Selasa, 04 Maret 2014

Hari-hari Yang Paling Istimewa Dalam Islam

Berikut ini adalah hari-hari istimewa yang ada dalam Islam, dan cukuplah kita dengan hari-hari istimewa milik kita sendiri.

1. Hari Senin dan Kamis

Apa saja keistimewaannya?
- Hari diperiksanya amal manusia
Dari Abu Hurairah R.a, bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda:
“Diperiksa amal-amal manusia pada setiap Jumat (baca: setiap pekan) sebanyak dua kali; hari senin dan hari kamis.” (HR. Muslim No. 2565)
- Hari dianjurkannya puasa
Dari Abu Hurairah R.a, katanya: bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda:
“Amal-amal manusia diperiksa setiap hari Senin dan Kamis, maka saya suka ketika amal saya diperiksa saat saya sedang berpuasa.”
(HR. At Tirmidzi No. 747, katanya: hasan Gharib. Syeikh Al Albani mengatakan: shahih. Lihat Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 747)
- Hari dibukanya pintu-pintu surga dan diampunkannya hamba.
Dari Abu Hurairah R.a, bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda:
“Pintu-pintu Surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, maka saat itu akan di ampuni semua hamba yang tidak menyekutukan Allah Swt dengan sesuatu apapun, kecuali seseorang yang antara dirinya dan saudaranya terjadi permusuhan. Lalu dikatakan: ‘Tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai, tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai, tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai.”
(HR. Muslim No. 2565, Al Bukhari dalam Adabul Mufrad No. 411, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 6626)
- Senin adalah hari lahir, hari wafat, dan hari diutusnya Nabi Muhammad Saw dan menerima wahyu pertama
Dari Abu Qatadah Al Anshari R.a, katanya:
Nabi ditanya tentang hari senin. Beliau menjawab: “Itu adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus menjadi rasul, atau diturunkan kepadaku (wahyu).” (HR. Muslim No. 1162)
Dari ‘Aisyah binti Abu Bakar Ash Shiddiq R.ha, bahwa dia ditanya: Hari apakah Rasulullah Saw wafat?
Beliau menjawab: “Hari senin.”(HR. Bukhari No. 1387)
- Kamis adalah hari yang Nabi Muhammad Saw sukai untuk bepergian
Dari Ka’ab bin Malik R.a:
“Bahwa Rasulullah Saw jika hendak safar, Beliau tidak bersafar melainkan pada hari kamis.”
(HR. Ahmad No. 27178. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 27178)
- Kamis adalah hari disebarkannya Ad Dawwab (hewan)
Dari Abu Hurairah R.a, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
Allah Swt membanyakkan Ad Dawwab di bumi pada hari Kamis.(HR. Muslim No. 2789)

2. Hari Jum’at
Apa saja keistimewaannya?
- Dijelaskan dalam riwayat berikut lima keutamaannya:
Dari Abu Lubabah bin Abdil Mundzir, dia berkata: Bersabda Nabi Muhammad Saw: “Sesungguhnya hari Jum’at adalah Sayyidul Ayyam (pimpinan hari-hari), keagungannya ada pada sisi Allah Swt, dan dia lebih agung di sisi Allah Swt dibanding hari Idul Adha dan Idul Fitri.
Padanya ada lima hal istimewa: pada hari itu Allah Swt menciptakan Adam A.s, pada hari itu Allah Swt menurunkan Adam A.s ke bumi, pada hari itu Allah Swt mewafatkan Adam A.s, pada hari itu ada waktu yang tidaklah seorang hamba berdo’a kepada Allah Swt melainkan akan dikabulkan selama tidak meminta yang haram, dan pada hari itu terjadinya kiamat. Tidaklah Malaikat Muqarrabin A.s, langit, bumi, angin, gunung, dan lautan, melainkan mereka ketakutan pada hari Jum’at.”
(HR. Ibnu Majah No. 1083. Ahmad No. 15547, Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir No. 4511, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 2973, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf No. 817, Al Bazzar No. 3738. Dihasankan oleh Syeikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No. 2279)
- Dianjurkan membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at:
Dari Abu Said Al Khudri bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda: “Barang siapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at, maka dia akan disinari oleh cahaya sejauh diantara dua Jum’at.”
(HR. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 5792, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 3392, katanya: shahih. Dishahihkan pula oleh Syeikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No. 6470)
- Dibebaskan dari fitnah kubur bagi yang wafat pada malam Jum’at dan hari Jum’at
Dari Abdullah bin Amr, bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda:
“Tidaklah seorang muslim yang wafat pada hari Jum’at atau malam Jum’at, melainkan Allah Swt akan melindunginya dari fitnah kubur.”
(HR. At Tirmidzi No. 1073, Ahmad No. 6582, Ath Thahawi dalam Syarh Musykilul Aatsar No. 277)
Syeikh Al Albani Rahimahullah berkata tentang hadits ini: “Dikeluarkan oleh Ahmad (6582-6646) melalui dua jalan dari Abdullah bin Amr, dan oleh At Tirmidzi melalui salah satu dari dua jalur, dan hadits ini memiliki Syawahid (beberapa penguat) dari jalur Anas, Jabir bin Abdullah, dan selain keduanya. Maka, hadits ini dengan kumpulan semua jalurnya adalah hasan atau shahih.” (Lihat Ahkamul Jazaiz, Hal. 35)
Selain disebutnya Senin, Kamis, dan Jum’at, disebutkan pula oleh Nabi Muhammad Saw bahwa semua hari yang tujuh memiliki peristiwanya sendiri.
Dari Abu Hurairah R.a, katanya:
Rasulullah Saw memegang tanganku lalu bersabda: “Allah ‘Azza wa Jalla menciptakan tanah pada hari Sabtu, dan menciptakan padanya gunung-gunung pada hari Ahad, menciptakan pepohonan pada hari Senin, menciptakan sesuatu yang dibenci pada hari Selasa, menciptakan cahaya pada hari Rabu, menyebarkan hewan melata pada hari Kamis, menciptakan Adam A.s setelah Ashar pada hari Jum’at, di akhir penciptaan pada akhir waktu-waktu Jum’at antara Ashar menuju malam. (HR. Muslim No. 2789)

3. Hari ‘Asyura (9 dan 10 Muharram)
Berikut ini keistimewaannya:
- Hari diselamatkannya Nabi Musa A.s dan Bani Israel dari kejaran Fir’aun dan tentaranya
Dari Ibnu Abbas R.a, katanya:
Nabi Muhammad Saw sampai di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa ‘Asyura.
Beliau Saw bertanya: “Apa ini?”
mereka menjawab: “Ini hari baik, Allah telah menyelamatkan pada hari ini Musa dan Bani Israel dari musuh mereka, maka Musa pun berpuasa.”
Maka, Nabi Muhammad Saw bersabda: “Saya lebih berhak terhadap Musa dibanding kalian.” Maka, beliau pun berpuasa dan memerintahkan untuk berpuasa (‘Asyura).” (HR. Muttafaq ‘Alaih)
- Hari dianjurkannya berpuasa
Dari Abu Qatadah, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Dan berpuasa ‘Asyura, sesungguhnya saya menduga atas Allah Swt bahwa dihapuskannya dosa setahun sebelumnya.”
(HR. Abu Daud No. 2425, Ibnu Majah No. 1738. Syeikh Al Albani mengatakan shahih dalam Al Irwa, 4/111, katanya: diriwayatkan oleh Jamaah kecuali Al Bukhari dan At Tirmidzi. Shahihul Jami’ No. 3806)
Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah –setelah merangkum semua dalil yang ada tentang puasa ‘Asyura:
“Oleh karena itu, puasa ‘Asyura terdiri atas tiga tingkatan:
1. Paling rendah yakni berpuasa sehari saja (tanggal 10).
2. Puasa hari ke-9 dan ke-10.
3. Paling tinggi puasa hari ke-9, 10, dan ke-11.
Wallahu A’lam” (Fathul Bari, 6/280. Lihat juga Fiqhus Sunnah, 1/450)

4. Ayyamul Bidh (tanggal 13,14,15 tiap bulan Hijriyah)
Ayyamul Bidh artinya hari-hari yang putih terang, karena saat itu hari di waktu bulan sedang purnama. Ini juga hari-hari istimewa dalam Islam.
- Saat itu dianjurkan bagi kita untuk berpuasa
Abu Hurairah R.a berkata:
Kekasihku (Nabi) Muhammad Saw berwasiat kepadaku tiga hal:
“Berpuasa tiga hari setiap bulan, shalat dua rakaat ketika Dhuha, dan shalat witir sebelum tidur.”
(HR. Bukhari No. 1981, Muslim No. 721. Lafadz ini adalah milik Bukhari)
Kapankah tiga hari itu?
Dari Abu Dzar Al Ghifari R.a, katanya:
“Rasulullah Saw memerintahkan kami untuk berpuasa dalam satu bulannya sebanyak tiga hari, Ayyamul Bidh, yaitu tanggal 13, 14, dan 15.”
(HR. An Nasa’i No. 2422, 2423, lihat juga dalam As Sunan Al Kubranya An Nasa’i No. 2730, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 3848, Ibnu Hibban No. 943, lihat Mawarid Azh Zham’an. Dihasankan oleh Syeikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No.673)
- Nilai puasanya sama seperti puasa Ad Dahr (sepanjang tahun)
Dari Jarir bin Abdullah R.a, bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda:
“Berpuasa tiga hari setiap bulannya, adalah puasa sepanjang tahun, dan hari Ayyamul Bidh yang terang benderang itu adalah pada hari 13, 14, dan 15.”
(HR. An Nasa’i No. 2420. Dihasankan oleh Syeikh Al Albani dalam At Ta’liq Ar Raghib, 2/84)

5. Hari Idul Fitri (1 Syawwal) dan Idul Adha (10 Dzulhijah)
Dari ‘Aisyah R.ha, bahwa Rasulullah Saw bersabda ketika hari Id:
“Sesungguhnya setiap kaum memiliki hari raya, dan hari ini adalah hari raya kita.” (HR. Bukhari No. 952, Muslim No. 892)
Dari Anas bin Malik R.a, beliau Saw berkata:
“Dahulu orang jahiliyah memiliki dua hari untuk mereka bermain-main pada tiap tahunnya.” Ketika Rasulullah Saw datang ke Madinah, dia (Muhammad Saw) bersabda: “Dahulu Kalian memiliki dua hari yang kalian bisa bermain-main saat itu. Allah Swt telah menggantikan keduanya dengan yang lebih baik dari keduanya, yakni hari Fitri dan hari Adha.”
(HR. An Nasa’i No. 1556, lihat juga As Sunan Al Kubra No. 1755)
Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan hadits ini sanadnya shahih. (Fathul Bari, 3/371). Syeikh Al Albani juga menshahihkannya. (Ash Shahihah No.2021)
Dua hari raya inilah hari bagi umat Islam untuk bersenang-senang dan bermain, sebagaimana yang nabi Muhammad Saw alternatifkan dalam hadits Anas bin Malik di atas.

6. Enam hari di Bulan Syawal
Pada enam hari di bulan Syawal kita dianjurkan untuk berpuasa setelah kita menunaikan puasa Ramadhan. Keutamaannya adalah senilai dengan puasa setahun penuh.
Dari Abu Ayyub Al Anshari R.a, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda:
“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan, kemudian menyusulnya dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka seakan dia berpuasa setahun penuh.”
(HR. Muslim No. 1164, At Tirmidzi No. 759, Abu Daud No. 2433, Ibnu Majah No. 1716, An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 2866, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 8214, dan As Sunan As Shaghir No. 1119, Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir No. 3908, 3909, 3914, 3915, Abdu bin Humaid dalam Musnadnya No. 228, Abu Ja’far Ath Thahawi dalam Musykilul Aatsar No. 1945, Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah No. 1780)
Kapankah enam hari Syawal itu?
Imam At Tirmidzi Rahimahullah menceritakan:
Imam Ibnul Mubarak memilih berpuasa enam hari itu di awal bulan. Diriwayatkan dari Ibnul Mubarak bahwa dia berkata: “Berpuasa enam hari bulan Syawal secara terpisah-pisah boleh saja.” (Lihat Sunan At Tirmidzi komentar hadits No. 759)
Syeikh Sayyid Sabiq -Rahimahullah rahmatan waasi’ah- berkata:
Menurut Imam Ahmad: bahwa itu bisa dilakukan secara berturut-turut dan tidak berturut-turut, dan tidak ada keutamaan yang satu atas yang lainnya. Menurut Hanafiyah dan Syafi’iyah adalah lebih utama secara berturut-turut, setelah hari raya. (Fiqhus Sunnah, 1/450)
Syeikh ‘Athiyah Shaqr Rahimahullah mengatakan:
Keutamaan ini adalah bagi yang berpuasanya di bulan Syawal, sama saja apakah di awalnya, di tengah, atau di akhirnya, dan sama pula apakah dengan hari yang berturut atau dipisah-pisah. Hanya saja lebih utama di awal bulan dan secara bersambung. Anjurannya berakhir jika sudah selesai bulan Syawal. (Fatawa Darul Ifta Al Mishriyah, 9/261)

7. Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah
Disebutkan dalam Al Qur’an:
“Demi fajar, dan malam yang sepuluh.” (QS. Al Fajr (89): 1-2)
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan maknanya:
(Dan demi malam yang sepuluh): maksudnya adalah sepuluh hari pada Dzulhijjah. Sebagaimana dikatakan Ibnu Abbas, Ibnu Az Zubeir, Mujahid, dan lebih dari satu kalangan salaf dan khalaf. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 8/390. Dar Ath Thayyibah)
Ada juga yang mengatakan maksudnya adalah sepuluh hari awal Muharram, ada juga ulama yang memaknai sepuluh hari awal Ramadhan. Namun yang benar adalah pendapat yang pertama. (Ibid) yakni sepuluh awal bulan Dzulhijjah.
Keutamaannya pun juga disebutkan dalam As Sunnah, bahwa ibadah saat itu senilai dengan mati syahid. Dari Ibnu Abbas R.a, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda:
“Tidak ada amal yang lebih afdhal dibanding amal pada hari-hari ini.”
Mereka bertanya: “Tidak juga jihad?”
Beliau Saw menjawab: “Tidak pula oleh jihad, kecuali seseorang yang keluar untuk mengorbankan jiwa dan hartanya, lalu dia tidak kembali dengan sesuatu apa pun (mati syahid).”(HR. Bukhari No. 969)
Imam Ibnu Katsir mengatakan maksud dari “pada hari-hari ini” adalah sepuluh hari Dzulhijjah. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 8/390. Lihat Syeikh Sayyid Ath Thanthawi, Al Wasith, 1/4497. Mawqi’ At Tafasir)

8. Hari ‘Arafah (9 Dzulhijah), Hari penyembelihan Qurban – Idul Adha (10 Dzulhijah), dan hari-hari taysrik (11,12,13 Dzulhijah)
Hari-hari ini dengan tegas oleh Nabi Muhammad Saw disebut sebagai ‘Iduna (hari raya kita).
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir R.a, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Hari ‘Arafah, hari penyembelihan Qurban, hari-hari Tasyriq, adalah hari raya kita para pemeluk Islam, itu adalah hari-hari makan dan minum.”
(HR. At Tirmidzi No. 773, katanya: hasan shahih, Ad Darimi No. 1764, Syeikh Husein Salim Asad mengatakan: isnaduhu shahih. Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1586, katanya: “Shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim, tetapi mereka tidak meriwayatkannya.”)

9. Tanggal 17 Ramadhan
Pada tanggal ini ada dua peristiwa istimewa yang terjadi sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an, yakni perang Badar (disebut dengan Yaumul Furqaan dan Yaumut Taqal Jam’an – hari bertemunya dua pasukan) dan turunnya Al Qur’an, disebut dengan Wa Maa Anzalnaa ‘Ala ‘Abdinaa (dan apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami).
Allah Swt berfirman
“Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, Kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, Yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
(QS. Al Anfal (8): 41)
Imam Ibnu Jarir Rahimahullah meriwayatkan demikian:
“Berkata Al Hasan bin Abi Thalib R.a: “Adalah ‘malam Al Furqan hari di mana bertemunya dua pasukan’ terjadi pada 17 Ramadhan.”
(Jami’ Al Bayan, 13/562. Muasasah Ar Risalah)

10. Lailatul Qadar
Malam ini terjadi pada sepuluh malam terakhir, kemungkinannya pada malam-malam ganjil sebagaimana telah diketahui bersama. Keistimewaan malam ini diterangkan dalam Al Qur’an:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu?
Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadr (97): 1-5)
Ada banyak keutamaan Lailatul Qadar, di sini kami sebutkan dua saja:
Pertama, malam turunnya Al Quran.
Lalu bagaimana dengan 17 Ramadhan?
Bukankah juga waktu diturunkannya Al Quran?
Dan bukankah keduanya merupakan waktu yang berbeda?
Maka untuk mentaufiq (kompromi) antara dua keterangan ini (Lailatul Qadar dan 17 Ramadhan), sebagian ulama mengatakan Al Qur’an diturunkan dua kali tahap. Tahap pertama diturunkan dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul Izzah di langit dunia pada Lailatul Qadar secara langsung, tahap selanjutnya, diturunkan dari langit dunia ke kehidupan manusia secara bertahap selama hampir 23 tahun, yang diawali pada 17 Ramadhan di Gua Hira. Inilah pendapat Ibnu Abbas. Dengan demikian antara dua ayat ini tidak ada pertentangan sama sekali, justru saling mendukung. Inilah pendapat yang benar.
Berkata Imam Ibnu Jarir tentang surat Al Qadar ayat 1:
“Sesungguhnya Kami menurunkan Al Qur’an ini secara satu kesatuan menuju langit dunia pada Lailatul Qadar.”
Beliau mengutip dari Ibnu Abbas R.a:
“Seluruh Al Qur’an diturunkan sekali turun pada Lailatul Qadar pada bulan Ramadhan menuju langit dunia, jika Allah Swt hendak ‘berbicara’ sesuatu di bumi Dia menurunkannya sampai semuanya (lengkap).”
Beliau juga mengatakan:
“Allah menurunkan Al Qur’an pada malam (Al Qadar) dari langit paling tinggi menuju langit dunia dalam satu kesatuan, lalu membaginya dalam waktu bertahun-tahun.”
Lalu, Ibnu Abbas membaca ayat: “Maka aku bersumpah dengan masa turunnya bagian-bagian Al-Qur’an.” Artinya: Al Qur’an turun secara terbagi-bagi.
Asy Sya’bi R.a mengatakan:
“Allah Swt menurunkan Al Qur’an pertama kali pada Lailatul Qadar.”
Dari Asy Sya’bi juga:
“Telah sampai kepada kami bahwa Al Qur’an diturunkan dalam satu kesatuan ke langit dunia.“ (lihat semua dalam Jami’ Al Bayan, 24/531-532)
Kedua, nilai Lailatul Qadar lebih baik dari seribu bulan.
Imam Mujahid Rahimahullah berkata tentang ayat tersebut:
“Amal pada malam itu, puasanya, dan qiyamul lailnya, lebih baik (nilainya) dari seribu bulan.”
Imam Mujahid juga menjelaskan:
“Dahulu pada Bani Israil ada seorang laki-laki yang shalat malam hingga pagi hari, kemudian dia pergi jihad melawan musuh pada siang harinya hingga sore, dan dia melakukan itu hingga seribu tahun. Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat ini: (Lailatul Qadar lebih baik daripada seribu bulan), qiyamul lail pada malam itu lebih baik dibanding amal laki-laki tersebut.” (Ibid)
Sementara Amru bin Qais Al Mala’i Rahimahullah berkata:
“Amal pada malam itu (nilainya) lebih baik dari amal seribu bulan.”
(Imam Abu Ja’far bin Jarir Ath Thabari, Jami’ul Bayan Fi Ta’wilil Quran, 24/ 533)
Demikian. Sebenarnya masih banyak waktu-waktu istimewa dalam Islam yang belum kami bahas seperti peristiwa Isra Mi’raj dan hari kelahiran Nabi Muhammad Saw. Insya Allah jika ada kesempatan akan kami bahas secara khusus.
Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala Aalihi wa Ashhabihi Ajma’in.
Wallahu A’lam

*********


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger... Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Edy_Hari_Yanto's  album on Photobucket
TPQ NURUDDIN NEWS : Terima kasih kepada donatur yang telah menyisihkan sebagian rezekinya untuk pembangunan TPQ Nuruddin| TKQ-TPQ "NURUDDIN" MENERIMA SANTRI DAN SANTRIWATI BARU | INFORMASI PENDAFTARAN DI KANTOR TPQ "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN-WONOAYU