Jumat, 12 Juli 2013

TAFSIR AL QUR'QN SURAH AL-A'RAAF AYAT 141 - 160 ( 08 )

Cari dalam "TAFSIR" Al Qur'an
Bahasa Indonesia    English Translation    Dutch    nuruddin

No. Pindah ke Surat Sebelumnya... Pindah ke Surat Berikut-nya... [TAFSIR]: AL-A'RAAF
Ayat [206]   First Previous Next Last Balik Ke Atas  Hal:8/11
141 Dan (ingatlah hai Bani Israil), ketika Kami menyelamatkan kamu dari (Firaun) dan kaumnya, yang mengazab kamu dengan azab yang sangat jahat, yaitu mereka membunuh anak-anak lelakimu dan membiarkan hidup wanita-wanitamu. Dan pada yang demikian itu cobaan yang besar dari Tuhanmu`.(QS. 7:141)


Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 141 

وَإِذْ أَنْجَيْنَاكُمْ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ يَسُومُونَكُمْ سُوءَ الْعَذَابِ يُقَتِّلُونَ أَبْنَاءَكُمْ وَيَسْتَحْيُونَ نِسَاءَكُمْ وَفِي ذَلِكُمْ بَلَاءٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَظِيمٌ (141

Pada ayat ini Allah swt. mengingatkan kepada Bani Israel yang minta dibuatkan tuhan selain Allah itu bahwa mereka telah diberi nikmat yang berlimpah-limpah berupa pengutusan Nabi Musa a.s. kepada mereka, untuk melepaskan mereka dari belenggu penindasan dan perbudakan Firaun yang telah membunuh setiap anak lelaki mereka yang lahir dan membiarkan hidup anak perempuan mereka dengan maksud agar Bani Israel tetap dalam keadaan lemah dan tetap dalam perbudakan untuk ditindas selama-lamanya. Hendaknya segala macam cobaan dan pengalaman-pengalaman yang pahit itu dapat dijadikan pelajaran dengan mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Kuasa dan berusaha setiap waktu agar pengalaman^penga1aman itu tidak terulang lagi.


142 Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: `Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan.`(QS. 7:142)


Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 142 

وَوَاعَدْنَا مُوسَى ثَلَاثِينَ لَيْلَةً وَأَتْمَمْنَاهَا بِعَشْرٍ فَتَمَّ مِيقَاتُ رَبِّهِ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً وَقَالَ مُوسَى لِأَخِيهِ هَارُونَ اخْلُفْنِي فِي قَوْمِي وَأَصْلِحْ وَلَا تَتَّبِعْ سَبِيلَ الْمُفْسِدِينَ (142

Ayat ini menerangkan peristiwa turunnya Kitab Taurat kepada Nabi Musa a.s. Allah swt. telah menetapkan janji-Nya kepada Nabi Musa a.s. bahwa Dia akan menurunkan wahyu kepada Nabi Musa yang berisikan pokok-pokok agama dan pokok-pokok hukum yang akan menjadi pedoman bagi Bani Israil dalam usaha mereka mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Waktu penurunan wahyu yang dijanjikan itu selama tiga puluh malam di gunung Sinai, kemudian ditambahnya sepuluh malam lagi sehingga menjadi empat puluh malam.
Mengenai turunnya Kitab Taurat kepada Nabi Musa diriwayatkan oleh Ibnu Munzir dan Ibnu Abu Hatim dari Ibnu Abbas waktu menafsirkan ayat ini, bahwa Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Tuhanku (Allah) menjanjikan kepadaku tiga puluh malam. Aku akan menemui-Nya dan aku jadikan Harun untuk mengurusimu. Maka setelah Musa a.s. sampai ke tempat yang dijanjikan, yaitu pada bulan Zulqaidah dan sepuluh malam bulan Zulhijah, lalu Musa a.s. menetap dan menunggu di atas bukit Sinai selama empat puluh malam, dan Allah swt. menurunkan kepadanya Taurat dalam bentuk kepingan-kepingan bertulis, maka Allah mendekatkan Musa kepada-Nya untuk diajak bicara. Maka sesudah itu berbicaralah Allah, dan Musa pun mendengar bunyi getaran pena.
Dari kedua riwayat ini dapat diambil kesimpulan, bahwa Musa a.s. pergi ke bukit Sinai hanya sendiri tak ada yang menemani, dalam arti kata ia memisahkan diri dari kaumnya Bani Israil. Sepeninggal Musa a.s., Bani Israil terpengaruh oleh ajakan Samiri, sehingga mereka ikut menyembah patung anak sapi.
Menurut sumber agama Islam tidak ada ayat-ayat Alquran atau hadis-hadis Nabi saw. yang sahih menerangkan Nabi Musa a.s. berpuasa selama empat puluh hari itu kecuali oleh hadis yang dianggap sebagai hadis daif (lemah) oleh kebanyakan ulama. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Ad-Dailami dari Ibnu Abbas.
Oleh sebagian ahli sufi hadis Ad-Dailami yang daif itu dijadikan mereka sebagai pegangan dalam menetapkan hari-hari semadi mereka, yaitu empat puluh hari, dan selama empat puluh hari itu mereka berpuasa.
Sebelum Musa a.s. berangkat ke tempat yang telah ditentukan Allah untuk menerima Taurat, ia menyerahkan pimpinan kaumnya kepada saudaranya Harun a.s. dan menyatakan Harun sebagai wakilnya, mengurus kepentingan-kepentingan Bani Israil selama ia berpergian, mengusahakan perbaikan di kalangan mereka, menyempurnakan usaha-usaha dan pekerjaan dewan musyawarah. Musa memperingatkan agar Harun jangan mengikuti kemauan-kemauan dan pendapat-pendapat orang-orang yang sesat dan suka berbuat kerusakan.
Harun adalah saudara tua Musa a.s. dan diangkat pula oleh Allah sebagai rasul dan nabi. Pada ayat yang lain disebutkan bahwa Musa sebelum menghadapi Firaun berdoa kepada Allah agar Harun diangkat sebagai wazirnya, karena lidahnya lebih petah dibanding dengan lidah Musa.
Allah berfirman:


وَاجْعَلْ لِي وَزِيرًا مِنْ أَهْلِي(29)هَارُونَ أَخِي(30)اشْدُدْ بِهِ أَزْرِي(31)وَأَشْرِكْهُ فِي أَمْرِي(32

Artinya:
Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku.
(Q.S Taha: 29,30,31 dan 32)


143 Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: `Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau`. Tuhan berfirman: `Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tetapi melihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku`. Tatkala Tuhannya nampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh dan Musapun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: `Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman`.(QS. 7:143)


Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 143

وَلَمَّا جَاءَ مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَنْ تَرَانِي وَلَكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَى صَعِقًا فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ (143

Ayat ini menerangkan, manakala Musa a.s. sampai ke tempat dan waktu yang dijanjikan Allah untuk menerima wahyu Allah telah menyampaikan wahyu secara langsung tanpa perantara, maka timbullah pada diri Musa keinginan untuk memperoleh kemuliaan lain di samping kemuliaan berkata-kata langsung dengan Allah swt. yang baru saja dilakukannya. Keinginan itu ialah mendapat kemuliaan melihat Allah dengan jelas, lalu Musa berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah zat Engkau yang suci dan berilah aku kekuatan untuk dapat melihat Engkau dengan jelas, karena aku tidak sanggup melihat dan mengetahui Engkau dengan sempurna." Allah swt. menjawab: "Hai Musa, kamu tidak akan dapat melihat-Ku." Dalam hadis Nabi saw. disebutkan:


عن أبي موسى قال: قال صلى الله عليه وسلم: حجابه نور لو كشفه لحرقت سبحات وجهه ما انتهى بصره من خلقه
Artinya:
Dari Abu Musa, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda, "Hijab (pembatas) Allah ialah nur (cahaya). Sekiranya nur itu disingkapkan niscaya keagungan sinar wajah-Nya akan membakar seluruh makhluk yang sampai pandangan Tuhan kepadanya."
(H.R Muslim)
Selanjutnya Allah swt. berkata kepada Musa: "Melihatlah ke bukit, jika bukit itu tetap kokoh dan kuat seperti sediakala setelah melihat-Ku, tentulah kamu dapat pula melihat-Ku karena kamu dengan itu adalah sama-sama makhluk ciptaan-Ku. Tetapi jika bukit yang kokoh dan kuat itu tidak tahan dan hancur setelah melihat-Ku betapa pula kamu hai Musa dapat melihat-Ku, karena seluruh makhluk yang aku ciptakan tidak mampu dan sanggup untuk melihat-Ku."
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata: "Ketika Musa a.s. memohon kepada Tuhannya: "Perlihatkanlah zat Engkau kepadaku." Allah menjawab: "Kamu sekali-kali tidak akan dapat melihat-Ku." Kemudian Allah menegaskan lagi: "Kamu tidak akan dapat melihat-Ku untuk selama-lamanya hai Musa." Tidak seorang pun yang sanggup melihat-Ku, lalu sesudah itu ia tetap hidup." Akhirnya Allah berkata: "Melihatlah ke bukit yang tinggi lagi besar itu. Jika bukit itu tetap di tempatnya, tidak bergoncang dan hancur, tentulah ia melihat kebesaran-Ku, mudah-mudahan kamu dapat melihatnya pula, sedangkan kamu benar-benar lemah dan rendah. Sesungguhnya gunung itu bergoncang dan hancur bagaimanapun juga kuat dan dahsyatnya, sedang kamu lebih lemah dan rendah."
Ada beberapa pendapat mufassir tentang yang dimaksud dengan ayat: "Tatkala Tuhannya nampak bagi gunung itu." Sebagian mufassir mengatakan bahwa yang tampak bagi gunung itu ialah zat Allah. Bagaimanapun juga pendapat para mufassir, namun tampaknya Allah itu bukanlah seperti tampaknya makhluk. Tampaknya Tuhan adalah tampaknya sesuai dengan sifat-sifat Allah yang tidak dapat diukur dengan ukuran manusia.
Setelah Musa a.s. sadar dari pingsannya dan sadar pula bahwa ia telah meminta kepada Allah swt. sesuatu yang dapat membahayakan dirinya, ia merasa telah berbuat dosa karena itu ia memohon dan berdoa kepada Allah swt., "Maha Suci Engkau ya Tuhanku, aku berdosa karena meminta sesuatu kepada Engkau yang di luar batas kemampuanku menerimanya, karena itu aku bertobat kepada Engkau dan tidak akan mengulangi perbuatan kesalahan seperti yang telah lalu itu, dan aku termasuk orang-orang yang pertama beriman kepada-Mu."
Berkata Mujahid: "Tubtu ilaika" (aku bertaubat kepada Engkau), maksudnya ialah aku bertaubat kepada Engkau karena aku telah memohon kepada Engkau agar dapat melihat zat Engkau. "Wa ana awwalul mu'minin", (aku orang yang pertama-tama beriman) maksudnya ialah aku adalah orang Bani Israil yang pertama-tama beriman kepada Engkau). Sedang dalam suatu riwayat yang lain dari Ibnu Abbas ialah orang yang pertama-tama percaya bahwa tidak seorang pun yang dapat melihat Engkau (di dunia).


144 Allah berfirman: `Hai Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur`.(QS. 7:144)


Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 144 

قَالَ يَا مُوسَى إِنِّي اصْطَفَيْتُكَ عَلَى النَّاسِ بِرِسَالَاتِي وَبِكَلَامِي فَخُذْ مَا آتَيْتُكَ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ (144

Selanjutnya Allah swt. menerangkan bahwa Dia telah memilih Musa di antara manusia yang ada di zaman-Nya dengan memberikan karunia yang tidak diberikannya kepada manusia lainnya, yaitu mengangkat Musa sebagai nabi dan rasul, memberinya kesempatan langsung berbicara dengan Allah, sekalipun dibatas oleh suatu yang membatasinya antara Allah dan Musa.
Di dalam Alquran disebutkan cara Allah swt. menyampaikan wahyu kepada para rasulnya sebagaimana firman Allah:


وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولًا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ
Artinya:
Dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantara wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.
(Q.S Asy Syura: 51)
Jadi ada tiga macam menurut ayat ini cara Allah menyampaikan wahyu kepada para rasul yaitu:
1. Dengan mewahyukan kepada rasul yang bersangkutan, yaitu dengan menanamkan suatu pengertian ke dalam hati seseorang yang disampaikan wahyu kepadanya.
2. Berbicara langsung dengan memakai pembatas yang membatasi antara Allah dan hamba yang diajak berbicara.
3. Dengan perantaraan malaikat Jibril a.s.
Mengenai persoalan dapatkah manusia melihat Allah dengan nyata, maka jika dipahami ayat-ayat dan hadis-hadis Nabi, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Mustahil manusia melihat Allah selama mereka hidup di dunia sebagaimana ditegaskan Allah swt. kepada Nabi Musa a.s.
2. Orang-orang yang beriman dapat melihat Allah swt. di akhirat nanti sesuai dengan sabda Rasulullah saw.:


أن ناسا قالوا: يا رسول الله هل نرى ربنا يوم القيامة؟ قال: هل تضارون فى رؤية القمر ليلة البدر، قال: لا يا رسول الله، قال: فإنكم ترون كذلك
Artinya:
Sesungguhnya manusia berkata (kepada Rasulullah saw.), "Ya Rasulullah, adakah kita melihat Tuhan kita pada hari kiamat nanti?" Rasulullah menjawab, "Adakah yang menghalangi kalian melihat bulan pada bulan purnama?" Mereka berkata, "Tidak ya Rasulullah." Rasulullah berkata: "Maka sesungguhnya kamu akan melihat Tuhan seperti melihat bulan purnama itu."
(H.R Bukhari dan Muslim)
3. Semua yang ada wujudnya dapat dilihat. Hanyalah yang tidak ada wujudnya yang tidak dapat dilihat. Tuhan adalah wajibul wujud, karena itu Tuhan dapat dilihat jika ia menghendakinya. Dalam pada itu Tuhan melihat segala yang ada termasuk melihat diri-Nya sendiri. Kalau Tuhan dapat melihat diri-Nya tentu Dia berkuasa pula menjadikan manusia melihat diri-Nya jika Dia menghendaki.
4. Firman Allah:


وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ(22)إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ(23
Artinya:
Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri kepada Tuhannyalah mereka melihat.
(Q.S Al Qiyamah: 22-23)
Dari ayat ini dipahami bahwa "melihat Tuhan" pada hari kiamat itu termasuk nikmat yang diberikan Allah kepada orang-orang yang beriman. Karena itu mereka selalu mengharap-harapkannya.


145 Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman): `Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik.(QS. 7:145)


Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 145 

وَكَتَبْنَا لَهُ فِي الْأَلْوَاحِ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ مَوْعِظَةً وَتَفْصِيلًا لِكُلِّ شَيْءٍ فَخُذْهَا بِقُوَّةٍ وَأْمُرْ قَوْمَكَ يَأْخُذُوا بِأَحْسَنِهَا سَأُرِيكُمْ دَارَ الْفَاسِقِينَ (145

Allah swt. menerangkan dalam ayat ini bahwa Dia telah menurunkan kepada Musa a.s. beberapa keping lauh yang berisi petunjuk-petunjuk dan pengajaran-pengajaran, janji dan ancaman pokok-pokok agama berupa pokok-pokok akidah, budi pekerti dan hukum-hukum.
Pendapat para ahli berbeda-beda tentang yang dimaksud dengan lauh itu termasuk bagian Kitab Taurat, dan ada yang berpendapat bahwa lauh diturunkan sebelum Kitab Taurat diturunkan. Dari pendapat-pendapat itu yang kuat ialah pendapat yang mengatakan bahwa lauh itu adalah wahyu pertama diturunkan kepada Musa a.s. karena itu ia memuat hukum-hukum, akidah, dan keterangan-keterangan yang bersifat umum dan global. Kemudian diturunkan wahyu lain untuk menjelaskan secara berangsur-angsur sesuai dengan keperluan, keadaan masa, dan tempat.
Dalam pada itu para ahli tafsir berbeda pendapat pula tentang jumlah lauh yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s. Ada yang mengatakan sepuluh dan sebagainya. Tidak ada suatu nas yang tegas menerangkan jumlah lauh yang diturunkan itu.
Di dalam Al-Kitab, Wasiat Lama, Kitab Keluaran, diterangkan keadaan lauh dan jumlahnya yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s.
Allah swt. memerintahkan agar Musa berpegang teguh dengan pokok-pokok agama yang telah diturunkan kepadanya, melaksanakan segala petunjuk-petunjuk dan hukum-hukumnya agar berbahagia hidup di dunia dan di ahirat nanti. Dan Allah swt. memerintahkan agar Musa dan kaumnya berpegang teguh kepada ajaran-ajaran, petunjuk-petunjuk, dan hukum-hukum yang ada di dalam lauh itu. Dengan demikian Bani Israil akan baik budi-pekertinya, baik ibadatnya sehingga tertutuplah pintu-pintu tempat pengaruh syirik. Jika kamu dan kaummu tidak mengambil dan memegang teguh apa yang telah Kami turunkan dengan sesungguhnya, maka kamu akan menjadi fasik seperti yang telah dialami oleh kaum `Ad, Samud, dan kaum Firaun dan sebagainya, atau Kami akan memperlihatkan kelak apa yang dialami orang-orang yang tidak mau taat kepada-Ku.
Dari ayat-ayat di atas dapat diambil iktibar-iktibar sebagai berikut:
1. Wajib menyampaikan ajaran-ajaran dengan sesungguh-sungguhnya sesuai dengan risalah yang dibawa Rasul agar dengan demikian tercapailah pembentukan umat yang baru, penuh kedamaian di bawah lindungan Tuhan Yang Maha Pengampun. Hal ini dapat dilihat pada perbuatan Rasulullah saw. sendiri. Beliau merupakan suri teladan bagi umatnya dalam mengamalkan perintah-perintah Allah. Hal ini dapat dilihat pada perkataan, perbuatan-perbuatan, dan tindakan-tindakannya. Karena itu orang Arab tertarik kepada agama yang dibawanya sehingga dalam waktu yang sangat pendek, penduduk Jazirah Arab telah menganut agama Islam. Cara-cara yang dilakukan oleh Rasulullah ini telah dilakukan pula oleh para sahabat dan beberapa khalifah yang terkenal dalam sejarah, maka mereka pun telah berhasil pula sebagaimana Rasulullah telah berhasil. Dalam pada itu ada pula di antara kaum muslimin yang telah berbuat kesalahan.
2. Kita lihat dalam sejarah bahwa Bani Israil menjadi bangsa yang besar dan berkuasa di saat mereka melaksanakan dengan baik agama Allah, dan mereka menjadi bangsa terjajah, hidup sengsara di saat mereka memandang enteng dan mengingkari agama Allah.
3. Demikianlah halnya kaum Muslimin, menjadi kuat dan besar di saat mereka melaksanakan dengan baik agama Allah, di saat timbul persaudaraan yang kuat sesama kaum Muslimin, dan mereka menjadi lemah di saat mereka tidak mengacuhkan lagi agama Allah.


146 Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat (Ku), mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya. Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai daripadanya.(QS. 7:146)


Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 146 

سَأَصْرِفُ عَنْ آيَاتِيَ الَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَإِنْ يَرَوْا كُلَّ آيَةٍ لَا يُؤْمِنُوا بِهَا وَإِنْ يَرَوْا سَبِيلَ الرُّشْدِ لَا يَتَّخِذُوهُ سَبِيلًا وَإِنْ يَرَوْا سَبِيلَ الْغَيِّ يَتَّخِذُوهُ سَبِيلًا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَكَانُوا عَنْهَا غَافِلِينَ (146

Allah swt. menyatakan bahwa Dia akan memalingkan hati orang-orang yang takabur, menyombongkan diri untuk memahami bukti-bukti dan dalil-dalil yang dibawa para rasul terutama yang berhubungan dengan kekuasaan dan kebesaran Allah, dan memalingkan pula hati mereka untuk melaksanakan agama Allah dan mengikuti petunjuk ke jalan yang benar. Hal ini sesuai pula dengan firman Allah:


فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Artinya:
Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.
(Q.S As Saf: 5)
Takabur menurut bahasa berarti: "menganggap dirinya besar", atau "merasa agung". Yang dimaksud oleh ayat ini ialah menyembunyikan kebenaran adanya Tuhan yang wajib disembah, tidak tunduk dan patuh kepada-Nya. Perangai dan sifat seorang yang takabur itu memandang enteng orang lain, seakan-akan dia sajalah yang pandai, yang berkuasa, yang menentukan terjadinya segala sesuatu dan sebagainya. Karena itu dalam tindak-tanduknya ia mudah melakukan perbuatan yang melampaui batas, berbuat sewenang-wenang dan suka berbuat kerusakan.
Dalam ayat ini sifat takabur itu digandengkan dengan perkataan "bighairil haq" tanpa alasan yang benar. Hal ini menunjukkan sikap dan tindakan orang yang takabur itu dilakukan tanpa menimbang akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Tindakan itu semata-mata dilakukan untuk memuaskan hawa-nafsu sendiri sekalipun merugikan orang lain.
Takabur adalah semacam penyakit jiwa yang diakibatkan oleh kesalahan dalam menilai dan menerima sesuatu. Kadang-kadang keberhasilan seseorang yang terus-menerus dalam usahanya dapat juga menimbulkan sifat takabur sehingga timbul keyakinan yang berlebih-lebihan pada dirinya sendiri, bahwa apa saja yang dicita-citakannya dan direncanakannya pasti tercapai dan berhasil. Merasa yakin akan kemampuan diri sendiri ini akhirnya menimbulkan pendapat dan keyakinan bahwa dirinya tidak tergantung kepada siapa pun maupun kepada Allah sendiri.
Dalam ayat ini diterangkan sifat-sifat dan keadaan orang yang takabur itu, yaitu:
1. Jika mereka melihat bukti-bukti kekuasaan dan kebesaran Allah swt., atau membaca ayat-ayat Allah, mereka tidak mau mengikutinya dan mengambil iktibar serta pelajaran daripadanya. Mereka tidak mau mengimaninya. Dalil-dalil, bukti-bukti kekuasaan dan keesaan Allah serta ayat-ayat Alquran yang mengandung kebenaran mereka tolak dan tidak mau mempercayai. Dalil-dalil dan bukti-bukti itu tidak berfaedah bagi orang yang ragu-ragu dan tidak mengingini kebenaran, karena ia merasa bahwa kebenaran itu sendiri akan membatasi dan menghalangi mereka dari perbuatan sewenang-wenang, sehingga cita-cita dan keinginan mereka tidak terkabul. Ayat ini merupakan isyarat bagi Nabi Muhammad saw., bahwa orang-orang musyrik dan kafir yang memperolok-olokkannya serta mendustakan Alquran dan mengadakan kekacauan dengan mencari-cari kesalahan dan kelemahan-kelemahan ayat-ayat Alquran dan memutar balikkan isinya dan kebenaran Alquran itu sendiri. Seandainya Nabi Muhammad mau mengikuti tuntutan mereka yang merupakan syarat beriman mereka kepada beliau, mereka sedikit pun tidak akan beriman sekalipun tuntutan mereka telah dipenuhi.
2. Jika melihat petunjuk dan jalan yang benar, mereka tidak mau mengikutinya, bahkan mereka menghindar dan menjauh daripadanya padahal jalan itulah yang paling baik dan satu-satunya jalan yang dapat membawa mereka ke tempat yang penuh kebahagiaan.
3. Jika melihat jalan yang menuju kepada kesengsaraan, mereka mengikutinya karena jalan itu telah dijadikan setan dalam pikirannya sebagai yang paling baik dan indah. Mereka merasa dengan menempuh jalan itu segala keinginan dan hawa-nafsu mereka pasti akan terpenuhi. Menurut keyakinan mereka itulah surga yang dicita-citakan.
Pada akhir ayat ini diterangkan apa sebab hati mereka dipalingkan Allah, sehingga mereka tidak mau mengambil pelajaran dari ayat-ayat Allah, yaitu lantaran mereka mendustakan ayat-ayat Allah dan tidak mengacuhkan ayat-ayat ini.
Telah menjadi hukum Allah, bahwa sering mengerjakan sesuatu pekerjaan menyebabkan pekerjaan itu semakin mudah dikerjakan bahkan akhirnya antara pekerjaan dengan orang-orang yang mengerjakannya menjadi satu, seakan-akan tidak dapat dipisahkan lagi. Demikian pula halnya antara perbuatan jahat dengan orang yang selalu mengerjakannya, tidak ada perbedaannya sehingga akhirnya antara orang itu dengan perbuatan yang jahat yang dikerjakannya telah menjadi satu dan telah bersenyawa dengannya.
Karena itu pada hakikatnya bukanlah Allah swt. yang memalingkan dan mengunci hati seseorang yang sesat itu, tetapi yang memalingkan dan mengunci hati itulah orang-orang yang sesat itu sendiri. Sesungguhnya Allah swt. tidaklah menciptakan manusia sejak lahir menjadi orang yang beriman atau menjadi orang yang kafir dan Dia tidak pula memaksa hambanya menjadi kafir atau menjadi beriman akan tetapi seseorang menjadi beriman dengan mengikuti kafir itu adalah atas usahanya sendiri. Mereka sendirilah yang memilih dan berusaha menjadi orang yang beriman dengan mengikuti petunjuk dan ajaran agama dengan melaksanakan perintah Allah dan menghentikan larangan-Nya. Ia selalu memperhatikan tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah sehingga iman mereka bertambah lama bertambah kuat. Sebaliknya manusia itu sendirilah yang berusaha dan memilih jalan yang sesat atau menjadi orang yang kafir dengan mendustakan ayat-ayat Allah, dan tidak mau menempuh jalan yang menuju kepada kebahagiaan yang abadi, meremehkan dan tidak mengacuhkan ayat-ayat Allah, agar mereka dapat memuaskan keinginan dan hawa nafsu. Oleh karena perbuatan dosa itu selalu mereka kerjakan, maka perbuatan itu telah bersatu dengan dirinya sehingga kebenaran apa pun yang datang selalu ditolak oleh perbuatan jahat yang telah bersatu dengan dirinya itu, seolah-olah hati mereka telah terkunci mati, telah berpaling dari menerima kebenaran. Contoh ini disebutkan dalam firman Allah swt.:


وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Artinya:
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah) dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
(Q.S Al A'raf: 179)
Orang-orang yang seperti diterangkan ayat di atas banyak terdapat dalam masyarakat pada masa kini. Mereka adalah orang yang sangat terpengaruh oleh mata benda kehidupan duniawi, seperti pangkat, kekuasaan, harta, kesenangan dan sebagainya, mereka selalu memperturutkan hawa nafsunya. Telah lupa dan sengaja melupakan ajaran-ajaran agama, baik yang berhubungan dengan pelaksanaan perintah-perintah Allah serta tidak mengindahkan larangan-larangan-Nya. Jika disampaikan kepada mereka ajaran Allah, maka mereka melalaikannya sekedar mencari simpati, sehingga dengan demikian nafsu dan keinginan mereka lebih mudah terpenuhi.


147 Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan mendustakan akan menemui akhirat, sia-sialah perbuatan mereka. Mereka tidak diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan.(QS. 7:147)


Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 147 

وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَلِقَاءِ الْآخِرَةِ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ هَلْ يُجْزَوْنَ إِلَّا مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (147

Allah swt. menerangkan bahwa orang-orang yang mendustakan ayat-ayat-Nya yang telah diturunkan kepada rasul-Nya dengan cara benar, mereka tidak mempercayai akan adanya pertemuan dengan Allah pada hari akhir nanti, mereka tidak percaya akan adanya pembalasan yang akan diberikan pada hari itu. Segala amal baik yang telah mereka kerjakan di dunia tidak akan diberi pahala oleh Allah, karena mereka mengikuti hawa nafsu dan keinginan mereka. Maka bagi mereka berlaku sunnatullah, dan Allah tidak akan menganiaya sedikit pun, mereka akan disiksa dengan perbuatan dosa yang telah mereka kerjakan.


148 Dan kaum Musa, setelah kepergian Musa ke gunung Thur membuat dari perhiasan-perhiasan (emas) mereka anak lembu yang bertubuh dan bersuara. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan jalan kepada mereka? Mereka menjadikannya (sebagai sembahan) dan mereka adalah orang-orang yang zalim.(QS. 7:148)


Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 148 

وَاتَّخَذَ قَوْمُ مُوسَى مِنْ بَعْدِهِ مِنْ حُلِيِّهِمْ عِجْلًا جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ أَلَمْ يَرَوْا أَنَّهُ لَا يُكَلِّمُهُمْ وَلَا يَهْدِيهِمْ سَبِيلًا اتَّخَذُوهُ وَكَانُوا ظَالِمِينَ (148

Ayat ini menerangkan bahwa Bani Israil telah menyembah patung anak sapi selama kepergian Musa ke bukit Sinai menerima wahyu dari Allah swt. Patung anak sapi itu dibuat oleh Samiri yang berasal dari suku Assamirah, salah satu dari suku-suku yang ada di kalangan Bani Israil. Samiri membuat patung itu atas anjuran para pemuka Bani Israil.
Nama Samiri disebutkan dalam firman Allah swt.:


