Kamis, 13 Juni 2013

Bulan Sya’ban (Bagian Kedua: Larangan pada Bulan Sya’ban)

Bulan Sya’ban (Bagian Kedua: Larangan pada Bulan Sya’ban)



Pada bulan ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berpuasa pada yaumusy syak (hari meragukan), yakni sehari atau dua hari menjelang Ramadhan. Maksud hari meragukan adalah karena pada hari tersebut merupakan hari di mana manusia sedang memastikan, apakah sudah masuk 1 Ramadhan atau belum, apakah saat itu Sya’ban 29 hari atau digenapkan 30 hari, sehingga berpuasa sunah saat itu amat beresiko, yakni jika ternyata sudah masuk waktu Ramadhan, ternyata dia sedang puasa sunah. Tentunya ini menjadi masalah.
Dalilnya, dari ‘Ammar katanya:

مَنْ صَامَ يَوْمَ الشَّكِّ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Barang siapa yang berpuasa pada yaumus syak, maka dia telah bermaksiat kepada Abul Qasim (Nabi Muhammad) Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (HR. Bukhari, Bab Qaulun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam Idza Ra’aytumuhu fa shuumuu)
Para ulama mengatakan, larangan ini adalah bagi orang yang mengkhususkan berpuasa pada yaumusy syak saja. Tetapi bagi orang yang terbiasa berpuasa, misal puasa senin kamis, atau puasa Nabi Daud, atau puasa sunah lainnya, lalu ketika dia melakukan kebiasaannya itu bertepatan pada yaumusy syak , maka hal ini tidak dilarang berdasarkan riwayat hadits berikut:

لَا يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمَهُ فَلْيَصُمْ ذَلِكَ الْيَوْمَ
“Janganlah salah seorang kalian mendahulukan Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali bagi seseorang yang sedang menjalankan puasa kebiasaannya, maka puasalah pada hari itu.” (HR. Bukhari No. 1815)
Demikian. Semoga Sya’ban tahun ini kita bisa mengisi dengan berbagai kebaikan untuk mempersiapkan diri menuju bulan Ramadhan yang penuh diberkahi.

Bulan Sya’ban (Hadits-hadits Seputar Nishfu Sya’ban)


ilustrasi (inet)
ilustrasi (inet)
Berikut ini adalah hadits-hadits yang menerangkan tentang amalan seputas nushfu Sya’ban.
Hadits Pertama:

عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا فَإِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُولُ أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِي فَأَغْفِرَ لَهُ أَلَا مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلَا مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ
Dari Ali bin Abi Thalib, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika datang malam nishfu Sya’ban maka shalatlah kalian pada malam harinya, dan berpuasalah pada siang harinya, karena sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada saat terbenamnya matahari, dan berkata: tidaklah orang yang minta ampunan kepada-Ku maka Aku ampuni dia, tidaklah orang yang meminta rezki maka Aku akan berikan dia rezki, tidaklah orang yang mendapat musibah maka Aku akan memberinya pertolongan, dan tidaklah ini dan itu, hingga terbitnya matahari.” (HR. Ibnu Majah No. 1388. Al-Bahiaqi, Syu’abul Iman, No. 3664)
Dalam sanad hadits ini terdapat Abu Bakar Ibnu Abi Sabrah.
Imam Al-Haitsami menyebutnya sebagai matruk (haditsnya ditinggalkan). (Majma’ Az-Zawaid, 1/213), dan kadzab (pendusta). (Ibid, 6/268)
Pentahqiq Tahdzibul Kamal, yakni Dr. Basyar ‘Awad Ma’ruf mengatakan bahwa Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Yahya bin Ma’in menyebut Ibnu Abi Sabrah sebagai pemalsu hadits.
Shalih bin Ahmad bin Muhammad bin Hambal berkata: “Bapakku berkata kepadaku bahwa Ibnu Abi Sabrah adalah pemalsu hadits.” (Al-Jarh wat Ta’dil, 7/ 306)
Imam Zainuddin Al-‘Iraqi mengatakan dalam Takhrijul Ihya’, bahwa hadits ini bathil dan sanadnya dha’if. (Takhrij Ahadits Al-Ihya’ No. 630)
Imam Ibnu Rajab dalam Lathaiful Ma’arif menyatakan bahwa hadits ini dha’if, dan Imam Al-Mundziri mengisyaratkan kedha’ifan hadits ini dalam At-Targhib. (As-Silsilah Adh-Dhaifah No. 2132)
Hadits 2: dari Utsman bin Muhammad bin Al-Mughirah bin Al-Akhnas, beliau berkata:

