Sejarah Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW 
 
 
 
 
Dr. Marwan Saeed Saleh Abu Al-Rub Associate Professor,
Wallahua’lam.
BIsmillahirrahmanirrahim....
Isra  Mi’raj Nabi Muhammad SAW – Seringkali di kalangan masyarakat kita,  dalam mendefinisikan isra dan mi’raj, mereka menggabungkan Isra Mi’raj  menjadi satu peristiwa yang sama. Padahal sebenarnya Isra dan Mi’raj  merupakan dua peristiwa yang berbeda. Dan untuk meluruskan hal tersebut,  pada kesempatan ini saya bermaksud mengupas tuntas pengertian isra dan  mi’raj, sejarah isra mi’raj nabi muhammad SAW serta hikmah dari perjalanan isra’ mi’raj Nabi Besar Muhammad SAW.
Pengertian / Definisi Isra dan Mi’raj
Isra Mi’raj  adalah dua bagian dari perjalanan yang dilakukan oleh Muhammad dalam  waktu satu malam saja. Kejadian ini merupakan salah satu peristiwa  penting bagi umat Islam, karena pada peristiwa ini Nabi Muhammad  Shallallahu Alaihi wa Sallam mendapat perintah untuk menunaikan salat  lima waktu sehari semalam.
Isra Mi’raj  terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum Rasulullah  Shallallahu Alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi dan  mayoritas ulama, Isra Mi’raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah,  yaitu antara tahun 620-621 M. Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra  Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang  populer.
Namun demikian,  Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri menolak pendapat tersebut dengan  alasan karena Khadijah radhiyallahu anha meninggal pada bulan Ramadan  tahun ke-10 kenabian, yaitu 2 bulan setelah bulan Rajab. Dan saat itu  belum ada kewajiban salat lima waktu. Al-Mubarakfuri menyebutkan 6  pendapat tentang waktu kejadian Isra Mi’raj. Tetapi tidak ada satupun  yang pasti. Dengan demikian, tidak diketahui secara persis kapan tanggal  terjadinya Isra Mi’raj.
Peristiwa Isra  Mi’raj terbagi dalam 2 peristiwa yang berbeda. Dalam Isra, Nabi Muhammad  Shallallahu Alaihi wa Sallam “diberangkatkan” oleh Allah SWT dari  Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsa. Lalu dalam Mi’raj Nabi Muhammad SAW  dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat  tertinggi. Di sini Beliau mendapat perintah langsung dari Allah SWT  untuk menunaikan salat lima waktu.
Bagi umat Islam,  peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga, karena ketika  inilah salat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada Nabi lain yang  mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha seperti ini. Walaupun  begitu, peristiwa ini juga dikatakan memuat berbagai macam hal yang  membuat Rasullullah SAW sedih.
Sejarah / Kisah Perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW
Perjalanan dimulai Rasulullah mengendarai buraq bersama Jibril. Jibril berkata, “turunlah dan kerjakan shalat”.
Rasulullahpun turun. Jibril berkata, “dimanakah engkau sekarang ?”
“tidak tahu”, kata Rasul.
“Engkau berada di Madinah, disanalah engkau akan berhijrah “, kata Jibril.
Perjalanan  dilanjutkan ke Syajar Musa (Masyan) tempat penghentian Nabi Musa ketika  lari dari Mesir, kemudian kembali ke Tunisia tempat Nabi Musa menerima  wahyu, lalu ke Baitullhmi (Betlehem) tempat kelahiran Nabi Isa AS, dan  diteruskan ke Masjidil Aqsha di Yerussalem sebagai kiblat nabi-nabi  terdahulu.
Jibril menurunkan  Rasulullah dan menambatkan kendaraannya. Setelah rasul memasuki masjid  ternyata telah menunggu Para nabi dan rasul. Rasul bertanya : “Siapakah  mereka ?”
“Saudaramu para Nabi dan Rasul”.
Kemudian Jibril membimbing Rasul kesebuah batu besar, tiba-tiba Rasul melihat tangga yang sangat indah, pangkalnya di Maqdis  dan ujungnya menyentuh langit. Kemudian Rasulullah bersama Jibril naik  tangga itu menuju kelangit tujuh dan ke Sidratul Muntaha.
“Dan sesungguhnya nabi Muhammad telah melihatJibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, yaitu di Sidratul Muntaha.  Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika  Sidratull Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya  (Muhammad) tidak berpaling dariyang dilihatnya itu dan tidakpula  melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda  (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-Najm : 13 – 18).
Selanjutnya  Rasulullah melanjutkan perjalanan menghadap Allah tanpa ditemani Jibril  Rasulullah membaca yang artinya : “Segala penghormatan adalah  milikAllah, segala Rahmat dan kebaikan“.
Allah berfirman yang artinya: “Keselamatan bagimu wahai seorang nabi, Rahmat dan berkahnya“.
Rasul membaca  lagi yang artinya: “Keselamatan semoga bagi kami dan hamba-hamba Allah  yang sholeh. Rasulullah dan ummatnya menerima perintah ibadah shalat“.
Berfirman Allah  SWT : “Hai Muhammad Aku mengambilmu sebagai kekasih sebagaimana Aku  telah mengambil Ibrahim sebagai kesayanagan dan Akupun memberi firman  kepadamu seperti firman kepada Musa Akupun menjadikan ummatmu sebagai  umat yang terbaik yang pernah dikeluarkan pada manusia, dan Akupun  menjadikan mereka sebagai umat wasath (adil dan pilihan), Maka ambillah  apa yang aku berikan kepadamu dan jadilah engkau termasuk orang-orang  yang bersyukur“.
“Kembalilah kepada umatmu dan sampaikanlah kepada mereka dari Ku”.
Kemudian Rasul turun ke Sidratul Muntaha.
Jibril berkata :  “Allah telah memberikan kehormatan kepadamu dengan penghormatan yang  tidak pernah diberikan kepada seorangpun dari makhluk Nya baik malaikat  yang terdekat maupun nabi yang diutus. Dan Dia telah membuatmu sampai  suatu kedudukan yang tak seorangpun dari penghuni langit maupun penghuni  bumi dapat mencapainya. Berbahagialah engkau dengan penghormatan yang  diberikan Allah kepadamu berupa kedudukan tinggi dan kemuliaan yang  tiada bandingnya. Ambillah kedudukan tersebut dengan bersyukur kepadanya  karena Allah Tuhan pemberi nikmat yang menyukai orang-orang yang  bersyukur”.
Lalu Rasul memuji Allah atas semua itu.
Kemudian Jibril  berkata : “Berangkatlah ke surga agar aku perlihatkan kepadamu apa yang  menjadi milikmu disana sehingga engkau lebih zuhud disamping zuhudmu  yang telah ada, dan sampai lah disurga dengan Allah SWT. Tidak ada  sebuah tempat pun aku biarkan terlewatkan”. Rasul melihat gedung-gedung  dari intan mutiara dan sejenisnya, Rasul juga melihat pohon-pohon dari  emas. Rasul melihat disurga apa yang mata belum pernah melihat, telingan  belum pernah mendengar dan tidak terlintas dihati manusia semuanya  masih kosong dan disediakan hanya pemiliknya dari kekasih Allah ini yang  dapat melihatnya. Semua itu membuat Rasul kagum untuk seperti inilah  mestinya manusia beramal. Kemudian Rasul diperlihatkan neraka sehingga  rasul dapat melihat belenggu-belenggu dan rantai-rantainya selanjutnya  Rasulullah turun ke bumi dan kembali ke masjidil haram menjelang subuh.