قَالَ فَإِنَّا قَدْ فَتَنَّا قَوْمَكَ مِنْ بَعْدِكَ وَأَضَلَّهُمُ السَّامِرِيُّ
Artinya:
Allah berfirman: "Maka sesungguhnya Kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan dan mereka telah disesatkan oleh Samiri."
(Q.S Taha: 85)
Patung anak sapi itu dibuat dari emas yang berasal dari emas-emas perhiasan wanita-wanita Mesir yang dipinjam oleh wanita-wanita Bani Israil yang dibawanya waktu mereka meninggalkan negeri Mesir itu. Emas-emas perhiasan itu dilebur dan dibentuk oleh Samiri menjadi patung anak sapi.
Keinginan Bani Israil menyembah patung anak sapi sebagai tuhan selain Allah ini adalah pengaruh dari kebiasaan mereka di Mesir dahulu. Sebetulnya nenek moyang mereka adalah orang-orang muwahiddin (ahli tauhid) karena mereka adalah keturunan Nabi Yakub. Akan tetapi setelah bergaul dengan orang Mesir, maka menjalarlah gejala-gejala wasaniyah (menyembah selain Allah) itu kepada mereka. Ibadah wasaniyah ini telah menjadi kebiasaan saja dan telah mendarah daging dalam diri mereka sehingga sebentar saja mereka jauhi, maka timbullah keinginan mereka hendak melakukan kebiasaan tersebut.
Ada perbedaan pendapat antara ahli tafsir tentang patung anak sapi sebagai tuhan selain Allah ini yang disembah Bani Israil itu, apakah berupa anak sapi yang sebenarnya, yang hidup dan dapat bersuara atau berupa patung anak sapi yang dibentuk sedemikian rupa sehingga jika ditiupkan angin ke dalamnya ia akan dapat bersuara.
Menurut Qatadah, Hasan Al-Basri dan perawi-perawi yang lain bahwa anak sapi yang disembah Bani Israil itu adalah anak sapi yang sebenarnya, yang hidup dan dapat bersuara seperti suara anak sapi yang sebenarnya.
Anak sapi itu berasal dari patung anak sapi yang terbuat dari emas perhiasan yang dibawa Bani Israil. Emas perhiasan itu dikumpulkan oleh Samiri, dilebur dan dibuat patung yang berbentuk anak sapi. Diceritakan bahwa Samiri telah melihat malaikat Jibril mengendarai kuda menolong Bani Israil dari pengejaran Firaun dan tentaranya, menyeberang laut Qulzum. Menurut kepercayaan Samiri: setiap benda mati yang terpijak atau terkena bekas telapak kuda itu akan hiduplah dia, seperti makhluk hidup biasa ini. Maka Samiri mengambil tanah bekas telapak kuda Jibril itu. Sewaktu ia membuat patung anak sapi itu, maka dimasukkannyalah sebagian tanah bekas telapak kuda ke dalam patung anak sapi itu, sehingga patung anak sapi itu hidup, bertubuh, bersuara sebagaimana anak sapi biasa. Inilah yang disembah oleh Bani Israil.
Menurut pendapat kedua: Suara dari patung anak sapi itu adalah karena masuknya angin ke dalam rongganya dan keluar dari lobang yang lain, sehingga menimbulkan suara. Hal ini dapat dibuat dengan memasukkan alat semacam pipa yang dapat berbunyi dalam rongga patung anak sapi itu. Jika pipa itu dihembus angin, maka berbunyilah patung anak sapi seperti bunyi anak sapi sebenarnya. Karena hal seperti itu dipandang aneh oleh Bani Israil, maka dengan mudah timbul kepercayaan pada diri mereka bahwa patung anak sapi itu berhak disembah, sebagaimana halnya menyembah Allah. Dari kedua pendapat ini maka pendapat kedua adalah pendapat yang sesuai dengan akal pikiran.
Allah swt. mencela perbuatan Bani Israil yang lemah iman itu, yang tidak dapat membedakan antara Tuhan yang berhak disembah dengan sesuatu yang ganjil yang baru pertama kali mereka lihat dan ketahui. Mereka tidak dapat membedakan antara Tuhan yang menurunkan wahyu kepada para Rasul dan makhluk Tuhan yang hanya dapat bersuara yang tidak diketahui maksud dari suara itu. Jika mereka pikir kemampuan diri mereka sendiri mungkin diri mereka lebih baik, lebih mempunyai kesanggupan berbicara dari patung anak sapi itu.
Bani Israil berbuat demikian itu bukanlah berdasar sesuatu dalil yang kuat, mereka berbuat demikian hanyalah karena pengaruh adat kebiasaan nenek moyang mereka yang ada di Mesir dahulu yang menyembah anak sapi. Padahal kepada mereka telah diturunkan bukti-bukti yang nyata, seperti membelah laut, tongkat menjadi ular dan sebagainya. Karena mereka tidak mau memperhatikan bukti-bukti dan dalil-dalil, mereka mengingkari Allah yang berakibat buruk pada diri mereka sendiri.


149 Dan setelah mereka sangat menyesali perbuatannya dan mengetahui bahwa mereka telah sesat, merekapun berkata:` Sungguh jika Tuhan kami tidak memberi rahmat kepada kami dan tidak mengampuni kami, pastilah kami menjadi orang-orang yang merugi `.(QS. 7:149)


Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 149 

وَلَمَّا سُقِطَ فِي أَيْدِيهِمْ وَرَأَوْا أَنَّهُمْ قَدْ ضَلُّوا قَالُوا لَئِنْ لَمْ يَرْحَمْنَا رَبُّنَا وَيَغْفِرْ لَنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ (149

Akhirnya Bani Israil menyadari juga bahwa perbuatan mereka menyembah patung anak sapi adalah perbuatan yang sesat dan perbuatan memperserikatkan Allah karena itu mereka pun menyesali perbuatan itu dan berkata: "Sesungguhnya dosa kami sangat besar dan demikian pula kedurhakaan dan keingkaran kami, tidak akan dapat melepaskan dari azab perbuatan ini kecuali rahmat Allah dan ampunan-Nya. Seandainya Tuhan tidak mengasihi kami dengan menerima taubat kami pastilah kami menjadi orang yang merugi di dunia dan di akhirat mendapat azab yang pedih."


150 Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia:` Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu? `Dan Musapun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya. Harun berkata:` Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim `.(QS. 7:150)


Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 150

وَلَمَّا رَجَعَ مُوسَى إِلَى قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفًا قَالَ بِئْسَمَا خَلَفْتُمُونِي مِنْ بَعْدِي أَعَجِلْتُمْ أَمْرَ رَبِّكُمْ وَأَلْقَى الْأَلْوَاحَ وَأَخَذَ بِرَأْسِ أَخِيهِ يَجُرُّهُ إِلَيْهِ قَالَ ابْنَ أُمَّ إِنَّ الْقَوْمَ اسْتَضْعَفُونِي وَكَادُوا يَقْتُلُونَنِي فَلَا تُشْمِتْ بِيَ الْأَعْدَاءَ وَلَا تَجْعَلْنِي مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ (150

Ayat ini menerangkan sikap Nabi Musa a.s. terhadap perbuatan kaumnya yang telah menyembah anak sapi. Ia sedih karena merasa segala usaha dan perjuangannya yang berat selama ini tidak memperoleh hasil yang diinginkannya. Ia sangat marah kepada saudaranya Harun a.s. yang telah dijadikan sebagai wakilnya untuk memimpin kaumnya sepeninggal ia pergi menemui panggilan Tuhannya ke bukit Sinai, seakan-akan Harun tidak melaksanakan tugasnya, dan membiarkan kaumnya sesat, tidak menegur dan mengambil tindakan sedikit pun terhadap mereka yang ingkar. Musa pun merasa takut kepada Allah dan merasa khawatir akan menerima kemurkaan Allah swt. kepadanya dan kepada kaumnya yang telah menjadi musyrik.
Dalam keadaan sedih, putus asa yang bercampur marah terlontarlah perkataan yang keras yang ditujukan kepada saudaranya Harun dan kaumnya yang menyatakan tugas dan amanat yang diberikannya kepada Harun telah sia-sia, tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Dengan susah payah ia telah mengajar dan mendidik kaumnya, sehingga mereka telah beriman kepada Allah dan hanya menyembah kepada-Nya saja. Dalam pada itu ia baru saja menerima wahyu Allah yang berisi petunjuk dan syariat yang akan diajarkan kepada kaumnya. Yang terjadi pada kaumnya adalah berlawanan dengan yang dikehendakinya. Yang diinginkannya ialah agar kaumnya tetap menyembah Allah Yang Maha Esa sepeninggalnya, kemudian ketundukan dan kepatuhan itu akan bertambah, setelah ia dapat mengajarkan wahyu yang baru diterimanya dari Allah swt. itu. Sedang yang terjadi adalah pekerjaan yang paling buruk dan yang paling besar dosanya yaitu memperserikatkan Tuhan.
Selanjutnya Musa berkata kepada kaumnya, "Mengapa kamu sekalian tidak sabar menanti kedatanganku kembali sesudah bermunajat dengan Tuhan, sampai kamu membuat patung dan menyembahnya seperti menyembah Allah, padahal aku hanya terlambat sepuluh malam. Apakah kamu mempunyai prasangka lain terhadapku karena keterlambatanku itu?"
Menurut suatu riwayat, bahwa Samiri pernah berkata kepada Bani Israil sewaktu ia memperlihatkan patung anak sapi yang baru dibuatnya kepada mereka, "Ini adalah tuhanmu dan tuhan Musa, sesungguhnya Musa tidak akan kembali, dan sesungguhnya ia telah mati."
Musa melemparkan Lauh-lauh yang ada di tangannya, lalu memegang ubun-ubun Harun karena ia mengira bahwa Harun tidak berusaha sungguh-sungguh mencegah perbuatan kaumnya menyembah patung anak sapi itu, dan tindakan-tindakan yang telah dilakukan selama ia pergi ke bukit Sinai, atau melaporkan perbuatan kaumnya yang telah sesat itu. Sangkaan Musa kepada Harun ini dilukiskan dalam firman Allah swt. sebagai berikut:


قَالَ يَاهَارُونُ مَا مَنَعَكَ إِذْ رَأَيْتَهُمْ ضَلُّوا(92)أَلَّا تَتَّبِعَنِ أَفَعَصَيْتَ أَمْرِي
Artinya:
Berkata Musa: "Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat (sehingga) kamu tidak mengikuti aku?" Maka apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai perintahku?".
(Q.S Taha: 92 dan 93)
Perkataan Musa dijawab oleh Harun: "Wahai anak ibuku, janganlah engkau tergesa-gesa mencela aku, dan jangan pula tergesa-gesa memarahi aku, karena menyangka aku tidak bersungguh-sungguh melaksanakan perintahmu dan tidak menghalangi mereka. Sebenarnya aku telah berusaha menghalangi mereka dari mengerjakan perbuatan sesat itu dan memberi nasihat mereka. Tetapi mereka memandangku orang yang lemah bahkan mereka hampir saja membunuhku. Janganlah engkau bertindak terhadapku dengan suatu tindakan yang menyenangkan musuh, gembira dan tertawa lantaran bencana yang menimpa diriku, janganlah engkau masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang suka mengerjakan perbuatan yang berakibat kerugian bagi diriku sendiri, yaitu golongan yang menyembah patung anak sapi, aku sendiri bukanlah termasuk golongan itu."
Sikap Musa dan Harun yang berbeda terhadap perbuatan kaumnya itu menunjukkan pula perbedaan watak kedua orang nabi Allah ini. Musa adalah orang yang keras dan tegas menghadapi sesuatu perbuatan sesat yang dilarang Allah, sedang Harun adalah orang yang lemah-lembut dan tidak mau menggunakan kekerasan dalam menghadapi sesuatu perbuatan sesat.