تقطع الآجال من شعبان إلى شعبان
“Ajal manusia ditetapkan dari bulan Sya’ban ke bulan Sya’ban yang lain.” (HR. Al-Baihaqi, Syu’abul Iman, No. 3681)
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah mengatakan bahwa hadits ini mursal. (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-‘Azhim, 7/246. Hadits mursal adalah hadits yang sanadnya gugur di thabaqat (generasi/lapisan) akhirnya setelah tabi’in (tabi’in adalah generasi setelah sahabat nabi). Maksudnya, hadits tersebut diriwayatkan dari seorang tabi’in langsung ke Rasulullah tanpa melalui seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Contoh seorang generasi tabi’in berkata: Rasulullah bersabda …., inilah mursal, sedangkan hadits yang biasa kita dengar adalah dari seorang sahabat Nabi: Rasulullah bersabda ….., mayoritas ahli hadits dan fuqaha menyatakan bahwa hadits mursal adalah dhaif, demikian juga pendapat Imam Asy-Syafi’i. Sedangkan menurut Malik, Abu Hanifah dan segolongan ulama, hadits mursal adalah shahih. Lihat hal ini dalam karya Imam An Nawawi, At-Taqrib wat Taisir …, Hal. 3)
Menurut jumhur (mayoritas) ulama dan kalangan Asy-Syafi’iyah, hadits mursal adalah salah satu hadits dha’if . Hadits mursal adalah hadits yang rawinya pada tingkatan setelah tabi’in tidak disebutkan (digugurkan). Sehingga tidak bisa dipastikan apakah tabi’in tersebut mendengar langsung atau tidak.
Jadi, validitas hadits-hadits ini sangat diragukan, seandai pun shahih atau hasan, toh hadits ini sama sekali tidak menyebutkan tentang ritual khusus pada nishfu Sya’ban, hanya menyebut keutamaannya saja.
Ada pun hadits yang berbunyi:
“Malaikat Jibril mendatangiku pada malam Nishfu (15) Sya’ban, seraya berkata, ” Hai Muhammad, malam ini pintu-pintu langit dibuka. Bangunlah dan Shalatlah, angkat kepalamu dan tadahkan dua tanganmu ke langit .”
Rasulullah bertanya, ” Malam apa ini Jibril?”
Jibril menjawab. ” Malam ini dibukakan 300 pintu rahmat. Tuhan mengampuni kesalahan orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, kecuali tukang sihir, tukang nujum, orang bermusuhan, orang yang terus menerus minum khamar (arak atau minuman keras), terus menerus berzina, memakan riba, durhaka kepada ibu bapak,…. Hingga Engkau rela .” (HR Abu Hurairah)
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 3837. Imam Al-Baihaqi sendiri berkata: wa haadza isnaad dhaif –isnad hadits ini dhaif. (Lihat Syu’abul Iman No. 3837)
Imam Ibnul Jauzi menyebutkan adanya cacat pada hadits ini. (Imam Az-Zaila’i, Takhrij Al-Kasysyaf, 3/265)
Alasan lemah dan cacatnya hadits ini telah disebutkan oleh Imam Abul Hasan Al-Kinani, dia berkata:

وفيه محمد بن حازم مجهول وعنه إبراهيم بن عبد الله البصري وعن هذا حامد بن محمود الهمداني لم أعرفهما والله تعالى أعلم
Dalam sanad hadits ini terdapat Muhammad bin Hazim, seorang yang majhul (tidak dikenal), telah meriwayatkan darinya Ibrahim bin Abdullah Al-Bashri, dan dari dia telah meriwayatkan Hamid bin Mahmud Al-Hamdani, saya tidak mengetahui keduanya. Wallahu Taala A’lam. (Imam Abul Hasan Al-Kinani, At-Tanzih, 2/150)

Demikianlah kedhaifan hadits-hadits tentang nishfu Sya’ban. (bersambung)

Sumber: http://www.dakwatuna.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger... Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Edy_Hari_Yanto's  album on Photobucket
TPQ NURUDDIN NEWS : Terima kasih kepada donatur yang telah menyisihkan sebagian rezekinya untuk pembangunan TPQ Nuruddin| TKQ-TPQ "NURUDDIN" MENERIMA SANTRI DAN SANTRIWATI BARU | INFORMASI PENDAFTARAN DI KANTOR TPQ "NURUDDIN" KEMALANGAN-PLAOSAN-WONOAYU