Sambutan "Tokoh Perubahan Republika 2012"
بِسْمِ الله،
الْحَمْدُ ِلله، وَالصَّلاَةُ
وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا
مُحَمَّد رَسُوْلِ الله، وَعَلَى ألِهِ وَصَحَابَتِهِ وَمَنْ تَبِعَ
سُنَّتَهُ وَجَمَاعَتَه، مِنْ يَوْمِنَا هَذَا إِلَى يَوْمِ الْبَعْثِ
وَالنَّهْضَة
Hadirin yang saya hormati,
Saya hanyalah manusia biasa yang tidak punya kontribusi apapun baik terhadap umat maupun bangsa ini. Namun pada malam hari ini Republika
memberikan anugerah kepada saya sebagai salah satu tokoh perubahan
2012. Saya ucapkan terima kasih yang tiada terhingga atas pemberian
anugerah ini, semoga bisa menjadi pemicu bagi saya agar bisa berbuat
lebih untuk umat dan bangsa ini.
Tentu, masih banyak tokoh yang
lebih berhak dan pantas menerima penghargaan ini. Akan tetapi,
pertanyaan mendasarnya mungkin bukan terletak pada siapakah yang berhak
dianugerahi penghargaan, namun benarkah sudah terjadi perubahan?
Ini
merupakan pertanyaan yang tidak menuntut retorika jawaban, apalagi
diuraikan dalam sebuah pidato sambutan. Ini ialah pertanyaan yang hanya
bisa dijawab melalui kesungguhan usaha dan ikhtiar, yang hanya bisa
dirasakan dalam kenyataan dan keseharian.
Sekian lama dan sekian
banyak tempat yang saya singgahi di penjuru Nusantara, melihat
kenyataan yang ada, di mana-mana pertanyaan ihwal "perubahan" tetap
sama. Perubahan ke arah yang bermartabat, menuju derajat manusia
paripurna, insan kamil. Apakah kita sudah atau sedang benar-benar
berubah?
"Sesungguhnya Allah tidak mengubah apa yang ada pada sebuah kaum hingga mereka mengubah apapun yang ada pada diri mereka." (QS Ar Ra'du 11)
Islam
hadir dan mengajarkan kita untuk berubah dan firman Allah tadi tentunya
bisa mendorong kita untuk berubah menjadi lebih baik.
Hingga
hari ini impian saya adalah menyaksikan Indonesia yang hidup dan
menyadari fitrahnya. Indonesia yang dihidupi manusia-manusia unggul yang
tahu betul apa arti kerukunan, keutuhan, dan keselamatan bangsa ini.
Itu impian saya, saya belum menyaksikannya. Apakah kita sudah atau
sedang benar-benar berubah?
Islam adalah agama yang membawa
rahmat, peradaban, budaya, dan moral. Dalam suasana dimana formalisme
jadi candu pikiran, memahami Islam sebagai agama kemanusiaan bukanlah
perkara mudah, kadang malah dianggap kesesatan. Dalam suasana dimana
formalisme jadi candu pikiran, agama lebih gampang dianggap sebagai
doktrin yang beku dan instan.
Artinya: "Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam." (QS Al Anbiya: 107)
Pada
kesempatan kali ini saya ingin mengajak segenap warga bangsa Indonesia,
termasuk saya sendiri di dalamnya, untuk menghargai dan menjunjung
tinggi perbedaan yang ada di antara kita. Yakni perbedaan agama, suku,
ras, dan lain sebagainya. Perbedaan ini merupakan anugerah dari Allah
untuk kita, dan oleh karenanya saya berharap perbedaan itu justru bisa
menyatukan kita. Perbedaan bukan hanya menyatukan, tapi juga memudahkan
terjadinya perubahan.
Demikian yang dapat saya utarakan. Sekali
lagi mohon maaf atas segala kekurangan dan terima kasih atas penghargaan
Republika yang "menambah beban" ini. Semoga apa yang kita kerjakan ini
punya nilai manfaat dan keberkahan. Amin.
Jakarta, 30 April 2013
Rabu, 11 Juni 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar