Tatacara Pelaksanaan Shalat Taubat dan Ketentuannya
Tetap terbukanya pintu taubat merupakan  bagian dari rahmat Allah Ta'ala kepada umat ini. Taubat masih tetap  berlaku sebelum nyawa sampai dikerongkongan dan matahari terbit dari  barat. Kesempurnaan anugerah ini berlanjut dengan mensyariatkan kepada  mereka ibadah paling mulia (yakni shalat taubat) untuk dijadikan sebagai  sarana oleh muznid (orang yang bertaubat) agar diterima taubatnya.
  Disyari'atkan Shalat Taubat
  Para ulama bersepakat tentang disyari'atkannya shalat taubat. Diriwayatkan dari Abu Bakar al-Shiddiq Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
  مَا مِنْ  عَبْدٍ يُذْنِبُ ذَنْبًا فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ ، ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّي  رَكْعَتَيْنِ ، ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللَّهَ إِلَّا غَفَرَ اللَّهُ لَهُ
  "Tidaklah seorang hamba berbuat satu  dosa, lalu ia bersuci dengan baik, lalu berdiri untuk shalat dua  rakaat, kemudian memohon ampun kepada Allah, melainkan Allah akan  mengampuni dosanya."
  Kemudian Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam membaca:
  وَالَّذِينَ  إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ  فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ  وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ 
  "Dan (juga) orang-orang yang apabila  mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat  akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi  yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak  meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. [QS. Ali  Imran: 1365]." (HR. Abu Dawud no. 1521. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud)
  Penulis Shahih Fiqih Sunnah dalam  megomentari hadits di atas mengatakan, "Dalam sanadnya terdapat  kelemahan, hanya saja ayat tersebut menguatkan maknanya. Di samping itu,  hadits ini juga dishahihkan oleh sebagian ulama." (Shahih Fiqih Sunnah:  2/95)
  Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnadnya, dari Abu Darda' Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:  "Siapa yang berwudhu dan memperbagus wudhunya, lalu berdiri shalat dua  rakaat atau empat (salah seorang perawi ragu), ia memperbagus dzikir dan  khusyu' dalam shalatnya, kemudian beristighfar (meminta ampun) kepada  Allah 'Azza wa Jalla , pasti Allah megampuninya." (Para  pentahqiq al-Musnad mengatakan: Isnadnya hasan. Syaikh Al-Albani  menyebutkannya dalam Silsilah al-Ahadits al-Shahihah, no. 3398).
  Sebab Dikerjakannya Shalat Taubat
  Shalat taubat dikerjakan saat seorang  muslim terjerumus ke dalam kemakasiatan, baik maksiat dosa besar atau  kecil. Maka ia wajib bersegera taubat dan disunnahkan baginya untuk  mengerjakan shalat dua rakaat. Dua rakaat ini termasuk bagian dari amal  shalih yang disunnahkan untuk dikerjakan dalam masa taubat. Ia sebagai  wasilah (perantara) kepada Allah untuk mendapatkan taubat dari-Nya dan  ampunan atas dosanya.
  Waktu Shalat Taubat
  Disunnahkan mengerjakan shalat taubat  ini saat seorang muslim bertekad untuk bertaubat dari sebuah dosa yang  telah diterjangnya, baik taubat ini segera dikerjakan selepas ia  melakukan maksiat itu atau mengakhirkannya. Yang wajib atas seorang yang  berdosa agar segera bertaubat. Tapi kalau ia mengakhirkannya/menundanya  maka tetap diterima. Karena taubat bisa diterima selama belum datang  satu dari dua kondisi berikut ini:
  1. Apabila ruh belum  sampai ke kerongkongan. Yakni ia yakin akan segera mati sehingga tidak  punya pilihan lain kecuali itu, seperti Fir'aun, dikisahkan dalam QS.  Yunus: 91-92.
  Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
  إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ
  "Sesungguhnya Allah tetap menerima taubat seorang hamba selama ruh (nyawa)nya belum di tenggorokan." (HR. Al-Tirmidzi, hadits hasan)