Mandapat Mandat Shalat 5 waktu
Agaknya yang  lebih wajar untuk dipertanyakan, bukannya bagaimana Isra’ Mi’raj, tetapi  mengapa Isra’ Mi’raj terjadi ? Jawaban pertanyaan ini sebagaimana kita  lihat pada ayat 78 surat al-lsra’, Mi’raj itu untuk menerima mandat  melaksanakan shalat Lima waktu. Jadi, shalat inilah yang menjadi inti  peristiwa Isra’Mi’raj tersebut.
Shalat merupakan media untuk mencapai kesalehan spiritual individual  hubungannya dengan Allah. Shalat juga menjadi sarana untuk menjadi  keseimbangan tatanan masyarakat yang egaliter, beradab, dan penuh  kedamaian. Makanya tidak berlebihan apabila Alexis Carrel menyatakan :  “Apabila pengabdian, sholat dan do’a yang tulus kepada Sang Maha  pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan bermasyarakat, hal itu  berarti kita telah menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat  tersebut“. Perlu diketahui bahwa A. Carrel bukanlah orang yang memiliki  latar belakang pendidikan agama, tetapi dia adalah seorang dokter dan  pakar Humaniora yang telah dua kali menerima nobel atas hasil  penelitiannya terhadap jantung burung gereja dan pencangkokannya. Tanpa  pendapat Carrel pun, Al – Qur’an 15 abad yang lalu telah menyatakan  bahwa shalat yang dilakukan dengan khusu’ akan bisa mencegah perbuatan  keji dan mungkar, sehingga tercipta tatanan masyarakat yang harmonis,  egaliter, dan beretika.
Hikmah Isra Mi’raj Nabi Besar Muhammad SAW
Perintah sholat  dalam perjalanan isra dan mi’raj Nabi Muhammad SAW, kemudian menjadi  ibadah wajib bagi setiap umat Islam dan memiliki keistimewaan tersendiri  dibandingkan ibadah-ibadah wajib lainnya. Sehingga, dalam konteks  spiritual-imaniah maupun perspektif rasional-ilmiah, Isra’ Mi’raj  merupakan kajian yang tak kunjung kering inspirasi dan hikmahnya bagi  kehidupan umat beragama (Islam).
Bersandar pada  alasan inilah, Imam Al-Qusyairi yang lahir pada 376 Hijriyah, melalui  buku yang berjudul asli ‘Kitab al-Mikraj’ ini, berupaya memberikan peta  yang cukup komprehensif seputar kisah dan hikmah dari perjalanan agung  Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW, beserta telaahnya. Dengan menggunakan  sumber primer, berupa ayat-ayat Al-Quran dan hadist-hadits shahih, Imam  al-Qusyairi dengan cukup gamblang menuturkan peristiwa fenomenal yang  dialami Nabi itu dengan runtut.
Selain itu, buku  ini juga mencoba mengajak pembaca untuk menyimak dengan begitu detail  dan mendalam kisah sakral Rasulullah SAW, serta rahasia di balik  peristiwa luar biasa ini, termasuk mengenai mengapa mikraj di malam  hari? Mengapa harus menembus langit? Apakah Allah berada di atas?  Mukjizatkah mikraj itu hingga tak bisa dialami orang lain? Ataukah ia  semacam wisata ruhani Rasulullah yang patut kita teladani?
Bagaimana dengan  mikraj para Nabi yang lain dan para wali? Bagaimana dengan mikraj kita  sebagai muslim? Serta apa hikmahnya bagi kehidupan kita? Semua dibahas  secara gamblang dalam buku ini.
Dalam  pengertiannya, Isra’ Mi’raj merupakan perjalanan suci, dan bukan sekadar  perjalanan “wisata” biasa bagi Rasul. Sehingga peristiwa ini menjadi  perjalanan bersejarah yang akan menjadi titik balik dari kebangkitan  dakwah Rasulullah SAW. John Renerd dalam buku ”In the Footsteps of  Muhammad: Understanding the Islamic Experience,” seperti pernah dikutip  Azyumardi Azra, mengatakan bahwa Isra Mi’raj adalah satu dari tiga  perjalanan terpenting dalam sejarah hidup Rasulullah SAW, selain  perjalanan hijrah dan Haji Wada. Isra Mi’raj, menurutnya, benar-benar  merupakan perjalanan heroik dalam menempuh kesempurnaan dunia spiritual.
