Kesabaran Nabi Nuh ‘alaihis salam
Nabi Nuh ‘alaihis salam berdakwah mengajak umatnya ke jalan Allah selama 995 tahun secara rahasia dan terang-terangan, malam dan siang hari, memberikan kabar gembira juga ancaman, akan tetapi beliau hanya mendapatkan pembangkangan dari mereka, bahkan pelecehan dan ejekan. Kendati demikian Nabi Nuh tetap berdakwah dalam waktu tersebut tanpa kesal dan bosan. Setiap kali umatnya menentang, maka beliau merubah caranya dalam berdakwah. Bagaimanapun keadaannya, beliau amat belas kasihan kepada umatnya dan takut jika mereka tertimpa adzab Allah yang sangat pedih. Beliau sangat penyantun dan lapang dadanya dan sungguh telah menjadi teladan dalam kesungguhan dan telah berada dalam puncak kesabaran.Allah mengabadikannya dalam al-Qur’an:
قَالَ رَبِّ إِنِّي دَعَوْتُ قَوْمِي
لَيْلا وَنَهَارًافَلَمْ يَزِدْهُمْ دُعَائِي إِلا فِرَارًاوَإِنِّي
كُلَّمَا دَعَوْتُهُمْ لِتَغْفِرَ لَهُمْ جَعَلُوا أَصَابِعَهُمْ فِي
آذَانِهِمْ وَاسْتَغْشَوْا ثِيَابَهُمْ وَأَصَرُّوا وَاسْتَكْبَرُوا
اسْتِكْبَارًاثُمَّ إِنِّي دَعَوْتُهُمْ جِهَارًاثُمَّ إِنِّي أَعْلَنْتُ
لَهُمْ وَأَسْرَرْتُ لَهُمْ إِسْرَارًا
“Nuh berkata: “Ya Tuhanku sesungguhnya
aku telah menyeru kaumku malam dan siang, maka seruanku itu hanyalah
menambah mereka lari (dari kebenaran). Dan sesungguhnya setiap kali aku
menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka
memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya
(ke mukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri
dengan sangat. Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada
iman) dengan cara terang-terangan, kemudian sesungguhnya aku (menyeru)
mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan diam-diam.” (Nuh: 5-9)
Kesabaran Nuh bukan hanya dalam menghadapi kaumnya, juga kala
menghadapi keluarganya. Inilah fitnah dan cobaan yang hanya dihadapi
oleh orang-orang yang bersabar.Seorang da’i terkadang diberikan ujian dan cobaan dengan sikap kaum dan teman-temannya, akan tetapi ketika dia kembali kepada keluarganya, maka ia mendapatkan ketenangan dan penyejuk hati. Adapun Nuh, beliau dicoba dengan sikap kaumnya dan keluarganya sekaligus. Allah berfirman:
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا لِلَّذِينَ
كَفَرُوا اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ
مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا
مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ
“Allah membuat istri Nuh dan istri Luth
perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan
dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri
itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada
dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan
(kepada keduanya); Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk
(neraka).” (at-Tahrim: 10)
Bukan hanya isterinya yang menjadi musibah
dalam keluarga Nuh, akan tetapi anaknya pun menolak Islam dan membantah
ayahnya sehingga masuk ke dalam golongan kafir. Nuh berusaha keras
menyelamatkan anaknya, akan tetapi harapan tinggal harapan, Allah
berfirman:
وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ
كَالْجِبَالِ وَنَادَى نُوحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَا بُنَيَّ
ارْكَبْ مَعَنَا وَلا تَكُنْ مَعَ الْكَافِرِينَ قَالَ سَآوِي إِلَى جَبَلٍ
يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ قَالَ لا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ
اللَّهِ إِلا مَنْ رَحِمَ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ
الْمُغْرَقِينَ
“Dan bahtera itu berlayar membawa mereka
dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya sedang anak
itu berada di tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke
kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang
kafir. Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang
dapat memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata: “Tidak ada yang
melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha
Penyayang”. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka
jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (Huud: 42-43)
Nuh telah dicoba dan bersabar, ia berdo’a kepada Allah dan
mendapatkan kemenangan, Allah pun memberikan kebaikan sebagai ganti atas
apa yang diambil darinya. Allah menggantinya dengan memberikan anak
cucu yang melanjutkan keturunan.
