Kenalilah Dirimu, Pastikan Tujuan Hidupmu ..!
Penulis : Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An-Nawawi
Selera dan gaya hidup seringkali tak berbanding lurus dengan penghasilan yang diperoleh. Banyak orang yang kemudian mengorbankan banyak hal demi berburu kesenangan sesaat.
Banyak orang beranggapan, hidup memang untuk dinikmati. Tak heran jika kemudian mereka berprinsip “yang penting senang” dan bagaimana menciptakan kehidupan yang “serba ada”. Tak peduli bagaimana caranya. Harga diri pun siap digadaikan demi memenuhi selera dan tuntutan gaya hidup yang dianutnya. Sehingga karena ingin hidup senang, akhirnya terlena untuk menimbang akibat buruk yang bakal timbul di kemudian hari. Melupakan urusan diri sendiri padahal diri ini dituntut memiliki kesiapan bila pada saatnya harus kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Walhasil, banyak yang dininabobokkan dengan ‘kesenangan’ sehingga seolah tidak ada hari perhitungan, hisab dan pertanggungjawaban di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pelanggaran syariat terjadi di mana-mana. Zina, homoseks, mabuk-mabukan, pesta narkoba, judi, dan tindak kriminal lainnya, dilakukan demi apa yang disebut kesenangan. Bahkan tidak kalah besar adalah kesyirikan dan kebid’ahan yang dilakukan untuk mencari sebentuk kesenangan. Andai saja mereka mau belajar sejarah masa lampau dari para pendahulu yang telah dibinasakan Allah Subhanahu wa Ta’ala tanpa sisa karena kejahatan mereka!
Jelasnya, mereka ingin mengejar kesenangan hidup yang bersifat sementara dan melupakan kesenangan yang abadi di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yang pada akhirnya tidak mendapatkan kedua-duanya, kesenangan dunia ataupun kesenangan akhirat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ قَارُوْنَ كَانَ مِنْ قَوْمِ مُوسَى فَبَغَى عَلَيْهِمْ
وَآتَيْنَاهُ مِنَ الْكُنُوْزِ مَا إِنَّ مَفَاتِحَهُ لَتَنُوْءُ
بِالْعُصْبَةِ أُولِي الْقُوَّةِ إِذْ قَالَ لَهُ قَوْمُهُ لاَ تَفْرَحْ
إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْفَرِحِيْنَ. وَابْتَغِ فِيْمَا آتَاكَ اللهُ
الدَّارَ اْلآخِرَةَ وَلاَ تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ
كَمَا أَحْسَنَ اللهُ إِلَيْكَ وَلاَ تَبْغِ الْفَسَادَ فِي اْلأَرْضِ
إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ. قَالَ إِنَّمَا أُوْتِيْتُهُ
عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللهَ قَدْ أَهْلَكَ مِنْ
قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُوْنِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ
جَمْعًا وَلاَ يُسْأَلُ عَنْ ذُنُوْبِهِمُ الْمُجْرِمُوْنَ. فَخَرَجَ عَلَى
قَوْمِهِ فِي زِيْنَتِهِ قَالَ الَّذِيْنَ يُرِيْدُوْنَ الْحَيَاةَ
الدُّنْيَا يَالَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُوْنُ إِنَّهُ لَذُو
حَظٍّ عَظِيْمٍ. وَقَالَ الَّذِيْنَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ
اللهِ خَيْرٌ لِمَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا وَلاَ يُلَقَّاهَا إِلاَّ
الصَّابِرُوْنَ. فَخَسَفْنَا بِهِ وَبِدَارِهِ اْلأَرْضَ فَمَا كَانَ لَهُ
مِنْ فِئَةٍ فَمَا كَانَ لَهُ مِنْ فِئَةٍ يَنْصُرُوْنَهُ مِنْ دُوْنِ
اللهِ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُنْتَصِرِيْنَ. وَأَصْبَحَ الَّذِيْنَ
تَمَنَّوْا مَكَانَهُ بِاْلأَمْسِ يَقُوْلُوْنَ وَيْكَأَنَّ اللهَ يَبْسُطُ
الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَوْلاَ أَنْ مَنَّ
اللهُ عَلَيْنَا لَخَسَفَ بِنَا وَيْكَأَنَّهُ لاَ يُفْلِحُ
الْكَافِرُوْنَ. تِلْكَ الدَّارُ اْلآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِيْنَ لاَ
يُرِيْدُوْنَ عُلُوًّا فِي اْلأَرْضِ وَلاَ فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ
لِلْمُتَّقِيْنَ
“Sesungguhnya Qarun termasuk dari kaum Musa, namun ia berlaku aniaya
terhadap mereka. Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan
harta yang kunci-kuncinya sungguh sangat berat dipikul oleh sejumlah
orang yang kuat. Ingatlah ketika kaumnya berkata kepadanya: ‘Janganlah
kamu terlalu bangga, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
selalu membanggakan diri. Dan carilah kepada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat. Jangan kamu
melupakan bagian (kenikmatan) duniawi. Dan berbuat baiklah kepada orang
lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan.’ Qarun berkata: ‘Sesungguhnya aku
diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.’ Apakah ia tidak
mengetahui bahwasanya Allah telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang
lebih kuat daripada dia dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan
tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu tentang
dosa-dosa mereka. Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam
kemegahannya, orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia pun berkata:
‘Sekiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun.
Sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.’
Orang-orang yang dianugerahi ilmu berkata: ‘Kecelakaan yang besarlah
bagimu. Pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman
lagi beramal shalih, dan tidaklah diperoleh pahala itu melainkan bagi
orang-orang yang bersabar.” Maka Kami benamkan Qarun beserta rumahnya ke
dalam bumi. Tidak ada satu golonganpun yang menolongnya dari adzab
Allah. Dan tidaklah ia termasuk dari orang yang membela dirinya. Jadilah
orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu berkata:
‘Aduhai benarlah Allah melapangkan rizki bagi siapa yang dikehendaki
dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya. Kalau Allah tidak melimpahkan
karunia-Nya kepada kita, benar-benar Dia telah membenamkan kita pula.
Aduhai benarlah tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat
Allah).’ Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak
ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi dan
kesudahan yang baik itu bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Qashas:
76-83)Siapakah yang akan selamat? Merekalah orang-orang yang bersabar. Yaitu orang-orang yang menahan dirinya untuk terus di atas ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, menahan diri dari bermaksiat kepada-Nya serta siap menerima segala ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Juga orang-orang yang bersabar dari rayuan dunia dan syahwatnya untuk tersibukkan dari beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menghalangi mereka dari tujuan mereka diciptakan. Merekalah orang-orang yang mengutamakan ganjaran di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala daripada dunia yang fana. (Lihat Tafsir As-Sa’di hal. 574 )
Sungguh malang nasibmu wahai saudaraku, jika kamu lupa dan melalaikan akibat perbuatanmu. Hendaknya engkau segera mencari jalan keluar dari perbuatanmu. Simaklah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dan camkan baik-baik:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ
نَارًا وَقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلاَئِكَةٌ غِلاَظٌ
شِدَادٌ لاَ يَعْصُوْنَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا
يُؤْمَرُوْنَ
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga
kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.
Padanya (ada) malaikat yang keras dan kasar dan mereka tidak bermaksiat
kepada Allah terhadap segala yang diperintahkan dan mereka melakukan
segala apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلاَّ مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ
“Dan aku tidak bisa melepaskan diriku. Sesungguhnya nafsu itu selalu
memerintahkan untuk berbuat jahat kecuali orang yang mendapatkan rahmat
dari Rabbku. Sesungguhnya Rabbku Maha pengampun lagi Maha Penyayang.”
(Yusuf: 53)
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
“Apa yang menimpamu berupa kebaikan maka datangnya dari Allah dan apa
yang menimpamu berupa kejahatan datangnya dari dirimu sendiri.”