Jika perjalanan  hijrah dari Mekah ke Madinah pada 662 M menjadi permulaan dari sejarah  kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum  Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi’raj menjadi puncak  perjalanan seorang hamba (al-abd) menuju sang pencipta (al-Khalik). Isra  Mi’raj adalah perjalanan menuju kesempurnaan ruhani (insan kamil).  Sehingga, perjalanan ini menurut para sufi, adalah perjalanan  meninggalkan bumi yang rendah menuju langit yang tinggi.
Inilah perjalanan  yang amat didambakan setiap pengamal tasawuf. Sedangkan menurut Dr  Jalaluddin Rakhmat, salah satu momen penting dari peristiwa Isra Mi’raj  yakni ketika Rasulullah SAW “berjumpa” dengan Allah SWT. Ketika itu,  dengan penuh hormat Rasul berkata, “Attahiyatul mubaarakaatush  shalawatuth thayyibatulillah”; “Segala penghormatan, kemuliaan, dan  keagungan hanyalah milik Allah saja”. Allah SWT pun berfirman,  “Assalamu’alaika ayyuhan nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh”.
Mendengar  percakapan ini, para malaikat serentak mengumandangkan dua kalimah  syahadat. Maka, dari ungkapan bersejarah inilah kemudian bacaan ini  diabadikan sebagai bagian dari bacaan shalat.
Selain itu, Seyyed Hossein Nasr dalam buku ‘Muhammad Kekasih Allah’  (1993) mengungkapkan bahwa pengalaman ruhani yang dialami Rasulullah  SAW saat Mi’raj mencerminkan hakikat spiritual dari shalat yang di  jalankan umat islam sehari-hari. Dalam artian bahwa shalat adalah  mi’raj-nya orang-orang beriman. Sehingga jika kita tarik benang  merahnya, ada beberapa urutan dalam perjalanan Rasulullah SAW ini.
Pertama, adanya  penderitaan dalam perjuangan yang disikapi dengan kesabaran yang dalam.  Kedua, kesabaran yang berbuah balasan dari Allah berupa perjalanan Isra  Mi’raj dan perintah shalat. Dan ketiga, shalat menjadi senjata bagi  Rasulullah SAW dan kaum Muslimin untuk bangkit dan merebut kemenangan.  Ketiga hal diatas telah terangkum dengan sangat indah dalam salah satu  ayat Al-Quran, yang berbunyi “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai  penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali  bagi orang-orang yang khusyuk. (Yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa  mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.”
Mengacu pada  berbagai aspek diatas, buku setebal 178 halaman ini setidaknya sangat  menarik, karena selain memberikan bingkai yang cukup lengkap tentang  peristiwa Isra’ mikraj Nabi saw, tetapi juga memuat mi’rajnya beberapa  Nabi yang lain serta beberapa wali. Kemudian kelebihan lain dalam buku  ini adalah dipaparkan juga mengenai kisah Mikrajnya Abu Yazid  al-Bisthami. Mikraj bagi ulama kenamaan ini merupakan rujukan bagi  kondisi, kedudukan, dan perjalanan ruhaninya menuju Allah.
Ia menggambarkan  rambu-rambu jalan menuju Allah, kejujuran dan ketulusan niat menempuh  perjalanan spiritual, serta keharusan melepaskan diri dari segala  sesuatu selain Allah. Maka, sampai pada satu kesimpulan, bahwa jika  perjalanan hijrah menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau  perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota  suci Mekah, maka Isra Mi’raj menjadi “puncak” perjalanan seorang hamba  menuju kesempurnaan ruhani.

Melihat foto di  atas, mungkin banyak dari kita akan segera memilih foto sebelah kanan  sebagai Masjid Al-Aqsa. Namun percayalah, foto sebelah kiri yang berupa  masjid dengan kubah yang berwarna hijau itulah Masjid Al-Aqsa yang  sebenarnya.
Dewasa ini, telah  terjadi banyak kesalahpahaman diantara umat muslim tentang masjid  Al-Aqsa yang sebenarnya. Banyak umat muslim maupun non-muslim yang  mempublikasikan foto Masjid Al-Aqsa yang salah, tapi yang mengkuatirkan  saat ini, kebanyakan umat muslim memajang foto Qubbatus Shakrah (Kubah  Batu/ Dome of The Rock) dirumah maupun dikantor mereka dengan sebutan  Masjid Al-Aqsa. Ini telah menjadi kesalahan umum di dunia muslim.
Namun tragedi  sesungguhnya adalah bahwa kebanyakan generasi muda/ anak-anak muslim  (sebagaimana juga muslim dewasa) diseluruh dunia, tidak dapat membedakan  antara Masjid Al Aqsa dengan Qubbatus Shakrah (Kubah Batu).
Mengenal Kompleks Masjid Al-Aqsa
Al-Masjid El-Aqsa  merupakan nama arab yang berarti Masjid terjauh. 10 tahun setelah Nabi  Muhammad SAW menerima wahyu pertama, beliau melakukan perjalanan malam  dari Mekkah ke Baitul Maqdis (Jerusalem) dan kemudian menuju langit  ketujuh untuk menerima perintah sholat 5 waktu dari Allah, peristiwa ini  disebut Isra’ Miraj.
Sebelum turun  perintah menjadikan Mekkah sebagai kiblat sholat umat muslim, selama 16  setengah bulan setelah Isra Miraj, Jerusalem dijadikan arah kiblat.

Ketika masih  hidup, Nabi Muhammad SAW memerintahkan umat muslim untuk tak hanya  mengunjungi Mekkah tapi juga Masjid Al-Aqsa yang berjarak sekitar 2000  kilometer sebelah utara Mekkah.
Masjid Al-Aqsa  merupakan bangunan tertua kedua setelah Ka’bah di Mekkah, dan tempat  suci dan tempat terpenting ketiga setelah Mekkah dan Madinah.
Luas kompleks  Masjid Al-Aqsa sekitar 144.000 meter persegi, atau 1/6 dari seluruh area  yang dikelilingi tembok kota tua Jerusalem yang berdiri saat ini.  Dikenal juga sebagai Al Haram El Sharif atau oleh yahudi disebut Kuil  Sulaiman. Kompleks Masjid Al-Aqsa dapat menampung sekitar 400.000 jemaah  (Masjid Al-Aqsa menampung sekitar 5.000 jamaah, selebihnya sholat di  kompleks yang ber-area terbuka).
Pembangunan  kembali kompleks Masjid Al-Aqsa dimulai 6 tahun setelah Nabi wafat oleh  Umar Bin Khattab. Beliau menginginkan untuk dibangun sebuah masjid di  selatan Foundation Stone (membelakangi Foundation Stone, menghadap  selatan/Mekkah). Pembangunan tersebut dilakukan oleh Khalifah Ummayah  Abd Al Malik Ibn Marwan dan diselesaikan oleh anaknya Al Walid 68 tahun  setelah Nabi wafat dengan diberi nama Masjid Al Aqsha.
Di pusat kompleks  Kuil Sulaiman, terdapat Foundation Stone yaitu batu landasan yang  dipercaya umat Yahudi sebagai tempat Yahweh menciptakan alam semesta dan  tempat Abraham mengorbankan Isaac. Bagi umat Islam batu ini adalah  tempat Nabi Muhammad menjejakkan kakinya untuk Mi’raj. Untuk melindungi  batu ini, Khalifah Abd Al Malik Ibn Marwan membangun kubah dan masjid  polygon, yang kemudian terkenal dengan nama Dome of The Rock (Kubah  batu).

Kekeliruan antara Masjid Al-Aqsa dengan Dome of The Rock dan Agenda Israel menghapuskan Masjidil Aqsa

Masjidil Aqsa  merupakan kiblat pertama bagi Umat Islam sebelum dipindahkan ke Ka’bah  dengan perintah Allah SWT. Kini berada di dalam kawasan jajahan Yahudi.  Dalam keadaan yang demikian, disinyalir pihak Yahudi telah mengambil  kesempatan untuk mengelirukan pengetahuan Umat Islam dengan mengedarkan  gambar Dome of The Rock sebagai Masjidil Aqsa.
Tujuan mereka  hanyalah satu: untuk meruntuhkan Masjidil Aqsa yang sebenarnya dan  mendirikan kembali haikal Sulaiman. Saat ini, hanya “Tembok sebelah  Barat” yang tersisa dari bangunan kuil atau istana Sulaiman yang masih  berdiri, dan pada saat yang bersamaan tempat ini dinamakan “Tembok  Ratapan/Wailing Wall” oleh orang Yahudi. Apabila Umat Islam sendiri  sudah keliru dan sulit untuk membedakan Masjidil Aqsa yang sebenarnya,  maka semakin mudahlah tugas mereka untuk melaksanakan rencana tersebut,  karena bila Masjid Al-Aqsa diruntuhkan, kebanyakan umat tidak akan  menyadarinya.
Berikut  disertakan terjemahan surat yang ditulis dan dikirimkan oleh Dr. Marwan  kepada ketua pengarang harian “Al-Dastour” tentang kekeliruan umat dan  hubungannya dengan rencana zionis.
- Terdapat beberapa kekeliruan antara Masjidil Aqsa dan The Dome of The Rock. Apabila disebut tentang Masjidil Aqsa di dalam media lokal maupun internasional, foto The Dome of The Rock-lah yang ditampilkan. Alasannya adalah untuk mengalihkan masyarakat umum yang merupakan siasat Israel. Tinjauan ini diperoleh saat saya tinggal di USA, dimana saya telah mengetahui bahwa Zionis di Amerika telah mencetak dan mengedarkan foto tersebut dan menjualnya kepada orang arab dan Muslim. Kadangkala dijual dengan harga yang murah bahkan kadang diberikan secara gratis agar Muslim dapat mengedarkannya dimana saja. Baik dirumah maupun kantor.
Hal  ini meyakinkan saya bahwa Israel ingin menghapuskan gambaran Masjid  Al-Aqsa dari ingatan umat Islam supaya mereka dapat memusnahkannya dan  membangun kuil mereka tanpa ada publikasi. Bila ada yang membangkang  atau memprotes, maka Israel akan menunjukkan foto The Dome of The Rock  yang masih utuh berdiri, dan menyatakan bahwa mereka tidak berbuat  apa-apa. Siasat yang sungguh pintar! Saya juga merasa amat terperanjat  ketika bertanya kepada beberapa rakyat arab, Muslim, bahkan rakyat  Palestina karena mendapati mereka sendiri tidak dapat membedakan antara  kedua bangunan tersebut. Ini benar-benar membuatkan saya merasa kesal  dan sedih karena hingga kini Israel telah berhasil dalam siasat mereka.
Mathematics Zayed University Dubai
Demikianlah,  dengan kondisi yang mengkuatirkan ini, kita sebagai muslim hendaklah  turut membantu menyebarkan informasi yang benar kepada saudara kita dan  dunia. Hal ini penting dilakukan untuk menghindari distorsi informasi  lebih jauh yang akhirnya akan merugikan umat bila tidak disikapi dengan  baik.
 








 


 
 



Tidak ada komentar:
Posting Komentar