151 Musa berdoa:` Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para penyayang `.(QS. 7:151)


Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 151 

قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِأَخِي وَأَدْخِلْنَا فِي رَحْمَتِكَ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ (151

Mendengar jawaban Harun itu lembutlah hati Musa, dan beliau pun berkata sambil berdoa: "Wahai Tuhanku, ampunilah aku terhadap perbuatanku yang terlalu kasar terhadap saudaraku, baik berupa perkataan maupun berupa perbuatan, dan ampunilah segala kelemahan-kelemanan saudaraku sebagai wakil dan penggantiku dalam bertindak terhadap orang-orang yang sesat itu. Wahai Tuhanku, masukkanlah kami ke dalam rahmat-Mu yang luas dan Engkaulah Tuhan Yang Maha Pengasih."
Dengan doa Nabi Musa itu hilanglah harapan-harapan orang yang menginginkan terjadinya perpecahan antara Musa dan Harun, dan orang-orang yang menginginkan agar Musa bertindak keras terhadap saudaranya Harun itu.
Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa Harun tidak terlibat sedikit pun dalam perbuatan kaumnya yang menyembah anak sapi sesuai dengan pernyataannya kepada saudaranya Musa itu.


152 Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai sembahannya), kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat kebohongan.(QS. 7:152)


Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 152 

إِنَّ الَّذِينَ اتَّخَذُوا الْعِجْلَ سَيَنَالُهُمْ غَضَبٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَذِلَّةٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُفْتَرِينَ (152

Pada ayat ini Allah swt. menegaskan bahwa semua orang dari Bani Israil yang telah menyembah patung anak sapi, seperti Samiri dan pengikut-pengikutnya, dan yang tidak mau bertaubat kepada Allah swt. kelak akan mendapatkan kemarahan Allah swt. dan taubat mereka tidak akan diterima lagi kecuali dengan membunuh diri mereka sebab akan hidup terhina di dunia ini.
Menurut sebagian ahli tafsir bahwa kalimat "Demikian kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat kebohongan" dalam ayat ini dihadapkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai peringatan bagi orang-orang Yahudi yang berada di sekitar Madinah waktu itu. Akibat sikap dan tindak-tanduk mereka (kaum Yahudi) kepada Nabi Musa dahulu. Seandainya orang Yahudi di sekitar Madinah tetap bersikap demikian, tidak mau mengikuti Rasulullah saw. dengan seruannya, maka mereka akan mendapat kebinasaan dan kehinaan di dunia dan di akhirat dan tentu saja mereka akan mendapat azab yang pedih.
Menganut salah satu dari kedua pendapat ini tidaklah menyalahi jiwa ayat karena salah satu tujuan pendapat ini adalah untuk menyebutkan kisah umat-umat yang dahulu sebagai tamsil dan ibarat bagi generasi yang akan datang kemudian semoga kesalahan yang pernah dilakukan oleh orang-orang dahulu itu tidak terulang oleh generasi yang akan datang kemudian.
Dalam ayat ini juga Allah memperingatkan bahwa seperti pembalasan yang tersebut dalam ayat ini, Allah memberikan pembalasan kepada mereka yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah. Diriwayatkan dari Abu Qatadah, ia berkata: Ayat ini tidak hanya mengenai Bani Israil pada waktu Nabi Musa saja. tetapi mengenai segala orang yang mengadakan kedustaan terhadap Allah swt.


153 Orang-orang yang mengerjakan kejahatan, kemudian bertaubat sesudah itu dan beriman; sesungguhnya Tuhan kamu sesudah taubat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. 7:153)


Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 153 

وَالَّذِينَ عَمِلُوا السَّيِّئَاتِ ثُمَّ تَابُوا مِنْ بَعْدِهَا وَآمَنُوا إِنَّ رَبَّكَ مِنْ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَحِيمٌ (153

Allah Yang Maha Penyantun lagi Maha Pengampun kepada hamba-Nya menyatakan bahwa orang-orang yang mengerjakan kejahatan dan kemaksiatan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakan kejahatan itu dengan taubat yang sebenar-benarnya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan itu lagi, serta berusaha mengerjakan amal saleh sebanyak-banyaknya, maka taubat mereka akan diterima Allah dan Allah akan memberikan ampunan kepada orang-orang yang benar-benar bertaubat dengan hati yang ikhlas.
Dalam ayat ini dapat diambil kesimpulan bahwa berapa pun besar dosa yang telah dikerjakan oleh seseorang hamba pasti akan diampuni Allah asal saja ia mau bertaubat dengan sebenar-benarnya dan mau melaksanakan semua syarat-syarat taubat yang diterima Allah. Sesungguhnya Allah swt. tidak segera mengazab hamba-Nya yang bersalah, tetapi selalu memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertaubat dan menyesali kejahatan yang telah dikerjakannya itu dengan mengerjakan perbuatan-perbuatan baik yang diridai oleh Allah swt.


154 Sesudah amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya (kembali) luh-luh (Taurat) itu; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut kepada Tuhannya.(QS. 7:154)


Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 154 

وَلَمَّا سَكَتَ عَنْ مُوسَى الْغَضَبُ أَخَذَ الْأَلْوَاحَ وَفِي نُسْخَتِهَا هُدًى وَرَحْمَةٌ لِلَّذِينَ هُمْ لِرَبِّهِمْ يَرْهَبُونَ (154

Setelah Musa tenang kembali dan hilang amarahnya lantaran salah sangka kepada saudaranya Harun dan setelah memohon rahmat dan keampunan dari Tuhannya, maka ia mengumpulkan kembali lauh-lauh yang berserakan karena dilemparkannya itu. Musa mengumpulkan lauh-lauh yang berserakan tersebut dan daripadanyalah disalin Taurat yang mengandung petunjuk, rahmat bagi kaumnya.


155 Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohonkan taubat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan. Maka ketika mereka digoncang gempa bumi, Musa berkata:` Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang kurang akal di antara kami? Itu hanyalah cobaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah Yang memimpin kami, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkaulah Pemberi ampun yang sebaik-baiknya `.(QS. 7:155)


Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 155 

وَاخْتَارَ مُوسَى قَوْمَهُ سَبْعِينَ رَجُلًا لِمِيقَاتِنَا فَلَمَّا أَخَذَتْهُمُ الرَّجْفَةُ قَالَ رَبِّ لَوْ شِئْتَ أَهْلَكْتَهُمْ مِنْ قَبْلُ وَإِيَّايَ أَتُهْلِكُنَا بِمَا فَعَلَ السُّفَهَاءُ مِنَّا إِنْ هِيَ إِلَّا فِتْنَتُكَ تُضِلُّ بِهَا مَنْ تَشَاءُ وَتَهْدِي مَنْ تَشَاءُ أَنْتَ وَلِيُّنَا فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الْغَافِرِينَ (155

Musa a.s. memilih tujuh puluh orang pilihan dari kaumnya untuk pergi bersama-sama dengannya ke suatu tempat di bukit Sinai untuk bermunajat dengan Tuhannya. Menurut ahli tafsir, siapa orang yang dipilih dan di mana tempatnya yang ditentukan itu telah diwahyukan Allah sebelumnya kepada Musa a.s. Dalam pada itu para ahli tafsir berbeda pendapat: kepada Musa a.s. diperintahkan oleh Allah pergi ke bukit Sinai bersama tujuh puluh orang pilihan dari Bani Israil itu apakah setelah mereka menyembah patung anak sapi dengan maksud menyatakan taubat kepada Allah atau sama waktunya dengan waktu memohon kepada Allah agar Dia memperlihatkan diri-Nya dengan jelas. Jika dilihat susunan ayat dan urutan kisah Musa a.s. dalam surah Al-A`raf ini dapat diambil kesimpulan bahwa kepergian Musa bersama tujuh puluh orang pilihan ini adalah setelah Bani Israil menyembah patung anak sapi, yakni sesudah kepergian Musa menemui Tuhannya ke bukit Sinai selama empat puluh hari dan empat puluh malam.
Maka berangkatlah Musa a.s. bersama tujuh puluh orang pilihan menuju tempat yang telah ditentukan. Maka tatkala mereka digoncang gempa bumi yang disebabkan petir (halilintar) yang amat dahsyat, Musa pun berdoa kepada Tuhannya: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kalau memang telah ada maksud Engkau hendak membinasakan mereka, maka aku mengharap agar Engkau membinasakan mereka sebelum mereka pergi bersamaku ke tempat ini, dan supaya Engkau membinasakan aku pula sehingga aku tidak menghadapi kesulitan yang seperti ini yang memberi kesempatan bagi mereka untuk mencela dan menuduhku bahwa aku telah membawa orang-orang pilihan ke tempat ini untuk dibinasakan. Maka oleh karena Engkau tidak membinasakan mereka sebelum mereka aku bawa bersamaku ke sini, maka janganlah mereka Engkau binasakan sekarang sesudah aku bawa ke mari."
Dalam ayat ini diterangkan mengapa pemuka Bani Israil pilihan itu diazab Allah swt. dengan petir yang dahsyat. Pada firman Allah yang lain dijelaskan sebab-sebabnya mereka disambar petir dan akibat yang mereka alami sebagaimana firman-Nya:


وَإِذْ قُلْتُمْ يَامُوسَى لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْكُمُ الصَّاعِقَةُ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ(55)ثُمَّ بَعَثْنَاكُمْ مِنْ بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ(56
Artinya:
Dan (ingatlah) ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang." Karena itu kamu disambar halilintar sedang kamu menyaksikannya. Setelah itu Kami bangkitkan kamu setelah kamu mati supaya kamu bersyukur."
(Q.S Al Baqarah: 55-56)
Tetapi dalam Perjanjian Lama diterangkan bahwa Bani Israil yang menyembah berhala itu ialah Bani Israil tujuh puluh orang pilihan bersama-sama dengan Harun. Perbuatan menyembah berhala itu mereka lakukan sewaktu berada di bukit Tursina di waktu Nabi Musa menghadap Tuhannya sendiri.
Dalam kitab bilangan 16:20-25, disebutkan tentang keingkaran dan kedurhakaan Bani Israil terhadap Musa, lalu mereka diazab Allah dengan membelah bumi, mereka masuk ke dalam belahan bumi itu dan terkubur. Sedangkan Bani Israil yang sempat lari mereka dibakar oleh sambaran api.
Selanjutnya Musa memohon kepada Allah swt.: "Janganlah Engkau ya Tuhan membinasakan kami disebabkan perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang yang kurang akal yang meminta agar dapat melihat Engkau."
Allah swt. menerangkan bahwa semuanya itu merupakan cobaan dari Allah terhadap mereka. Tetapi mereka tidak tahan dan kuat menghadapi cobaan itu sehingga mereka tetap mendesak Musa agar Tuhan memperlihatkan zat-Nya kepada mereka. Karena tindakan mereka itulah mereka diazab dengan petir (halilintar) sehingga mereka mati semua. Kemudian Allah menghidupkan mereka kembali agar mereka bertaubat dan bersyukur terhadap nikmat Allah yang telah dilimpahkan-Nya kepada mereka. Cobaan itu merupakan ujian Tuhan kepada hamba-hamba-Nya, dengan cobaan itu akan sesat orang-orang yang tidak kuat imannya, dan dengan cobaan itu pula Dia memberi petunjuk kepada hamba-Nya yang kuat imannya.
Selanjutnya Musa berdoa: "Wahai Tuhan kami, Engkaulah yang mengurus segala urusan kami, mengawasi segala apa yang kami kerjakan, maka ampunilah kami terhadap segala perbuatan dan tindakan kami yang mengakibatkan azab bagi kami. Beri rahmatlah kami, karena Engkaulah sebaik-baik Pemberi rahmat dan Pemberi ampun. Hanya Engkaulah yang mengampuni segala dosa dan memaafkan segala kesalahan kami. Mengampuni dan memaafkan itu bukanlah karena sesuatu maksud tertentu, tetapi semata-mata karena sifat-Mu Yang Maha Pengampun lagi Maha Pemaaf."


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al A'raaf 155

وَاخْتَارَ مُوسَى قَوْمَهُ سَبْعِينَ رَجُلًا لِمِيقَاتِنَا فَلَمَّا أَخَذَتْهُمُ الرَّجْفَةُ قَالَ رَبِّ لَوْ شِئْتَ أَهْلَكْتَهُمْ مِنْ قَبْلُ وَإِيَّايَ أَتُهْلِكُنَا بِمَا فَعَلَ السُّفَهَاءُ مِنَّا إِنْ هِيَ إِلَّا فِتْنَتُكَ تُضِلُّ بِهَا مَنْ تَشَاءُ وَتَهْدِي مَنْ تَشَاءُ أَنْتَ وَلِيُّنَا فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الْغَافِرِينَ (155

(Dan Musa memilih dari kaumnya) dimaksud sebagian dari kaumnya (sebanyak tujuh puluh orang lelaki) dari kalangan orang-orang yang tidak ikut menyembah anak sapi, ia lakukan hal itu berdasarkan perintah dari Allah swt. (untuk memenuhi waktu yang telah Kami tentukan) waktu yang telah Kami janjikan, agar mereka datang tepat pada waktunya, untuk memohon ampunan dari penyembahan terhadap anak sapi yang telah dilakukan oleh teman-teman mereka. Kemudian Musa keluar bersama mereka. (Maka ketika mereka diguncang gempa bumi) yaitu gempa yang dahsyat. Ibnu Abbas mengatakan, "Sebab mereka tidak melarang kaumnya tatkala menyembah anak sapi itu," selanjutnya Ibnu Abbas mengatakan lagi, "Mereka adalah selain dari orang-orang yang meminta agar dapat melihat Tuhan yang kemudian ditimpa azab berupa sha`iqah" (Ia berkata,) yakni Musa ("Ya Tuhanku! Kalau Engkau kehendaki tentulah Engkau membinasakan sebelum ini) sebelum aku keluar bersama mereka; maksud Musa untuk menentukan nasib kaum Bani Israel sehubungan dengan peristiwa penyembahan anak sapi itu, agar jika mereka terkena azab tidak menuduhku sebagai penyebabnya (dan aku. Apakah Engkau membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang kurang akal di antara kami?) Istifham bermakna isti`thaf, memohon belas kasihan, yakni janganlah Engkau menyiksa kami oleh sebab dosa yang dilakukan oleh selain kami. (Tidak lain) (itu) fitnah yang dilakukan oleh orang-orang yang akalnya kurang (kecuali hanyalah fitnah dari Engkau) dimaksud cobaan dari Engkau (Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki) kesesatannya (dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki) kehidayahannya. (Engkaulah yang memimpin kami) yang menguasai perkara-perkara kami (maka ampunilah kami, dan berilah kami rahmat dan Engkaulah Pemberi ampun yang sebaik-baiknya.")


156 Dan tetaplah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman:` Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami`.(QS. 7:156)


Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 156 

وَاكْتُبْ لَنَا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ إِنَّا هُدْنَا إِلَيْكَ قَالَ عَذَابِي أُصِيبُ بِهِ مَنْ أَشَاءُ وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ فَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَالَّذِينَ هُمْ بِآيَاتِنَا يُؤْمِنُونَ (156

Selanjutnya Musa berdoa: "Berilah kami kebajikan di dunia, yaitu sehat jasmani dan rohani, diberi keturunan yang dapat merupakan sambungan hidup dan penyambung cita-cita, diberi kehidupan dalam keluarga yang diliputi oleh rasa kasih sayang, dianugerahi rezeki yang halal, serta taufik dan hidayah sehingga bahagia pula hidup di akhirat. Sesungguhnya kami berdoa dan bertaubat kepada Engkau, kami berjanji tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan terlarang dan kami kembali kepada iman yang sebenar-benarnya, serta mengamalkan amal yang saleh yang Engkau Ridai."
Allah berfirman: "Rahmat-Ku lebih cepat datangnya kepada hamba-hamba-Ku daripada amarah-Ku, dan azab-Ku khusus Aku timpakan kepada hamba-hamba-Ku yang Aku kehendaki, yaitu orang-orang yang berbuat kejahatan, ingkar dan durhaka. Tentang rahmat, nikmat dan keutamaan-Ku, semuanya itu meliputi alam semesta tidak satu pun dari hamba-Ku yang tidak memperoleh-Nya termasuk orang-orang kafir, orang-orang yang durhaka, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang muslim, penyembah patung anak sapi dan sebagainya. Sesungguhnya jika bukanlah karena rahmat, nikmat dan keutamaan-Ku, niscaya telah aku binasakan seluruh alam ini karena kebanyakan orang kafir, durhaka yang selalu mengerjakan kemaksiatan." Seperti firman Allah:


وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ النَّاسَ بِمَا كَسَبُوا مَا تَرَكَ عَلَى ظَهْرِهَا مِنْ دَابَّةٍ وَلَكِنْ يُؤَخِّرُهُمْ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى
Artinya:
Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu makhluk yang melata pun akan telapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka sampai waktu yang tertentu.
(Q.S Fatir: 45)
Dalam pada itu Allah swt. menegaskan bahwa rahmat, nikmat dan keutamaan Allah yang diberikannya kepada orang-orang kafir hanya sementara tidak abadi dan tidak sempurna sedangkan yang sempurna dan abadi akan dianugerahkan-Nya kepada orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang menunaikan zakat.
Dalam ayat ini disebut zakat, tidak disebut perbuatan-perbuatan lain yang tidak kalah nilainya dari zakat. Hal ini ada hubungannya dengan banyaknya orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat dibanding banyaknya orang orang-orang enggan mengerjakan perbuatan-perbuatan lain yang diperintahkan Allah. Juga merupakan isyarat-isyarat kepada sifat orang Yahudi yang sangat cinta kepada harta enggan menyerahkan sebagian hartanya di jalan Allah.
Penetapan rahmat, nikmat dan keutamaan secara istimewa kepada orang-orang yang takwa dan menunaikan zakat itu adalah seperti Allah telah menetapkan pula secara istimewa kepada orang-orang yang membenarkan ayat-ayat-Nya dan mengakui keesaan Allah dan kebenaran rasul-rasul-Nya yang telah diutus-Nya dengan pengakuan yang didasarkan atas pengetahuan yang yakin, bukan berdasarkan taklid dan pengaruh adat kebiasaan nenek moyang mereka.