(An-Nisaa: 79)
وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ
“Dan barangsiapa melakukannya maka sungguh dia telah mendzalimi dirinya sendiri.”(Al-Baqarah: 231)
قَدْ جَاءَكُمْ بَصَائِرُ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ أَبْصَرَ فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ عَمِيَ فَعَلَيْهَا وَمَا أَنَا عَلَيْكُمْ بِحَفِيْظٍ
“Sungguh telah datang kepada kalian hujjah dari Rabb kalian. Maka
barangsiapa melihatnya untuk dirinya sendiri dan barangsiapa buta
darinya atasnya dan aku bukan sebagai penolong atas kalian.” (Al-An’am:
104)
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ
فَمَنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا
يَضِلُّ عَلَيْهَا وَمَا أَنَا عَلَيْكُمْ بِوَكِيْلٍ
“Katakan wahai sekalian manusia, telah datang kepada kalian kebenaran
dari Rabb kalian. Maka barangsiapa mendapatkan petunjuk untuk dirinya
dan barangsiapa yang sesat, maka dia tersesat atas dirinya sendiri dan
Aku bukanlah pembela atas kalian.” (Yunus: 108)Semua ayat di atas mengingatkan kepada kita akan pentingnya memperhatikan urusan diri kita sendiri, di mana jika berhasil maka keberhasilan untuk diri kita sendiri dan jika merugi itu merupakan hasil usaha kita, tidak boleh kita mengkambinghitamkan orang lain.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدِ اللهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلاَ يَلُوْمَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ
“Barangsiapa menemukan (ganjaran) kebaikan maka hendaklah dia memuji
Allah dan barangsiapa mendapatkan selainnya janganlah dia mencela
melainkan dirinya sendiri.”1Al-Imam Al-Baghawi rahimahullahu di dalam Tafsir-nya menjelaskan:
“Berkata Atha’ dari Ibnu Abbas: ‘Tinggalkanlah segala perkara yang dilarang Allah dan lakukan segala amal ketaatan’.” Al-Qurthubi menjelaskan: “Allah memerintahkan untuk menjaga dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
At-Thabari di dalam Tafsir-nya menjelaskan:
“Ajarkanlah orang lain ilmu yang akan bisa menjaga kalian dari api neraka dan ilmu itu akan menjaga mereka dari neraka bila mereka mengamalkannya dalam bentuk mentaati Allah dan melakukan (segala bentuk) ketaatan (yang lain) kepada Allah.”
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di menjelaskan:
“Menjaga diri artinya konsisten di atas perintah Allah dan larangannya dengan cara menjauhinya dan bertaubat dari segala yang akan mendatangkan kemurkaan dari Allah dan adzab-Nya.” Beliau juga mengatakan: “Apa yang menimpamu berupa kejelekan karena dirimu artinya karena dosa-dosa dan usahamu.”
Ketahuilah bahwa jiwa selalu berada dalam salah satu dari dua keadaan.
Pertama: Sibuk dalam ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kedua: Tersibukkan oleh nafsunya (dari ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala).
Karena bila jiwa itu tidak disibukkan, dia akan menyibukkan. Dan jika didapati ada yang akan meluruskannya niscaya akan menjadi lurus. (Nasihati Lin Nisa` hal. 19 karya Ummu Abdillah, putri Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i)
Bimbinglah Dirimu dan Berjuanglah!
Ibnul Qayyim di dalam Zadul Ma’ad (1/9) mengatakan:
“Jihad memiliki empat tingkatan; yaitu jihad melawan diri sendiri, jihad melawan setan, jihad melawan orang-orang kafir, dan jihad melawan kaum munafiqin. Jihad melawan diri sendiri ada empat tingkatan:
Pertama: Berjihad agar diri ini mau mempelajari petunjuk dan kebenaran, di mana tidak ada kemenangan dan kebahagiaan di dalam kehidupan dunia dan akhirat kecuali dengannya. Dan jika dia tidak memiliki ilmu, akan celaka dunia dan akhirat.
Kedua: Berjihad agar mau mengamalkan ilmunya setelah dia berilmu. Sebab bila ilmu tidak dibarengi dengan amal, jika tidak memudharatkan maka tidak akan bermanfaat.
Ketiga: Berjihad untuk mendakwahkan ilmunya dan mengajarkan orang yang tidak mengetahui. Jika dia tidak mengajarkannya niscaya dia termasuk orang-orang yang menyembunyikan petunjuk dan keterangan yang telah diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Juga, ilmunya tidak akan bermanfaat dan tidak akan menyelamatkan dia dari adzab Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Keempat: Berjihad agar bersabar terhadap segala beban berat dalam dakwah dan dari segala gangguan manusia, serta menanggung semuanya itu karena Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jika keempat hal ini secara sempurna ada pada diri seseorang, niscaya dia termasuk Rabbaniyyun. Karena, ulama salaf sepakat bahwa seorang yang alim tidak pantas disebut Rabbani hingga dia mengetahui kebenaran, mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahui. Barangsiapa belajar dan mengajarkannya lalu dia mengamalkannya, itulah orang yang memiliki kedudukan di hadapan seluruh makhluk.”