  2. Apabila matahari terbit dari barat, karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
  مَنْ تَابَ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ
  "Barangsiapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari barat, maka Allah akan menerima taubatnya." (HR. Muslim, no. 2703)
  Shalat taubat ini disyariatkan dalam  semua waktu, sampai pada waktu terlarang seperti sesudah shalat 'Ashar.  Sebabnya, karena ia termasuk jenis shalat yang memiliki sebab. Maka  disyariatkan dan boleh langsung dikerjakan saat datang sebabnya.
  Syikhul Islam rahimahullah berkata,
  وَكَذَلِكَ  صَلَاةُ التَّوْبَةِ فَإِذَا أَذْنَبَ فَالتَّوْبَةُ وَاجِبَةٌ عَلَى  الْفَوْرِ وَهُوَ مَنْدُوبٌ إلَى أَنْ يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ  يَتُوبَ كَمَا فِي حَدِيثِ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ
  "Demikian pula shalat taubat  (termasuk shalat yang memiliki sebab dan harus segera dilakukan,  sehingga boleh dilakukan meskipun waktu terlarang untuk shalat), jika  seseorang berbuat dosa, maka taubatnya itu wajib, yaitu wajib segera  dilakukan. Dan disunnahkan baginya untuk melaksanakan shalat dua  raka’at. Kemudian ia bertaubat sebagaimana keterangan dalam hadits Abu  Bakar Al-Shiddiq.” (Majmu’ Al-Fatawa, Ibnu Taimiyah: 23/215)
  Sifat Shalat Taubat
  Shalat taubat dikerjakan sebanyak dua rakaat. Dikerjakan sendirian, karena ia termasuk nawafil  yang tidak disyariatkan secara berjamaah. Dan disunnahkan untuk  beristighfar sesudah selesai mengerjakannya, sebagaimana yang terdapat  dalam hadits Abu Bakar al-Shiddiq Radhiyallahu 'Anhu di atas.
  Tidak ditemukan tuntutan dari sunnah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam  yang menetapkan bacaan tertentu pada dua rakaat tadi. Maka orang yang  mengerjakan shalat taubat membaca surat yang dia kehendaki. Selain itu,  juga disunnahkan baginya untuk memperbanyak amal shalih lainnya. Ini  didasarkan kepada firman Allah Ta'ala:
  وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى
  "Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertobat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar." (QS. Thaahaa: 82)
  Di antara amal-amal utama yang bisa  dikerjakan oleh orang yang bertaubat: shadaqah, karena shadaqah termasuk  sebab besar yang menghapuskan dosa.
  إِنْ  تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا  الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ  سَيِّئَاتِكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
  "Jika kamu menampakkan sedekah(mu),  maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu  berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik  bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian  kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Baqarah: 271)
  Terdapat penguat dari kisah Ka'ab bin Malik Radhiyallahu 'Anhu,  saat Allah menerima taubatnya, ia berkata: "Wahai Rasulullah,  sesungguhnya dengan sebab (diterima) taubatku, saya akan mensedekahkan  semua hartaku kepada Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam  bersabda, "tahanlah sebagian hartamu, maka itu lebih baik bagimu." Ia  menjawab, "Aku tahan sahamku yang ada di Khaibar." (Muttafaq 'Alaih)
  Kesimpulan:
  - Shalat taubat memiliki landasan shahih dari sunnah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
- Shalat taubat disyariatkan saat seorang muslim bertaubat dari dosa besar maupun kecil. Tidak dibedakan, baik dosa itu baru saja dikerjakan atau sudah lama.
- Shalat taubat bisa dikerjakan pada semua waktu, sampai pada waktu yang terlarang mengerjakan shalat sunnah.
- Selain mengerjakan shalat taubat, orang yang bertaubat juga dianjurkan mengerjakan amal-amal kebajikan, seperti shadaqah dan selainnya. [PurWD/voa-islam.com]
Tulisan Terkait:
 








 
 
 



Tidak ada komentar:
Posting Komentar