Tabir Mimpi - Cerita Nabi  Harun as dan Fir'aun
|  | 
| Maqom Nabi Harun as | 
Harun
 bin Imran bin Qahats bin Azar bin Lawi bin Yaakub bin Ishak bin 
Ibrahim. Beliau adalah kakak Nabi Musa, diutus untuk membantu Musa 
memimpin Bani Israel ke jalan yang benar.
Firman Allah: "Dan Kami telah menganugerahkan kepadanya sebahagian rahmat Kami, yaitu saudaranya, Harun menjadi seorang nabi."
Harun
 dilahirkan empat tahun sebelum Musa. Beliau yang fasih berbicara dan 
mempunyai pendirian tetap sering mengikuti Musa dalam menyampaikan 
dakwah kepada Firaun, Hamman dan Qarun. Nabi Musa sendiri mengakui 
saudaranya fasih berbicara dan berdebat, seperti diceritakan al-Quran: 
"Dan saudaraku Harun, dia lebih fasih lidahnya daripadaku, maka utuslah 
dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan) ku, 
sesungguhnya aku kawatir mereka akan berdusta."
Nabi
 Harun hidup selama 123 tahun. Beliau wafat 11 bulan sebelum kematian 
Musa, yaitu sebelum Bani Israil memasuki Palestina. Mengenai Bani 
Israel, mereka sukar dipimpin, namun dengan kesabaran Musa dan Harun, 
mereka dapat dipimpin supaya mengikuti syariat Allah, seperti terkandung
 dalam Taurat ketika itu.
Selepas
 Harun dan Musa meninggal dunia, Bani Israel dipimpin oleh Yusya' bin 
Nun. Namun, selepas Yusya' mati, lama-kelamaan mereka meninggalkan 
syariat yang terkandung dalam Taurat, sehingga menimbulkan perselisihan 
dan perbedaan pendapat, akhirnya menyebabkan perpecahan Bani Israel.
Pengutusan Nabi Harun
Riwayat
 Nabi Harun tidak terpisahkan dengan Nabi Musa, dan dakwahnya dilakukan 
bersama dengan Musa, karena tugas Nabi Harun untuk membantu Nabi Musa 
dalam berdakwah.
Pada
 masa Nabi Yusuf, sekelompok bani Israil telah menetap di daerah Mesir 
setelah bermigrasi dari negeri Kan'an. Mereka adalah pemeluk agama 
tauhid yang berpegang teguh pada agama Nabi Ibrahim, berbeda dengan para
 fir'aun yang menyembah patung dan berhala. Seiring kemajuan zaman, 
petumbuhan bani Israil pun berkembang pesat.
Para
 fir'aun khawatir jika mereka mencampuri urusan politik dan agama 
kehidupan masyarakat Mesir. Akhirnya, mereka menyiksa bani Israil dengan
 siksaan yang pedih. Hal ini terekam dalam firman Allah,"(ingatlah) 
ketika Kami selamatkan kamu dari (Firaun) dan pengikut-pengikutnya; 
mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya. Mereka 
menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu 
yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang 
besar dari Rabbmu," (QS. Al-Baqarah [2]: 49).
Ditengah
 kesulitan yang dialami bani Israil, Allah berkehendak atas kelahiran 
Musa. Sang ibu pun menyembunyikan kelahirannya, sebagaimana firman 
Allah, "Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah dia, dan apabila 
kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan 
janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena 
sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya 
(salah seorang) dari para rasul," (QS. Al-Qashash [28]: 7).
Janji
 Allah untuk untuk menjaga bayi ini pun terbukti. Fir'aun memperbolehkan
 istrinya mencari seorang ibu yang mau menyusui bayi tersebut. Dia pun 
menemukan ibu Musa dan menyuruhnya agar menyusui sang bayi.
Musa
 dibesarkan di lingkungan istana Fir'aun, di tangan para dukun dan 
pemuka-pemuka agama mereka. Ketika dewasa, Allah memberinya ilmu dan 
hikmah. Pada suatu hari, ada orang Mesir yang mengejek dan memaksa 
seseorang bani Israil melakukan suatu pekerjaan untuknya. Orang bani 
Israil itu lantas meminta pertolongan Nabi Musa. Dia pun menolongnya dan
 memukul orang Mesir itu, dan tanpa sengaja orang itu mati.
Pada
 hari berikutnya, orang bani Israil kembali berkelahi dengan orang Mesir
 yang lain. Orang bani Israil itu lantas meminta pertolongan lagi kepada
 Nabi Musa. Akan tetapi Nabi Musa malah membentak dan memarahi orang 
Israil itu karena seringnya dia berbuat buruk. Orang Israil itu mengira 
Musa akan membunuhnya. Dia pun segera bertanya, "Apakah engkau ingin 
membunuhku seperti orang Mesir kemarin?"
Mendengar
 cerita pembunuhan itu, orang Mesir tersebut segera menemui kaumnya dan 
menceritakan apa yang terjadi. Fir'aun pun segera mengirim pasukan 
mencari Musa untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Namun, salah 
seorang yang menyayangi Musa segera memberi tahunya setelah mendengar 
sesuatu yang terjadi di istana Fir'aun. Dia menyuruh Musa pergi 
meninggalkan bahaya ancaman Fir'aun. Musa pun pergi meninggalkan Mesir 
menuju Madyan, daerah di bagian barat laut Jazirah Arab.
Di
 Madyan, Musa tinggal di rumah orang tua yang beriman, yaitu Nabi 
Syuaib. Setelah orang tua itu (Nabi Syuaib) melihat keluhuran akhlak dan
 tanggung jawab Musa yang sangat tinggi, dia lalu menikahkan Musa dengan
 salah satu putri beliau. Musa kemudian ingin kembali ke mesir setelah 
beberapa lama tinggal di Madyan.
Ketika
 sampai di Bukit Tursina, Musa tersesat. Tibalah waktu malam saat Allah 
hendak memberikan tugas kenabian dan wahyu kepadanya. Pada saat itu, 
malam terasa dingin dan Musa melihat cahaya api dari kejauhan. Dia 
lantas menyuruh keluarganya agar tidak meninggalkan tempat mereka karena
 dia ingin pergi mencari sedikit api untuk penerangan. Tatkala dia 
sampai ke tempat api tersebut, Allah berfirman kepadanya, "Sungguh, Aku 
ini Allah, tidak ada ilah selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah 
shalat untuk mengingat-Ku," (QS. Thaha [20]: 14).
Hal
 itu kemudian menjadi tanda awal kenabian Musa sebagai Kalimullah. 
Permintaan Musa pun dikabulkan dan Allah mengutus pula saudaranya, Harun
 sebagai pendampingnya.
Allah
 memerintahkan mereka berdua (Musa dan Harun) agar bertutur lemah lembut
 saat memperingatkan Fir'aun. Selain itu, mereka juga diperintahkan 
untuk mengatakan kepada Fir'aun, "Kami adalah utusan Rabb alam semesta 
kepadamu. Lepaskanlah bani Israil dan jangan siksa mereka. Keselamatan 
bagi siapa saja yang mengikuti petunjuk."
Pada
 saat itulah kesombongan menguasai Fir'aun hingga dia berkata kepada 
Musa, "Bukanlah kami yang mengasuhmu sewaktu kecil?1" Dia pun 
menyebutkan berbagai kebaikannya terhadap Musa, bahkan mulai mengejek 
dan menuduh Nabi Musa dan Nabi Harun melakukan sihir. Fir'aun lalu 
memerintahkan tukang sihirnya untuk menghadapi mereka berdua. Ahli sihir
 Fir'aun pun berdatangan dan melemparkan tali-tali mereka dan 
menyihirnya menjadi ular untuk menandingi Musa. Nabi Musa lantas 
melemparkan tongkatnya yang kemudian berubah menjadi ular dan menelan 
ular-ular mereka atas pertolongan Allah.
Melihat
 mukjizat itu, para ahli sihir Fir'aun pun mengimani Musa dan syariat 
Allah yang dia bawa. Mereka juga tidak memedulikan berbagai ancaman 
Fir'aun. Mereka semua berkata seperti yang diabadikan al-Qur'an, 
"Sesungguhnya kami telah beriman kepada Tuhan kami, agar Dia mengampuni 
kesalahan-kesalahan kami dan sihir yang telah kamu paksakan kepada kami 
melakukannya. Dan Allah lebih baik (pahala-Nya) dan lebih kekal 
(adzab-Nya)," (QS. Thaha [20]: 73).
Fir'aun
 lalu berencana membunuh Musa dan Harun serta semakin keras menyiksa 
bani Israil. Nabi Musa memerintahkan mereka untuk menguatkan jiwa dan 
bersabar. Dia kemudian berdoa kepada Allah agar menurunkan adzab yang 
pedih kepada Fir'aun dan kaumnya. Allah berfirman,"Maka Kami kirimkan 
kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah (air minum berubah
 menjadi darah) sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap 
menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa. )," (QS. 
Al-A'raf [7]: 133).
Ketika
 Fir'aun dan kaumnya sudah tidak berdaya dengan adzab dengan adzab yang 
menimpa mereka, dia pun meminta kepada Musa agar berdoa kepada Allah 
untuk menghentikan siksaan itu. Fir'aun kemudian berjanji tidak akan 
lagi menyiksa bani Israil. Nabi Musa lantas memohon kepada Allah agar 
menghentikan siksaan itu dan Allah pun mengakhirinya. Namun, Fir'aun 
ingkar janji, dan dia kembali menyiksa bani Israil untuk kedua kalinya.
