Kamis, 06 Juni 2013

Kumpulan Tafsir : Maksud Kebutaan Pada Hari Kiamat


Maksud Kebutaan Pada Hari Kiamat


قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا
Qaala rabbi lima hasyartanii a'ma waqad kuntu bashiiran


قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى
Qaala kadzalika atatka aayaatunaa fanasiitahaa wakadzalikal yauma tuns(a)

“Dan Kami mengumpulkan mereka pada hari kiamat dalam keadaan buta. Dia berkata, ‘Ya Tuhanku, mengapa Engkau kumpulkan kami dalam keadaan buta, padahal aku dulu (di dunia) dapat melihat.” (Thaahaa: 124-125)

Para ulama berbeda pendapat tentang maksud buta dalam ayat di atas; apakah buta hati atau buta mata? Mereka yang  berpendapat bahwa itu adalah buta hati mengambil dalil dari firman Allah Ta’ala,


أَسْمِعْ بِهِمْ وَأَبْصِرْ يَوْمَ يَأْتُونَنَا لَكِنِ الظَّالِمُونَ الْيَوْمَ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ
Asmi' bihim wa-abshir yauma ya'tuunanaa lakinizh-zhaalimuunal yauma fii dhalalin mubiinin

“Alangkah terangnya pendengaran mereka dan alangkah tajamnya penglihatan mereka pada hari mereka datang kepada Kami.” (Maryam: 38)


Dan firman-Nya,

لَقَدْ كُنْتَ فِي غَفْلَةٍ مِنْ هَذَا فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ
Laqad kunta fii ghaflatin min hadzaa fakasyafnaa 'anka ghithaa-aka fabasharukal yauma hadiidun

“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari hal ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, hingga penglihatanmu pada hari itu amat tajam.” (Qaaf: 22)



يَوْمَ يَرَوْنَ الْمَلائِكَةَ لا بُشْرَى يَوْمَئِذٍ لِلْمُجْرِمِينَ وَيَقُولُونَ حِجْرًا مَحْجُورًا
Yauma yaraunal malaa-ikata laa busyra yauma-idzil(n)-lilmujrimiina wayaquuluuna hijran mahjuuran

“Pada hari mereka melihat malaikat, di hari itu tidak ada kabar gembira bagi orang-orang yang berdosa.” (al-Furqaan: 22)

كَلا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ
Kalaa lau ta'lamuuna 'ilmal yaqiin(i)


لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ
Latarawun-nal jahiim(a)


ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ
Tsumma latarawun-nahaa 'ainal yaqiin(i)

“Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahanam, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘aunul yakin.” (at-Takaatsur: 5-7)

Ayat-ayat semisalnya yang menegaskan bahwa pada hari kiamat manusia akan melihat dengan mata kepala adalah,


وَتَرَاهُمْ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا خَاشِعِينَ مِنَ الذُّلِّ يَنْظُرُونَ مِنْ طَرْفٍ خَفِيٍّ وَقَالَ الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ الْخَاسِرِينَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ وَأَهْلِيهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَلا إِنَّ الظَّالِمِينَ فِي عَذَابٍ مُقِيمٍ
Wataraahum yu'radhuuna 'alaihaa khaasyi'iina minadz-dzulli yanzhuruuna min tharfin khafii-yin waqaalal-ladziina aamanuu innal khaasiriinal-ladziina khasiruu anfusahum wa-ahliihim yaumal qiyaamati alaa innazh-zhaalimiina fii 'adzaabin muqiimin

“Dan kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam keadaan duduk karena (merasa) hina. Mereka melihat dengan pandangan lesu.” (asy-Syuuraa: 45)


يَوْمَ يُدَعُّونَ إِلَى نَارِ جَهَنَّمَ دَعًّا
Yauma yuda'uuuna ila naari jahannama da'aan


هَذِهِ النَّارُ الَّتِي كُنْتُمْ بِهَا تُكَذِّبُونَ
Hadzihin-naarullatii kuntum bihaa tukadz-dzibuun(a)


أَفَسِحْرٌ هَذَا أَمْ أَنْتُمْ لا تُبْصِرُونَ
Afasihrun hadzaa am antum laa tubshiruun(a)

“Pada hari mereka didorong ke neraka dengan sekuat-kuatnya. (Dikatakan kepada mereka), ‘Inilah neraka yang dahulu kamu selalu mendustakaanya. Maka apakah ini sihir ataukah kamu tidak melihat?” (ath-Thuur: 13-15)


وَرَأَى الْمُجْرِمُونَ النَّارَ فَظَنُّوا أَنَّهُمْ مُوَاقِعُوهَا وَلَمْ يَجِدُوا عَنْهَا مَصْرِفًا
Waraal mujrimuunannaara fazhannuu annahum muwaaqi'uuhaa walam yajiduu 'anhaa mashrifan

“Dan orang-orang yang berdosa melihat neraka, maka mereka meyakini bahwa mereka akan jatuh ke dalamnya.” (al-Kahf: 53)

Sedangkan kelompok yang berpendapat bahwa buta yang dimaksud adalah buta mata, mengatakan bahwa susunan kalimat dalam surah Thaahaa ayat 124-125 hanyalah menunjukkan kebutaan mata kepala. Hal ini sebagaimana terlihat dalam kata-kata,


قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا
Qaala rabbi lima hasyartanii a'ma waqad kuntu bashiiran

“Dia berkata, ‘Ya Tuhan mengapa Engkau mengumpulkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dulu melihat?’” (Thaahaa: 125)

Jadi orang tersebut tahu bahwa ketika di dunia ia buta dari kebenaran bukannya buta matanya, sehingga ia mengatakan, “Dan sungguh dulu aku melihat.” Lalu bagaimana ketika kata-katanya itu dijawab dengan firman-Nya,


قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى
Qaala kadzalika atatka aayaatunaa fanasiitahaa wakadzalikal yauma tuns(a)

“Demikianlah, karena kamu telah didatangi ayat-ayat kami, lalu kamu melupakannya.Maka, demikian pula hari ini kamu dilupakan.” (Thaahaa: 126)

Jawaban ini menunjukkan bahwa kebutaan di akhirat tersebut adalah buta mata. ini adalah balasan baginya yang setimpal dengan perbuatannya. Yaitu, ketika dia enggan mengikuti apa yang diwahyukan kepada Rasul-Nya dan mata hatinya buta, maka pada hari kiamat Allah Ta’ala membutakan matanya. Allah Ta’ala membiarkannya di dalam siksaan karena dia telah meninggalkan petunjuk-Nya di dunia. Karena itu, Allah membalas kebutaaan hatinya dengan kebutaan matanya pada hari kemudian. Dia membalas keengganannya mengikuti petunjuk dengan membiarkannya tersiksa alam azab. Ini juga sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya,


وَمَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِهِ وَنَحْشُرُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى وُجُوهِهِمْ عُمْيًا وَبُكْمًا وَصُمًّا مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ كُلَّمَا خَبَتْ زِدْنَاهُمْ سَعِيرًا
Waman yahdillahu fahuwal muhtadi waman yudhlil falan tajida lahum auliyaa-a min duunihi wanahsyuruhum yaumal qiyaamati 'ala wujuuhihim 'umyan wabukman washumman ma'waahum jahannamu kullamaa khabat zidnaahum sa'iiran

“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk. Dan barangsiapa yang Dia sesatkan, maka sekali-kali dia tidak akan mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Dia. Kami akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat (diseret) atas muka mereka dalam keadaan buta, bisu, dan tuli.” (al-lsraa: 97)

Akan tetapi, kelompok lainnya mengatakan bahwa maksud ayat ini adalah mereka buta, bisu dan tuli dari petunjuk, bukan buta, bisu, dan tuli yang sesungguhnya. Hal ini juga mereka katakan pada ayat,


وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Waman a'radha 'an dzikrii fa-inna lahu ma'iisyatan dhankan wanahsyuruhu yaumal qiyaamati a'm(a)

"Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit (secara batiniah), dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat, dalam keadaan buta'." – (QS.20:124)

Kelompok ini mengatakan bahwa pada hari kiamat orang-orang tersebut berbicara, mendengar, dan melihat.
Kelompok lainnya lagi berpendapat hahwa kebutaan, kebisuan, dan ketulian tersebut bersifat terbatas tidak mutlak. Artinya, mereka hanya tidak bisa melihat dan mendengar apa yang membahagiakan mereka. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa a berkata, “Mereka tidak melihat sesuatu yang dapat menyenangkan mereka.”
Ada juga yang berpendapat bahwa orang-orang tersebut dikumpulkan dalam keadaan buta ketika para malaikat mencabut nyawa mereka dan ketika mereka dikeluarkan dari kehidupan dunia, serta ketika mereka bangkit dari kubur menuju ke padang mahsyar. Baru setelah itu mereka dapat mendengar dan melihat. Pendapat ini diriwayatkan dari Hasan Bashri.
Pendapat lain mengatakan bahwa kebutaan ini terjadi tatakala mereka memasuki neraka dan berada di dalamnya. Pendengaran, penglihatan, dan kemampuan bicara dicabut dari mereka tatkala Allah Ta’ala berkata kepada mereka,


قَالَ اخْسَئُوا فِيهَا وَلا تُكَلِّمُونِ
Qaalaakhsa-uu fiihaa walaa tukallimuun(i)
"Allah berfirman: 'Tinggallah dengan hina di dalamnya (neraka), dan janganlah kamu berbicara dengan Aku'." – (QS.23:108)

Ketika itu harapan mereka terputus dan akal mereka tidak berfungsi. Menjadilah mereka semua orang buta, bisu, dan tuli. Mereka tidak melihat, tidak mendengar, dan tidak berbicara. Tidak ada yang terdengar dari mereka kecuali hembusan dan tarikan nafas. Pendapat ini dinukil dari Muqatil bin Sulaiman.
Sedangkan yang dimaksud oleh pendapat yang mengatakan bahwa mereka buta dari argumen, adalah bahwa mereka tidak mempunyai argumentasi sama sekali, bukan maksudnya mereka memiliki argumen dan mereka tidak mampu melihatnya. Akan tetapi, yang dimaksud pendapat ini adalah bahwa mereka buta dari petunjuk sebagaimana keadaan mereka di dunia yang buta dari petunjuk tersebut. Pendapat ini dikuatkan dengan alasan bahwa manusia mati sesuai dengan kondisinya ketika hidup, dan akan dibangkitkan sesuai dengan kondisinya ketika mati.
Dari seluruh paparan di atas, maka tampak bahwa pendapat yang benar adalah kebutaan tersebut kebutaan mata kepala. Pasalnya pada hari kiamat orang kafir mengetahui akan kebenaran dan mengakui apa yang dia dustai ketika di dunia. Oleh karena itu, pada hari kiamat orang kafir tersebut tidak buta dari kebenaran.
Adapun  al-hasyr  (pengumpulan) terkadang yang dimaksud adalah ketika dikumpulkan pada hari kiamat, seperti sabda Rasulullah Sholalloh ‘alaihi wasalam.,

“Sesungguhnya kalian dikumpulkan menuju Allah dalam keadaan telanjang kaki, telanjang pakaian, dan tidak dikhitan.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dan firman Allah Ta’ala,


وَإِذَا الْوُحُوشُ حُشِرَتْ
Wa-idzaal wuhuusyu husyirat

“Dan ingatlah ketika binatang-binatang buas dihimpun.” (at-Takwir: 5)


وَيَوْمَ نُسَيِّرُ الْجِبَالَ وَتَرَى الأرْضَ بَارِزَةً وَحَشَرْنَاهُمْ فَلَمْ نُغَادِرْ مِنْهُمْ أَحَدًا
Wayauma nusai-yirul jibaala wataral ardha baarizatan wahasyarnaahum falam nughaadir minhum ahadan

"Dan (ingatlah) akan hari (kiamat, yang ketika itu) Kami perjalankan gunung-gunung, dan kamu akan melihat bumi itu datar, dan Kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak Kami tinggalkan seorangpun dari mereka." – (QS.18:47)

Dalam ayat ini, yang dimaksud dengan al-hasyr adalah bahwa mereka dihimpun, dikumpulkan, dan digiring menuju tempat kediaman yang abadi. Bagi orang-orang yang bertakwa, maka mereka dihimpun dan digiring menuju ke surga. Sedangkan orang-orang kafir dikumpulkan dan digiring menuju neraka. Allah Ta’ala berfirman,


يَوْمَ نَحْشُرُ الْمُتَّقِينَ إِلَى الرَّحْمَنِ وَفْدًا
Yauma nahsyurul muttaqiina ilar-rahmani wafdan

“(Ingatlah) hari ketika Kami mengumpulkan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat.”  (Maryam: 85)

Dalam ayat ini,  al-hasyr  (pengumpulan) tersebut adalah setelah mereka dikumpulkan di Padang Mahsyar, yaitu ketika mereka dikumpulkan di neraka, karena sebelumnya Allah SWT berfirman,


وَقَالُوا يَا وَيْلَنَا هَذَا يَوْمُ الدِّينِ
Waqaaluuu yaa wailanaa hadzaa yaumuddiin(i)


هَذَا يَوْمُ الْفَصْلِ الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُونَ
Hadzaa yaumul fashlil-ladzii kuntum bihi tukadz-dzibuun(a)

 “Dan mereka berkata, “Aduhai celakalah kita” Allah berkata, ‘Inilah hah pembalasan. Inilah hah keputusan yang selalu kamu dustakan.’” (ash-Shaffaat: 20-21)


احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ
Ahsyuruul-ladziina zhalamuu wa-azwaajahum wamaa kaanuu ya'buduun(a)


مِنْ دُونِ اللَّهِ فَاهْدُوهُمْ إِلَى صِرَاطِ الْجَحِيمِ
Min duunillahi faihduuhum ila shiraathil jahiim(i)

“(Kepada para malaikat diperintahkan), ‘Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah selain Allah, maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka.’” (ash-Shaffaat: 22-23)

Penghimpunan dalam ayat terakhir ini, adalah penghimpunan yang kedua. Dengan demikian, orang-orang zalim  mereka “berada di antara dua  al-hasyr (penghimpunan). Pertama, ketika mereka digiring dari kubur menuju Padang Mahsyar. Kedua, dari Padang Mahsyar menuju neraka. Ketika dikumpulkan pertama kali mereka mendengar, melihat, berdebat, dan berbicara. Sedangkan, ketika dikumpulkan kedua kalinya mereka dikumpulkan dan diseret di atas muka mereka dalam keadaan buta, bisu, dan tuli. Jadi setiap kondisi mempunyai bentuk penyiksaan yang cocok dan yang sesuai dengan keadilan Allah.
Dan ayat-ayat Al-Qur’an saling mendukung satu sama lainnya,


أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلافًا كَثِيرًا
Afalaa yatadabbaruunal quraana walau kaana min 'indi ghairillahi lawajaduu fiihiikhtilaafan katsiiran

“Seandainya Al-Qur’an ini bukan dari sisi Allah, pasti mereka mendapatkan pertentangan yang banyak.” (an-Nisaa: 82)


______________________________________

Miftah Dar as-Sa’adah, Ibnul Qoyyim Al Jauziyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger... Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Edy_Hari_Yanto's  album on Photobucket
TPQ NURUDDIN NEWS : Terima kasih kepada donatur yang telah menyisihkan sebagian rezekinya untuk pembangunan TPQ Nuruddin| TKQ-TPQ "NURUDDIN" MENERIMA SANTRI DAN SANTRIWATI BARU | INFORMASI PENDAFTARAN DI KANTOR TPQ "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN-WONOAYU