Dalam kesempatan lain, Ibnul Qayyim (1/6) menjelaskan:
“Tatkala jihad melawan musuh dari luar merupakan bagian dari (berjihad melawan) musuh dari dalam diri kita, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya): “Seorang mujahid adalah orang yang menjihadi dirinya di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala”, (berdasarkan hal ini) maka berjihad melawan diri sendiri lebih didahulukan dari melawan musuh dari luar diri kita, dan berjihad melawan diri sendiri merupakan muara dan landasan perjuangan. Karena barangsiapa tidak berhasil melawan diri sendiri dalam babak pertama agar dia melaksanakan segala apa yang diperintahkan dan meninggalkan yang dilarang serta tidak memeranginya di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dia tidak mungkin melawan musuh yang datang dari luar. Bagaimana dia akan mampu melawan musuh dari luar dan melepaskan diri darinya, sementara musuh yang ada di antara dua lambungnya mengalahkan dan menguasai dirinya, serta tidak dia lawan dan perangi di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala?”
Kiat Menuju Kemenangan Diri
A. Bersemangat mencari ilmu
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ
“Maka berilmulah tentang bahwasanya tidak ada sesembahan yang benar
melainkan Allah dan mintalah ampun (kepada-Nya ) dari dosamu.”
(Muhammad: 19)
شَهِدَ اللهُ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُولُو
الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيْزُ
الْحَكِيْمُ
“Allah telah mempersaksikan tentang kalimat La ilaha illallah dan
berikut para Malaikat (ikut mempersaksikan) dan orang-orang yang
berilmu, (bersaksi) dengan penuh keadilan dan tidak ada sesembahan yang
benar melainkan Dia yang Maha Mulia dan Bijaksana.” (Al-Baqarah: 18)
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ
“Barangsiapa yang Allah inginkan untuk mendapatkan kebaikan, Allah faqihkan di dalam Agama.”2
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa menempuh jalan dalam rangka menuntut ilmu maka Allah akan mudahkan jalannya menuju surga.”3
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim.”4
وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ اْلأَنْبِيَاءَ
لَمْ يُوَرِّثُوا دِيْنَارًا وَلاَ دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ
فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi dan sesungguhnya para
nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, namun mereka mewariskan ilmu.
Dan barangsiapa mengambil warisan tersebut berarti dia telah mengambil
bagiannya yang terbanyak.”5B. Memanfaatkan waktu luang dan kesehatan yang diberikan Allah
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَالْعَصْرِ. إِنَّ اْلإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلاَّ الَّذِيْنَ
آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا
بِالصَّبْرِ
“Demi masa. Sesungguhnya seluruh manusia dalam keadaan merugi.
Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih dan orang-orang yang
saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.” (Al-‘Ashr: 1-3)
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ. الَّذِيْنَ هُمْ فِي صَلاَتِهِمْ خَاشِعُوْنَ. وَالَّذِيْنَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُوْنَ
“Sungguh telah beruntung orang-orang yang beriman. Yaitu orang-orang
yang khusyu’ di dalam shalat mereka. Dan orang yang berpaling dari
segala yang melalaikan.” (Al-Mu`minun: 1-3)
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَاْلأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَ
“Dan bersegeralah kalian menuju pengampunan Rabb kalian dan menuju
surga yang luasnya (seluas) langit dan bumi yang dipersiapkan bagi
orang-orang yang bertakwa.” (Ali ‘Imran: 133)Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ
“Termasuk kebagusan agama seseorang yaitu dia meninggalkan segala yang tidak bermanfaat.”6
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا
كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Dua nikmat yang kebanyakan orang
melalaikannya: Nikmat sehat dan waktu luang.”7
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ
وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلاَ تَعْجَزْ
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu ia berkata: telah bersabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Mukmin yang kuat lebih baik
dan lebih dicintai dari pada mukmin yang lemah, akan tetapi setiap (dari
mukmin yang kuat dan lemah) memiliki kebaikan, bersemangatlah untuk
melakukan segala yang bermanfaat buatmu dan minta tolonglah kepada Allah
dan jangan bermalas-malasan.”8
عَنْ أَبِي بَرْزَةَ اْلأَسْلَمِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ تَزُوْلُ قَدَمَا
عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَا
أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيْمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ
اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلاَهُ
Dari Abi Bazrah Al-Aslami radhiallahu ‘anhu ia berkata: dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak akan tergelincir kedua
kaki pada hari kiamat sehingga ditanya: “Tentang umurnya di mana dia
habiskan, tentang ilmunya apa yang diperbuat, tentang hartanya dari mana
dia peroleh dan ke mana dia pergunakan dan tentang jasadnya di mana dia
hancurkan.”9
عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِي اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: أَخَذَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكِبِي فَقَالَ: كُنْ
فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ. وَكَانَ ابْنُ
عُمَرَ يَقُولُ: إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا
أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ
وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
Dari Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhuma ia berkata: “Rasulullah
memegang pundakku lalu berkata: ‘Jadilah kamu di dunia seakan-akan orang
asing atau penelusur jalan.” Ibnu Umar berkata: ‘Bila kamu berada di
sore hari maka jangan kamu menunggu sampai datangnya pagi hari dan bila
kamu berada di pagi hari jangan menunggu datangnya sore hari dan
ambillah (kesempatan masa sehatmu) sebelum datang (masa) sakitmu dan
hidupmu sebelum datang matimu.”10C.Berakhlak mulia
Dengarkan pengajaran Luqman kepada anaknya, dalam firman Allah :
وَلَقَدْ
آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ
فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ
حَمِيدٌ
Walaqad aatainaa luqmaanal hikmata aniisykur
lillahi waman yasykur fa-innamaa yasykuru linafsihi waman kafara
fa-innallaha ghanii-yun hamiidun
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Wa-idz qaala luqmaanu laabnihi wahuwa ya'izhuhu yaa bunai-ya laa tusyrik billahi innasy-syirka lazhulmun 'azhiimun
وَوَصَّيْنَا
الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ
وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ
الْمَصِيرُ
Wawash-shainaa-insaana biwaalidaihi hamalathu
ummuhu wahnan 'ala wahnin wafishaaluhu fii 'aamaini aniisykur lii
waliwaalidaika ilai-yal mashiir(u)
وَإِنْ
جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا
تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ
مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا
كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Wa-in jaahadaaka 'al an tusyrika bii maa laisa laka
bihi 'ilmun falaa tuthi'humaa washaahibhumaa fiiddunyaa ma'ruufan
waattabi' sabiila man anaaba ilai-ya tsumma ilai-ya marji'ukum
fa-unabbi-ukum bimaa kuntum ta'maluun(a)
يَا
بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي
صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الأرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ
إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
Yaa bunai-ya innahaa in taku mitsqaala habbatin min
khardalin fatakun fii shakhratin au fiis-samaawaati au fiil ardhi ya'ti
bihaallahu innallaha lathiifun khabiirun
يَا
بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ
الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ
الأمُورِ
Yaa bunai-ya aqimish-shalaata wa'mur bil ma'ruufi
waanha 'anil munkari waashbir 'ala maa ashaabaka inna dzalika min 'azmil
amuur(i)
وَلا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
Walaa tusha'iir khaddaka li-nnaasi walaa tamsyi fiil ardhi marahan innallaha laa yuhibbu kulla mukhtaalin fakhuurin
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الأصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
Waaqshid fii masyyika waaghdhudh min shautika inna ankaral ashwaati lashautul hamiir(i)
Nasihat Indah Ibnul Qayyim
Barangsiapa tidak mengenal dirinya, mana mungkin dia mengenal penciptanya. Ketahuilah, Allah telah menciptakan di dadamu sebuah rumah. Itulah hati. Dan Allah telah meletakkan di dadamu singgasana untuk mengilmui Allah yang keagungan-Nya beristiwa` padanya dan Allah dengan dzatnya istiwa` di atas ‘Arsy-Nya, berbeda dengan makhluk-Nya. (Bagi Allah) perumpamaan yang tinggi dalam mengetahui-Nya, mencintai-Nya, dan mentauhidkan-Nya beristiwa’ di atas ranjang hati, dan ranjang permadani ridha. Allah letakkan di sebelah kanan dan kirinya para penjaga syariat-Nya dan peritah-perintah-Nya. Allah membukakan pintu menuju surga rahmat-Nya, tenteram bersama-Nya dan benar-benar berharap ingin berjumpa dengan-Nya.