Sementara
 itu, bani Israil berkumpul dan meminta kepada Nabi Musa dan Nabi Harun 
agar dia membawa mereka keluar dari Mesir. Nabi Musa dan Nabi Harun pun 
membawa kaumnya dan berangkat ke arah negeri Kan'an melewati Sinai. 
Fir'aun beserta bala tentaranya mengejar mereka. Namun, Nabi Musa dan 
Nabi Harun beserta kaumnya dapat menyeberangi laut dengan mukjizat yang 
telah Allah berikan kepada Musa. Fir'aun dan pasukannya juga ikut 
menyeberang laut mengejar mereka, tetapi Allah menenggelamkan Fir'aun 
beserta seluruh tentaranya.
Nabi
 Musa dan Nabi Harun serta bani Israil tiba di padang pasir negeri 
Sinai. Setelah melihat banyak perbedaan antara daerah itu dan negeri 
sungai Nil yang subur (Mesir), mereka mengajukan berbagai permintaan 
kepada Nabi Musa. Nabi Musa telah menerima Taurat. Di dalamnya terdapat 
beragam syariat samawiyah. Kaumnya mulai menyeleweng, terlebih setelah 
Nabi Musa pergi untuk menerima lembaran wahyu. As-Samiri telah 
mempengaruhi bani Israil untuk menyembah anak sapi sehingga mereka 
meminta kepada Musa agar dibuatkan patung untuk disembah.
Nabi
 Musa lantas marah dan mengecam permintaan mereka. Dia ingin menjadikan 
sebuah pusat pemerintahan untuk kaumnya. Dia kemudian pergi menuju kota 
Ariha (Jericho), tetapi kaumnya tidak mau dan berkata seperti termaktub 
dalam al-Qur'an, "Mereka berkata, 'wahai Musa, sampai kapanpun kami 
tidak akan memasuki, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu, pergilah
 engkau bersama Rabbmu, dan berperanglah kalian berdua, biarlah kami 
tetap (menanti) di sini saja,' " (QS. Al-Ma'idah [5]: 24).
Di
 saat mereka menolak untuk masuk negeri yang disucikan itu, Allah 
membalasnya dengan adzab. Mereka pun tersesat di lembah Tih selama 40 
tahun. Beberapa tahun setelah itu, Nabi Harun wafat lalu disusul Nabi 
Musa. Setelah Nabi Musa wafat, bani Israil baru merasakan buruk dan 
bodohnya perbuatan serta tingkah laku mereka kepada Nabi Musa. Karena 
itu, mereka mengangkat Yusya' bin Nun sebagai Raja. Dialah yang kemudian
 membawa mereka menyeberangi sungai Jordan (asy-Syari'ah) menuju kota 
Ariha dan tinggal di sana.
Kisah Nabi Harun dalam Al-Qur'an
Di dalam Al-Quran, nama Harun as, disebutkan sebanyak 20 kali, antara lain seperti berikut ini.
Pada Surat Al-A'raaf (Al-A'raf) [7]: ayat 142, Firman Allah SWT :
Dan
 telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu 
waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan 
sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan 
Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu 
Harun: "Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan 
janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan".
Pada Surat Thaahaa (Thaha) [20] : ayat 25-36, Firman Allah SWT :
Berkata
 Musa: "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku
 urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti
 perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, 
(yaitu) Harun, saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan 
jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih 
kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah 
Maha Melihat (keadaan) kami". Allah berfirman: "Sesungguhnya telah 
diperkenankan permintaanmu, hai Musa."
Pada Surat Thaahaa (Thaha) [20] : ayat 42-50, Firman Allah SWT :
Pergilah
 kamu beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu 
berdua lalai dalam mengingat-Ku; Pergilah kamu berdua kepada Firaun, 
sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua 
kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat 
atau takut". Berkatalah mereka berdua: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami
 khawatir bahwa ia segera menyiksa kami atau akan bertambah melampaui 
batas". Allah berfirman: "Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya 
Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat". Maka datanglah kamu
 berdua kepadanya (Firaun) dan katakanlah: "Sesungguhnya kami berdua 
adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan 
janganlah kamu menyiksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu 
dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhanmu. Dan keselamatan
 itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk. Sesungguhnya 
telah diwahyukan kepada kami bahwa siksa itu (ditimpakan) atas 
orang-orang yang mendustakan dan berpaling. Berkata Firaun: "Maka 
siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa ? Musa berkata: "Tuhan kami ialah 
(Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk 
kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.
Pada Surat Thaahaa (Thaha) [20] : ayat 59-73, Firman Allah SWT :
Berkata
 Musa: "Waktu untuk pertemuan (kami dengan) kamu itu ialah di hari raya 
dan hendaklah dikumpulkan manusia pada waktu matahari sepenggalahan 
naik". Maka Firaun meninggalkan (tempat itu), lalu mengatur tipu 
dayanya, kemudian dia datang. Berkata Musa kepada mereka: "Celakalah 
kamu, janganlah kamu mengada-adakan kedustaan terhadap Allah, maka Dia 
membinasakan kamu dengan siksa". Dan sesungguhnya telah merugi orang 
yang mengada-adakan kedustaan. Maka mereka berbantah-bantahan tentang 
urusan mereka di antara mereka dan mereka merahasiakan percakapan 
(mereka). Mereka berkata: "Sesungguhnya dua orang ini adalah benar-benar
 ahli sihir yang hendak mengusir kamu dari negeri kamu dengan sihirnya 
dan hendak melenyapkan kedudukan kamu yang utama. Maka himpunkanlah 
segala daya (sihir) kamu sekalian, kemudian datanglah dengan berbaris. 
dan sesungguhnya beruntunglah oran yang menang pada hari ini. (Setelah 
mereka berkumpul) mereka berkata: "Hai Musa (pilihlah), apakah kamu yang
 melemparkan (dahulu) atau kamikah orang yang mula-mula melemparkan?" 
Berkata Musa: "Silahkan kamu sekalian melemparkan". Maka tiba-tiba 
tali-tali dan tongkat-tongkat mereka, terbayang kepada Musa seakan-akan 
ia merayap cepat, lantaran sihir mereka. Maka Musa merasa takut dalam 
hatinya. Kami berkata: "janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang 
paling unggul (menang). Dan lemparkanlah apa yang ada ditangan kananmu, 
niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. "Sesungguhnya apa yang 
mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak 
akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang". Lalu 
tukang-tukang sihir itu tersungkur dengan bersujud, seraya berkata: 
"Kami telah percaya kepada Tuhan Harun dan Musa". Berkata Firaun: 
"Apakah kamu telah beriman kepadanya (Musa) sebelum aku memberi izin 
kepadamu sekalian. Sesungguhnya ia adalah pemimpinmu yang mengajarkan 
sihir kepadamu sekalian. Maka sesungguhnya aku akan memotong tangan dan 
kaki kamu sekalian dengan bersilang secara bertimbal balik, dan 
sesungguhnya aku akan menyalib kamu sekalian pada pangkal pohon kurma 
dan sesungguhnya kamu akan mengetahui siapa di antara kita yang lebih 
pedih dan lebih kekal siksanya". Mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak
 akan mengutamakan kamu daripada bukti-bukti yang nyata (mukjizat), yang
 telah datang kepada kami dan daripada Tuhan yang telah menciptakan 
kami; maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu 
hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja. 
Sesungguhnya kami telah beriman kepada Tuhan kami, agar Dia mengampuni 
kesalahan-kesalahan kami dan sihir yang telah kamu paksakan kepada kami 
melakukannya. Dan Allah lebih baik (pahala-Nya) dan lebih kekal 
(azab-Nya)".
Pada Surat Thaahaa (Thaha) [20] : ayat 85-89, Firman Allah SWT :
Allah
 berfirman: "Maka sesungguhnya Kami telah menguji kaummu sesudah kamu 
tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri. Kemudian Musa 
kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. Berkata Musa: 
"Hai kaumku, bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu suatu janji 
yang baik? Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagimu atau 
kamu menghendaki agar kemurkaan dari Tuhanmu menimpamu, dan kamu 
melanggar perjanjianmu dengan aku?". Mereka berkata: "Kami sekali-kali 
tidak melanggar perjanjianmu dengan kemauan kami sendiri, tetapi kami 
disuruh membawa beban-beban dari perhiasan kaum itu, maka kami telah 
melemparkannya, dan demikian pula Samiri melemparkannya", kemudian 
Samiri mengeluarkan untuk mereka (dari lobang itu) anak lembu yang 
bertubuh dan bersuara, maka mereka berkata: "Inilah Tuhanmu dan Tuhan 
Musa, tetapi Musa telah lupa". Maka apakah mereka tidak memperhatikan 
bahwa patung anak lembu itu tidak dapat memberi jawaban kepada mereka, 
dan tidak dapat memberi kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) 
kemanfaatan?
Pada Surat Thaahaa (Thaha) [20] : ayat 90-94, Firman Allah SWT :
 








 
 
 



Tidak ada komentar:
Posting Komentar