وَجَعَلْنَا ذُرِّيَّتَهُ هُمُ الْبَاقِينَ
“Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan.” (ash-Shaffat: 77)
Serba-Serbi Sabar
Sabar yang banyak diperintahkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah ini meliputi 3 keadaan:1. Sabar dalam menahan jiwa dalam ketaatan dan senantiasa menjaganya, memupuknya dengan keikhlasan dan menghiasinya dengan keilmuan. Di sini tetap berlaku seperti halnya ibadah yang lain, yaitu perlunya keikhlasan karena Allah dan perlunya ilmu agar kesabaran kita benar adanya.
2. Sabar dengan menahan diri dari segala kemaksiatan dan berdiri tegak melawan hawa nafsu.
3. Ridha dengan qadha dan qadar Allah tanpa mengeluh. Adapun mengeluh berupa mengadukan kepada Allah maka tidak mengapa, seperti ucapan Nabi Ya’qub ‘alahis salam,
قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لا تَعْلَمُونَ
“Yakub menjawab: “Sesungguhnya hanyalah
kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku
mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya.” (Yusuf: 86)
atau Nabi Ayyub ‘alahis salam,
وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
“Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia
menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit
dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.” (al-Anbiyaa’: 83)
Dengan sabar maka akan diketahui siapakah
yang berada dalam barisan kaum mukminin dan membersihkan mereka dari
orang-orang yang bisa melemahkan barisan mereka. Kita ingat kisah
kemenangan pasukan Thalut melawan Jalut,
“Maka tatkala Thalut keluar membawa
tentaranya, ia berkata: “Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan
suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya, bukanlah ia
pengikutku. Dan barang siapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk
tangan, maka ia adalah pengikutku.” Kemudian mereka meminumnya kecuali
beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang
yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang
telah minum berkata: “Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk
melawan Jalut dan tentaranya.” Orang-orang yang meyakini bahwa mereka
akan menemui Allah berkata: “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit
dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah
beserta orang-orang yang sabar.” (al-Baqarah: 249)
Beberapa medan kesabaran adalah sabar dalam
menghadapi bencana dunia, dalam menghadapi hawa nafsu, dalam
melaksanakan ketaatan kepada Allah, dalam berdakwah, dalam kesempitan,
dalam menghadapi anak-anak & isteri, dalam menghadapi saudara
seagama dan sabar dalam menuntut ilmu.
Sabar mencakup segenap akhlak islami. Sifat ‘iffah (menjaga kehormatan) adalah sabar dalam menahan syahwat perut dan kemaluan. Syaja’ah (keberanian) adalah bersabar di medan tempur. Al-hilm
(santun) adalah bersabar dalam menghadapi sikap membalas ketika marah.
Lapang dada adalah bersabar dalam menghadapi rasa kesal. Qana’ah adalah bersabar dengan merasa cukup dengan yang ada. Kitman (menjaga rahasia) adalah bersabar dalam menyembunyikan satu urusan. Zuhud adalah bersabar dengan meninggalkan kelebihan dalam hidup.
Demikianlah bahwa pohon akhlak Islam itu
digiring oleh sabar, karena itulah ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa salam ditanya tentang iman, beliau menjawab, “Toleransi dan
kesabaran.” (Hadits hasan dikeluarkan oleh al-Hakim III/626, Abu Nu’aim
dalam al-Hilyah III/357 dan Syaikh Salim bin Ied al-Hilali menghasankan
hadits ini)
Sabar memiliki beberapa syarat:
1. Ikhlas
2. Tidak mengeluh
3. Sabar pada waktunya terjadi musibah dan inilah sabar yang terpuji lagi berpahala.
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata:
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam melewati seorang wanita yang sedang
menangis di sisi sebuah kuburan. Beliaupun berkata: “Bertakwalah kepada
Allah dan bersabarlah.” Wanita itu menjawab dalam keadaan ia belum
mengenali siapa yang menasehatinya: “Biarkan aku karena engkau tidak
ditimpa musibah seperti musibahku” Selanjutnya dikabarkan
kepadanya, “Yang menasehatimu adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam.”
Wanita itu (terkejut) bergegas mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa
salam dan tidak didapatkannya penjaga pintu di sisi Nabi shallallahu
‘alaihi wa salam lalu dia berkata, “Wahai Rasulullah aku tadi tidak
mengenalimu.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Hanyalah
kesabaran itu pada goncangan yang pertama.” (HR. al-Bukhari III/148,
al-Fath dan Muslim VI/277-288 an-Nawawi)
Semoga Allah selalu menolong kita untuk bisa bersabar dalam setiap keadaan.
*********
___________________
Rujukan:
Meniru Sabarnya Nabi, Syaikh Salim bin Ied al-Hilaly, Penerbit Darul Ilmi Publishing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar