQ NURUDDIN NEWS : Terima kasih kepada donatur yang telah menyisihkan sebagian rezekinya untuk pembangunan TPQ Nuruddin| TKQ-TPQ "NURUDDIN" MENERIMA SANTRI DAN SANTRIWATI BARU | INFORMASI PENDAFTARAN DI KANTOR TPQ "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN-WONOAYU