157 (Yaitu) orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang munkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.(QS. 7:157)


Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 157 

 
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (157)

Dalam ayat ini Allah swt. menerangkan sifat-sifat Muhammad rasul dan nabi Allah yang wajib diikuti itu ialah:
1. Nabi yang ummi (buta huruf) Dalam ayat ini diterangkan bahwa salah satu sifat Muhammad saw. ialah tidak pandai menulis dan membaca. Sifat ini memberi pengertian bahwa seorang yang ummi tidak mungkin membaca Taurat dan Injil yang ada pada orang-orang Yahudi dan Nasrani, demikian pula cerita-cerita kuno yang berhubungan dengan umat-umat dahulu. Hal ini membuktikan bahwa risalah yang dibawa oleh Muhammad saw. itu benar-benar berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Mustahil seseorang yang tidak tahu tulis baca dapat membuat dan membaca Alquran dan hadis yang memuat hukum-hukum, ketentuan-ketentuan ilmu pengetahuan yang demikian tinggi nilainya. Seandainya Alquran itu buatan Muhammad, bukan berasal dari Tuhan semesta alam tentulah manusia dapat membuat atau menirunya tetapi sampai saat ini belum ada seorang manusia pun yang sanggup menandinginya.
2. Kedatangannya jelas diisyaratkan di dalam kitab Taurat dan Injil. Kedatangan Muhammad sebagai nabi dan rasul penutup telah diisyaratkan di dalam kitab Taurat dan Injil, bahkan Allah swt. menegaskan dalam firman-Nya: 
 
الَّذِينَ ءَاتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Artinya:
Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran padahal mereka mengetahui.
(Q.S Al Baqarah: 146)
Menurut ayat ini, orang-orang Yahudi dan Nasrani telah menyembunyikan pemberitaan tentang akan diutusnya Muhammad saw. dengan menghapus pemberitaan ini dan menggantinya dengan yang lain di dalam Kitab Taurat dan Injil. Banyak ayat Alquran yang menerangkan tindakan-tindakan orang-orang Yahudi dan Nasrani itu.
Sekalipun demikian masih terdapat ayat-ayat Taurat (Wasiat Yang Lama) dan Perjanjian Yang Baru mengisyaratkan akan kedatangan Muhammad itu. Dalam kitab Kejadian 21:13 diterangkan bahwa akan datang seorang nabi akhir zaman nanti dari keturunan Ismail.
Dari ayat Taurat ada beberapa isyarat yang dapat dijadikan dalil untuk menyatakan bahwa Nabi Muhammad saw. itu adalah seorang nabi di antara segala saudaranya. Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang yang dinobatkan oleh Tuhan itu akan timbul dari saudara-saudara Bani Israil, tetapi bukan dari Bani Israil itu sendiri. Adapun saudara-saudara Bani Israil itu ialah Bani Ismail (bangsa Arab) sebab Ismail adalah saudaranya yang tua dari Ishak bapak Nabi Yakub. Dan Nabi Muhammad saw. sudah jelas adalah keturunan Bani Ismail.
Kemudian kalimat: "Yang seperti engkau" memberikan arti bahwa nabi yang akan datang haruslah seperti Nabi Musa a.s., yaitu nabi yang membawa syariat baru (agama Islam) yang juga berlaku untuk bangsa Israil. Kemudian diterangkan lagi bahwa nabi itu tidak sombong, baik sebelum menjadi nabi. Sebelum menjadi nabi beliau sudah disenangi orang, terbukti dengan pemberian gelar oleh orang Arab kepadanya yaitu "Al-Amin" yang artinya "orang yang dipercaya." Jika beliau seorang yang sombong, tentu beliau tidak akan diberi gelar yang amat terpuji itu. Setelah menjadi nabi beliau lebih ramah dan rendah hati.
Umat Nasrani menyesuaikan nubuat itu kepada Nabi Isa a.s. di samping mereka mengakui bahwa Isa a.s. mati terbunuh (disalib). Hal ini jelas bertentangan dengan ayat nubuat itu sendiri. Sebab nabi itu haruslah tidak mati terbunuh. Disebutkan pula bahwa Tuhan telah datang dari Tursina, maksudnya memberikan wahyu kepada Musa a.s. dan telah terbit bagi mereka itu di Seir", maksudnya menurunkan kepada Nabi Isa wahyu, serta gemerlapan cahayanya dari gunung Paran, maksudnya menurunkan wahyu kepada Muhammad saw. Paran (Faron) adalah nama salah satu bukit di negeri Mekah.
Dalam Bab XV Injil Yohanna disebutkan Nnbuat Nabi Muhammad saw. sebagai berikut: "Maka adapun apabila telah datang Faraklit yang Aku telah mengutusnya kepadamu dari bapak, roh yang benar yang berasal dari bapak, maka dia menjadi saksi bagiku, sedangkan kamu menjadi saksi sejak semula." Perkataan "Faraklit" adalah bahasa Ibrani yang artinya sama dengan "Ahmad" dalam bahasa Arab. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt.: 
 
وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَابَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ
Artinya:
Dan (ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata: "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang rasul yang akan datang sesudahku yang namanya Ahmad (Muhammad)."
(Q.S As Saff: 6)
Demikianlah sekali pun ada bagian Taurat dan Injil yang diubah, ditambah, dan dihilangkan juga masih terdapat isyarat-isyarat tentang kenabian dan kerasulan Muhammad saw. Itu pulalah sebabnya sebagian ulama Yahudi dan Ibrani yang mengakui kebenaran berita itu segera beriman kepada Muhammad dan risalah yang dibawanya, seperti Abdullah Ibnu Salam, Tamim Ad-Dari dan lain-lain sebagainya.
3. Nabi itu menyuruh berbuat makruf dan melarang berbuat mungkar. Perbuatan yang makruf ialah perbuatan yang baik yang sesuai dengan akal sehat, dan membersihkan jiwa, bermanfaat bagi diri sendiri, manusia dan kemanusiaan. Sedangkan perbuatan yang mungkar ialah perbuatan yang buruk yang tidak sesuai dengan akal yang sehat dan dapat menimbulkan mudarat bagi diri sendiri, bagi manusia dan kemanusiaan. Perbuatan makruf yang paling tinggi nilainya ialah mengakui keesaan Allah, dan menunjukkan ketaatan kepada-Nya, sedang perbuatan mungkar yang tinggi sekali tingkatannya ialah memperserikatkan Allah swt.
4. Menghalalkan yang baik dan mengharamkan yang buruk. Yang dimaksud dengan yang baik ialah yang halal lagi baik, tidak merusak akal, pikiran, jasmani dan rohani. Sedangkan yang dimaksud dengan yang jelek ialah yang haram yang merusak akal, pikiran, jasmani dan rohani.
5. Menghilangkan beban-beban dan belenggu-belenggu yang memberatkan. Maksudnya ialah dengan syariat yang dibawa Nabi Muhammad saw. tidak ada lagi beban yang berat seperti yang dipikulkan kepada Bani Israil. Umpamanya mensyariatkan membunuh diri untuk sahnya taubat, mewajibkan kisas pada pembunuhan, baik yang disengaja atau pun yang tidak disengaja, tanpa membolehkan membayar diyat, memotong bagian badan yang melakukan kesalahan, membuang atau menggunting kain yang terkena najis, dan sebagainya. Sesuai dengan firman Allah swt.:
 
مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya:
Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu supaya kamu bersyukur.
(Q.S Al Ma'idah: 6)
Demikian juga Rasulullah saw. bersabda:


بشروا ولا تنفروا يسروا ولا تعسروا وتطاوعوا ولا تختلفوا
Artinya:
Berilah kabar gembira dan janganlah memberikan kabar yang menakut-nakuti, mudahkanlah dan jangan mempersukar, bersatulah dan jangan berselisih.
(H.R Bukhari dan Muslim)
Sesungguhnya kepada Bani Israil telah disyariatkan hukum-hukum yang berat, baik hukum ibadat maupun hukum muamalat. Kemudian kepada Nabi Isa a.s. disyariatkan hukum ibadat yang berat. Sedang syariat Nabi Muhammad saw. sifatnya tidak memberatkan, tetapi melapangkan dan memperingan tanggungan, baik yang berhubungan dengan hukum-hukum ibadat maupun yang berhubungan dengan hukum-hukum muamalat.
Kemudian Allah swt. menerangkan cara-cara mengikuti rasul yang disebutkan ciri-cirinya di atas agar berbahagia hidup di dunia dan di akhirat nanti ialah beriman kepadanya dan kepada risalah yang dibawanya, menolongnya dengan rasa penuh hormat, menegakkan dan meninggikan agama yang dibawanya, mengikuti Alquran yang dibawanya yang merupakan sinar terang-benderang, menyinari jalan-jalan untuk menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.


158 Katakanlah:` Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk `.(QS. 7:158)


Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 158 

 
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (158)

>Pada ayat yang terdahulu Allah swt. menerangkan bahwa kerasulan Muhammad saw. telah diisyaratkan dalam Kitab Taurat dan Injil, dan menyebutkan kemuliaan orang-orang yang mengikuti agamanya, ia akan bahagia hidup di dunia dan di akhirat nanti. Pada ayat ini diterangkan tentang keumuman risalah yang dibawa Nabi Muhammad saw., yaitu agama yang berlaku seluruh umat manusia di dunia, tidak seperti risalah-risalah rasul yang sebelumnya yang hanya khusus untuk sesuatu umat saja. Dan beliau mengajak seluruh umat manusia agar mengikuti agama tersebut.
Allah swt. memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw. agar ia menyeru seluruh umat manusia mengikuti agama yang dibawanya, biar pun di mana saja mereka berada, dan bangsa apa pun dia agar dia menerangkan bahwa dia adalah rasul Allah yang diutus kepada mereka semua. Keumuman risalah Muhammad saw. dinyatakan lagi oleh firman Allah swt.: 
 
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا
Artinya:
Dan Kami tidak mengutus kamu melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan.
(Q.S Saba': 28)
Dan firman Allah juga:
وَأُوحِيَ إِلَيَّ هَذَا الْقُرْءَانُ لِأُنْذِرَكُمْ بِهِ وَمَنْ بَلَغَ
Artinya:
Dan Alquran ini diwahyukan kepadaku supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Alquran (kepadanya).
(Q.S Al An'am: 19)
Demikian pula hadis Nabi yang menerangkan keumuman risalahnya sebagai berikut:


قال صلى الله عليه وسلم: أعطيت خمسا لم يعط أحد من الأنبياء قبلي نصرت بالرعب مسيرة شهر وجعلت لي الأرض مسجدا وطهورا فأيما رجل من أمتي أدركته الصلاة فليصل وأحلت لي الغنائم ولم تحل لأحد قبلي وأعطيت الشفاعة وكان النبى يبعث إلى قومه خاصة وبعثت إلى الناس عامة
Artinya:
Telah diberikan kepadaku lima hal yang belum pernah diberikan kepada seorang nabi pun sebelumku. Aku ditolong dengan memasukkan rasa takut kepada musuhku dalam jarak perjalanan sebulan, dan dijadikan bagiku bumi sebagai mesjid (tempat salat) dan alat bersuci. Maka siapa saja dari umatku yang telah datang padanya waktu salat, maka hendaklah ia salat (di mana pun ia berada). Dan dihalalkan bagiku harta rampasan yang tidak dihalalkan kepada orang yang sebelumku, diberikan kepadaku syafaat, dan nabi lain diutus kepada kaumnya saja sedangkan aku diutus kepada manusia seluruhnya.
(H.R Bukhari dan Muslim)
Dan Allah menerangkan keesaan-Nya, yaitu tidak ada Tuhan selain Dia, hanyalah Dia yang berhak disembah karena Dialah yang mengurus langit dan bumi, mengatur alam seluruhnya. Dia menghidupkan segala yang hidup dan mematikan segala yang mati. Dalam ayat ini diterangkan bahwa ada tiga sifat Tuhan yang utama; yaitu memiliki seluruh makhluk, mengurus dan mengatur seluruh alam dan yang ketiga ialah berhak disembah.
Mengenai keesaan Allah ada dua bentuk; yaitu Esa dalam menciptakan, memiliki, mengatur semesta alam, tidak ada sesuatu pun yang berserikat dengan-Nya. Dan Esa dalam ibadat. Hanyalah Dia saja yang berhak disembah, hendaklah semua makhluk-Nya menghambakan diri hanya kepada-Nya. Iman kepada Allah merupakan rukun pertama dari kepercayaan, kemudian kepada kerasulan Muhammad saw. kemudian kepada adanya hari berbangkit. Tiga hal ini terkandung dalam perintah Tuhan selanjutnya, yaitu perintah kepada seluruh manusia agar beriman kepada Allah dan beriman kepada Nabi yang ummi yang mengajarkan Alquran dan hikmah serta membersihkan manusia dari segala unsur syirik dan kebodohan dalam kepercayaan, ia adalah rasul yang penghabisan yang diisyaratkan oleh kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada para nabi sebelumnya.
Rasul yang ummi itu memurnikan pengabdian kepada Allah, beriman kepada Kitab-kitab yang telah diturunkan kepada para nabi-Nya yang terdahulu. Setela perintah beriman, maka Allah mengiringi dengan perintah agar manusia melaksanakan semua syariat yang dibawa Nabi Muhammad saw.


159 Dan di antara kaum Musa itu terdapat suatu umat yang memberi petunjuk (kepada manusia) dengan hak dan dengan yang hak itulah mereka menjalankan keadilan.(QS. 7:159)


Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 159 

وَمِنْ قَوْمِ مُوسَى أُمَّةٌ يَهْدُونَ بِالْحَقِّ وَبِهِ يَعْدِلُونَ (159

Ayat ini menerangkan bahwa di antara kaum Musa ada segolongan besar yang menunjukkan kepada manusia jalan yang benar sesuai dengan yang diperintahkan Allah, mengajak manusia berbuat kebajikan, menetapkan hukum di antara manusia dengan adil, tidak mengikuti hawa nafsu mereka, tidak memakan makanan yang diharamkan Allah, tidak mengerjakan perbuatan yang terlarang, baik mereka itu berada pada masa Musa, maupun mereka berada pada masa sesudahnya.
Keadaan kaum Musa ini dijelaskan lagi dalam firman Allah swt.:


وَمِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مَنْ إِنْ تَأْمَنْهُ بِقِنْطَارٍ يُؤَدِّهِ إِلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَنْ إِنْ تَأْمَنْهُ بِدِينَارٍ لَا يُؤَدِّهِ إِلَيْكَ إِلَّا مَا دُمْتَ عَلَيْهِ قَائِمًا
Artinya:
Di antara ahli kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya.
(Q.S Ali Imran: 75)


160 Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah besar dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya:` Pukullah batu itu dengan tongkatmu! `. Maka memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sesungguhnya tiap-tiap suku mengetahui tempat minum masing-masing. Dan Kami naungkan awan di atas mereka dan Kami turunkan kepada mereka manna dan salwa. (Kami berfirman):` Makanlah yang baik-baik dari apa yang telah Kami rezkikan kepadamu `. Mereka tidak menganiaya Kami, tetapi merekalah yang selalu menganiaya dirinya sendiri.(QS. 7:160)


Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al A'raaf 160 

وَقَطَّعْنَاهُمُ اثْنَتَيْ عَشْرَةَ أَسْبَاطًا أُمَمًا وَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى إِذِ اسْتَسْقَاهُ قَوْمُهُ أَنِ اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْحَجَرَ فَانْبَجَسَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَشْرَبَهُمْ وَظَلَّلْنَا عَلَيْهِمُ الْغَمَامَ وَأَنْزَلْنَا عَلَيْهِمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَى كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَمَا ظَلَمُونَا وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ (160

Allah membagi kaum Musa, baik yang beriman kepada Allah maupun yang ingkar kepada-Nya menjadi dua belas suku yang dinamakan "Sibt". Pada suatu perjalanan di tengah-tengah padang pasir, kaumnya menderita kehausan, maka Allah mewahyukan kepada Musa agar ia memukulkan tongkatnya ke sebuah batu. Setelah Musa memukulkannya, maka terpancarlah dari batu itu dua belas mata air, sesuai dengan banyaknya suku-suku Bani Israil. Untuk masing-masing suku disediakan satu mata air dan mereka telah mengetahui tempat minum mereka; untuk menjaga ketertiban dan menghindarkan berdesak-desakan.
Kejadian ini merupakan mukjizat bagi Nabi Musa a.s. untuk membuktikan kerasulannya dan untuk memperlihatkan kekuasaan Allah swt. Kalau dahulu ia memukulkan tongkatnya ke laut sehingga terbentanglah jalan akan dilalui Bani Israil dari pengejaran Firaun dan tentaranya, maka pada kejadian ini Musa memukulkan tongkatnya ke batu, sehingga keluarlah air dari batu itu untuk melepaskan haus kaumnya. Kejadian ini di samping merupakan mukjizat bagi Nabi Musa juga menunjukkan besarnya karunia Allah yang telah dilimpahkan-Nya kepada Bani Israil.
Di samping karunia itu Allah swt. menyebutkan lagi karunia yang telah diberikan-Nya kepada Bani Israil, yaitu:
1. Allah swt. melindungi mereka dengan awan di waktu mereka berjalan di tengah padang pasir dan di waktu panas terik matahari yang membakar itu. Jika tidak ada awan yang melindungi, tentulah mereka terbakar oleh kepanasan matahari. Hal ini terjadi ketika mereka meninggalkan negeri Mesir dan setelah menyeberangi Laut Merah. Mereka sampai di gurun pasir di Semenanjung Sinai dan ditimpa panas yang terik. Karena itu mereka minta agar Musa berdoa kepada Tuhan agar memberikan pertolongan-Nya. Allah menolong mereka dengan mendatangkan awan yang dapat melindungi mereka dari panas terik matahari.
2. Di samping itu Allah mengaruniakan pula kepala mereka makanan yang disebut "al-manna" semacam makanan yang manis seperti madu yang turun terus-menerus dari langit sejak fajar menyingsing sampai matahari terbit. Di samping itu dianugerahkan Allah pula kepada mereka bahan makanan semacam burung puyuh yang disebut "salwa."
3. Allah memerintahkan kepada mereka agar memakan makanan yang halal yang baik, berfaedah bagi jasmani dan rohani, akal dan pikiran.
Allah swt. telah melimpahkan karunia-Nya yang amat besar bagi Bani Israil tetapi mereka tidak mau bersyukur, bahkan mereka mengerjakan perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah, ingkar kepada-Nya dan kepada rasul-rasul-Nya yang berakibat mereka mendapat azab dan siksaan-Nya. Mereka disiksa itu semata-mata karena perbuatan mereka sendiri, bukanlah karena Allah hendak menganiaya mereka. Tersebut dalam sebuah hadis Qudsi:

يا عبادي إني حرمت الظلم على نفسى وجعلته بينكم محرما فلا تظالموا، يا عبادي إنكم لن تبلغوا ضري فتضروني ولن تبلغوا نفعي فتنفعوني،
Artinya:
Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan (mengerjakan) kezaliman atas diri-Ku dan Aku menjadikan perbuatan zalim itu (sebagai suatu perbuatan) yang diharamkan di antaramu, maka janganlah kamu saling berbuat zalim (di antara sesamamu). Wahai hamba-hamba-Ku, kamu sekali-kali tidak akan dapat menimbulkan kemudaratan kepada-Ku, sehingga Aku memperoleh kemudaratan karenanya, dan kamu sekalian tidak dapat memberi manfaat kepada-Ku sehingga Aku memperoleh manfaat karenanya.


Halaman  First Previous Next Last Balik Ke Atas   Total [11]
Ayat 141 s/d 160 dari [206]


Sumber Tafsir dari :

1. Tafsir DEPAG RI, 2. Tafsir Jalalain Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger... Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Edy_Hari_Yanto's  album on Photobucket
TPQ NURUDDIN NEWS : Terima kasih kepada donatur yang telah menyisihkan sebagian rezekinya untuk pembangunan TPQ Nuruddin| TKQ-TPQ "NURUDDIN" MENERIMA SANTRI DAN SANTRIWATI BARU | INFORMASI PENDAFTARAN DI KANTOR TPQ "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN-WONOAYU