Allah telah menurunkan hujan dengan siraman firman-firman-Nya yang dengannya tumbuh wewangian dan pepohonan yang berbuah segala bentuk ketaatan seperti bertahlil, bertasbih, bertahmid dan mensucikan Allah. Allah menjadikan di tengah-tengah kebun tersebut pohon ma’rifah (pengetahuan) yang memberikan buah sepanjang masa dengan seijin dari Rabbnya berupa cinta, bertaubat, takut bergembira dan berusaha mendekatkan diri kepada-Nya. Allah mengalirkan dari (celah-celah) pohon tersebut apa yang akan menyiraminya berupa penggalian firman-firman-Nya, memahaminya, dan mengamalkan segala wasiat-Nya. Dan Allah menggantungkan di dalam persinggahan tersebut, lentera yang meneranginya dengan cahaya pengetahuan dan dengan keimanan dan mentauhidkannya.
(Lentera) itu bersambung dari pohon yang berbarakah dan mengandung minyak yang tidak diketahui ujung timur dan baratnya, hampir-hampir minyaknya akan menerangi walaupun tidak disentuh api. Kemudian Allah melingkarinya dengan pagar yang akan mencegah segala hama perusak yang akan masuk. Barangsiapa mengganggu kebun, niscaya mereka tidak akan sanggup dan Allah meletakkan penjaga dari kalangan Malaikat yang akan menjaganya baik di waktu dia tertidur ataupun terjaga.
Kemudian Allah mengingatkan pemilik kebun dan rumah tersebut untuk dia tinggal padanya dan selalu membersihkan tempat tinggalnya serta segala apa yang akan mengotorinya agar penghuninya ridha (untuk menempatinya). Ketika dia merasakan ada sesuatu yang mengotorinya dia berusaha untuk membersihkannya karena khawatir jika yang menempatinya itu (tidak) mau tinggal padanya. Aduhai betapa nikmatnya orang yang tinggal padanya dan tempat tinggal tersebut.” (Al-Fawa`id hal. 190)
Beberapa faidah:
- Kenalilah dirimu.
- Menjaga segumpal daging, yang bila baik akan menentukan kebaikan anggota jasad dan bila rusak akan menetukan kerusakan seluruh jasad.
- Bila kamu menjaga dan menerima segala yang datang dari Allah niscaya perlindungan dan pemeliharaan-Nya akan selalu menyertaimu.
___________________________________________________
- HR. Al-Imam Muslim no. 4674 dari shahabat Abu Dzar radhiallahu ‘anhu
- HR. Al-Imam Al-Bukhari no. 69, 2884, 6768 dan Muslim no. 1718, 1721 dari shahabat Mu’awiyah bin Abu Sufyan radhiallahu ‘anhuma
- HR. Al-Imam Muslim no. 4867 dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu
- HR. Ibnu Majah no. 220 dari shahabat Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu
- HR. Al-Imam At-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, dan Ad-Darimi dari shahabat Abu Darda` radhiallahu ‘anhu
- HR. Al-Imam At-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Al-Imam At-Tirmidzi mengatakan: “Hadits ini gharib dan kami tidak mengetahui dari hadits Abu Salamah, dari Abu Hurairah dari Nabi melainkan dari jalan ini saja.”
- HR. Al-Imam Bukhari no. 5933 dari shahabat Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma
- HR. Al-Imam Muslim no. 4816
- HR. Al-Imam At-Tirmidzi no. 2341 dan diriwayatkan dari shahabat Abdullah bin Mas’ud dan Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhuma
- HR. Al-Imam Bukhari no. 5937
Sumber : http://www.Asysyariah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar