Penafsiran Ma’iisyatan-Dhanka “Kehidupan yang Sempit”
Firman Allah SWT,
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Waman a'radha 'an dzikrii fa-inna lahu ma'iisyatan dhankan wanahsyuruhu yaumal qiyaamati a'm(a)
Banyak salaful-ummah yang menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan kehidupan sempit dalam ayat di atas adalah azab kubur. Dan mereka menjadikan ayat ini sebagai salah satu dalil tentang adanya siksa kubur. Karena itulah Allah SWT berfirman,
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Waman a'radha 'an dzikrii fa-inna lahu ma'iisyatan dhankan wanahsyuruhu yaumal qiyaamati a'm(a)
قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا
Qaala rabbi lima hasyartanii a'ma waqad kuntu bashiiran
قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى
Qaala kadzalika atatka aayaatunaa fanasiitahaa wakadzalikal yauma tuns(a)
Artinya, ia akan dibiarkan menerima azab sebagaimana ia telah meninggalkan dan tidak menunaikan ayat-ayat-Nya. Selanjutnya Allah SWT menyebutkan siksa alam barzakh dan siksa di neraka Jahanam. Dan padanan ayat di atas adalah firman Allah SWT tentang azab-Nya kepada Fir’aun,
“Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang.” (Ghaafir: 46)
Yang dimaksud dalam ayat di atas adalah dalam azab barzakh. Kemudian Allah SWT melanjutkan firman-Nya,
“Dan pada hari terjadinya kiamat. (Dikatakan kepada malaikat), ‘Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras.” (Ghaafir: 46)
Ini adalah pada hari kiamat.
Di antara padanannya juga adalah,
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ قَالَ أُوحِيَ إِلَيَّ وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَيْءٌ وَمَنْ قَالَ سَأُنْزِلُ مِثْلَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ
Waman azhlamu mimmaniiftara 'alallahi kadziban au qaala uuhiya ilai-ya walam yuuha ilaihi syayun waman qaala saunzilu mitsla maa anzalallahu walau tara idzizh-zhaalimuuna fii ghamaraatil mauti wal malaa-ikatu baasithuu aidiihim akhrijuu anfusakumul yauma tujzauna 'adzaabal huuni bimaa kuntum taquuluuna 'alallahi ghairal haqqi wakuntum 'an aayaatihi tastakbiruun(a)
Jadi yang dimaksud dengan perkataan malaikat “Hari ini kamu disiksa dengan azab yang menghinakan ” dalam ayat di atas adalah azab alam barzakh yang dimulai dengan pencabutan nyawa dan kematian.
Ayat yang semisalnya juga adalah,
وَلَوْ تَرَى إِذْ يَتَوَفَّى الَّذِينَ كَفَرُوا الْمَلائِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ
Walau tara idz yatawaffaal-ladziina kafaruul malaa-ikatu yadhribuuna wujuuhahum waadbaarahum wadzuuquu 'adzaabal hariiq(i)
Yang dimaksud dengan merasakan siksa dalam ayat ini adalah di alam barzakh, yang diawali dengan kematian. Sedangkan kata-kata malaikat, ‘Rasakanlah olehmusiksa neraka yang membakar,’ adalah di-’athaf-kan (dihubungkan) kepada firman-Nya, “Mereka memukul muka dan belakang mereka.” Kalimat ini termasuk ucapan yang obyeknya dihilangkan, karena maksud konteks kalimatnya sudah tersirat, sebagaimana terdapat dalam ayat-ayat yang sepadan. Adapun kata-kata malaikat tersebut berlangsung pada waktu kematian seseorang.
Dalam Shahih Bukhari disebutkan bahwa al-Barra’ bin Azib r.a. menafsirkan firman Allah SWT,
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ
Yutsabbitullahul-ladziina aamanuu bil qaulits-tsaabiti fiil hayaatiddunyaa wafii-aakhirati wayudhillullahuzh-zhaalimiina wayaf'alullahu maa yasyaa'u
Menurutnya, ayat ini adalah mengenai siksa kubur. Dan, hadits-hadits tentang siksa kubur sendiri hampir mencapai tingkat mutawatir.
Maksud dari firman Allah dalam surat Thaahaa ayat 124-126 adalah
pemberitahuan Allah SWT bahwa barangsiapa yang enggan mengikuti petunjuk-Nya, maka ia akan menjalani kehidupan yang sempit. Di sisi lain, Dia menjamin orang yang selalu mengikutinya akan mendapatkan kehidupan yang baik dan pahala di hari kemudian. Karena itu Allah berfirman,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Man 'amila shaalihan min dzakarin au untsa wahuwa mu'minun falanuhyiyannahu hayaatan thai-yibatan walanajziyannahum ajrahum biahsani maa kaanuu ya'maluun(a)
Dalam ayat di atas, Allah SWT memberitakan bahwa orang yang selalu mengkuti petunjuknya dalam segala perilakunya di dunia akan memperoleh kehidupan yang baik dan balasan yang lebih baik di akhirat. Hal ini merupakan kebalikan dari kehidupan yang sempit di dunia dan di alam barzakh, serta keadaan terlupakan nanti di akhirat. Allah SWT berfirman,
وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
Waman ya'syu 'an dzikrir-rahmani nuqai-yidh lahu syaithaanan fahuwa lahu qariinun
وَإِنَّهُمْ لَيَصُدُّونَهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ مُهْتَدُونَ
Wa-innahum layashudduunahum 'anissabiili wayahsabuuna annahum muhtaduun(a)
“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al-Qur’an), Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan), maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya setan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka membawa petunjuk.” (az-Zukhruf: 36-37)
Dalam ayat di atas, Allah SWT memberitahukan bahwa orang yang menjadi korban syetan dan tersesat karenanya, adalah orang yang enggan mengikuti petunjuk yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya. Maka, Allah SWT menghukum orang yang enggan mengikuti petunjuk-Nya tersebut dengan menentukan satu syetan yang selalu mengikutinya, yang akan selalu menghalanginya dari jalan Tuhan dan jalan kebahagiaan. Sedangkan, orang tersebut mengira bahwa dirinya mendapat petunjukdari Tuhan-Nya. Ketika hari kiamat tiba, dan kebinasaan serta kerugiannya menjadi nyata ia berkata,
حَتَّى إِذَا جَاءَنَا قَالَ يَا لَيْتَ بَيْنِي وَبَيْنَكَ بُعْدَ الْمَشْرِقَيْنِ فَبِئْسَ الْقَرِينُ
Hatta idzaa jaa-anaa qaala yaa laita bainii wabainaka bu'dal masyriqaini fabi-asal qariin(u)
Setiap orang yang enggan mengikuti petunjuk-Nya, yaitu dzikrullah, maka pada hari kiamat ia akan mengucapkan kata-kata yang disebutkan dalam ayat di atas.
Jika dikatakan, “Apakah anggapan dari seseorang yang tersesat bahwa ia telah mengikuti petunjuk-Nya bisa menjadi alasan baginya untuk dimaafkan dari siksaan?” Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya, “Mereka mengira bahwa mereka itu orang yang mendapat petunjuk.”
Maka, jawabannya, “Anggapan semacam ini dan semisalnya tidak bisa menjadi alasan untuk membenarkan kesesatan seseorang, yang kesesatannya itu dikarenakan keengganan mengikuti wahyu yang dibawa Rasul-Nya.”
Jika dia mengira bahwa dia mendapat petunjuk, maka pada kenyataannya dia enggan untuk mengikuti penyeru kepada petunjuk itu. Dan apabila dia sesat, maka itu karena keengganan dan keberpalingannya. Adapun ancaman dalam Al-Qur’an hanyalah untuk golongan yang pertama. Sedangkan, bagi golongan yang kedua ini, maka sesungguhnya Allah SWT tidak akan mengazab seseorang hingga sampai kepadanya risalah dari-Nya. Sebagaimana dalam firman-Nya,
مَنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَلا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولا
|
Mani ihtada fa-innamaa yahtadii linafsihi waman dhalla fa-innamaa yadhillu 'alaihaa walaa taziru waaziratun wizra ukhra wamaa kunnaa mu'adz-dzibiina hatta nab'atsa rasuulaa
|
“Kami tidak akan menurunkan azab sebelum mengutus seorang rasul.” (al-lsraa:15)
رُسُلا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا
Rusulaa mubasy-syiriina wamundziriina li-alaa yakuuna li-nnaasi 'alallahi hujjatun ba'darrusuli wakaanallahu 'aziizan hakiiman
Dan Allah SWT berfirman tentang penghuni neraka,
وَمَا ظَلَمْنَاهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا هُمُ الظَّالِمِينَ
Wamaa zhalamnaahum walakin kaanuu humuzh-zhaalimiin(a)
Juga dalam firman-Nya,
أَنْ تَقُولَ نَفْسٌ يَا حَسْرَتَا عَلَى مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللَّهِ وَإِنْ كُنْتُ لَمِنَ السَّاخِرِينَ
An taquula nafsun yaa hasrataa 'ala maa farrathtu fii janbillahi wa-in kuntu laminass-aakhiriin(a)
أَوْ تَقُولَ لَوْ أَنَّ اللَّهَ هَدَانِي لَكُنْتُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
Au taquula lau annallaha hadaanii lakuntu minal muttaqiin(a)
أَوْ تَقُولَ حِينَ تَرَى الْعَذَابَ لَوْ أَنَّ لِي كَرَّةً فَأَكُونَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ
Au taquula hiina taral 'adzaaba lau anna lii karratan fa-akuuna minal muhsiniin(a)
بَلَى قَدْ جَاءَتْكَ آيَاتِي فَكَذَّبْتَ بِهَا وَاسْتَكْبَرْتَ وَكُنْتَ مِنَ الْكَافِرِينَ
Bala qad jaa-atka aayaatii fakadz-dzabta bihaa waastakbarta wakunta minal kaafiriin(a)
Masih banyak ayat yang menerangkan tentang hal ini.
Miftah Ad Dar As Sa’adah – Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar